Sintas Cronobacter sp. YRc3a dalam Susu Skim Selama Pengeringan

Berdasarkan hasil skrining ketahanan panas, dapat diketahui bahwa isolat asal susu formula yaitu Cronobacter spp. YRc3a dan YRt2a memiliki ketahanan panas yang paling tinggi, namun untuk diujikan pada penelitian selanjutnya hanya 1 isolat. Isolat yang dipilih adalah isolat YRc3a berdasarkan pertimbangan hasil penelitian Ardelino 2011 tentang kajian ketahanan panas terhadap isolat lokal asal susu formula YRt2a dan YRc3a dalam medium TSB Tryptose Soy Broth. Hasil skrining cepat pada suhu 54 °C selama 32 menit, menunjukkan bahwa isolat YRc3a mengalami log reduksi paling kecil 1,66 log CFUml dengan nilai D lebih tinggi dibandingkan isolat YRt2a pada range suhu 54 °C 9,13 menit, 56 °C 3,83±0,33 menit, 58 °C 1,38±0,03 menit dan nilai Z 5.8±0,43 menit. Selain itu studi ketahanan panas terhadap isolat lokal asal susu formula YRt2a dan YRc3a pada medium susu formula yang dilakukan oleh Seftiono 2012 menunjukkan bahwa isolat YRc3a memiliki nilai D maksimal pada suhu 50 °C lebih tinggi D 50 °C = 243,90 menit dibandingkan isolat YRt2a D 50 °C = 169,40 menit Dipilihnya isolat asal susu formula YRc3a pada penelitian ini juga atas pertimbangan susu formula merupakan sumber utama infeksi Cronobacter spp. pada bayi dengan kondisi imun tertentu CDC 2002. 4.3 Sintas Cronobacter sp. YRc3a dalam Susu Skim Selama Pengeringan Semprot dan Saat Rekonstitusi

4.3.1 Sintas Cronobacter sp. YRc3a dalam Susu Skim Selama Pengeringan

Semprot Proses pengeringan semprot dengan suhu inlet 160 °C dan outlet 82 °C Permadi 2010 menurunkan jumlah Cronobacter sp. YRc3a sebesar 4,19 log CFUg berdasarkan berat kering susu skim. Data lengkap hasil perhitungan penurunan logaritma Cronobacter sp. selama pengeringan semprot dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis jumlah koloni Cronobacter sp. YRc3a dalam 40 susu skim wv sebelum dan sesudah pengeringan semprot dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sintas Cronobacter sp. YR c3a dalam susu skim sebelum dan setelah proses pengeringan semprot suhu inlet 160 °C dan outlet 82 °C Jumlah sel sebelum pengeringan CFUg Jumlah sel setelah pengeringan CFUg Penurunan jumlah Cronobacter sp. YRc3a Log CFUg 3,84x10 9 2,51x10 5 4,19 Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Wan- Ling et al. 2009 yang melakukan pengujian viabilitas E. sakazakii dalam medium 40 susu skim wv selama mengalami proses pengeringan semprot suhu inlet 180±1 °C dan suhu outlet 80 °C, dimana dengan jumlah awal populasi sel 10 7 -10 8 CFUg terjadi penurunan jumlah sel sebesar 4.81 ± 0.06 siklus log. Penelitian tentang ketahanan bakteri lainnya terhadap proses pengeringan semprot juga dilakukan oleh Wong et al. 2010, dengan parameter proses suhu inlet 160 C dan suhu outlet 85 2 C, jumlah sel yang bertahan berkisar 6,30x10 5 CFUg penurunan 3,35 siklus log. Penurunan populasi Cronobacter sp. selama proses pengeringan semprot pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Permadi 2010 yaitu sebesar 2,54 log CFUg. Jenis isolat, yaitu Cronobacter sp. YR c3a dan parameter proses suhu inlet 160 °C dan outlet 82 °C, peralatan, serta media susu skim 40 yang digunakan pada penelitian ini sama, perbedaan penurunan logaritma mungkin terjadi karena perbedaan jumlah awal inokulum yang diinokulasikan. Pada penelitian Permadi 2010 jumlah inokulum awal sebesar 10 8 -10 9 CFUml, sedangkan pada penelitian ini digunakan inokulum awal sebesar 10 10 -10 11 CFUml. Menurut Costa et al. 2000 jumlah sel yang mampu bertahan selama proses pengeringan dipengaruhi oleh jumlah awal inokulum dan medium yang digunakan. Pada medium susu skim yang berfungsi sebagai protectant dengan jumlah awal sel berkisar 10 10 -10 11 CFUml menghasilkan jumlah bakteri yang bertahan paling rendah dibandingkan dengan penggunaan jumlah awal sel 10 8- 10 9 CFUml. Survivor paling tinggi dengan jumlah awal sel tinggi akan dihasilkan jika medium yang digunakan dari jenis disakarida, seperti sukrosa dan trehalosa. Penggunaan disakarida akan memberikan perlindungan maksimal terhadap viabilitas sel sebesar 60 dari jumlah awal sel yang diinokulasikan sebelum pengeringan dibandingkan dengan monosakarida. Protein yang terkandung dalam susu skim tidak cukup memberikan perlindungan terhadap keseluruhan dinding sel bakteri dengan jumlah sel yang cukup tinggi. Selama proses pengeringan, air pada lipid bilayer membran sel akan terevaporasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan interaksi Van der waals antar rantai acyl sehingga terbentuk fase gel dari dry bilayer. Fase gel dari membran bilayer ini dapat merubah permeabilitas membran akibat terjadinya pemisahan komponen membran dan kebocoran sel. Kemampuan mengikat air water binding capacity dari disakarida lebih besar dibandingkan protein susu, sehingga dapat mencegah kerusakan sel akibat perubahan membran menjadi fase gel. Selain itu medium pelindung berupa disakarida akan menggantikan posisi air dalam membran setelah pengeringan dan mencegah kerusakan protein akibat putusnya ikatan hidrogen Lesli et al. 1995

4.3.2 Sintas Cronobacter sp. YRc3a dalam Susu Skim Saat Rekonstitusi