7 karakteristik yang sering dijumpai pada susu akibat adanya mikroorganisme.
Lampert 1970 dalam Dinni 2008 menjelaskan bahwa mikroorganisme dalam susu dapat berasal dari peralatan yang kurang bersih, sumber air dan kandang
yang kurang terawat, dengan mikroorganisme yang umum didapatkan adalah bakteri psikotrofik, seperti Enterobacter, Bacillus dan Flavobacterium.
B. Susu Pasteurisasi
Menurut Badan Standarisasi Nasional 1995 dalam SNI No. 01-3951-1995 susu pasteurisasi merupakan susu segar, susu rekonstitusi, susu rekombinasi yang
telah mengalami proses pemanasan pada suhu 63-66 C selama minimum 30
menit atau pada pemanasan 72 C selama minimum 15 detik, kemudian segera
didinginkan hingga 10 C, selanjutnya diperlakukan secara aseptis dan disimpan
pada suhu maksimum 4.4 C. International Dairy Federation 1983 dalam Dinni
2008 menyatakan bahwa susu pasteurisasi merupakan produk susu yang telah mengalami proses pasteurisasi, yang bila dijual ke retail atau pengecer mengalami
pendinginan terlebih dahulu tanpa adanya suatu penundaan dan dikemas dengan kondisi penundaan minimum untuk meminimalkan kontaminasi.
Produk tersebut harus mengalami uji fosfatase negatif segera setelah perlakuan panas. Susu pasteurisasi harus disimpan dalam suhu rendah selama
proses distribusi hingga penjualan Robinson et al.,1981 dalam Dinni, 2008. Proses distribusi dalam suhu rendah bertujuan agar pertumbuhan bakteri menjadi
terhambat, namun tidak membunuh keseluruhan bakteri Winarno et al.,1980 dalam
Dinni, 2008. Kandungan standar bakteri dalam susu pasteurisasi dengan grade ’’A” sebesar 20 000 bakterimL dan kurang dari sepuluh bakterimL untuk
bakteri koliform FDA, 2001. Susu pasteurisasi menurut Early 1998 dalam Dinni 2008 memiliki
kandungan nilai gizi yang tidak jauh berbeda dengan susu segar karena sebagian besar nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin tidak
terpengaruh oleh perlakuan pasteurisasi. Kehilangan nyata yang terjadi adalah sekitar setengah 50 kandungan vitamin C serta sekitar 10 tiamin dan
vitamin B
12
yang terdapat secara alami akan hilang. Renner 1986 dalam Dinni 2008 menyatakan hampir keseluruhan kandungan vitamin C yang hilang pada
8 susu terjadi selama proses penanganan atau handling, pasteurisasi dan
pengemasan.
C. Pengolahan Susu
Upaya memperpanjang umur simpan dan meningkatkan nilai guna susu dapat dilakukan melalui berbagai cara pengolahan seperti pembuatan susu
menjadi produk susu kental manis, susu bubuk, es krim, permen susu, kerupuk susu, dodol susu dan sebagainya. Usaha untuk memperpanjang umur simpan telah
banyak dilakukan, baik dalam hal penanganan maupun pengawetan Wong et al
.,1988 dalam Dinni, 2008. Pengolahan susu bertujuan untuk mengolah susu menjadi bahan pangan yang memiliki tingkat akseptibilitas lebih tinggi serta
mampu meningkatkan daya simpannya. Hasil olahan susu merupakan suatu produk yang terbuat dari susu atau
produk yang merupakan hasil suatu perlakuan terhadap susu Buckle et al., 1987 dalam
Dinni, 2008. Pengolahan susu dengan pemanasan terlebih dahulu merupakan titik kendali kritis untuk menjamin mikroorganisme patogen telah
musnah. Hal itu juga menjamin bakteri berspora telah dimusnahkan atau setidaknya berkurang jumlahnya untuk menjaga kualitas produk secara optimum
Elmagli dan Abtisam, 2006.
D. Pasteurisasi Susu