BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG KEMAMPUAN MEMBACA
AL-QUR’AN BERDASARKAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN SISWA
Al-Quran dan Keutamaan Membacanya Pengertian al-Qur’an dari segi bahasa, terdapat berbagai macam pendapat
berbeda yang dikemukakan oleh para ahli. Sebagian berpendapat, penulisan lafal al-Qur’an dibubuhi huruf hamzah. Pendapat lain mengatakan penulisannya tanpa
dibubuhi huruf hamzah. Asy-Syafi’i, al-Farra, dan al-Asy’ari termasuk di antara ulama yang berpendapat bahwa lafal al-Qur’an ditulis tanpa huruf hamzah. Dan
pendapat ini jauh dari kaidah pemecahan kata isytiqaq dalam bahasa Arab. Di antara para ulama yang berpendapat bahwa lafal al-Qur’an ditulis dengan
tambahan huruf hamzah di tengahnya adalah al-Zajjaj, dan al-Lihyani. Pendapat yang terakhir bahwa al-Qur’an dengan tambahan huruf hamzah
di tengahnya itu lebih kuat dan lebih tepat, karena dalam bahasa Arab lafal al- Qur’an adalah bentuk masdar yang maknanya sinonim dengan qira’ah berarti
bacaan. Ia merupakan kata turunan Masdar dari kata Qara’a fiil madhi dengan ism al-maf’ul
, yaitu maqru’ yang artinya dibaca. Pengertian ini merujuk pada sifat al-Qur’an yang difirmankan-Nya dalam al-Qur’an Q.S. al-Qiyamah [75]: 17-18.
Dalam ayat tersebut Allah berfirman:
GH
I 8J2
I K 8
DLMF 2N O2P
KP 2
Q R S 2P
I K 8
DLF
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya di dadamu dan membuatmu pandai membacanya. Apabila kami Telah selesai
membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”. QS. Al-Qiyamah: 17-
18.
6
6
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008, h. 4-6.
Menurut Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan dalam bukunya Pengantar Ilmu Tafsir
bahwa Al-Qur’an itu Kalamullah, meliputi dua macam Kalam yaitu Nafsi dan Lafdzi. Mereka yang cenderung pada kalam nafsi hanya
kalangan Mutakallimin. Mereka mungkin berkepentingan untuk membebaskan Allah dari sifat-sifat yang hadits di satu pihak. Adapun yang lebih condong pada
kalam lafdzi adalah dari kalangan: Ushuliyyin, para Fuqaha dan ahli bahasa Arab.
Ulama Ushul dan Fuqaha cenderung pada kalam lafdzi karena mereka berkepentingan dengan lafaz-lafaz al-Qur’an itu dalam rangka menentukan dalil-
dalil hukum atau dalam rangka istinbath hukum, karena untuk itu semua, tidak mungkin dilakukan tanpa ada lafaz.
Dengan pola pikir tersebut di atas, dari segi istilah ulama Ushul, Fuqaha dan ahli bahasa Arab menyepakati definisi al-Qur’an sebagai berikut:
ﺕ ﺡ
ﺕ
“Al-Qur’an adalah kalamullah yang mengandung i’jaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang termaktub dalam mushaf-mushaf
utsmani yang dinukilkan kepada kita dengan jalan mutawatir yang dianggap bernilai ibadah.”
7
Menurut Manna’ al-Qaththan, al-Qur’an adalah firman Allah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad saw. yang pembacaannya menjadi suatu
ibadah.
8
Menurut Abu Syuhbah al-Qur’an adalah firman Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang memiliki kemu’jizatan lafal,
membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis dalam mushaf, dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.
9
Menurut Dr. Subhi as-Shalih merumuskan definisi al-Qur’an adalah Kalam Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan tertulis di dalam
7
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Bulan Binatang, 1992, h. 38-39.
8
Syaikh Manna’ al-Qaththan, H. Aunur Rafiq el-Mazni, Lc. Penterjemah, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an,
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009, cet. Ke-4, h. 18.
9
Said Agil Husin al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 5.
mushaf berdasarkan sumber-sumber mutawatir yang bersifat pasti kebenarannya, dan yang dibaca umat Islam dalam rangka ibadah. Penamaan al-Qur’an yang
demikian itu telah disepakati bulat oleh semua ulama ahli ilmu kalam, ulama ahli ilmu Fiqh dan ulama ahli ilmu bahasa Arab.
10
Dari definisi-definisi di atas terdapat beberapa segi yang membedakan al- Qur’an dari kitab-kitab lainnya, yaitu:
1. Isi al-Qur’an Dari segi isi, al-Qur’an adalah kalamullah atau firman Allah. Dengan jenis
ini, ucapan Rasulullah, Malaikat, Jin, dan sebagainya tidak dapat disebut al-Qur’an. Kalamullah mempunyai keistimewaan yang tak mungkin dapat
ditandingi oleh perkataan lainnya. 2. Cara turunnya
Dari segi turunnya, al-Qur’an disampaikan melalui Malaikat Jibril yang terpercaya al-Ruh al-Amin. Dengan demikian, jika ada wahyu Allah
langsung disampaikan kepada Nabi Muhammad saw, tanpa perantaraan Malaikat jibril, seperti hadis qudsi, tidaklah termasuk al-Qur’an.
3. Penerimanya Dari segi penerimanya, al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw, seorang Rasul yang dikenal bergelar al-Amin terpercaya. Ini berarti bahwa wahyu Tuhan yang disampaikan kepada Nabi lainnya tidak dapat
disebut al-Qur’an.
4. Fungsinya Dalam definisi al-Qur’an tersebut di atas disebutkan bahwa al-Qur’an
antara lain berfungsi sebagai dalil atau petunjuk atas kerasulan Muhammad saw, pedoman hidup bagi umat manusia, menjadi ibadah bagi
yang membacanya, serta pedoman dan sumber petunjuk dalam kehidupan. 5. Susunannya
10
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an, h. 15.
Al-Qur’an terhimpun dalam suatu mushaf yang terdiri dari ayat-ayat dan surah-surah. Ayat-ayat al-Qur’an disusun sesuai dengan petunjuk Nabi
Muhammad saw. Sedangkan urutan surah dimulai dengan al-Fatihah dan diakhiri surah an-Nas disusun atas tauqifi, usaha, dan kerja keras para
sahabat di zaman pemerintahan khalifah Abu bakar dan Usman bin Affan. Para sahabat yang menyusun urutan surah-surah tersebut terkenal jujur,
cerdas, pandai, sangat mencintai Allah dan Rasul, dan hidup serta menyaksikan hal-hal yang berkaitan pada waktu ayat al-Qur’an turun.
6. Penyampaiannya Al-Qur’an disampaikan kepada kita dengan cara mutawatir, dalam arti,
disampaikan oleh sejumlah orang yang semuanya sepakat bahwa ia benar- benar wahyu Allah swt, terpelihara dari perubahan atau pergantian.
Al-Qur’an merupakan Kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw., sebagai salah satu rahmat yang tak ada taranya bagi orang-
orang yang taqwa. Di dalamnya terkumpul wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk, pedoman dan pelajaran bagi siapa saja yang mempercayai serta mengamalkannya.
Bukan itu saja, tetapi juga al-Qur’an itu adalah kitab suci yang paling penghabisan diturunkan Allah, yang isinya mencakup segala pokok-pokok syari’at yang
terdapat dala kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya. Karena itu, setiap orang yang mempercayai al-Qur’an, akan bertambah cinta kepadanya, cinta untuk
membacanya, untuk mempelajari dan memahaminya serta pula untuk mengamalkan dan mengajarkanya sampai merata rahmatnya dirasai dan dikecap
oleh penghuni alam semesta. Selanjutnya, Setiap Mukmin yakin bahwa membaca al-Qur’an saja sudah
termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda, sebab yang dibacanya itu, sebab yang dibacanya itu adalah Kitab Suci Ilahi. Al-
Qur’an adalah sebaik-baik bacaan bagi orang Mukmin, baik di kala senang maupun di kala susah, di kala gembira ataupun di kala sedih. Malahan membaca
al-Qur’an itu bukan saja menjadi amal dan ibadah, tetapi juga menjadi obat penawar bagi orang yang gelisah di jiwanya.
11
Sungguh banyak ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw. yang menunjukkan kelebihan dan keutamaan membaca dan mempelajari al-Qur’an.
Berikut ini beberapa keutamaan membaca al-Qur’an: 1. Orang yang membaca al-Qur’an akan bernilai pahala yang melimpah.
Firman Allah dalam QS. Faatir: 29-30:
-5 67 U8 V ,
W V
C X7
Y 0
2 HZ[H :;
Y \K
]4 0
_ ` a
b G Kc
UA ,
Z b 0
d6 `R2S
DeEF g G hP
8 `Ai
8 ,j
, d k0
\l E2P
[ I K
m` \ n
m` B 6
Dj F
o “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,
mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada
mereka dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Mensyukuri.”
QS. Faatir: 29-30.
12
Membaca al-Qur’an dengan niat ikhlas dan maksud baik adalah suatu ibadah yang karenanya seorang muslim mendapatkan pahala. Begitu juga kegiatan
membaca al-Qur’an per satu hurufnya dinilai satu kebaikan dan satu kebaikan ini dapat dilipatgandakan hingga sepuluh kebaikan. Bayangkan bila satu ayat atau
satu surah saja mengandung puluhan aksara Arab, sebuah anugerah Allah swt. yang agung. Sebagaimana dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud
bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:
11
Muhammad Slamet Saubary, Catatan Kaki Secara Illmiah dalam al-Qur’an, Jakarta: Perpustakaan Slamet Saubary, 1999, Jilid 1, h. 135.
12
Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 1999, h. 235.
ﺡ + , -
ﺡ . - 0 1 . 2
3 4 ﺡ 5 4 ﺡ 3 4 ﺡ . - 4 ﺡ 5 .
6 7 8
9: ;
“Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dan setiap kebaikan itu akan dibalas dengan
sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, melainkan alif satu huruf, laam satu huruf, dan mim satu huruf.”
HR. At- Turmudzi.
13
2. Membaca al-Qur’an merupakan sebagai obat terapi jiwa yang gundah. Membaca al-Qur’an bukan saja amal ibadah, namun juga bisa menjadi
obat dan penawar jiwa gelisah, pikiran kusut, nurani tidak tenteram, dan sebagainya. Allah swt. berfirman:
pkr ?K sd 0
F 8
m 7 \ 6
tb J ` -. 024P
h a
DeF
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman......”
QS. al-Isra’: 82. Hal ini sesuai dengan pernyataan para ulama ahli terapi hati. Mereka
menyebutkan salah satu obat hati yang utama adalah membaca al-Qur’an dengan khusyu’ seraya merenungkan makna kandungannya di samping lima hal yang lain,
yaitu berteman dengan orang saleh, zikir di waktu sunyi, shalat malam, dan puasa. Dalam ilmu jiwa psikologi modern dinyatakan bahwa berkomunikasi
dengan orang lain sangat efektif untuk mengurangi beban berat yang ditanggung jiwa. Para psikolog menyarankan orang-orang yang jiwanya tengah menanggung
beban berat untuk berkomunikasi dengan orang lain, bicara dari hati ke hati, agar terkurangi bebannya. Sementara membaca al-Qur’an ibaratnya adalah komunikasi
dengan Allah. Otomatis, dengan komunikasi itu, orang yang membaca al-Qur’an jiwanya akan menjadi tenang dan tenteram, lebih-lebih bila dihubungkan bahwa
malaikat akan turun memberikan ketenangan kepada orang yang tengah membaca al-Qur’an.
13
Abi Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Riyadh ash-Sholihin, Beirut: Darul Fikr, 1992, h. 432.
Jika membaca al-Qur’an efektif mengobati penyakit hati atau mental psikoterapi, tidak menutup kemungkinan, membaca Kitab Suci al-Qur’an ini
juga efektif untuk mengobati berbagai penyakit fisik, karena sekian penyakit fisik awalnya banyak dipicu oleh gangguan kejiwaan seperti pikiran kacau, panik,
cemas, gelisah, emosi tak terkendali, dan sebagainya.
14
3. Orang yang membaca al-Qur’an akan mendapat syafaat pada hari kiamat.
Al-Qur’an bisa hadir memberikan pertolongan bagi orang-orang yang senantiasa membacanya di dunia. Dari Abu Umamah, Dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw, Bersabda:
ﺹ ?ﺵ ی ﺕBی ﻥD .
6 5 7 8
;
“Bacalah al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para pembacanya.”
HR. Muslim.
15
Adab Membaca Al-Qur’an
Adab membaca al-Qur’an sangatlah diperlukan ketika kita hendak akan membaca al-Qur’an. Adapun adab membaca al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Adab Hati
Menurut Abu ‘Abdu al-Rahman dalam bukunya Pedoman Menghayati dan Menghafal Al-Qur’an
bahwa adab membaca al-Qur’an secara hati Bathin antara lain:
1. Niat ikhlas
membacanya semata-mata
karena Allah,
dengan mengharapkan ridha Allah dan memusatkan hati serta membuang semua
bisikan yang ada dalam hati tatkala membaca. 2. Tadabbur merenungkan dan berusaha menguasai artinya, karena hal ini
merupakan perintah tuhan alam semesta yang harus dilaksanakan oleh hamba Allah dengan penuh semangat setelah memahami dan
merenungkannya. 3. Berusaha terkesan sehingga memberi reaksi terhadap setiap ayat yang
dibacanya. Pada ayat ancaman hatinya bergetar karena takut. Terhadap ayat janji hatinya bersuka ria. Di saat disebutkan Allah, sifat-sifat dan
nama-nama-Nya, hatinya tertunduk merendah.
14
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak, Membaca, Menulis, dan Mencintai al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 2004, h. 47.
15
Muslim Bin Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Beirut: Darul Fikr, 1992, h. 90.
4. Berlepas diri dari daya dan upayanya, karena tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah swt, dan tidak memperhatikan dirinya sendiri
dengan penuh keridhaan dan pensucian.
16
Sedangkan menurut Imam al-Ghazali di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, adab membaca secara hati bathin itu diperinci lagi menjadi arti memahami asal
kalimat, cara hati membesarkan Allah, menghadirkan hati di kala membaca sampai ke tingkat memperluas, memperhalus perasaan dan membersihkan jiwa.
Bagi pembaca al-Qur’an ketika dia memulainya, maka terlebih dahulu ia harus menghadirkan dalam hatinya betapa kebesaran Allah yang mempunyai kalimat-
kalimat itu. Dia harus yakin dalam hatinya, bahwa yang dibacanya itu bukanlah kalam manusia, tapi adalah kalam Allah swt. membesarkan kalam Allah itu,
bukan saja dalam membacanya, tetapi juga dalam menjaga tulisan-tulisan al- Qur’an itu sendiri.
17
b. Adab Lahiriyah
Dianjurkan bagi orang yang hendak membaca al-Qur’an harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan tata cara membaca al-Qur’an. Abu
‘Abdu al-Rahman menerangkan dalam bukunya Pedoman Menghayati dan Menghafal Al-Qur’an
bahwa adab membaca al-Qur’an sebagai berikut: Disunnahkan untuk bersuci dan berwudhu terlebih dahulu sebelum membaca
al-Qur’an dan bersiwak sikat gigi dahulu. Lebih utamanya, membaca al-Qur’an ditempat yang bersih dan tempat yang
lebih utama adalah masjid. Dengan menghadap ke arah kiblat, karena kiblat adalah arah yang paling mulia.
Membaca Ta’awudz, kemudian membaca basmalah, jika mulai dari awal surat serta jangan memotong bacaan dengan pembicaraan yang tidak penting
dan memperindah suara bacaan al-Qur’an semampunya. Memilih tempat yang layak, seperti masjid atau suatu ruangan dirumahnya
yang jauh dari hal-hal yang dapat menghilangkan nilai kesuciannya. Memilih waktu yang tepat dan waktu disaat-saat Allah memperhatikan hamba-
hambanya dan saat-saat Allah menurunkan curahan-Nya. Dan waktu yang paling utama adalah sepertiga malam terakhir dan waktu menjelang subuh.
16
Abu ‘Abdu al-Rahman, Pedoman Menghayati dan Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: Hadi Press, 1997, cet. I, h. 37-39.
17
Departemen Agama RI, Tajwid dan Ilmu al-Qur’an, Jakarta: Peroyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 2001, h. 11.
Menangis saat membaca al-Qur’an, khususnya saat membaca ayat-ayat adzab atau melewati ayat-ayat yang melukiskan Masyhad, yaitu pada hari
diperlihatkannya peristiwa yang pasti terjadi di hari kiamat dan peristiwa- peristiwa yang bakal terjadi di akhirat serta keadaan yang sangat
mengerikan yang pasti diperlihatkan.
18
Sedangkan menurut Ahsin W. Al-Hafidz dalam bukunya Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an
ia berpendapat bahwa adab membaca al-Qur’an antara lain adalah:
1. Disunnahkan membaca al-Qur’an dengan tartil pelan-pelan sambil memperhatikan tajwidnya.
2. Disunnahkan merenungi dan memahami kandungan al-Qur’an sebab hal itu merupakan maksud dan tuntutan yang paling mulia.
3. Disunnahkan membaca al-Qur’an dengan tafkhim. 4. Disunnahkan dengan mengeraskan suara ketika membaca al-Qur’an. Atau
membacanya dengan jahr, karena membacanya dengan jahr yakni dengan suara yang keras lebih uatama, sebagaimana diterangkan dalam hadits
Nabi yang artinya: “Allah tidak mendengarkan sesuatu selain suara merdu Nabi yang
membacakan al-Qur’an dengan suara jahr.”
HR. Bukhori dan Muslim
19
Sedangkan menurut Syaikh Manna’ al-Qaththan menerangkan dalam bukunya Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an bahwa adab membaca al-Qur’an sebagai
berikut: 1. Membaca al-Qur’an sesudah berwudhu karena ia termasuk dzikir yang
paling utama dan bersiwak sebelum mulai membaca. 2. Membacanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan
membaca al-Qur’an. 3. Membacanya dengan khusyuk, tenang dan penuh hormat. Dan membaca
ta’awudz pada permulaannya serta membaca basmalah pada permulaan setiap surah.
4. Membacanya dengan tartil, yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan jelas serta memberikan hak setiap huruf, seperti membaca mad dan
idghom. 5. Membaguskan suara dengan membaca al-Qur’an dan mengeraskan bacaan
al-Qur’an, karena membacanya dengan suara jahar keras lebih utama. 6. Membaca al-Qur’an dengan melihat langsung kepada mushaf dan
membacanya dengan hafalan.
20
18
Abu ‘Abdu al-Rahman, Pedoman Menghayati dan Menghafal Al-Qur’an, h. 39-42.
19
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h. 34.
20
Syaikh Manna’ al-Qaththan, H. Aunur Rafiq el-Mazni, Lc. Penterjemah, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an
, h. 233-237.
Kompetensi dalam Membaca Al-Quran
Kompetensi dalam membaca al-Qur’an merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari dan dipraktikan ketika membaca al-Qur’an, karena dengan memperhatikan kompetensi tersebut, maka kita akan mudah untuk membaca al-
Qur’an dengan fasih dan benar. Adapun kompetensi dalam membaca al-Qur’an itu antara lain :
Tajwid Tajwid secara bahasa berasal dari kata “Jawwada-yujawwidu-tajwidan”
yang artinya membaguskan atau membuat jadi bagus. Dan pengertian yang lain menurut lughoh bahasa, tajwid dapat juga diartikan:
ﺕ E
“Segala sesuatu yang mendatangkan kebajikan.”
21
Dalam buku Tajwid dan Ilmu al-Qur’an Depag RI, Tajwid juga menurut bahasa berarti tahsin memperindah. dikatakan hadza syaiun jayyidun artinya
saya telah memperindah sesuatu.
22
Sedangkan pengertian Tajwid menurut istilah adalah:
F G ? - ﺡ 4 ﺡ H, I J 4 ی 5
ﻥ 5 K? L , M N O
“Ilmu yang memberikan segala pengertian tentang huruf, baik hak-hak huruf haqqul huruf maupun hukum-hukum baru yang timbul setelah hak-
hak huruf mustahaqqul huruf dipenuhi, terdiri atas sifat-sifat huruf, hukum-hukum madd, dan sebagainya. Sebagai contoh adalah tarqiq,
tafhim, dan semisalnya.”
23 Dari pengertian Tajwid di atas, maka secara garis besar pokok bahasan ruang lingkup Ilmu Tajwid dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu: a.
Haqqul Huruf, yaitu segala sesuatu yang lazimat wajid ada pada setiap huruf. Hak huruf ini meliputi sifat-sifat huruf sifatul huruf dan tempat keluarnya huruf makharijul huruf. Apabila hak huruf ditiadakan, maka semua
suara yang diucapkan tidak mungkin mengandung makna karena bunyinya menjadi tidak jelas. b.
Mustahaqqul Huruf, yaitu hukum-hukum baru Aridlah yang timbul oleh sebab-sebab tertentu setelah hak-hak huruf melekat pada setiap huruf. Mustahaqqul Huruf meliputi hukum-hukum seperti Izh-har, Ikhfa’, Iqlab,
Idghom, Qolqolah, Ghunnah, Tafkhim, Tarqiq, Mad, Waqaf, dan lain-lain. Selain pembagian di atas, ada juga yang membagi pokok bahasan Ilmu Tajwid ke dalam enam cakupan masalah,
yaitu: Makharijul Huruf, membahas tentang tempat-tempat keluarnya huruf.
21
Syeikh Muhammad al-Mahmud, Hidayatul Mustafid fi Ahkam at-Tajwid, Semarang: Pustaka al-‘Alawiyyah, h. 4.
22
Departemen Agama RI, Tajwid dan Ilmu al-Qur’an, h. 23.
23
Syeikh Muhammad al-Mahmud, Hidayatul Mustafid fi Ahkam at-Tajwid, h. 4.
Sifatul Huruf, membahas tentang sifat-sifat huruf. Ahkamul Huruf, membahas tentang hukum-hukum yang lahir dari hubungan anatr huruf.
Ahkamul Mad Wal Qashr, membahas tentang hukum-hukum memanjangkan dan memendekkan bacaan. Ahkamul Waqfi Wal Ibtida’, membahas tentang hukum-hukum menghentikan dan memulai bacaan.
Al-Khoththul Utsmaniy, membahas tentang bentuk tulisan mushaf Ustmaniy.
24
Para ahli qira’ah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tajwid adalah menghiasi bacaan al-Qur’an, yakni memerlukan setiap huruf sesuai dengan haknya dan runtutannya mengembalikan huruf pada makhrajnya masing-
masing melantunkannya dengan cara yang baik dan sempurna tanpa berlebih-lebihan.
25
Para ulama, dahulu dan sekarang, menaruh perhatiaan besar terhadap tilawah cara membaca al-Qur’an sehingga mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an
menjadi lebih baik dan benar. Cara membaca ini, di kalangan mereka dikenal dengan Tajwidul Qur’an. Mereka mendefinisikan Tajwid sebagai ”memberikan
kepada huruf akan hak-hak dan tertibnya, mengembalikan huruf kepada makhraj dan asalnya, serta mengaluskan pengucapannya dengan cara yang sempurna tanpa
berlebihan, kasar, tergesa-gesa dan dipaksa-paksakan.”
Tajwid sebagai suatu disiplin ilmu mempunyai kaidah-kaidah tertentu yang harus dipedomani dalam pengucapan huruf-huruf dari makhrajnya disamping harus pula diperhatikan hubungan setiap huruf dengan yang sebelum dan
sesudahnya dalam cara pengucapannya. Oleh karena itu tidak dapat diperoleh hanya sekedar dipelajari namun juga harus melalui latihan, praktek dan menirukan orang yang baik bacaannya.
26
Membaca al-Qur’an termasuk ibadah dan karenanya harus sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Sikap memperbaiki bacaan al-Qur’an dengan menata huruf sesuai dengan tempatnya merupakan suatu ibadah, sama halnya
meresapi, memahami, dan mengamalkan isi kandungan al-Qur’an merupakan suatu ibadah. Sahabat Abdullah bin Mas’ud berpesan, “Jawwidul Qur’an,” ‘bacalah al-Qur’an itu dengan baik’ bertajwid. Para ulama menyebut
membaca al-Qur’an yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid sebagai al-Lahn, yakni kekeliruan atau cacat dalam membaca.
Atas dasar perlunya membaca al-Qur’an secara bertajwid, anak siswa hendaknya diajarkan ilmu tajwid. Dalam ilmu tajwid diajarkan bagaimana cara melafalkan huruf yang berdiri sendiri, huruf yang dirangkaikan dengan huruf yang
lain, melatih lidah mengeluarkan huruf dari makhrajnya, belajar mengucapkan bunyi yang panjang dan pendek, cara menghilangkan bunyi huruf dengan menggabungkannya idghom, berat atau ringan, berdesis atau tidak, mempelajari
tanda-tanda berhenti dalam bacaan, dan sebagainya.
27
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang agung, yang dijadikan pedoman oleh seluruh kaum Muslimin. Membacanya bernilai ibadah dan mengamalkannya merupakan kewajiban yang diperintahkan dalam agama. Seorang muslim harus
mampu membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan baik sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw.. Inilah salah satu tujuan mempelajari Ilmu Tajwid, sebagaimana diterangkan oleh Syekh Muhammad al-Mahmud sebagai berikut :
24
Moh. Wahyudi, Ilmu Tajwid Plus, Surabaya: Halim Jaya, 2008, cet. Ke-2, h. 2-3.
25
Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasni, Mutiara Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 1999, h. 54.
26
Syeikh Manna’ al-Qaththan, H. Aunur Rafiq el-Mazni, Lc. Penterjemah, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an,
h. 229-230.
27
Ahmad Syarifuddin, Mendidik anak, membaca, menulis, dan mencintai al-Qur’an, h. 91-92.
ی P Q - R ﺕ
S? ﺕ
ی 0 T ی O
ﺕ + ,
I JK - ﺹ ی O H 3
“Tujuan mempelajari Ilmu Tajwid adalah agar dapat membaca ayat-ayat al-Qur’an secara betul fasih sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw, juga agar dapat memelihara lisan dari kesalahan-
kesalahan ketika membaca kitab Allah ta’ala al-Qur’an.”
28
Hukum mempelajari Tajwid sebagai disiplin ilmu adalah Fardlu kifayah atau merupakan kewajiban kolektif. Artinya, mempelajari secara mendalam tidak diharuskan bagi setiap orang, tetapi cukup diwakili oleh beberapa orang saja.
Namun, jika dalam suatu kaum tidak ada seorangpun yang mempelajari Ilmu Tajwid, maka berdosalah kaum itu. Adapun hukum membaca al-Qur’an dengan menggunakan aturan Tajwid adalah Fardlu ‘Ain atau merupakan
kewajiban pribadi, karenanya apabila seseorang membaca al-Qur’an dengan tidak menggunakan Ilmu Tajwid, hukumnya dosa.
Dalam kitab Hidayatul Mustafid Fi Ahkamit Tajwid dijelaskan:
H, - U H
ی ?, U ﻥ 4 ﺥ3 ی
- ? - 5
“Tidak ada perbedaan pendapat bahwa mempelajari Ilmu Tajwid hukumnya Fardlu Kifayah, sementara mengamalkannya ketika membaca al-Qur’an hukumnya Fardlu ‘Ain bagi setiap muslim dan muslimah yang
telah mukallaf.”
29
Makharijul Huruf Makhraj ditinjau dari morfologi berasal sari fi’il Madly
W X ﺥ
W yang berarti keluar. Kemudian diikutkan wazan
W H ?
W yang bershigot isim makan, maka menjadi
W X K
W yang berarti tempat keluar. Bentuk jama’nya adalah 4
X8 K yang berarti tempat-tempat keluar. Jadi “Makharijul Huruf” berarti tempat-tempat keluarnya huruf.
Secara bahasa Makhraj artinya; X K Yﺽ yang berarti tempat keluar. Sedang menurut istilah, makhraj adalah:
5ﺱ 4
I 2 ی \: H
“Suatu nama tempat, yang padanya huruf dibentuk diucapkan.” Jadi, Makharijul Huruf adalah tempat-tempat keluarnya huruf pada waktu huruf tersebut dibunyikan.
Ketika membaca al-Qur’an, setiap huruf harus dibunyikan sesuai Makhrajnya. Kesalahan dalam pengucapan huruf dapat menimbulkan perbedaan makna atau kesalahan arti pada bacaan yang sedang dibaca. Dalam kondisi tertentu,
kesalahan ini bahkan dapat menyebabkan kekafiran apabila dilakukan dengan sengaja dan benar.
28
Syeik Muhammad al-Mahmud, Hidayatul Mustafid fi Ahkam at-Tajwid, h. 4.
29
Syeikh Muhammad al-Mahmud, Hidayatul Mustafid fi Ahkam at-Tajwid, h. 4
Contoh kesalahan Makhraj yang menyebabkan berubahnya arti misalnya ‘Ainnya lafaz W
- W
pada kalimat W
+ -
8 W
yang terbaca Hamzah. Arti W
- W
dengan ‘Ain adalah semesta alam, sedang W
- 3 W
dengan hamzah adalah segala penyakit.
30
Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian Makharijul Huruf. Imam Syibawaih dan asy-Syatihiby berpendapat bahwa Makhraj Huruf terbagi atas 16 Makhraj, sementara menurut Imam al-Farra’ terbagi atas 14 Makhraj. Namun
pendapat yang paling masyhur dalam masalah ini adalah yang menyatakan bahwa Makhorijul Huruf terbagi atas 17 Makhraj. Imam Kholil bin Ahmad menjelaskan bahwa pendapat inilah yang banyak dipegang oleh qori’ termasuk
Imam Ibnu Jazariy – serta para ahli Nahwu. Selanjutnya, ketujuhbelas Makhraj ini klasifikasikan ke dalam lima tempat. Lima tempat inilah yang merupakan letak
Makhraj dari setiap huruf. Lima tempat yang dimaksud dalam Makharijul Huruf ialah: a.
Al-Jauf, lobang rongga tenggorokan dan mulut.= 1 Makhraj
b. Al-Halq, tenggorokan
= 3 Makhraj
c. Al-Lisan, Lidah
= 10 Makhraj d.
Asy-Syafatan, dua bibir =
2 Makhraj e.
Al-Khoisyum, pangkal hidung =
1 Makhraj + 17 Makhraj
Adapun perincian mengenai Makharijul Huruf yaitu: Al-Jauf
Al-jauf artinya rongga tenggorokan dan mulut. Dari Makhraj al-Jauf ini keluar tiga huruf Mad, yaitu Alif, Wawu, da Ya’ yang bersukun. Dan ketiga huruf Mad tersebut disebut juga huruf
W ﺝ
W Al-Halq
Al-Halq artinya tenggorokan. Maksudnya, tempat keluarnya huruf terletak pada tenggorokan. Dari al-Halq ini keluar tiga Makhraj, yang digunakan untuk tempat keluarnya 6 enam huruf. Ketiga Makhraj tersebut antara lain:
Aqshal Halq adalah pangkal tenggorokan atau tenggorokan bagian dalam. Dari Makhraj ini keluar huruf Hamzah 6
I ; dan Ha
6 ;
Watsul Halq adalah tenggorokan bagian tengah. Dari makhraj ini keluar huruf ‘Ain 6
_ ; dan ha
6 `
; Adnal Halq adalah tenggorokan bagian luar atau ujung tenggorokan. Dari Makhraj ini keluar huruf Kho
6 a
; dan Ghoin
6 T
; Keenam huruf di atas
6 T
- a
- _
- _
- `
- -
I ;
disebut juga huruf W
ﺡ W
yang artinya tenggorokan, karena huruf- huruf tersebut keluar dari tenggorokan.
Al-Lisan Al-Lisan artinya lidah. Maksudnya tempat keluarnya huruf yang terletak pada lidah. Jumlah huruf Hijaiyah yang
keluar dari Makhraj ini berjumlah 18 huruf dan terbagi atas 10 Makhraj. Kedelapanbelas huruf tersebut:
6 b
- c
- d
- X
- \
- U
- -
- 8
- G
- F
- e
- N
- f
- g
- -
h -
i ;
Asy-Syafatan Asy-Syafatan artinya dua bibir. Maksudnya, tempat keluarnya huruf yang terletak pada dua bibir. Bibir atas dan bibir
bawah asy-Syafatan ini terbagi atas dua Makhraj, yaitu:
30
Acep Iim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, Bandung: CV Penerbit Dipenogoro, 2003, h. 20-21.
Perut bagian dalam bibir bawah atau bagian tengah bibir bawah dengan ujung dua buah gigi seri yang atas. Dari Makhraj ini keluar huruf Fa’
6 4
; Kedua bibir atas dan bawah bersama-sama, jika kedua bibir tersebut tertutup rapat, keluarlah huruf Mim 6
; dan Ba 6
; . Ba’ lebih rapat daripada Mim. Dan jika terbuka, keluarlah huruf Wawu 6 ; .
Keempat huruf di atas 6
4 -
- -
; disebut juga huruf
W ی ?ﺵ
W yang artinya dua bibir.
Al-Khoisyum Al-Khoisyum artinya Aqshal anfi pangkal hidung. Dari al-Khoisyum ini keluar satu Makhraj, yaitu al-Ghunnah
sengaudengung, sehingga dari Makhraj inilah keluar segala bunyi dengungsengau. Bunyi sengau ini terjadi pada: Nun sakinah 6
; atau tanwun ketika dibaca idgham Bigunnah, Ikhfa’ dan ketika Nun itu bertasydid. Mim sakinah
6 ; ketika dibaca Idghom Mitslain Ikhfa Syafawiy dan ketika Mim itu bertasydid.
31
Tartil
Dalam seni suara nyanyian dikenal istilah tempo untuk menunjukkan apakah suatu lagu dibawakan dengan cepat dan semangat seperti lagu-lagu mars atau dengan lambat dan khidmat seperti lagu hymne. Membaca al-Qur’an juga
tidak terlepas hubungannya dengan masalah tempo ini. Ada empat tingkatan tempo yang telah disepakati oleh ahli Tajwid, yaitu:
At-Tartil yaitu membaca dengan pelan dan tenang, mengeluarkan setiap huruf dari makhrajnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya, baik asli maupun baru dating hukum-hukumnya serta memperhatikan makna
ayat. Membaca dengan pelan dan tenang maksudnya tidak tergopoh-gopoh namun tidak tidak pula terseret- seret. Huruf diucapkan satu persatu dengan jelas dan tepat menurut makhrajnya dan sifatnya. Ukuran panjang
pendeknya terpelihara dengan baik serta berusaha mengerti kandungan maknanya. Al-Hadr yaitu membaca dengan cepat tetapi masih menjaga hukum-hukumnya. Yang dimaksud cepat di sini adalah
dengan menggunakan ukuran terpendek dalam peraturan Tajwid, jadi bukannya keluar dari peraturan sebagaimana yang sering kita jumpai.
At-Tadwir yaitu tingkat pertengahan antara tartil dan hard. Bacaan at-Tadwir ini lebih dikenal dengan bacaan sedang tidak terlalu cepat juga tidak terlalu pelan, tetapi pertengahan anatara keduanya.
At-Tahqiq yaitu membaca seperti halnya tartil tetapi lebih tenang dan perlahan-lahan. Tempo ini hanya boleh dipakai untuk belajar latihan dan
mengajar. Dan tidak boleh dipakai pada waktu shalat atau menjadi imam.
32 Membaca al-Qur’an tidak sama dengan membaca bahan bacaan lainnya karena ia adalah kalam Allah swt. Oleh
karena itu, membacanya mempunyai etika zahir adalah membacanya dengan tartil. Makna membaca dengan tartil adalah dengan perlahan-lahan, sambil memperhatikan huruf-huruf dan barisnya.
As-Suyuti mengatakan bahwa disunnahkan membaca al-Qur’an dengan tartil. Sebagaimana Allah swt berfirman dalam QS. Al-Muzammil ayat 4:
Fu ZS ` v
S 2S
DF
o “Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.”QS. Al-Muzammil:
4.
33
31
Moh. Wahyudi, Ilmu Tajwid Plus, h. 28-36.
32
Moh. Wahyudi, Ilmu Tajwid Plus, h. 8-10
Dalam kitab al-Burhan karya az-Zarkasyi dikatakan kesempurnaan tartil adalah dengan membaca dengan seksama lafal-lafalnya serta jelas huruf-hurufnya,
dan satu huruf tidak ada yang tercampur dengan huruf lain. Dan yang paling sempurna adalah dengan membacanya di rumahnya. Jika ia membaca ayat yang
berisi ancaman maka ia membacanya dengan ekspresi ancaman dan jika ayat itu berisi pemuliaan maka ia membacanya dengan ekspresi pemuliaan.
Al-Ghazali mengatakan bahwa tartil disunnahkan tidak semata untuk tadabbur
. Karena non-Arab yang tidak memahami makna al-Qur’an juga disunnahkan untuk membaca dengan tartil karena tartil lebih dekat kepada
pemuliaan dan penghormatan terhadap al-Qur’an, dan lebih berpengaruh bagi hati daripada membaca dengan tergesa-gesa dan cepat.
34
Metode-Metode Pembelajaran Membaca al-Qur’an
Metode merupakan alat atau fasilitas untuk mengantarkan bahan pelajaran mencapai tujuan. Oleh karena itu, bahan pelajaran yang disampaikan tanpa
memperhatikan pemakaian metode justru akan mempersulit guru dalam mencapai tujuan pengajaran. Pengalaman membuktikan bahwa kegagalan pegajaran salah
satunya disebabkan oleh pemilihan metode yang kurang tepat. Kelas yang kurang bergairah dan kondisi anak didik yang kurang kreatif dikarenakan penentuan
metode yang kurang sesuai dengan sifat bahan dan tidak sesuai dengan tujuan pengajaran.
35
Dalam menggunakan model mengajar sudah barang tentu guru yang tidak mengenal metode mengajar jangan diharap bisa melaksanakan proses belajar
mengajar sebaik-baiknya. Hal yang penting dalam metode ialah, bahwa setiap metode pembelajaran yang digunakan bertalian dengan tujuan belajar yang ingin
dicapai. Adapun jenis-jenis metode pembelajaran membaca al-Qur’an adalah :
Metode Musyafahah Adu Lidah
33
Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, h. 231.
34
Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, h. 233.
35
Pupuh Fathurrahman, Strategi Belajar Mengajar Suatu Pendekatan Baru dan Praktis, Bandung: Tunas Nusantara, 2001, h. 58.
Dalam metode ini guru membaca terlebih dahulu, kemudian disusul anak atau murid. Dengan metode ini, guru dapat menerapkan cara membaca huruf
dengan benar melalui lidahnya. Sedangkan anak dapat melihat dan menyaksikan langsung praktik keluarnya huruf dari lidah guru untuk ditirukannya, yang disebut
Musyafahah adu lidah. Metode ini diterapkan oleh Nabi Muhammad saw kepada kalangan sahabat.
Metode Sorogan atau ‘Ardul Qira’ah Setoran Bacaan Dalam metode ini murid membaca di depan guru, sedangkan guru
menyimaknya. Metode ini dikenal dengan metode Sorogan atau ‘Ardul Qira’ah Setoran Bacaan. Metode ini terdapat sisi positif yaitu aktifnya murid cara
belajar siswa aktif.
36
Metode Al-Bayan Metode al-Bayan merupakan metode yang mengajarkan cara cepat belajar
al-Qur’an dengan bacaan yang baik dan benar menurut ilmu tajwid, disusun secara sistematis, dilengkapi dengan pengetahuan tajwid praktis, dan dibantu
dengan cara membaca versi Indonesia. Bacaannya menggunakan bacaan yang sudah umum di Indonesia yakni menurut riwayat Imam Hafsh ‘an ‘Ashim Thariq
Syathibiyah. Metode bayan menggunakan tingkat usia sekolah dan jumlah pertemuan
sebagai tolak ukur pembelajarannya, sehingga bagi mereka mempunyai masa pembelajaran yang berbeda. Lihat Tabel.
Usia Sekolah Waktu yang diperlukan
Buku Panduan TK B sd kelas 3 SD
21 pertemuan Jilid 1
Kelas 4 SD sd 3 SMP 19 pertemuan
Jilid 2 SMU sd seterusnya
16 pertemuan Jilid 3
Adapun bagi mereka yang ingin mengajar dan belajar mandiri dengan metode al-Bayan, cukup menggunakan jilid 4.
Dengan berpegang pada tolak ukur tersebut maka hingga pertemuan terakhir, dijamin akan mampu membaca al-Qur’an dengan baik, lancar,
36
Ahmad Syarifuddin, Mendidik anak, membaca, menulis, dan mencintai al-Qur’an, h. 81.
menguasai bacaan panjang-pendek, bacaan dengung gunnah dan hukum-hukum bacaan panjang mad.
Untuk memperoleh manfaat terbaik dan mencapai hasil yang maksimal dengan metode al-Bayan, lakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Gunakan skema proses pembelajaran, yakni 10 sepuluh pertemuan untuk menguasai cara membaca,dan 11 sebelas pertemuan untuk menguasai
cara membaca yang benar dengan ilmu tajwid. b. Tidak berpindah ke pertemuan selanjutnya, jika pertemuan sebelunya
belum dikuasai. Manfaat yang dapat diambil dari belajar dengan menggunakan Metode al-
Bayan antara lain adalah terbebas dari buta huruf al-Qur’an, mempermudah belajar membaca al-Qur’an, dapat membaca al-Qur’an secara baik dan benar
dalam waktu singkat, dan dapat menguasai pengetahuan ilmu tajwid.
37
Metode Drill Latihan.
Setelah menjelaskan metode-metode di atas, perlu juga dibahas metode Driil. Metode drill latihan adalah suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dengan jalan melatih anak-anak terhadap pelajaran yang sudah diberikan.
Metode ini berasal dari metode pengajaran Herbart, yaitu metode asosiasi dan ulangan tanggapan, yang dimaksud dengan memperkuat tangggapan pada
murid-murid. Metode driil biasanya digunakan pada pelajaran yang bersifat motoris seperti pelajaran menulis, pelajaran bahasa, pelajaran keterampilan, dan
pelajaran yang bersifat kecakapan mental, dalam arti melatih anak-anak berfikir cepat. Dalam pendidikan agama metode ini sering dipakai untuk melatih ulangan
pelajaran al-Qur’an dan praktik ibadah.
38
Metode latihan drill atau metode training merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana
untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan dari apa yang sudah dipelajari. Metode latihan mempunyai kebaikan-kebaikan,
37
O. Surasman, Metode Al-Bayan Cara Cepat Belajar Membaca al-Qur’an, Jakarta: Erlangga, 2008, h. vii-viii.
38
Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1983, h. 106.
antara lain
adalah pembentukan
kebiasaan yang
dilakukan dengan
mempergunakan metode ini akan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan, pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan tidak memerlukan banyak
konsentrasi dalam pelaksanaannya, dan pembentukan kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks, rumit menjadi otomatis.
39
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca al- Qur’an
Dalam diri setiap muslim mempunyai kemampuan membaca Al-Qur’an, ada berbagai macam tingkat kemampuan membaca Al-Qur’an dari yang tinggi,
sedasng, sampai yang rendah. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor di antaranya yaitu:
Faktor Pembawaan Sebelum kita utarakan lebih lanjut, dapatlah kiranya kita mengatakan
bahwa pembawaan adalah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan- kesanggupan potensi yang terdapat pada suatu individu yang selama masa
perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan direalisasikan. Kesanggupan untuk membaca Al-Qur’an yang diawali dengan terbata-bata
telah ada dalam pembawaannya akan berkembang, dan karena lingkungan dan kematangannya pada suatu saat tertentu anak dapat membaca Al-Qur’an dengan
baik dan benar. Sehinga jelas pembawaan dapat mempengaruhi kemampuan membaca Al-Qur’an.
Faktor Keturunan Maksud dari keturunan di sini adalah sifat-sifat atau ciri-ciri pada seorang
anak. Jika sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut diwariskan atau diturunkan melalui sel- sel kelamin dari generasi yang lain. Misalnya seorang Bapak atau Ibu ada
persamaan dengan anaknya dalam membaca Al-Qur’an pada waktu membaca Al- Qur’an. Dapat juga sifat-sifat ini bersembunyi selama beberapa generasi mungkin
39
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2009, h. 217- 218.
juga sifat-sifat keturunan itu diwsarisi dari nenek atau buyutnya. Sehingga anak tersebut mempunyai kemampuan membaca Al-Qur’an sesuai dengan keturunan.
Faktor Lingkungan Seorang ahli psikologi dari Amerika yang bernama Sartain mengatakan
bahwa: Lingkungan environment adalah meliputi segala kondisi-kondisi dalam
dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan kita kecuali gen-gen, dan bahkan gen-gen dapat pula
dipandang sebagai menyiapkan lingkungan bagi gen yang lain.
40
Ditambahkan oleh Sartain bahwa lingkungan itu dibagi menjadi 3 bagian sebagai berikut:
a. Lingkungan AlamLuar Extenalor Physical Environment Lingkungan alam adalah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang
bukan manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, hewan dan sebagainya.
b. Lingkungan Dalam Internal Environmet Lingkungan dalam adalah segala sesuatu yang termasuk lungkungan luar.
Contohnya makanan dan air yang telah berada di dalam pembuluh- pembuluh darah atau di dalam cairan limpa yang mempengaruhi tiap-tiap
sel di dalam tubuh. c. Lingkungan Sosial Social Environment
Lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan soaial itu ada yang kita terima
secara langsung, seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, keluarga kita, teman-teman kita, kawan sekolah, seperjaan, dan
sebagainya.
41
Dari uraian faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca Al- Qur’an di atas, bahwa faktor pembawaan, keturunan, dan lingkungan merupakan
40
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, cet. Ke-23, h. 28.
41
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, h. 28-29
faktor yang sangat penting sekali dalam proses meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an.
Pendidikan sebagai Faktor Pengaruh terhadap Kemampuan Membaca Al- Qur’an
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
42
Pendidikan juga dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai
anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi
lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa.
43
Dilihat dari sudut proses bahwa pendidikan adalah proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin
dengan lingkungannya dan yang akan menimbulkan perubahan pada dirinya. Dilihat dari sudut pengertian atau definisi, dengan demikian pendidikan itu ialah
usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melaui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang berlangsung dalam bentuk
pendidikan formal, non formal, dan informal di sekolah dan di luar sekolah. Usaha sadar tersebut dilakukan dalam bentuk pembelajaran dimana ada pendidik yang
melayani para siswanya melakukan kegiatan belajar, dan pendidik menilai atau mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa tersebut dengan prosedur yang
ditentukan. Dengan mulainya anak bersekolah, dunia anak semakin luas dan demikian
pula pemahamannya. Pemahaman anak mengenai lingkungan meningkat tidak hanya melalui pengajaran formal yang diterima di kelas tetapi juga diperluas
42
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Naisonal, h. 2-3.
43
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, h. 3.
melalui pertukaran pikiran dengan teman-teman sebayanya dan melalui kemampuan membaca di lingkungan tempat tinggalnya.
Secara lebih khusus Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah memiliki jumlah mata pelajaran yang berbeda di mana materi pada Sekolah Dasar lebih
bersifat pendidikan umum, sedangkan materi pelajaran di Madrasah Ibtidaiyah selain pendidikan umum juga mencakup pendidikan agama sehingga materi
pelajarannya pun berbeda.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN