Peran Program Pembelajaran Tahsin Qiraah Terhadap Kemampuan Membaca Al-Qur'an Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di LTTQ Masjid Fathullah UIN Syarif Hdayatullah Jakarta

(1)

PERAN PROGRAM PEMBELAJARAN TAHSIN QIRAAH TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN MAHASISWA UIN SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA DI LTTQ MASJID FATHULLAH UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I)

Oleh :

SULASTRI RAHAYU 1111011000042

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Sulastri Rahayu (NIM: 1111011000042). Peran Program Pembelajaran Tahsin Qiraah Terhadap Kemampuan Membaca Al-Qur’an Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di LTTQ Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kata Kunci : Tahsin Qiraah, Kemampuan Membaca Al-Qur’an

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran program tahsin qiraah di LTTQ Masjid Fathullah dalam meningkatkan kemampuan membaca al-Qur’an, metode yang digunakan oleh LTTQ dan faktor-faktor yang menyebabkan kelemahan membaca al-Qur’an mahasiswa UIN sayarif Hidayatullah Jakarta yang mengikuti program tahsin di LTTQ Masjid Fathullah.

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Obyek penelitian ini mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengikuti program tahsin qiraah di LTTQ sebanyak 47 orang. Dalam memudahkan pengambilan data, fakta serta informasi yang menjelaskan tentang permasalahan di atas, penulis menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi, observasi, angket dan wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa terdapat peningkatan sebanyak 5,11% untuk nilai ujian lisan, sedangkan untuk nilai ujian tulis diperoleh peningkatan sebesar 4,81%. Dengan adanya kesesuaian antara nilai angket dan nilai hasil ujian, maka dapat dinyatakan bahwa program pembelajaran tahsin qiraah di LTTQ Masjid Fathullah memiliki peran yang cukup baik dalam meningkatkan kemampuan membaca al-Qur’an mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

Jakarta

Keywords : Tahsin qiraah, Al-Quran reading ability

By that title, the writer wants to know role of tahsin qiraah program in LTTQ Masjid Fathullah in enhancing the ability to read the al-Qur’an which includes mastery, science of tajwid application and practice.

This research is using quantitative approach and descriptive method. This research object are students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta who take the tahsin qiraah program in LTTQ as many as 47 people. In order making light of retrieval of data, fact and information that explains the problem above the writer us data collection techniques using the techniques of documentation, observations, questionnaires and interviews.

Based on the result researc, there is increased as much as 5.11% to the velue of the oral exam. While within the writing test scores obtained an increase of 4.81%. Given the compatibility between the value of the quistionnaire and the value of the test result, it can be stated that the courses of tahsin qiraah ini LTTQ Masjid Fthullah have a considerable role in both enhancing the ability of reading the al-Qur’an by student of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kekuatan

untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat akhir dalam menyelesaikan program S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat beserta salam semoga tercurahkan kepada teladan mulia kita Nabi Muhammad SAW yang memandu agar selalu berjalan dalam cara hidup yang telah digariskan oleh Allah SWT. Beliau-lah seorang yang selalu memandu kita dalam menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tak lupa shalawatnya pun semoga tercurahkan kepada keluarga Beliau, para sahabat dan seluruh umat muslim dan umat manusia pada umumnya. Semoga kita mendapatkan syafa’at Beliau di Hari Kiamat. Amin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Namun, berkat bantuan dan motivasi yang tak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan walaupun jauh dari kesempurnaan.

Penulis berusaha dengan kemampuan yang ada untuk menghasilkan penulisan yang baik dan berguna. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan do’a dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada M.A, rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. selaku Dekan fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).


(10)

ii tenaga dan pikiran di sela-sela kesibukannya.

6. Dr. Faridal Arkam, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selama ini selalu membimbing penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bapak dan Ibu dosen jurusan PAI yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis.

8. Bapak pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas beserta staff atas segala kemudahan yang diberikan kepada penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penulisan skripsi.

9. Mamah Indriyati dan Bapak Nono Hidayat tercinta, yang tak henti-henti nya mendo’akan penulis.. Rasa terimaksih dan bakti kepada kedua orangtua penulis serta yang menjadi alasan penulis untuk tetap semangat berjuang meraih mimpi. Semoga penulis menjadi menjadi anak shalih sehingga menjadi investasi bagi mereka di dunia dan akhirat. Terimakasih mah, terimakasih pak.

10.Terimakasih kepada A Heru dan A Hera yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan kuliah. Dan tak lupa kepada Ade Sandra, semoga kamupun tetap terus semangat meraih mimpi. Penulis bangga memiliki saudara-saudara seperti mereka.

11.Ustd. Kholilur Rohman (Ketua Umum LTTQ) dan Ustdh. Lina Adriyani yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di LTTQ Masjid Fathullah. 12.Teman-teman seperjuangan di kelas PAI A angkatan 2011, Ponpes Darul Hikam

angkatan 2011, IRMAFA, Pengurus LTTQ 2011-2016, serta keluarga besar Pramuka UIN Jakarta khususnya angkatan lemot yang rela menjadi teman penulis selama menyelesaikan kuliah di UIN. Terimakasih atas tawa dan canda dan kebersamaan selama ini, semoga ukhuwah ini bisa selalu terjaga.

13.Teman-teman satu atap, Gambreng’s: Nurul, Cucun, Lia, Ati, Mila yang menjadi tempat curhat penulis selama menyusun skripsi. Tak lupa juga kepada Baity,


(11)

iii

Anis, Fitri, Amel, Haifa, Kak Lina, Kak Nurlia dan Kak Herianto yang telah bersedia berbagi ide dalam penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Mudah-mudahan mendapat balasan yang lebih baik. Harapan penulis mudah-Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi siapa saja yang membacanya untuk menambah ilmu pengetahuan. Amin Ya Rabbal Alamin.

Jakarta, 12 Mei 2016 Sulastri Rahayu


(12)

iv

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan Masalah... 7

D.Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Penelitian ... 8

G.Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Membaca Al-Qur’an ... 10

1. Pengertian Membaca Al-Qur’an ... 11

2. Kemampuan Membaca Al-Qur’an ... 11

3. Keistimewaan Membaca Al-Qur’an ... 12

4. Adab Membaca Al-Qur’an ... 13

5. Membaca Al-Qur’an dengan Tartil ... 15

6. Pengertian Tahsin Qiraah ... 16

7. Metode-metode Tahsin Qiraah ... 16

8. Faktor-faktor yang dapat Meningkatkan Kemampuan Mem-baca Al-Qur’an ... 19

9. Faktor-faktor yang dapat Melemahkan Kemampuan Mem-baca Al-Qur’an ... 22


(13)

v

B. Pembelajaran Tahsin Qiraah ... 24

1. Pengertian Ilmu Tajwid ... 24

2. Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid ... 24

3. Tujuan Mempelajari Ilmu Tajwid... 25

4. Keutamaan Mempelajari Ilmu Tajwid ... 26

5. Tempo Membaca Al-Qur’an ... 27

6. Makhraj dan Sifat Huruf Hijaiyyah ... 28

7. Kaidah-kaidah Ilmu Tajwid ... 29

C.Penelitian yang Relevan ... 35

D.Kerangka Berpikir ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

B. Metode Penelitian ... 36

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

1. Sumber data ... 38

2. Teknik Pengumpulan data ... 38

E. Teknik Analisa Data ... 40

F. Interpretasi Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Lembaga Tahfidz dan Ta’lim Al-Qur’an (LTTQ) Masjid Fat- hullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 43

1. Sejarah Singkat LTTQ Masjid Fathullah ... 43

2. Visi dan Misi LTTQ Masjid Fathullah ... 45

3. Tujuan LTTQ Masjid Fathullah ... 45

4. Staf pengajar program pembelajaran ... 47


(14)

vi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 71 B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN


(15)

vii

DAFTAR TABEL


(16)

vi

Tabel 4.2 Saya merasa senang belajar tahsin qiraah ... 53 Tabel 4.3 Saya memiliki motivasi diri yang kuat untuk belajar tahsin qiraah

... 53

Tabel 4.4 Saya belajar tahsin qiraah tanpa paksaan dari orang lain ... 54 Tabel 4.5 Saya rajin mengikuti program pembelajaran tahsin qiraah di LTTQ

Masjid Fathullah ... 54

Tabel 4.6 Saya tetap hadir walaupun sedang malas ... 55 Tabel 4.7 Saya tetap mengikuti program pembelajaran tahsin qiraah walaupun keadaan kurang sehat ... 55

Tabel 4.8 Saya mengulang pelajaran tahsin qiraah setiap membaca al-Qur’an di rumah ... 56

Tabel 4.9 Lingkungan tempat tinggal saya mendukung untuk saya bisa membaca

al-Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid ... 56

Tabel 4.10 Sebelum mengikuti pembelajaran tahsin qiraah di LTTQ, saya mengalami kesulitan dalam membaca al-Qur’an sesuai kaidah ilmu tajwid

... 57

Tabel 4.11 Saya merasa belajar tahsin itu penting ... 57 Tabel 4.12 Sebelum mengikuti pembelajaran tahsin di LTTQ, saya merasa belajar tahsin itu sulit ... 58

Tabel 4.13 Saya paham mendengarkan pelajaran ilmu tajwid oleh instruktur


(17)

vii

Tabel 4.14 Proses pembelajaran tahsin berjalan dengan kondusif ... 59 Tabel 4.15 Waktu pembelajaran tahsin terlaksana dengan efektif dan efisien

... 59

Tabel 4.16 Instruktur memberikan kesempatan kepada peserta untuk membaca

al-Qur’an satu persatu ... 60

Tabel 4.17 Instruktur memberikan bantuan kepada peserta yang mengalami

kesulitan dalam memahami ilmu tajwid ... 60

Tabel 4.18 Instruktur memberikan dorongan untuk belajar al-Qur’an dengan

sungguh-sungguh ... 61

Tabel 4.19 Sekarang saya bisa membaca al-Qur’an secara tartil ... 61 Tabel 4.20 Saya merasakan manfaat dari pembelajaran tahsin qiraah terhadap

nilai PIQI ... 62

Tabel 4.21 Sekarang saya ingin belajar tahsin qiraah lebih lanjut ... 62 Tabel 4.22 Rekapitulasi data hasil angket ... 63 Tabel 4.23 Daftar Nilai Ujian Praktek Lisan dan Tulis Program Tahsin 2016


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Al-Qur’an bagi umat islam merupakan sumber dan dasar hukum yang pertama dan utama. Karenanya mempelajari al-Qur’an dari berbagai aspek keilmuannya sangatlah penting. Al-Qur’an sebagai landasan hidup manusia memiliki banyak keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab yang lain, salah satunya adalah keistimewaan dalam membaca (tilawah) al-Qur’an. Bahkan al-Qur’an sangat dianjurkan untuk dijadikan sebagai bacaan harian. Bahkan perintah untuk membaca al-Qur’an telah diturunkan sejak wahyu pertama, yaitu:





























































“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan.

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran pena. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-„alaq 96:1-5)1

Sebagaimana dikatakan oleh Quraish Shihab bahwa, “kata Iqra‟ atau perintah membaca adalah kata pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad dan diulang sebanyak dua kali dalam wahyu pertama, serta

1

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Diponegoro, 2004), h. 597


(19)

2

ditunjukan kepada seseorang yang tidak pernah membaca suatu kitab sebelum turunnya al-Qur’an, bahkan sampai akhir ayatnya. Perintah ini juga berlaku untuk seluruh umat manusia, karena realisasi perintah tersebut merupakan kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi”.2

Membaca al-Qur’an merupakan pekerjaan yang utama yang mempunyai berbagai keistimewaan dan kelebihan dibandingkan dengan membaca bacaan yang lain. Sesuai dengan arti al-Qur’an yang terambil dari kata qara‟a –yaqra‟u –qira‟atan – wa- qur‟anan yang secara harfiah berari bacaan.3 Allah SWT menilainya sebagai ibadah bagi siapapun yang membacanya. Pahala yang Allah berikan tidak dihitung per ayat atau perkata, melainkan perhuruf, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

َ وَ ع

َ نَ

َ باَ ن

ََ م

َ سَ ع

َ وَ د

ََ ر

َ ض

َ يَ

َ ل

ََ ع

َ َ َ

َ ق

َ لا

ََ ر

َ سَ

و

َ لَ

َ ل

َ

َ مَ:َم

َ نَ

َ قَ ر

ََ أَ

َ حَ ر

َ ف

َ مَا

َ نََ

َ كَ ت

ا

َ ب

َ

َ ل

ََ ف

َ لَ َ

َ ح

َ سَ

َ ة

َ وَ،

َ لا

َ سَ

َ ةََ

بَ ع

َ ش

َ رَ

َ أَ مَ ث

َ لَا

َ لَ،ا

ََ أ

َ قَ و

َ ل

َمآَ:

َ حَ ر

َ ف

،َ

َ وَ ل

َ ک

َ نَ

َ أََ:

َ ل

َ ف

َ

َ حَ ر

َ ف

،َ

َ وَ ل

َ مَ

َ حَ ر

َ ف

،َ

َ وَ م

َ م يَ

َ حَ ر

َ ف

يذمرلاَ اور(َ.

َ)

“Dari Ibnu Mas‟ud R.A, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah (al-Qur‟an) maka akan memperoleh satu kebaikan. Setiap satu kebaikan di balas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa alif lam mim itu satu huruf, namun alif adalah satu huruf, lam satu huruf dan mim adalah

satu huruf.” (HR. At-Tirmidzi)4

Agar pahala yang mengalir dari huruf-hurufnya mengalir terus, Allah memberikan rambu-rambu bagi pembaca al-Qur’an untuk tidak membacanya dengan asal membaca, tetapi harus membacanya dengan tartil atau yang populer dikalangan masyarakat lebih dikenal dengan istilah bacaan yang baik dan benar. Seperti firman Allah SWT dalam surah Al-Muzzammil, yaitu:

2

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1994), cet. VI, h.167 3

M. Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur‟an (1), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 20 4

Imam Nawawi, Terjemah Shahih Riyadhush Sholihin Edisi 2, dari Riyadhush Sholihin oleh Muhammad Nashiruddin Al Albani, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Cet. III, h. 156


(20)





















































“Hai orang-orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). (Yaitu) seperduanya atau kurangi sedikit dari seperduanya. Atau lebihkan dari seperdua itu. Dan bacalah al-Qur‟an dengan tartil (perlahan-lahan).” (QS. Al-Muzzammil 73: 1-4)5

Cara membaca al-Qur’an sudah diatur oleh-Nya sejak diturunkan melalui ayat di atas. Maka wajar jika Rasulullah SAW pernah ditegur ketika tergesa-gesa untuk menguasai cara membacanya. Misalnya ayat yang berbunyi:

...



















...





“...dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca al-Qur‟an sebelum

disempurnakan mewahyukannya kepadamu ...” (QS. Thaha 20:114)6 Maka dari itu, untuk mendapatkan pengetahuan secara lebih mendalam dari segi bacaannya diperlukan penguasaan dan penerapan terhadap ilmu membaca al-Qur’an yaitu ilmu tajwid. Dengan mempelajari ilmu tajwid, seseorang diharapkan dapat membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan baik dan benar, baik dari segi melafalkan makharijul huruf (tempat keluarnya huruf) maupun mempraktikan hukum bacaan tajwidnya serta mampu memelihara bacaan ayat-ayat al-Qur’an dari kekeliruan yang dapat merubah arti dan maksudnya.

Untuk tetap menjaga keaslian (ashalah) bacaan al-Qur’an seperti yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, maka Rasulullah pun mengajarkannya kepada para sahabat. Para sahabat

5

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Diponegoro 2004), h. 574

6


(21)

4

kemudian mengajarkan kepada para tabi’in, dan demikian seterusnya al-Qur’an diajarkan secara turun temurun dalam keadaan asli tanpa terkurangi huruf-hurufnya, kalimat-kalimatnya, bahkan sampai teknis membacanya. Seseorang yang sedang belajar membaca al-Qur’an memerlukan seorang guru untuk membimbinnya selama proses belajar, yaitu guru yang benar-benar mampu mengajarkan al-Qur’an sesuai dengan makhraj huruf dan kaidah tajwid yang baik dan benar.

Sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Majid Khon, “seorang murid harus berguru secara musyafahah, artinya antara murid dan guru harus bertemu langsung, saling melihat gerakan bibir masing-masing pada saat membaca al-Qur’an, karena murid tidak akan dapat membaca secara fashih sesuai dengan makhraj dan sifat-sifat huruf tanpa memperlihatkan bibirnya atau mulutnya pada saat membaca al-Qur’an dan begitupun sebaliknya”.7

Di Indonesia, umumnya mulai dari SD/MI, SMP/MTS dan SMA/MA sudah diajarkan membaca al-Qur’an yang dikemas dalam mata pelajaran Agama Islam. Dan dalam beberapa lingkungan masyarakat pelajaran membaca al-Qur’an pun diajarkan di surau-surau, mushala, masjid dan pondok pesantren mulai dari anak se-usia pra sekolah dasar dengan menggunakan berbagai metode. Usaha untuk memberantas buta huruf al-Qur’an pun telah dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan tokoh agama, diantaranya didirikan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) atau lembaga al-Qur’an lainnya.

Melalui penjelasan di atas penulis berasumsi bahwa sudah seharusnya untuk tingkatan mahasiswa memiliki dan menguasai kemampuan membaca al-Qur’an yang telah dipelajari dari sejak kecil. Terlebih lagi sebagai mahasiswa yang berkuliah di Perguruan Tinggi yang berlandaskan keagamaan seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7


(22)

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diharuskan mahir dalam membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, karena akan menjadi masalah bagi mahasiswa yang bersangkutan dan juga institut terkait apabila ia tidak bisa membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Diharapkan setelah lulus nantinya mahasiswa tersebut dapat menuntun dan membimbing masyarakat dalam hal keagamaan khusunya mengajarkan al-Qur’an. Berkaitan dengan itu, pihak kampus membuat program Praktikum Ibadah dan Qiraah (PIQI) berupa tes seputar keagamaan, baca tulis dan hafalan al-Qur’an yang dijadikan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Namun tak dapat dipungkiri bahwa kemampuan membaca mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada realitanya masih banyak yang belum bisa melafalkan makhraj huruf al-Qur’an dengan fasih dan masih banyak juga yang belum bisa membaca dengan kaidah ilmu tajwid yang baik dan benar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim dari Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI tahun 2008, bahwa hasil tes membaca al-Qur’an calon Mahasiswa UIN Jakarta dari 11.747 peserta, 15% diantaranya dikategorikan memiliki kemampuan membaca antara rendah sampai dengan sedang. Kategori tersebut diambil berdasarkan skor < 50 dari salah satu komponen materi tes masuk UIN Jakarta tahun 2005.8 Salah satu penyebabnya, karena tidak semua input mahasiswa berasal dari Pesantren atau Aliyah yang sudah menguasai ilmu membaca al-Qur’an.

Mahasiswa yang belum menguasi ilmu membaca al-Qur’an memerlukan bimbingan agar ia dapat belajar membaca al-Qur’an sebelum ia lulus dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun dikarenakan keterbatasan waktu, mereka tidak bisa mengandalkan waktu yang disediakan oleh kampus saja. Oleh karena itu, mereka harus belajar di luar waktu kuliah. Maka dari itu untuk menampung mahasiwa yang ingin

8

E. Badri dan Munawiroh, Kemampuan Membaca dan Menulis Huruf Al-Qur‟an pada siswa SMA, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2008), h. 3


(23)

6

belajar al-Qur’an, bidang kelembagaan Masjid Fathullah mendirikan lembaga yang bergerak di bidang pembelajaran al-Qur’an yang diberi nama Lembaga Tahfidz dan Ta’lim Al-Qur’an (LTTQ). Tujuan LTTQ didirikan yaitu sebagai wadah bagi masyarakat umum dan mahasiswa yang berada di wilayah Ciputat untuk belajar al-Qur’an. Salah satu program LTTQ yang mendukung keinginan-keinginan tersebut yakni melalui program pembelajaran tahsin al-Qiraah yang dilaksanakan seminggu dua kali dibawah bimbingan guru yang menguasai ilmu membaca al-Qur’an.

Dari pemaparan berbagai masalah di atas kemudian penulis merasa perlu menindaklanjutinya dengan meneliti lebih jauh lagi terkait masalah-masalah di atas yang telah dipaparkan. Penelitian ini akan memusatkan penelitian kepada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang belajar tahsin di LTTQ Masjid Fathullah, sehingga penelitian ini diberi judul: “Peran Program Pembelajaran Tahsin Qiraah Terhadap Kemampuan Membaca Al-Qur‟an Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di LTTQ Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang relevan dengan penelitian, yaitu: 1. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta banyak yang belum

mampu membaca al-Qur’an sesuai dengan makhraj huruf dan kaidah tajwid yang baik dan benar

2. Latar belakang sekolah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang beragam.

3. Membaca al-Qur’an dengan baik dan benar merupakan salah satu syarat kelulusan Praktikum Qiraat (PIQI).

4. Peran program pembelajaran tahsin qiraah terhadap kemampuan membaca al-Qur’an.


(24)

5. Metode pembelajaran tahsin yang digunakan Lembaga Tahfidz dan Ta’lim Al-Qur’an (LTTQ) Masjid Fathullah untuk meningkatkan kemampuan membaca al-Qur’an.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, masalah penelitian dibatasi pada:

1. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang belum mampu membaca al-Qur’an sesuai dengan makhraj huruf dan kaidah tajwid yang baik dan benar dan mengikuti program pembelajaran tahsin qiraah di LTTQ Masjid Fathullah.

2. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelemahan membaca al-Qur’an mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengikuti program pembelajaran tahsin qiraah di LTTQ Masjid Fathullah

3. Metode digunakan oleh LTTQ Masjid Fathullah untuk meningkatkan kemampuan membaca al-Qur’an mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Program tahsin qiraah di LTTQ Masjid Fathullah merupakan program untuk meningkatkan kemampuan membaca al-Qur’an.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatas masalah di atas maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Apakah program tahsin qiraah di LTTQ Masjid Fathullah dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa membaca al-Qur’an?

2. Metode apa yang digunakan oleh LTTQ Masjid Fathullah untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa membaca al-Qur’an?

3. Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan kelemahan membaca al-Qur’an mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

E. Tujuan Penelitian


(25)

8

1. Untuk mengetahui peran program tahsin qiraah di LTTQ Masjid Fathullah dalam meningkatkan kemampuan membaca al-Qur’an yang meliputi penguasaan, penerapan ilmu tajwid dan prakteknya

2. Untuk mengetahui metode yang digunakan oleh LTTQ Masjid Fathullah untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa membaca al-Qur’an.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan banyaknya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak mampu membaca al-Qur’an.

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi mahasiswa, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan untuk memperkaya khazanah perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta menjelaskan akan pentingnya memiliki kemampuan membaca al-Qur’an.

2. Bagi guru atau dosen, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk memilih, menentukan dan mengembangkan buku sumber, metode pembelajaran, cara memotivasi siswa dan bagi pihak yang terkait dalam usaha untuk meningkatakan mutu pendidikan islam khususnya pelajaran yang berkaitan dengan al-Qur’an.

3. Bagi lembaga pendidikan al-Qur’an, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi serta pertimbangan untuk membuat rekomendasi tentang langkah-langkah yang dipandang tepat untuk meningkatkan kemampuan membaca al-Qur’an.


(26)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini dibuat menjadi V bab yang saling mendukung dan terkait satu dengan yang lainnya.

BAB I : Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Kajian Teori

Pada bab ini terdapat pembahasan mengenai teori-teori yang terkait dengan judul skripsi di atas.

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini merupakan bab yang mendeskripsikan waktu, tempat, metode dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian. Di dalamnya juga dideskripsikan mengenai sumber data dan teknik pengumpulan data.

BAB IV : Temuan Penelitian dan Pembahasan

Merupakan pembahasan mengenai realita-realita dalam penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.

BAB V : Penutup

Pada bab ini penulis menarik kesimpulan dari keseluruhan pembahasan mengenai hasil penelitian pada sub bab kesimpulan kemudian dilanjutkan dengan pemberian saran-saran mengenai hasil penelitian tersebut.


(27)

10

BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Membaca Al-Qur’an

1. Pengertian Membaca Al-Qur’an

Membaca al-Qur’an berbeda dengan membaca teks biasa, karena dalam membaca al-Qur’an kita belajar membaca huruf-huruf serta bunyi kata-kata yang tepat, dan untuk mengetahui isi kandungannya.

Baradja mengatakan, “membaca merupakan proses upaya memahami pikiran-pikiran penulis melalui media teks atau seorang penulis berusaha menyampaikan pesan kepada pembaca. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa apabila pembaca tidak mampu memahami maksud pembuat teks, maka tidaklah disebut membaca, atau pembaca akan sia-sia karena tidak mendapat informasi apapun dari teks yang dia baca.”1

Namun kesia-siaan tersebut tidak berlaku dalam hal membaca al-Qur’an karena banyak sekali perbedaan antara membaca al-Qur’an dibandingkan dengan membaca teks biasa. Hal ini dikarenakan terdapat lebih banyak kelebihan atau keutaamaan dalam membaca firman-firman Allah SWT.

1

M. Samsul Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur’an, (Malang: UIN Malang Press, 2007),


(28)

Selain itu, pengertian membaca telah dibahas sejak turunnya ayat pertama. Membaca dalam Bahasa Arab terambil dari kata qara’a yang berarti “menghimpun” yaitu apabila kita menyatukan beberapa buah kata menjadi sebuah kalimat kemudian diucapkan, maka pekerjaan ini dinamakan qara’a yang salah satu artinya adalah membaca.2

Perintah membaca dalam pengertian di atas menggambarkan bahwa subjeknya umum, mencangkup membaca segala sesuatu, termasuk alam raya, kitab suci, masyarakat, koran, majalah dan apa pun, sebagaimana dikatakan oleh Quraish Shihab.3

Jadi, dapat disimpulkan bahwa membaca dalam hal kaitannya denga Qur’an dapat diartikan melihat tulisan yang terdapat pada al-Qur’an dan melisankannya. Akan tetapi membaca al-al-Qur’an bukan hanya melisankan huruf, tetapi mengerti apa yang diucapkan, meresapi isinya, serta mengamalkannya dengan baik dan benar.

2. Kemampuan Membaca Al-Qur’an

Kemampuan membaca al-Qur’an dapat diartikan dengan kesanggupan dan kecakapan melafalkan bacaan ayat-ayat al-Qur’an dengan baik dan benar yaitu sesuai dengan tuntunan ilmu tajwid dan makhraj huruf yang baik dan benar.

Sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Zakiyah Daradjat bahwa kemampuan membaca Al-Qur’an tersebut dapat dilihat dari cara pengajaran al-Qur’an yang meliputi:

a) Pengenalan huruf hijaiyah, yaitu huruf Arab dari alif sampai dengan ya. b) Cara menyembunyikan masing-masing huruf hijaiyah dan sifat-sifat huruf itu. c) Bentuk dan fungsi tanda baca, seperti: syakal, syiddah, tanda panjang, tanwin, dsb. d) Bentuk dan fungsi tanda berhenti waqaf. e) Cara membaca, melagukan dengan macam irama dan bermacam-macam qiraat yang dimuat dalam Ilmu Qiraat dan Ilmu Nadham. f) Adabut tilawah, yang berisi tata cara dan etika

2

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), cet.IV, h. 167 3 M. Quraish Shihab, Lentera AL-Qur’an, (Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 2008), h. 34-35


(29)

12

membaca alQur’an sesuai dengan fungsi bacaan itu sebagai ibadah.4

Selain itu, adapun tahapan pembelajaran membaca al-Qur’an menurut pendapat M. Samsul Ulum, yaitu:

a. Penegenalan huruf hijaiyah dan makhrajnya. b. Pemarkah (al-asykaal).

c. Huruf-huruf bersambung. d. Tajwid dan bagian-bagiannya.

e. Gharaaib (bacaan yang tidak sama dengan kaidah umum).5

Maka, seseorang yang telah memiliki kemampuan membaca al-Qur’an adalah yang telah mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai aturan ilmu tajwid. Agar pahala yang mengalir dari huruf-hurufnya dan syafaat yang akan dinikmatinya kelak optimal, Allah memberi rambu-rambu bagi pembaca al-Qur’an untuk tidak membacanya dengan asal membaca, akan tetapi harus dengan ilmu tajwid.

3. Keistimewaan Membaca Al-Qur’an

Membaca al-Qur’an merupakan wasiat Rosulullah SAW. Kaum muslimin yang telah mendahului kita benar-benar mengetahui keutamaan al-Qur’an sehingga tidak pernah berhenti mempelajari dan membacanya secara tartil di pertengahan malam dan siang.

Banyak sekali keistimewaan dalam membaca al-Qur’an dan dapat kita ketahui melalui ayat dan hadist berikut:

a. Allah SWT berfirman,











4

Zakiyah Darajat, dkk, Methodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 91

5

Samsul Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur’an, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h.


(30)

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.” (QS. Fathir 35:29)6

b. Hadist Rosulullah SAW

:ُؿْوُقَػي َمَلَسَك ِْيَلَع ُه ىَلَص ِه َؿْوُسَر ُتْعََِ :َؿاَق َُْع ُه َيِضَر َةَماَمأ َِِْأ ْنَع

ْكُؤَرْػقِا

ِقْلا َـْوَػي ْ ََِِْ َُنِإَف َفآْرُقلا ا

)ملسم اكر( ِِباَحْصَِِ اًعْػيِفَش ِةَماَي

“Abu Umamah berkata bahwasannya dia pernah mendengar Rosulullah SAW bersabda, bacalah al-Qur’an karena ia datang pada hari kiamat untuk memberi syafaat kepada orang yang membacanya.” (HR. Muslim)7

َع ْن

َع

ِئ ا

َش َة

َر

ِض

َي

ُه

َع

ْػ َه

َق ا

ا َل

ْت

َق :

َؿا

َر

ُس ْو

ُؿ

ِه

َص َل

ى

ُه

َع

َل ْي ِ

َك

َس َل

َم :

َا ْل

َم

ِ ا

ُر

ِب ْل

ُق ْر

ِفآ

َم

َع

َسلا

َف َر ِة

ْلا

ِك

َر ِـا

ْلا

َػب َر َر

ِة

َك ،

َلا ِذ

ْي َن

َػي ْق

َر ُأ

ْلا ُق

ْر

َفآ

َك ُػي

َػت ْع ِت

ُع ِف

ْي ِ

َك ،

ُ َو

َع َل ْي

ِ

َش

ؽا

َل ُ

َأ

ْج َر

ِفا

)ملسم اكر(

Aisyah ra mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “orang yang membaca al-Qur’an dengan fasih dan lancar akan dikelompokkan dengan orang-orang yang mulia. Orang yang membaca al-Qur’an dengan tidak lancar namun dia tetap bersusah payah untuk membacanya maka dia mendapat dua pahala.” (HR. Muslim)8

4. Adab Membaca Al-Qur’an

Adab dan tatakrama sebelum dan ketika membaca al-Qur’an tetap harus diperhatikan agar bacaannya itu menjadi lebih bermanfaat, memberikan pengaruh dan hasil. Menurut Sahalah Abdul Fatah, ia menyimpulkan ada 17 adab dan tatakrama dalam membaca al-Qur’an, yaitu:

a) Memilih waktu yang tepat untuk membaca al-Qur’an, misalkan di waktu paling afdhal, yaitu sepertiga akhir malam, pada waktu malam, waktu fajar dan waktu-waktu senggang di siang hari. (b)

6

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Diponegoro, 2004), h. 437

7

M. Nashiruddin Al-Bani, Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Mukhtashar Shahih Muslim oleh Elly Lathifah, S.Pd., (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 1084

8

M. Nashiruddin Al-Bani, Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Mukhtashar Shahih Muslim oleh Elly Lathifah, S.Pd., (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 1088


(31)

14

Memilih tempat yang tepat, misal di mesjid atau di dalam rumah yang jauh dari suasana bising. (c) Memilih kondisi dan situasi yang khusus sehingga seolah ia bisa berhadapan dengan tuhannya. (d) Kesucian badan, suci dari janabat dan hadast kecil. (e) Mensucikan seluruh anggota badan saat membaca dari segala perbuatan maksiat, dosa dan kemungkaran. (f) Memasang niat saat membaca, ikhlas hanya kepada Allah. (g) Mengharapkan perlindungan Allah dan menghadap kepadanya-Nya. (h) Membaca isti’adzah dan basmalah sebelum membaca al-Qur’an. (i) Mengosongkan jiwa dari segala keinginan, kebutuhan dan tuntutan dunia. (j) Memusatkan pikiran saat membaca dan mengkonsentrasikannya kepada al-Qur’an saja. (k) Khusu’ saat membaca dan bersungguh-sungguh. (l) Menangis saat membaca, terutama bila membaca ayat-ayat yang mengingatkan tentang adzab. (m) Mengagungkan Allah, merasakan dirinya sebagai hamba yang lemah dan melihat kemuliaan dan anugerah Allah. (n) Mengamati, memahami maknanya, mengetahui ayat-ayat yang dibacanya. (o) Menyesuaikan suasana hati dengan pengertian ayat-ayat yang dibacanya. (p) Merasa bahwa dirinyalah yang disebut dalam ayat yang dibaca dan kewajiban yang dikandungnya tertuju padanya. (q) Membuang hal-hal yang dapat menjadi penghalang untuk memahami al-Qur’an. (r) Orang yang mendengarkan dan menyimak harus mencurahkan seluruh perhatian dan pikiran untuk memahami maknanya, semua tertuju kepada kalam Allah.9

Sedangkan menurut Imam An-Nawawi adapun etika bagi pelajar yang sedang belajar al-Qur’an, diantaranya:

(a) Murid tidak boleh mempunyai kesibukan yang mengganggu pelajarannya, kecuali keperluan mendesak. (b) Menyucikan hatinya dari noda-noda (yang dapat mencemarkan hati) agar layak menerima al-Qur’an. (c) Menuntut ilmu kepada ahlinya, yaitu guru yang sudah jelas dimaklumi kesempurnaan ilmunya, jelas agamanya, diakui pengetahuannya dan di kenal kehormatannya. (d) Bersikap sopan tehadap guru. (e) Menjaga kesopanan terhadap sesama pelajar, yaitu diharuskan beradab dan sopan santun dengan teman-temannya. (f) Memperhatikan kondisi guru, termasuk mengenal kondisi sibuk dan bosannya guru. (g) Semangat dan tekun dalam menuntut ilmu, giat dan rajin belajar setiap saat. (h) Mempelajari al-Qur’an pada pagi hari.10

9 Shalah Abdul Fatah Kholid, Kunci Menguak Al-Qur’an dari Mafatih Lit Ta’amul Ma’al-Qur’an oleh Khatur Suhardi , (Solo: Pustaka Mantiq, 1992), h. 64-69

10 Imam Nawawi, Bersanding Dengan Al-Qur’an, dari Attibyaanu fi Adaabi hamalatil Qur’an oleh Abdul Aziz, (Bogor: Pustaka Ulil Albab, 2007), h. 36-41


(32)

Penjelasan di atas adalah beberapa aturan atau adab yang harus diperhatikan oleh seseorang yang akan belajar al-Qur’an. Hal-hal tersebut harus kita terapkan dalam pembelajaran al-Qur’an, karena belajar membaca al-Qur’an berbeda dengan membaca buku-buku yang lainnya.

5. Membaca Al-Quran dengan Tartil

Hal yang paling utama dilakukan oleh orang yang membaca al-Qur’an adalah membaca al-Qur’an dengan tartil. Bacaan tartil adalah bacaan yang paling bagus karena sesuai dengan bacaan al-Qur’an saat diturunkan. Allah SWT berfirman:

















“Dan berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al-Furqan 25: 32)11

Abdul Majid Khon mendifinisikan bahwa tartil artinya membaca al-Qur’an dengan perlahan-lahan, tidak terburu-buru, dengan bacaan yang baik dan benar sesuai dengan makhraj dan sifat-sifatnya sebagaimana yang dijelaskan dalam ilmu tajwid. Bacaan dengan tartil ini akan membawa pengaruh kelezatan, kenikmatan, serta ketenangan, baik bagi para pembaca ataupun bagi para pendengarnya.”12

Menurut para ulama, membaca al-Qur’an secara tartil itu mustahab untuk dapat memahami kandungannya dan untuk manfaat lainnya. Karena itulah disunnahkan membaca secara tartil bagi orang

11

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Diponegoro 2004), h. 362

12


(33)

16

asing yang tidak mengerti makna al-Qur’an. Cara itu lebih mulia untuk menghormati al-Qur’an dan sangat berpengaruh ke dalam hati.13

Penulis dapat menyimpulkan bahwa membaca dengan tartil dapat diartikan dengan tartil yang optimal yaitu dengan melafadzkan ayat-ayat al-Qur’an sebagus dan semaksimal mungkin.

6. Pengertian Tahsin Qiraah

Tahsin ( يس ت) menurut bahasa berasal dari ْيِسْ َت - ِسَ ي- َ َسَح yang artinya memperbaiki membaguskan, menghiasi, mempercantik, membuat lebih baik dari semula.14

Kata ini sering digunakan sebagai sinonim dari kata tajwid yang berasal dari jawwada-yujawwidu’ apabila ditinjau dari segi bahasa tahsin artinya memperbaiki bacaan al-Qur’an. Seseorang yang sudah mampu membaca al-Qur’an dengan lancar dan benar disebut mahir atau mutqin. Pada dasarnya tahsin diartikan sama dengan tajwid dalam membaca al-Qur’an.15

Metode tahsin ialah metode untuk menyempurnakan semua hal yang berkaitan dengan kesempurnaan pengucapan huruf-huruf al-Qur'an. Baik kesempurnaan sifat yang senantiasa melekat padanya.Sehingga, cara kita membaca al-Qur’an yang salah harus diperbaiki sesuai dengan cara yang Rasulullah ajarkan. Targetnya adalah agar benar pengucapan hurufnya, tepat ukuran madnya, tepat dalam berwaqaf, dan memperindahnya dengan menyempurnakan ghunnah serta tafkhim-tarqiq.

7. Metode-metode Tahsin Qiraah

Keberhasilan suatu program, terutama pengajaran dalam proses belajar mengajar tidak terlepas dari pemilihan metode. Pada zaman sekarang ini begitu banyak metode belajar membaca al-Qur’an yang

13 Imam Nawawi, Bersanding Dengan Al-Qur’an, Terj.

Attibyaanu fi Adaabi hamalatil Qur’an oleh Abdul Aziz, (Bogor: Pustaka Ulil Albab, 2007), h. 75

14

Ahmad Muzzamil MF, Al-hafidz, Panduan Tahsin Tilawah, (Jakarta: Alfin Press, 2006), h. 2

15


(34)

digunakan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan belajar membaca al-Qur’an, diantaranya:

a) Metode Al-Baghdady

Metode Baghdady berasal dari Baghdad Irak. Metode al-Baghdady adalah metode tersusun, maksudnya yaitu suatu metode yang tersusun secara berurutan, merupakan sebuah proses yang lebih kita kenal dengan metode alif, ba’, ta’. Metode ini adalah metode yang paling lama muncul dan metode yang pertama berkembang di Indonesia. Cara pembelajaran metode ini adalah hafalan, eja, modul dan pemberian contoh yang absolute.

b) Metode Hattaiyyah

Adalah suatu metode pengajaran membaca al-Qur’an dengan pendekatan pengamalan huruf Arab dan tanda baca melalui huruf latin.

c) Metode Al-Barqi

Metode ini sifatnya bukan mengajar namun mendorong siswa. Disini siswa dianggap telah memiliki persiapan dengan pengetahuan yang tersedia. Siswa membuka atau melihat peraga/papan tulis, tidak dalam keadaan kosong. Karena sudah punya kesiapan , maka siswa hanya membaca, memisah, memilih dan memadu sendiri.16

d) Metode Iqro’

Metode iqro’ disusun oleh Ustadz As’ad Human yaitu metode membaca al-Qur’an yang menekannkan langsung pada latihan membaca. Adapun buku panduan iqro’ terdiri dari 6 jilid yang dimulai dari tingkat yang sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan sempurna.

Model pengajaran iqro’ yaitu: a) Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), guru tak lebih hanya sebagai penyimak, bukan penuntun

16

Majalah Ummi, Varian Metode Belajar Membaca Al-Qur'an, 2016, (www.majalahummi.com).


(35)

18

bacan; b) Privat, guru menyimak seorang demi seorang; c) Asistensi, yaitu jika guru tidak mencukupi, murid yang mahir bisa turut membantu mengajar murid-murid yang lainnya.17

e) Metode Maisura

Metode ini di susun oleh DR. K.H. Ahmad Fathoni, Lc., M.A. Metode Maisura sudah lama beliau gagas dan telah diajarkan kepada murid-muridnya sejak tahun 1994. Basis materi metode maisura mempunyai 3 pilar utama, yaitu: teori yang berpijak pada rujukan/referensi terpercaya yang sebagian besar disertakan teks dan terjemahannya; praktik yang terintegrasi pada talaqqiy dan musyafahah; dan informative terhadap mushaf terbitan Indonesia dan Timur Tengah.18

Dahulu metode ini belum ada namanya. Baru terpikirkan memberikan nama ketika metode ini mulai tersebar luas dan banyak yang menanyakan metode apa yang selama itu dipelajari. Mulailah ia memikirkan nama yang tepat untuk penemuannya tersebut. Suatu ketika, saat beliau sedang membaca Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 28, terdapat kalimat „qaulan maisura’. Ia berhenti sejenak dan berpikir bahwa kata maisura dirasa tepat sebagai nama metodenya. Arti maisura adalah mudah dipahami, simpel, praktis, bersahaja, dan lemah-lembut. Sejak itulah belaiau menamakan penemuannya “Metode Maisura, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur’an”.

Mempelajari Al-Qur’an melalui Metode Maisura didukung dengan petunjuk praktis yang dituangkan dalam buku panduan sehingga semakin mempermudah bagi para pelajar yang ingin

17

Tombak Alam, Metode Membaca Menulis Al-Qur’an 5 Kali Pandai, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), h. 13

18

Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur’an Metode Maisura Edisi IV, (Jakarta: FU IIQ, 2014), h. vii


(36)

mempelajarinya. Waktunya juga sangat singkat, sekitar 12-14 jam. Dengan demikian, metode ini sangat istimewa.19

8. Faktor-faktor yang dapat Meningkatkan Kemampuan Membaca

Al-Qur’an

Dalam pembelajaran al-Qur’an banyak sekali faktor yang dapat meningkatkan kemampuan membaca al-Qur’an baik membaca perlulaan ataupun membaca lanjut (pemahaman). Diantara faktor-faktor tersebut adalah:

a. Faktor Internal Siswa 1) Aspek Fisiologis

Menurut pendapat Noehi Nasution, ia mengatakan, “kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang, orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan.”20

Sedangkan menurut Sumadi Suryabrata, faktor-faktor fisiologis masih dapat lagi dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Tonus jasmani pada umumnya: (i) Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah, dsb. (ii) Beberapa penyakit kronis sangat mengganggu belajar itu.

b)Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu: (i) Berfungsinya panca indera merupakan syarat belajar itu berlangsung dengan baik. Pancaindera yang memegang peranan paling penting adalah mata dan telinga.21

2) Aspek Psikologis

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca al-Qur’an adalah faktor psikologis, antara lain:

a) Intelegensi

19

Ibid., h. 3 20

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar Edisi II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 189

21


(37)

20

Intelegensi merupakan kecakapan yang terdiri atau tiga jenis, yaitu: kecakapan untuk mengahadapi dan menyesuaikan diri ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif dan mengetahui dan mempelajarinya dengan cepat. Intelegensi juga merupakan kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri denga lingkungan dengan cara yang tepat.22

Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) seseorang tidak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajarnya. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seseorang maka semakin besar peluangnya untuk meraih prestasi. Sebaliknya, semakin rendah kemampuannya maka semakin kecil peluangnya untuk meraih prestasi, kecuali jika seseorang itu rajin dan ulet.

b) Minat

Minat (interest) merupakan kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus yang sangat erat hubungannya dengan perasaan senang minat berfungsi sebagai kekuatan yang akan mendorong seseorang untuk belajar.23

Jika dikaitkan dengan minat membaca al-Qur’an maka minat baca tersebut dapat diartikan sebagai keinginan yang kuat untuk membaca maka apabila seseorang sudah

22

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006), h. 128-129

23

Fadilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), cet. I, h.122


(38)

mempunyai keinginan yang kuat untuk membaca al-Qur’an ia akan dengan senang hati untuk membaca al-Qur’an. c) Bakat

Bakat atau aptitude menurut Hilgard, bakat adalah capacity to lear. Dengan perkataan lain, bakat merupakan kemampuan untuk belajar. Secara umum bakat merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating. Keemampuan potensial ini baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.24

Bakat merupakan kemampuan individu untuk bisa melakukan tugas tertentu melalui sedikit latihan. Bila dikaitkan dengan membaca al-Qur’an, seseorang yang berbakat akan lebih cepat menyerap informasi dan menguasai teknik seni baca al-Qur’an.

d) Motivasi

Menurut Noehl Nasution, “motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan seseuatu. Jadi moivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar.”25

Berkenaan dengan motivasi belajar membaca al-Qur’an, maka hendaknya siswa bertujuan semata-mata hanya untuk mencari ilmu, pangkat dan pekerjaan. Sebab bila tujuannya mencari ilmu, maka pangkat dan pekerjaan akan mengikuti, tetapi apabila tujuannya mencari pangkat atau pekerjaan, ilmu belum tentu diperoleh dan begitupun pekerjaan.

24

Tohirin, op. cit.,h. 131

25

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar Edisi II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 200


(39)

22

b. Faktor Eksternal Siswa

Faktor lingkungan siswa ini dibagi menjadi dua macam, yaitu lingkungan alam/non sosial dan lingkungan sosial.Yang termasuk faktor lingkungan non sosial/alam ini seperti: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, tempat, alat-alat yang dipakai untuk belajar, buku, alat peraga, sarana-prasarana, dsb.26

Jika seseorang tinggal atau berada di lingkungan yang mendukung untuk mempelajari atau membaca al-Qur’an maka ia akan terbiasa atau tidak tabu untuk membaca al-Qur’an dan begitu pun sebaliknya.

9. Faktor-faktor yang dapat Melemahkan Kemampuan Membaca

Al-Qur’an

Tidak semua orang Islam dapat memebaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Menurut Jalaludin adanya kesulitan dalam mempelajari al-Qur’an disebabkan beberpa faktor penyebab antara lain:

1. Orientasi Berfikir

Pengaruh modernisasi banyak mempengaruhi arah pemikiran orang. Kemajuan tekonologi dengan segala hasil yang disumbangkannya bagi kemudahan hidup manusia, banyak mengalihkan perhatian orang untuk hidup lebih erat dengan kebendaan. Hal itu mendorong mereka untuk menuntut ilmu yang diperkirakan dapat membantu kearah pemikiran pengetahuan praktis dan menunjang prestie kehidupan.

Pengetahuan tentang membaca al-Qur’an dan cara membacanya kalah bersaing dalam pikiran kebanyakan kaum muslimin.

26


(40)

2. Kesempatan dan Tenaga

Arah berfikir yang materialis telah mendudukkan status wajib belajar al-Qur’an ke provinsi-provinsi semakin lebih kecil. Pengaruh ini telah menimbulkan kondisi asal-asalan. Akibatnya terjadi kelangkaan penyediaan kesempatan dan kelangkaan tenaga penngajar dan waktu yang disediakan untuk belajar al-Qur’an sangat sedikit jika dibandingkan dengan waktu yang mereka gunakan untuk menuntut ilmu pengetahuan lain. Akibatnya tenaga pengajar yang tersedia tidak berkembang sesuai dengan kebutuhan.

3. Metode

Perkembangan teknologi telah mengubah kecenderungan masyarakat untuk menuntut ilmu penegtahuan secara lebih mudah dan lebih cepat. Untuk menampung minat ini dalam berbagai disiplin ilmu para ahli telah memanfaatkan jasa teknologi dalam media pendidikan baik media visual, audio visual dan komputer dengan cara yang tepat guna.

Khusus dalam pendidikan al-Qur’an cara ini masih langka dan mahal. Metode lama dalam beberapa seginya mungkin sudah kurang serasi dengan keinginan dan kecenderungan tepat guna ini. Akibatnya metode yang demikian, berangsur-angsur kurang diminati.

4. Aksara

Kitab suci al-Qur’an ditulis dengan aksara dan bahasa Arab. Faktor ini menyulitkan bagi mereka yang berpendidikan non pesantren/madrasah, karena pengetahuan ini tidak dikembangkan secara khusus di sekolah umum. Akibatnya pelajar yang berpendidikan umum ada yang buta aksara kitab sucinya.


(41)

24

Faktor-faktor di atas menurut Jalaludin banyak mempengaruhi kecenderungan yang menimbulkan sikap masa bodoh dan anggapan bahwa belajar membaca al-Qur’an sulit.27 Faktor-faktor tersebut masih dialami oleh beberapa mahasiswa yang belum lancar dalam membaca al-Qur’an dengan baik dan benar.

B. Pembelajaran Tahsin Qiraah 1. Pengertian Ilmu Tajwid

Ilmu tajwid adalah suatu pengetahuan tentang cara membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Yakni sesuai dengan makhrojnya, panjang-pendeknya, tebal-tipisnya, mendengung-tidaknya, serta titik-komanya.28 Ilmu tajwid menurut bahasa artinya membaguskan bacaan sedangkan menurut istilah yaitu:

ِإ

َُقَحَتْسُمَك َُقَح ِِئ اَطْع ِأ َعَم ِ ِجَرََْ ْنِم ٍؼْرَح ِّلُك ُجاَرْخ

"Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya.”

Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu bersama dengan huruf tersebut, seperti Al Jahr, Isti’la’, Istifal dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahak huruf adalah sifat yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikfa’ dan lain sebagainya.29

2. Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid

Hukum membaca al-Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid adalah fardhu „ain bagi setiap muslim.30 Para ulama mengatakan

27 Jalaludin, Metode Tunjuk Silang Membaca Al-Qur’an, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 23

28

Syamsul Rijal, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor: Cahaya Islam. 2006), h.531

29 Abdul Aziz Abdur Rauf, Al-hafidz, Lc, Pedoman Daurah Al-Qur’an, (Jakarta: Markaz Al Quran, 2011), Cet. XXI, h. 17

30


(42)

bahwa orang yang membaca al-Qur’an tanpa memperhatikan kaidah bacaan maka ia berdosa.31 Adapun alasan hukumnya fardhu „ain, Imam Ibn Al-Jazari mengatakan:

ٌـِز ََ ٌمْتَح ِدْيِوْجَتلِب ُذْخَِْاَك

ٌِثآ َفآْرُقْلا ِدِّوَُُ ََْ ْنَم #

ل ِإْلا ِِب َُنَِِ

َك # َََزْػنَأ ُ

َلَصَك اَْػيَلِإ ُِْم اَذَك

“Membaca (al-Qur’an) dengan tajwid hukumnya wajib, siapa yang tidak membacanya dengan tajwid ia berdosa, kerena dengan tajwidlah Allah menurunkan al-Qur’an, dan dengan demikian pula al-Qur’an sampai kepada kita dari-Nya.”32

Sedangkan hukum mengajari seorang muslim untuk mempelajari al-Qur’an adalah tugas seseorang yang mengenal al -Qur’an dan hukumnya adalah fardhu kifayah. Harus ada wakil diantara mereka yang dididik untuk mengenal al-Qur’an dan ilmu -ilmunya, bila mereka enggan untuk belajar maka berdosa.33

3. Tujuan Mempelajari Ilmu Tajwid

Tujuan mempelajari ilmu tajwid adalah untuk menjaga lidah agar terhindar dari kesalahan dalam membaca al-Qur’an. Ada dua jenis kesalahan dalam membaca al-Qur’an yaitu:

a. Kesalahan yang jelas (

يلجا نحللا

)

Yaitu salah dalam pengucapan lafadz sehingga merusak teori bacaan baik merusak makna ataupun tidak, seperti berubahnya huruf atau harakat. Ulama tajwid sepakat bahwa kesalahan jaly ini hukumya haram.

Contoh :

31

Ibrahim Ad-daib, Proyek Anda Menjadi Pribadi Qur’ani, Terj. Masyru’uka ma’ al-Qur’an oleh Nurihsan dan Yasir Maqashid, (Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2007), h. 82

32 Abdul Aziz Abdur Rauf, Al-hafidz, Lc, Pedoman Daurah Al-Qur’an, (Jakarta: Markaz Al Quran, 2011), Cet. 21, h. 19

33

Abu Zakariya Yahya, Menjaga Kemuliaan Al-Qur’an Adab dan Tata Caranya, Terj. Al-Tibyan Fi Adab Hamalat Al-Qur’an oleh Tarmana Ahmad Qosim, (Bandung: Al-Bayan, 1996), cet. I, h.54


(43)

26

َتػْمَعْػنَأ

artinya telah engkau berikan ni’mat kalau terbaca

ُتػْمَعْػنَأ

artinya telah saya berikan ni’mat

ٌرْػيِثَك

artinya banyak kalau terbaca

ٌرْػيِسَك

artinya pecah 2. Kesalahan yang samar (

يفخا نحللا

)

Yaitu salah dalam pengucapan lafadz sehingga merusak teori bacaan, tetapi tidak sampai merusak makna seperti meninggalkan ghunnah, kurang panjang dalam membaca mad wajib, mad lazim dan lain-lain. 34

Contoh:

َءآَج

seharusnya 4/5 harakat terbaca 2 harakat

َفِإ

seharusnya ghunnah, terbaca tanpa ghunnah 4. Keutamaan Mempelajari Ilmu Tajwid

Seperti dikemukakan oleh Abdul Aziz bahwa ilmu tajwid adalah ilmu yang sangat mulia. Karena keterkaiatannya secara langsung dengan al-Qur’an. Diantara keistimewaannya, yaitu:

a.

Mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an merupakan tolak ukur kualitas seorang muslim. Rosulullah SAW bersabda:

َ ح

َ دَ

َ ثَ ن

َح مَا

َ مَحو

َ دََحب

َ نَ

َ غَحي

َ ل

َ ن

َ حَ:

َ دَ ث

َ ن

َ أَا

َ بَحو

ََ د

َ واَ د

َ أَ:

َح نَ بَ أ

َ ن

َ َُ

َحعَ بَ ة

َ أَ:

َحخَ ب

َ رَحِن

ََ ع

َحلَ ق

َ مَ ة

ََحب

َ نَ

َ مَحرَ ث

َ د

َ،

َ ق

َ لا

َِ سَ:

َحع

َ ت

َ

َ سَ ع

َحدَِب

َحنَ

َ عَ ب

َحيَ د

َ ةَ

َ ُّ

َ ِد

َ ث

ََ ع

َحنَ

َ أ

َحِبَ

َ عَحب

َِدَ

َ رلا

َ حح

َِن

َ عَ،

َحنَ

َ عَحث

َ م

َ نا

ََحب

َِنَ

َ عَ ف

َ نا

ََ أ

َ ن

َ رَ س

َحوَ ل

َ

َِل

َ

َ ص

َ ىل

َ

َ ل

ََ ع

َ لَحيَِه

ََ و

َ سَ ل

َِمَ

َ ق

َ لا

(َ:

َ خ(

َح يَ رَ ك

َحمَ

َ مَحن

ََ ت

َ عَ ل

َ مَ

َحلاَ ق

َحر

َ نآ

ََ و

َ عَ ل

َ مَ ه

))

Mahmud bin Ghailan menyampaiakan kepada kami dari Abu Dawud, dari Syu’bah yang menceritakan bahwa Al-Qmah bin Marstad berkata, “aku mendengar Sa’d bin Uabaidah menyempaiakan dari abu Abdurrahman, dari Ustman bin Affan


(44)

bahwa Rasulullah SAW besabda, „Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya. (HR. At-tirmidzi)35

b. Mempelajari al-Qur’an adalah sebaik-baiknya kesibukan

c. Akan turun sakinah (ketentraman), rahmat malaikat dan Allah menyebut-nyebut orang yang mempelajari al-Qur’an kepada makhluk yang ada di sisinya.36

5. Tempo Membaca Al-Qur’an

Adapun tata cara atau tempo membaca al-Qur’an menurut para ulama terbagi menjadi 4 tingkatan, yaitu:

a. Membaca secara tahqiq

Tahqiq ialah tempo bacaan yang paling lambat. Menurut ulama tajwid, tempo bacaan ini diperdengarkan sebagai metode dalam proses belajar mengajar, sehingga di harapkan murid dapat melihat dan mendengarkan cara guru membaca huruf demi huruf menurut semestinya sesuai dengan makhrajnya, sifatnya dan hukumnya.37

b. Membaca secara tadwir

Tadwir ialah bacaan yang tidak terlalu cepat dan tidak pula terlalu lambat. Ukuran bacaan yang digunakan dalam tadwir ini yaitu pertengahan seperti menggunakan empat harakat dari ketentuan boleh pilih dua, empat dan enam.38

c. Membaca secar tartil

Tartil adalah bacaan yang perlahan-lahan dan jelas, mengeluarkan setiap huruf dan makhrajnya dan menerapkan sifat-sifatnya, serta mentadaburi maknanya.”39

d. Membaca secara hadr

35

Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Enslikopedia Hadist Terj. Jami’ At-Tirmidzi oleh Tim Darussunah , (Jakarta: PT Niaga Swadaya, 2013), h. 950

36

Abdul Aziz Abdur Rauf, Al-hafidz, Lc, Pedoman Daurah Al-Qur’an, (Jakarta: Markaz Al Quran, 2011), Cet. 21, h. 20

37

Ibid., h. 29

38Ummi Rif’ah, Pedoman Tilawah Al-Qur’an, (Bekasi: Syukur Press, 2001), h.15 39


(45)

28

Hadr ialah cara membaca al-Qur’an dengan cepat tetapi tetap menjaga hukum-hukum tajwidnya. Cepat disini biasanya menggunakan ukuran yang terpendek selama peraturan membolehkan.40

Dari empat tata cara membaca al-Qur’an tersebut tata cara yang ideal untuk dipraktekan di kalangan umum untuk mengajarkan al-Qur’an oleh orang tua dan guru adalah cara yang pertama yaitu tahqiq. Dengan membaca secara tahqiq, anak akan terlatih membaca al-Qur’an secara pelan, tenang, tidak terburu-buru. Cara ini akan membiasakan anak membaca al-Qur’an secara baik.

Namun tingkatan yang paling bagus adalah tartil, karena dengan bacaan inilah al-Qur’an diturunkan.

6. Makhraj dan Sifat Huruf Hijaiyyah

Penguasaan mengenai makhraj dan sifat huruf adalah sebuah keharusan, sebab dua komponen ini adalah termasuk bagian dari komponen syarat-syarat “tajwidul huruf” dalam arti “tartil” nya Ali bin Abi Thalib.41

Secara literal, makharij (ج ) berasal dari kata ج خ yang berarti “keluar”. Akar kata tersebut selanjutnya dijadikan bentuk isim menjadi ج yang artinya “temapat keluar”. Sedangkan makharij bentuk jamak dari makharaj. Sedangkan makharij al-huruf adalah tempat-tempat keluar huruf dari huruf pembaca sehingga membentuk bunyi tertentu.42

Sedangkan “sifat” menurut bahasa adalah sesuatu yang melekat atau menetap pada sesuatu yang lain (yaitu huruf-huruf hijaiyyah). Dan menurut istilah yaitu cara baru bagi keluar huruf ketika sampai

40

Ibid., h. 15 41

Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur’an Metode Maisura Edisi IV, (Jakarta: FU IIQ, 2014), h. 9

42

Supriyadi, dkk, Modul Praktikum “Qira’at al-Qur’an”, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.19


(46)

pada tempat keluarnya, baik berupa jahr, rakhawah, hams, syiddah, dsb.

7. Kaidah-kaidah Ilmu Tajwid a. Hukum Nun Mati dan Tanwin

Nun mati dan tanwin, jika bertemu huruf hijaiyyah terbagi menjadi 4 hukum, yaitu:

1) Idzhar

Definisi idzhar secara bahasa adalah jelas. Menurut istilah bermakna mengeluarkan setiap huruf idzhar dari makhrajnya tanpa dengungan. Jika nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu dari huruf idzhar (huruf halqi) yaitu:

ء

,

ق

,

ع

,

ح

,

غ

,

خ

,

maka nun mati atau tanwin tersebut, wajib dipisah dari huruf setelahnya dan dibaca dengan jelas tanpa ada dengungan.

Contoh:

ٍقَلَع ْنِم , ٍد اَ ْنِم , ٍ

لِإ ْن

ِم

2) Idgham

Jika nun mati dan tanwin bertemu dengan enam huruf

idgham yaitu:

ي

,

ـ

,

ف

,

ك

,

ؿ

,

ر

,

maka bacaannya wajib digabungkan dengan huruf sesudahnya. Dengan demikian dua huruf itu seolah menjadi satu huruf yang bertasydid.

Idgham dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Idgham bighunnah (

ي

,

ـ

,

ف

,

ك

)

Contohnya:

ٍؿاَوِم

dibaca

ؿاَك ْنِم

b)

Idgham bilaghunnah (

ؿ

,

ر

)

Contohnya:

ْمِِّّ َرِم

dibaca

ْمَِِّر ْنِم

3) Iqlab

Jika nun mati atau tanwin terdapat sebelum huruf ba, maka diganti menjadi mim. Cara pengucapannya dengan samar dan berdengung.


(47)

30

Contoh:

ْمُهْػئِبْنَأ

dibaca

ْمُهْػئِبْمَأ

4) Ikhfa

Jika nun mati atau tanwin terdapat sebelum huruf-huruf hijaiyyah (selain huruf izhar, idgham dan iqlab), maka wajib dibaca ikhfa (samar). Huruf ikhfa ada 15, yaitu:

ص

,

ذ

,

ث

,

ؾ

,

ج

,

ش

,

ؽ

,

س

,

د

,

ط

,

ز

,

ؼ

,

ت

,

ض

,

ظ

.

Definisi ikhfa secara bahasa adalah menutupi. Adapun secara istilah, ikhfa adalah mengucapkan huruf antara bacaan izhar dan idham yang tidak di tasydidkan namun mendengungkan huruf yang pertama.43

Contoh:

ٌْيِرَك ٌب اَتِك, ُلْبَػق ْنِم

b. Hukum Mim Mati

Huruf mim yang mati apabila bertemu salah satu huruf dari huruf hijaiyyah, maka mempunyai tiga dampak hukum, yaitu: 1) Ikhfa Syafawi

Ikhfa artinya menyembunyikan, syafawi artinya huruf yang keluar dari bibir. Maksudnya, bila mim mati bertemu huruf maka mim mati dibaca samar (tidak rapat) dan didengungkan (sama dengan bacaan iqlab).

Contoh:

َ ِخَ ْْ ِب ْ ه َ

2) Idgham Mimi

Idgham artinya memasukkan dan mimi artinya huruf mim. Maksudnya, bila mim mati bertemu mim, maka bunyi

م

yang pertama di masukan ke mim yang kedua dan disertai dengan dengung.

Contoh:

ْ تْ َسَك َ ْ َل َ

43

Ibrahim Ad-daib, Proyek Anda Menjadi Pribadi Qur’ani, Terj. Masyru’uka ma’ al-Qur’an oleh Nurihsan dan Yasir Maqashid, (Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2007), h. 88


(48)

3) Idzhar Syafawi

Idzhar artinya jelas, syafawi artinya huruf yang keluar dari bibir. Maksudnya, bila mim mati bertemu huruf-huruf hijaiyyah selain huruf dan maka mim mati dibaca jelas.44

Contoh:

ِْيَغ ْمِهْيَلَع

c. Hukum Mim dan Nun Bertasydid

Huruf mim tasydid dan nun tasydid adalah wajib dibaca gunnah yaitu dengan membunyikan sambil mendengung. Adapun lama mendengungnya selama dua ketukan atau satu alif. Lama ketukan itu disesuaikan dengan irama lagu yang dibaca oleh pembaca.45

Contoh:

س َ

ل

-

ْ قَ ْ َ

-

َ ث

-

ْ ِ ْ َك

d. Hukum Alif Lam

Hukum

ةَيِسْمَشلا ؿا

(alif lam syamsiyah) wajib dimasukkan dengan huruf setelahnya tanpa berdengung. Hal itu apabila alif lam syamsiyah bertemu dengan salah satu dari empat belas huruf hijaiyah:

ؿ ش ز ظ سد ف ذ ض ر ص ث ط

Contoh:

َ َ لَ ، َ لَ ، سْ َ لَ

Hukum

ةَيِرَمَقْلَا ؿا

(alif lam komariyah) wajib dibaca jelas ketika terdapat sebelum empat belas huruf hijaiyah:46

ق ـ ي ؽ ع ؼ خك ؾ ج ح غ ب ء

44

Ummi Rif’ah, Pedoman Tilawah Al-Qur’an, (Bekasi: Syukur Press, 2001), h.48

45

Supriyadi, dkk, Modul Praktikum “Qira’at al-Qur’an”, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.62

46

Ibrahim Ad-daib, Proyek Anda Menjadi Pribadi Qur’ani, Terj. Masyru’uka ma’ al -Qur’an oleh Nurihsan dan Yasir Maqashid, (Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2007), h.92


(49)

32

Contoh:

ْ َ ْلَ ، كِ َ ْلَ ، َ َقْلَ

e. Hukum Mad

Menurut bahasa, mad artinya menambahkan atau memanjangkan. Sementara menurut istilah, mad adalah memanjangkan suara dengan salah satu huruf mad, layyin atau dua huruf layyin. Huruf mad dan layyin adalah alif, wawu, dan ya

sukun yang sejenis dengan huruf sebelumnya. Contoh:

(

اَهْػيِحْوُػن

)

Adapun pembagian mad, yaitu:

1) Mad Thabi’

Mad thabi’i adalah mad dimana huruf tidak bisa berfungsi tanpanya dan tidak bergantung pada hamzah ataupun sukun. Mad thabi’i dipanjangkan 2 harakat saja.

Contoh:

َس ْ

ي ْ ل َق

2) Mad Badal

Mad badal adalah setiap hamzah yang dipanjangkan. Ini merupakan kondisi khusus dari mad thabi’i. Mad ini dipanjanggkan seukuran dua harakat.

Contoh:

)َ ْ ءآ َ ي( ،

(

ْيإ( ،)َ َء ْ قلَ

)

3) Mad „Iwad

Mad iwad adalah mengganti tanwin nashab pada saat waqaf dengan alif yang dipanjangkan seukuran 2 harakat. Mad ini termasuk mad thabi’i.

Contoh:

ْيِ َع

diwaqafkan menjadi

َ ْيِ َع

َحَ

di wakafkan menjadi

َ َح

4) Mad Ja’iz Munfasil

Mad ja’iz munfasil adalah huruf mad berada di akhir kata pertama dan hamzah qath’i berada di awal kata berikutnya. Disebut mad ja’iz karena para ahli qiraah berbeda pendapat apakah dibaca panjang atau pendek. Menurut imam Hafs dari Syathibiyah dipanjangkan seukuran 4 atau 5 harakat.


(1)

BAB II 9 M. Samsul Ulum, Menangkap

Cahaya Al-Qur’an, (Malang: UIN Malang Press, 2007)

1 10

10 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), cet.IV, h. 167

2 11

11 M. Quraish Shihab, Lentera AL-Qur’an, (Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 2008), h. 34-35

3 11

12 Zakiyah Darajat, dkk, Methodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 91

4 12

13 Samsul Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur’an, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 81

5 12

14 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Diponegoro, 2004), h. 437

6 13

15 M. Nashiruddin Al-Bani, Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Mukhtashar Shahih Muslim oleh Elly Lathifah, S.Pd., (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 1084

7 13

16 M. Nashiruddin Al-Bani, Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Mukhtashar Shahih Muslim oleh Elly Lathifah, S.Pd., (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 1088

8 13

17 Shalah Abdul Fatah Kholid, Kunci Menguak Al-Qur’an dari Mafatih Lit Ta’amul Ma’al -Qur’an oleh Khatur Suhardi , (Solo: Pustaka Mantiq, 1992), h. 64-69

9 15

18 Imam Nawawi, Bersanding Dengan Al-Qur’an, dari Attibyaanu fi Adaabi hamalatil Qur’an oleh Abdul Aziz, (Bogor: Pustaka Ulil Albab,


(2)

2007), h. 36-41

19 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Diponegoro 2004), h. 362

11 16

20 Abdul Majid Khon, Praktikum Qiraat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), cet. II, h. 41

12 16

21 Imam Nawawi, Bersanding Dengan Al-Qur’an, Terj. Attibyaanu fi Ad

aabi hamalatil Qur’an oleh Abdul Aziz, (Bogor: Pustaka Ulil Albab, 2007), h. 75

13 17

22 Ahmad Muzzamil MF, Al-hafidz, Panduan Tahsin Tilawah, (Jakarta: Alfin Press, 2006), h. 2

14 17

23 Ibid. 15 17

24 Majalah Ummi, Varian Metode Belajar Membaca

Al-Qur'an, 2016,

(www.majalahummi.com).

16 18

25 Tombak Alam, Metode Membaca Menulis Al-Qur’an 5 Kali Pandai, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), h. 13

17 19

26 Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur’an Metode Maisura Edisi IV, (Jakarta: FU IIQ, 2014), h. vii

18 19

27 Ibid., h. 3 19 20

28 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar Edisi II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 189

20 20

29 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008), h.235-236

21 20

30 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006), h. 128-129


(3)

31 Fadilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), cet. I, h.122

23 21

32 Tohirin, op. cit.,h. 131 24 22 33 Syaiful Bahri Djamarah,

Psikologi Belajar Edisi II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 200

25 23

34 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008), h.233

26 24

35 Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Enslikopedia Hadist Terj. Jami’ At-Tirmidzi oleh Tim Darussunah , (Jakarta: PT Niaga Swadaya, 2013), h. 950

27 25

36 Syamsul Rijal, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor: Cahaya Islam. 2006), h.531

28 25

37 Abdul Aziz Abdur Rauf, Al-hafidz, Lc, Pedoman Daurah Al-Qur’an, (Jakarta: Markaz Al Quran, 2011), Cet. XXI, h. 17

29 25

38 Ummi Rif’ah, Pedoman Tilawah Al-Qur’an, (Bekasi: Syukur Press, 2001), h. 12

30 25

39 Ibrahim Ad-daib, Proyek Anda Menjadi Pribadi Qur’ani, Terj. Masyru’uka ma’ al -Qur’an oleh Nurihsan dan Yasir Maqashid, (Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2007), h. 82

31 26

40 Abdul Aziz Abdur Rauf, Al-hafidz, Lc, Pedoman Daurah Al-Qur’an, (Jakarta: Markaz Al Quran, 2011), Cet. 21, h. 19

32 26

41 Abu Zakariya Yahya, Menjaga Kemuliaan Al-Qur’an Adab dan Tata Caranya, Terj. Al-Tibyan Fi Adab Hamalat Al-Qur’an oleh Tarmana Ahmad Qosim, (Bandung: Al-Bayan, 1996), cet. I, h.54


(4)

42 Ummi Rif’ah, Pedoman Tilawah Al-Qur’an, (Bekasi: Syukur Press, 2001), h. 14

34 27

43 Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Enslikopedia Hadist Terj. Jami’ At-Tirmidzi oleh Tim Darussunah , (Jakarta: PT Niaga Swadaya, 2013), h. 950

35 28

44 Abdul Aziz Abdur Rauf, Al-hafidz, Lc, Pedoman Daurah Al-Qur’an, (Jakarta: Markaz Al Quran, 2011), Cet. 21, h. 20

36 28

45 Ibid., h. 29 37 28

46 Ummi Rif’ah, Pedoman Tilawah Al-Qur’an, (Bekasi: Syukur Press, 2001), h.15

38 28

47 Op. Cit., h. 30 39 28

48 Ibid., h. 15 40 29

49 Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur’an Metode Maisura Edisi IV, (Jakarta: FU IIQ, 2014), h. 9

41 29

50 Supriyadi, dkk, Modul Praktikum “Qira’at al-Qur’an”, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.19

42 29

51 Ibrahim Ad-daib, Proyek Anda Menjadi Pribadi Qur’ani, Terj. Masyru’uka ma’ al-Qur’an oleh Nurihsan dan Yasir Maqashid, (Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2007), h. 88

43 31

55 Ummi Rif’ah, Pedoman Tilawah Al-Qur’an, (Bekasi: Syukur Press, 2001), h.48

44 32

56 Supriyadi, dkk, Modul Praktikum “Qira’at al-Qur’an”, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.62

45 32

57 Ibrahim Ad-daib, Proyek Anda Menjadi Pribadi Qur’ani, Terj. Masyru’uka ma’ al -Qur’an oleh Nurihsan dan Yasir Maqashid, (Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2007), h.92


(5)

58 Aiman Rusydi, Panduan Ilmu Tajwid Bergambar, (Solo: Zam-zam, 2015), h.102-113

47 34

BAB III 59 Suharsimi Arikunto,

Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), h. 234

1 36

60 Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan:Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 174

2 37

61 Rully Indrawan dan Poppy Yaniawati, Metodologi Penelitian, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2014), h. 93

3 37

62 Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 57

4 37

63 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 107

5 38

64 Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda, 2011), cet. VII, h. 220

6 38

65 Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), h. 64

7 38

66 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), cet. XIII, h. 137

8 39

67 Ibid., h. 138 9 39

68 Ibid., h. 142 10 39

69 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), cet. XIII, h. 142

11 40

70 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,


(6)

2003), h. 135

71 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, h. 43

13 41

72 Anas Sudijono, Ibid, h. 45 14 42

73 15 42

Jakarta, 19 Mei 2016

Dosen Pembimbing Skripsi Penulis

Drs. Abdul Haris, M. Ag Sulastri Rahayu