peranan guru agama islam dalam mengatasi kesulitan siswa membaca al-Quran: studi kasus di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan

(1)

i

MEMBACA AL-QUR’AN

(Studi Kasus di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan) Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Disusun Oleh:

Zamzam Firdaus

106011000027

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H./ 2010 M.


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Zamzam Firdaus

NIM : 106011000027

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : ”Peranan Guru Agama Islam dalam Mengatasi Kesulitan Siswa Membaca Al-Qur’an (Studi Kasus di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan)”

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syrif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 04 Februari 2011


(3)

iii

(Studi Kasus di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh : Zamzam Firdaus NIM. 106011000027

Mengetahui, Pembimbing

Drs. H. Ghufron Ihsan, MA NIP. 19530509 198103 1 006

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H./ 2010 M.


(4)

iv

Siswa Membaca Al-Qur’an (Studi Kasus di SMPN 17 Tangerang Selatan)”, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah diujikan dalam sidang munaqasyah pada 04 Februari 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Jakarta, 16 Februari 2011 Panitia ujian munaqasyah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan) Tanggal Tanda Tangan

Bahrissalim, M.Ag

NIP: 19680307.199803.1.002 ….. …..

Sekretaris Jurusan

Drs. Sapiudin Shiddiq, M.Ag

NIP: 19670328.200003.1.001 ….. …..

Penguji I

Drs. Sapiudin Shiddiq, M.Ag

NIP: 19670328.200003.1.001 ….. …..

Penguji II

Dra. Manerah

NIP: 19680323 199403 2 002 ….. …..

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. D r. Dede Rosyada, MA. NIP: 19571005 198703 .1.003


(5)

v

Peranan Guru Agama Islam dalam Mengatasi Kesulitan Siswa Membaca Al-Qur’an Mengajarkan membaca Al-Qur’an merupakan kewajiban bagi setiap orang tua kepada anaknya. Seharusnya sejak usia dini anak harus sudah diajarkan membaca Al-Qur’an. Namun belakangan ini di tengah masyarakat yang hidup dengan gaya modern sering melupakan pentingnya pengajaran Al-Qur’an kepada anak. Apalagi secara kuantitas masyarakat muslim terutama di kalangan remaja mengalami kondisi yang cukup memprihatinkan. Sangat ironi sekali dengan kondisi masyarakat di Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Dalam situasi seperti ini, salah satu jalan yang dilakukan oleh para orang tua adalah memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan untuk meringankan tugas sebagai orang tua. Sehingga mereka menaruh kepercayaan penuh kepada pihak sekolah untuk membimbing anaknya. Terkadang mereka tidak mau tahu perkembangan anaknya dalam hal membaca Al-Qur’an karena sudah mempercayai kepada pihak sekolah.

Salah satu komponen yang bertanggung jawab secara langsung dalam hal membina perkembangan kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur’an adalah guru agama Islam. Di sinilah guru agama Islam dituntut untuk memainkan peranannya dengan sebaik-baiknya agar tercapai tujuan. Meski demikian ia harus tetap bekerja sama dengan pihak lain seperti kepala sekolah dan wali kelas. Seorang guru agama harus kreatif dan inovatif dalam mensiasati perkembangan zaman yang semakin hari semakin membuat anak jauh dari Al-Qur’an.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang di alami oleh siswa SMP Negeri 17 Tangerang Selatan dalam membaca Al-Qur’an. Dari kesulitan-kesulitan tersebut dapat pula diketahui strategi apa saja yang diterapkan oleh guru agama Islam untuk membantu siswa agar mampu membaca Al-Qur’an. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an berdasarkan data yang penulis peroleh dari para guru agama Islam setempat. Dalam penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Dalam pengumpulan data digunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, dan test lisan (membaca Al-Qur’an). Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisa data yaitu mereduksi data yang kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif dilengkapi dengan bagan atau tabel serta verifikasi atau pengambilan kesimpulan.

Dari penelitian yang penulis lakukan, maka sampailah pada penarikan kesimpulan bahwasanya kesulitan-kesulitan yang dialami siswa-siswi meliputi pengucapan huruf hijaiyah, penguasaan tajwid, pengenalan tanda baca, dan kelancaran dalam membaca. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya minat siswa yang kurang, motivasi dari keluarga yang nyaris tidak ada, alokasi waktu yang kurang memadai, dan sekolah asal lulusan siswa. Adapun strategi yang sudah dilakukan oleh para guru agama Islam di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan di antaranya tadarus Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, memberikan jam tambahan di luar jam sekolah, dan pemberian tugas yang dapat merangsang siswa agar mampu membaca Al-Qur’an.


(6)

vi

menciptakan manusia sebaik-baik bentuk dan keajaiban, untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan umat manusia, yaitu Nabi Muhammad saw sang pemilik akhlak mulia, pembawa kebenaran dan kedamaian bagi seluruh alam. Atas berkat rahmat dan hidayah Allah swt penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Adapun keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini tidak terlepas dari banyak pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis patut mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Bahrissalim, M. Ag., dan Sekretaris Jurusan PAI, Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag.

3. Bapak Drs. H. Ghufron Ihsan, M.A Selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak H. Mardi Yuana Abdillah, S.Pd., selaku kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri 17 Tangerang Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan.

5. Ibu Emi Jami’ah, S.Ag., Bapak Nur Komar, S.Pd., Bapak Suhaemi Pudin, S.Ag., dan Bapak Nurdin, S. Ag., selaku guru agama Islam di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan yang telah memberikan informasi yang mendukung suksesnya penelitian ini.

6. Seluruh guru, karyawan dan siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri 17 Tangerang Selatan yang juga telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian.

7. Ayahanda Bapak Muhamad Haris dan Ibunda Rodiyah yang tercinta yang dengan bersusah payah telah mengasuh dan mendidik penulis hingga dapat terus berkuliah serta kakak-kakak dan adik yang dengan sabar telah membantu dan mendukung keberhasilan belajar penulis.


(7)

vii

9. Iin Indahwati, S. Pd.I., Rikza Damayanti, S. Pd.I., Parjuangan, S. Pd.I., Endang Erika, S. Pd.I., Sholehah, dan Ust. Agus, S. Pd.I., yang telah bersedia meminjamkan buku kepada penulis.

10.Ebtanto Putro M, Lulut Supriyono, Ediyanto, Novia Yusmaniar, Nunung Nurfadhilah, Noer Aisyah, S. Pd.I., serta seluruh sahabat mahasiswa yang tergabung dalam komunitas Shohibul Alif yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis tentang indahnya arti sebuah kebersamaan.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik semua pihak serta jasa-jasanya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah swt dan hanya kepada-Nya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca umumnya.

Jakarta, Desember 2010

Penulis


(8)

viii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Guru Agama ... 8

1. Pengertian Guru Agama ... 8

2. Kedudukan, Peran, dan Tugas Guru Agama ... 12

3. Kompetensi Guru Agama ... 18

B. Pembelajaran Membaca Al-Qur’an ... 22

1. Pengertian Pembelajaran Membaca Al-Qur’an ... 22

2. Standar Kompetensi Pembelajaran Membaca Al-Qur’an ... 27

3. Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran Al-Qur’an ... 28

4. Strategi Pembelajaran dan Sistem Penilaian Pembelajaran Al-Qur’an ... 34

C. Problematika Pembelajaran Al-Qur’an ... 40

1. Kesulitan-kesulitan Pembelajaran Al-Qur’an ... 40

2. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Pembelajaran Al-Qur’an ... 41

3. Berbagai Solusi untuk Mengatasi Kesulitan Pembelajaran Al-Qur’an ... 44


(9)

ix

B. Desain Penelitian ... 46

C. Populasi dan Sampel ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 48

E. Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kondisi Riil SMPN 17 Tangerang Selatan ... 52

B. Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an di SMPN 17 Tangerang Selatan ... 59

C. Deskripsi Data ... 60

D. Analisis Data ... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN


(10)

x

Tabel 2 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas VII smt. I 29 Tabel 3 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas VII smt. II 30 Tabel 4 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas VIII smt. I 31 Tabel 5 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas VIII smt. II 32 Tabel 6 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas IX smt. I 33 Tabel 7 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas IX smt. II 33

Tabel 8 : Daftar sampel penelitian 48

Tabel 9 : Daftar jumlah siswa SMP Negeri 17 Tangerang Selatan 54 Tabel 10 : Daftar jumlah guru SMP Negeri 17 Tangerang Selatan 54

Tabel 11 : Daftar tanaga pendukung 55

Tabel 12 : Daftar kegiatan siswa 56

Tabel 13 : Data ruang kantor 56

Tabel 14 : Data ruang kelas 57

Tabel 15 : Data ruang belajar lainnya 57

Tabel 16 : Data ruang penunjang 57

Tabel 17 : Data lapangan olah raga dan upacara 58

Tabel 18 : Daftar nilai tes membaca Al-Qur’an siswa kelas VII 60 Tabel 19 : Daftar nilai tes membaca Al-Qur’an siswa kelas VIII 61 Tabel 20 : Daftar nilai tes membaca Al-Qur’an siswa kelas IX 61


(11)

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an yang secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah swt yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an, bacaan sempurna lagi mulia. Tiada bacaan semacam Al-Qur’an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa, remaja, dan anak-anak. Bahkan orientalis H.A.R. Gibb sebagaimana yang dikuti oleh M. Quraish Shihab pernah menulis bahwa tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan “alat” bernada nyaring yang demikian mampu dan berani, serta demikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti yang dibaca Muhammad saw (Al-Qur’an).1

Allah swt berfirman dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:

















“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

1

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1998), cet. Ke-7, h. 3


(13)

Mengapa iqra’ merupakan perintah pertama yang ditujukan kepada Nabi, padahal beliau seorang ummi (yang tidak pandai membaca dan menulis)? Kata

iqra’ terambil dari akar kata yang berarti “menghimpun”, sehingga tidak selalu harus diartikan “membaca teks tertulis dengan aksara tertentu”. Dari menghimpun lahir aneka ragam makna, seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca, baik tertulis maupun tidak.2

Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah cirri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yang tertulis dan tidak tertulis. Alhasil objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.3 Meski demikian, penting juga memiliki kemampuan membaca teks tertulis khususnya teks Al-Qur’an yang memang banyak keutamaannya jika dibaca baik mengerti ataupun tidak akan maknanya.

Tidak sedikit keterangan-keterangan yang menyatakan keutamaan membaca Al-Qur’an, di antaranya firman Allah swt dalam surat Faathir ayat 29-30 yang berbunyi:

















“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat serta menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Q.S. Faathir: 29-30).4

Belajar membaca Al-Qur’an seharusnya dimulai sejak usia dini yaitu masa kanak-kanak. Sebab, pada usia ini potensi anak sangat bagus dalam menerima pelajaran. Maka tidak heran jika masyarakat Indonesia terdahulu, terutama yang

2

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat...h. 5

3

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat... h. 5

4

M. Shahib Thahar, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007).


(14)

muslim, mengajarkan putera-puterinya membaca Al-Qur’an pada usia kanak-kanak. Tradisi seperti ini pun masih berkembang saat ini terutama di pedesaan yang sering disebut “Mengaji Al-Qur’an”.5

Namun menurut Prof. Dr. Djalaludin, belakangan ini kemampuan membaca Al-Qur’an secara kuantitas dikalangan umat Islam semakin menurun. Keadaan ini kian hari semakin memprihatinkan khususnya di kalangan remaja. Kondisi ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya orientasi berpikir masyarakat kita yang mengarah kepada pemikiran pengetahuan praktis dan dapat menunjang kehidupan duniawi. Maka tidak aneh jika pengajaran membaca Al-Qur’an kalah bersaing dengan pengetahuan lainnya. Selain itu, kesempatan yang jarang, metode yang berangsur kurang diminati, dan aksara bahasa Arab yang dianggap sulit, turut menjadi faktor penyebab menurunnya kuantitas umat Islam yang mampu membaca Al-Qur’an.6

Para ulama terdahulu telah membuktikan betapa pentingnya belajar membaca Al-Qur’an sejak usia dini. Sehingga mereka mampu menghafal keseluruhan isi Al-Qur’an pada usia yang sangat muda. Imam Syafi’i mampu menghafal Al-Qur’an pada usia tujuh tahun, Ibnu Sina pada usia sepuluh tahun, dan Sahl bin Abdullah At-Tustari mampu menghafalnya pada usia enam atau tujuh tahun.7

Meskipun mempelajari ilmu tajwid sebagai disiplin ilmu adalah fardhu kifayah atau kewajiban kolektif, namun hukum membaca Al-Qur’an dengan memakai aturan-aturan hukum tajwid ialah fardhu ‘ain. Hal ini tidaklah bertentangan dengan firman Allah swt., pada surat Al-Muzammil ayat 4 yang berbunyi “...wa rattilil qur’ana tartiilaa” (“…Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil”). 8 Meski demikian, bukan berarti kita enggan membaca Al-Qur’an dengan dalih belum menguasai ilmu tajwid. Tetapi kita dituntut untuk terus mempelajarinya hingga sampai pada tahap mampu.

5

Djalaludin, MetodeTunjuk Silang Belajar Membaca Al-Qur’an, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), cet. Ke-6, h. 3.

6

Djalaludin, MetodeTunjuk Silang Belajar Membaca Al-Qur’an... h. 4-7.

7

M. Nur Abduh Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rosulullah, (Bandung: Al Bayan, 1997), cet. Ke-1, h. 145.

8

Acep Iim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2004), cet. Ke-10, h. 2-6.


(15)

Sedemikian pentingnya membaca Al-Qur’an, sehingga sudah saatnya pihak-pihak yang terkait membuka mata untuk berperan aktif dalam memberantas buta aksara Al-Qur’an. Kemudian muncul pertanyaan, siapakah yang berperan aktif dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an setelah diketahui betapa pentingnya kemampuan tersebut dimiliki setiap muslim? Untuk menjawab pertanyaant ersebut, penulis mengutip sabda Rosulullah saw., yang berbunyi :

ْﻦَﻋ

ﻲِﺑَأ

ِﺪْﺒَﻋ

ِﻦَﻤْﺣﱠﺮﻟا

ْﻦَﻋ

َنﺎَﻤْﺜُﻋ

ِﻦْﺑ

َنﺎﱠﻔَﻋ

ﱠنَأ

َلﻮُﺳَر

ِﮫﱠﻠﻟا

ﱠﻠَﺻ

ُﮫﱠﻠﻟا

ِﮫْﯿَﻠَﻋ

َﻢﱠﻠَﺳَو

َلﺎَﻗ

ْﻢُﻛُﺮْﯿَﺧ

ْﻦَﻣ

َﻢﱠﻠَﻌَﺗ

َنآْﺮُﻘْﻟا

ُﮫَﻤﱠﻠَﻋَو

“Dari Abi Abdirahman dari Utsman bin ‘Affan Rasulullah saw bersabda: Sebaik-baik di antara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Imam At-Turmudzi) 9

Dari sabda nabi di atas, secara eksplisit dapat dipetik kesimpulan bahwa yang sudah lebih dahulu mampu membaca Al-Qur’an, maka dia harus mengajarkannya kepada yang belum memiliki kemampuan tersebut. Karena memang biasanya yang memberikan pelajaran adalah orang yang lebih tahu atau mampu terlebih dahulu daripada orang yang diajarkan. Memang jawaban ini belum sepenuhnya menjawab pertanyaan di atas karena masih menyisakan pertanyaan, siapa atau profesi apa atau lembaga apa yang harus berperan aktif dalam mengentas buta huruf Al-Qur’an?

Seseorang dapat menerima pelajaran dari setiap yang ada di sekitarnya atau di mana ia berada. Dia dapat belajar dari keluarga, sekolah, bahkan masyarakat. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain. Namun, dalam tulisan yang sederhana ini penulis berusaha fokus hanya pada lingkungan sekolah yang merupakan lembaga terbaik yang dapat membantu remaja pada masa yang sensitif. Sekolah adalah lembaga penting yang memikul tanggung jawab yang berat. Sekolah tidak hanya berkewajiban menyampaikan ilmu, tetapi juga berkewajiban mendidik mental dan akhlak anak.10 Maka tidak berlebihan jika baik tidaknya seseorang dapat dilihat di mana ia bersekolah.

Di dalam sekolah pun banyak komponen yang mendukung berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Salah satunya adalah guru yang merupakan bagian

9

Imam Turmudzi, Sunan At-Turmuzi, Juz X, (Bairut: Daarul Fikri, 1994), h. 149.

10


(16)

komponen terpenting yang berperan aktif di sekolah. Dalam hal membaca Al-Qur’an, tentu guru agama Islam bertanggung jawab akan hal tersebut, meski harus bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang terkait. Sebab, mereka juga yang berkewajiban menyampaikan pesan-pesan agama yang sekurang-kurangnya meliputi tiga aspek, yaitu aspek iman yang meliputi seluruh rukun iman, aspek ibadah yang meliputi rukun Islam, dan aspek akhlak. Dengan demikian, guru agama Islam yang bertanggung jawab penuh atas kemampuan siswanya dalam hal membaca Al-Qur’an. Paling tidak mereka yang bertugas membina dan memantau perkembangan anak didikinya dalam kemampuan membaca Al-Qur’an.

Selain itu, guru agama Islam juga harus berusaha mengubah pandangan sebagian orang seperti Mochtar Buchori yang dikutip oleh H. Muhaimin yang menilai bahwa pendidikan agama masih gagal dikarenakan hanya memperhatikan aspek kognitif, dengan mengabaikan aspek afektif dan konatif-volatif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama.11

Terkait dengan permasalahan di atas, penulis mendapati beberapa permasalahan berkaitan dengan apa yang telah penulis paparkan terdahulu ketika penulis melakukan Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) selama kurang lebih empat bulan berada di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan. Adapun permasalahan yang penulis temui di lapangan dan akan penulis angkat ke dalam karya tulis ini ialah tidak sedikitnya siswa-siswi yang belum mampu atau belum lancar dalam membaca Al-Qur’an. Ada di antara mereka yang sudah duduk di kelas VIII, itu artinya sudah kurang lebih dua semester mereka bertatap muka dengan guru agama Islam pada proses pembelajaran. Sehingga penulis ingin meneliti lebih dalam lagi mengenai peranan guru agama Islam di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan dalam mengatasi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an, sehingga diperoleh informasi yang jelas tentang sejauh mana peranan guru agama Islam dalam mengatasi kesulitan siswa membaca Al-Qur’an. Sebab, salah satu indikator keberhasilan pendidikan agama Islam di sekolah adalah siswa mampu membaca kitab Al-Qur’an dan berusaha memahaminya.12

11

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), cet. Ke-1, h. 23.

12

Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problema Remaja,


(17)

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis melakukan penelitian yang lebih mendalam dan menuangkannya ke dalam bentuk skripsi yang berjudul “Peranan Guru Agama Islam dalam Mengatasi Kesulitan Siswa Membaca Al-Qur’an (Studi Kasus di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan)”.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah terdahulu, dapat diidentifikasi beberapa masalah, di antaranya yaitu :

1. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya mengajarkan membaca Al-Qur’an sejak usia dini pada anak.

2. Belum maksimalnya peranan sekolah dalam memfasilitasi anak untuk belajar membaca Al-Qur’an.

3. Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam membaca Al-Qur’an.

4. Peranan guru agama Islam yang belum terlihat signifikan dalam mengatasi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu :

a. Menganalisa kesulitan-kesulitan yang dialami siswa SMP Negeri 17 Tangerang Selatan dalam membaca Al-Qur’an.

b. Menguraikan strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru agama Islam dalam mengatasi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang menjadi fokos penelitian penulis adalah bagaimana peranan guru agama Islam dalam mengatasi kesulitan siswa membaca Al-Qur’an.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Mendeskripsikan bentuk-bentuk kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an.


(18)

b. Mengidentifikasi strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru agama Islam dalam mengatasi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an.

c. Dapat memberikan solusi terhadap masalah yang dijumpai. 2. Manfaat Penelitian

a. Sebagai temuan variasi strategi pembelajaran dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an.

b. Sebagai masukan bagi guru agama Islam dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an.

c. Sebagai evaluasi bagi sekolah yang bersangkutan dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an.


(19)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Guru Agama

1. Pengertian Guru Agama

Sebelum lebih jauh membahas apa atau siapa itu guru agama, perlu kiranya penulis bahas satu persatu kata, mulai dari pengertian guru sampai kepada pembahasan pendidikan agama Islam. Perlu diketahui juga agama yang dimaksud dalam penulisan ini adalah agama Islam, sehingga penulis terfokus pada pembahasan tersebut. Dalam dunia akademik guru yang mengajar mata pelajaran agama dikenal dengan guru pendidikan agama Islam (PAI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.1 Guru dalam pengertian sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar ke peserta didik. Sementara masyarakat memandang guru sebagai orang yang melaksanakan pendidikan di sekolah, masjid, mushola, atau tempat-tempat lain.2 Guru adalah pelaksana dan pengembang program kegiatan belajar mengajar. Dia pemilik pribadi keguruan yang unik, artinya tak ada dua guru yang memiliki pribadi keguruan yang sama.3

Guru biasa disebut juga sebagai pendidik. Dalam perspektif Islam pendidik ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet. Ke- 4, h. 377.

2 Jamal Ma’ruf Asmani, Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Jogjakarta:

Diva Press, 2009), cet. Ke- 2, h. 20.

3

Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: T.Pn., 1983), h. 114


(20)

Orang yang paling bertanggung jawab atas hal tersebut adalah orang tua anak didik. Namun, seiring dengan perkembangan pengetahuan, keterampilan, serta kebutuhan hidup yang sudah sedemikian luas, orang tua tidak sanggup lagi menanggung beban tanggung jawab itu sendiri dengan pertimbangan tingkat keefektifan dan keefisienan. Maka dari itu ia butuh mitra yang dapat membantu dan dapat bekerja sama dalam memikul tanggung jawab yang tidak ringan,yakni suatu lembaga pendidikan yang disebut sekolah. Di sinilah sekolah memainkan perannya sebagai lembaga yang dipercaya orang tua untuk menggantikan atau meringankan tugasnya sebagai pendidik. Salah satu komponen yang terpenting di sekolah dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran di sekolah adalah guru. Sehingga, guru yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah pendidik yang memberikan pelajaran kepada murid yang biasanya memegang mata pelajaran di sekolah.4

Ketika guru sudah dikaitkan dengan sekolah, maka sadar atau tidak sesungguhnya dia sudah menjadi sebuah profesi. Jika guru sudah menjadi sebuah profesi, maka sudah pasti ada persyaratan administrasi yang harus dipenuhi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Salah satu diantaranya adalah telah menempuh pendidikan keguruan minimal S-1 atau D-4. dengan demikian, meskipun orang memiliki pengetahuan yang luas, tetap saja ia tidak dianggap guru yang sah menurut standar pemerintahan tanpa ia memiliki stratifikasi S-1.5

“Menurut Oemar Hamalik sebagaimana yang dikutip oleh Martinis Yamin, guru profesional harus memiliki persyaratan, di antaranya yaitu memiliki bakat sebagai guru, memiliki keahlian sebagai guru, memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi, memiliki mental yang sehat, berbadan sehat, memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, guru adalah manusia berjiwa Pancasila, guru adalah seorang warga negara yang baik”.6 Selanjutnya, penulis akan uraikan pembahasan mengenai pendidikan agama Islam. Kata pendidikan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan

4

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), cet. Ke- 2, h. 74-75

5

Jamal Ma’ruf Asmani, Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif... h. 198

6


(21)

sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atai kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengjaran dan pelatihan.7

Sedangkan agama di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ajaran, system yang mengatur tata keimanan (keprcayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya.8

Memang tidak mudah untuk mendefinisikan kata agama, apalagi di dunia ini kita menemukan kenyataan bahwa agama amat beragam. Pandangan seseorang terhadap agama, ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama itu sendiri.9 Beberapa ahli di dalamnya mencoba mendefinisikannya. Menurut Freezer, agama adalah menyembah atau menghormati kekuatan yanglebih agung dari manusia yang dianggap mengatur dan menguasai jalannya alam semesta dan jalannya peri kehiduan manusia.10

”Lain halnya dengan M. A. Tihami sebagaimana yang dikutip oleh H. TB. Aat Syafaat yang mendefinisikan agama ke dalam beberapa pengertian, di antaranya yaitu:

a. Al-Din (agama) menurut bahasa artinya keta’atan, ibadah, pembalasan, dan perhitungan.

b. Menurut istilah syara’ agama ialah keseluruhan jalan hidup yang ditetapkan Allah swt melalui lisan Nabi-Nya dalam bentuk ketentuan-ketentuan (hukum).

c. Ketetapan Tuhan yang menyeru kepada makhluk yang berakal untuk menerima segala sesuatu yang dibawa oleh rasul.

d. Sesuatu yang menuntut makhluk berakal untuk menerima segala yang dibawa oleh Rosulullah saw.”11

Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa agama ialah sesuatu yang diperuntukkan kepada makhluk yang berakal yang meliputi perintah, anjuran, larangan, dan petunjuk untuk menjalani kehidupan di dunia ini.

7

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h. 263

8

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h.12

9

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat... h.

10 TB. Aat Syafaat, S.Sos, M.Si., dkk., Peranan Pendidikan Agama Islam dalam

Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 12

11

TB. Aat Syafaat, S.Sos, M.Si., dkk., Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja... h. 12-13


(22)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Islam ialah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah swt.12 Sementara kata Islam itu sendiri berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi memiliki pengertian keselamatan, perdamaian, dan penyerahan diri kepada Tuhan.13 Dari pengertian tersebut, setidaknya dapat dipahami bahwa Islam merupakan agama yang memberikan petunjuk keselamatan, yang senantiasa mengajarkan kedamaian di seluruh alam, dan mengajarkan pemeluknya untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada pemilik Islam itu sendiri.

Menurut Nasrudin Razak, agama Islam adalah addin yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., yang diturunkan Allah swt., dan yang terdapat dalam sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kesejahteraan serta kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat.14

Mengenai pendidikan agama Islam, banyak para ahli yang mendefinisikannya. Menurut Zakiyah Daradjat sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid dan Dian Andayani, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh, lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.15

Lain halnya menurut Tayar Yusuf (masih dalam kutipan yang sama), menurutnya pendidikan agama Islam ialah usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada Allah swt. Menurut Ahmad Tafsir, pendidikan agama Islam ialah bimbingan yang diberikan seseorang

12

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h. 444

13

Masjfuk Zuhdi, Studi Islam Jilid I: Akidah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), cet. Ke- 2, h. 3

14

Nasrudin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1986), cet. Ke- 2, h. 61

15

Abdul Majid, & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,


(23)

kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.16

Mata pelajaran pendidikan agama Islam secara keseluruhan meliputi Al-Qur’an dan Al-Hadits, keimanan, akhlak, fiqh ibadah, dan sejarah, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah swt, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya.17

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

Dengan melihat penjelasan-penjelasan terdahulu, akhirnya bermuaralah kepada sebuah kesimpulan akhir pada pembahasan ini bahwa guru agama atau guru pendidikan agama Islam ialah seseorang yang mengemban tugas mengajar sekaligus mendidik yang telah memiliki stratifikasi S-1 yang memegang mata pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) dan terdaftar sebagai tenaga pendidik di suatu lembaga pendidikan atau sekolah.

2. Kedudukan, Peran, dan Tugas Guru Agama a. Kedudukan Guru Agama

Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam adalah penghargaan Islam yang sangat tinggi terhadap guru. Kedudukan orang ‘alim dalam Islam dihargai tinggi bila orang itu mengamalkan ilmunya. Mengamalkan ilmu dengan cara megajarkan ilmu kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang paling

16 Abdul Majid, & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi... h.

130

17

Abdul Majid, & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi... h.131


(24)

dihargai oleh Islam.18 Maka tidak berlebihan jika dikatakan menjadi guru merupakan tugas yang sangat mulia, terlebih guru agama Islam yang secara jelas menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an meliputi akidah, akhlak, dan ibadah yang memang dahulu tugas tersebut diemban oleh Rosulullah saw. Dengan demikian, guru merupakan mitra Rosulullah saw., yang meneruskan perjuangannya menyampaikan kebenaran baik yang tersurat maupun tersirat di dalam Al-Qur’an.

Tingginya kedudukan guru, terlebih guru agama Islam, merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan, sementara pengetahuan itu sendiri didapat dari proses belajar mengajar sehingga terjadi interaksi antara yang diajar dengan yang mengajar, dalam hal ini yang mengajar adalah guru. Maka tidak boleh tidak, Islam pasti memuliakan guru. Tingginya kedudukan guru dalam Islam masih dapat disaksikan secara nyata pada zaman sekarang. Hal tersebut dapat dilihat terutama di pesantren-pesantren Indonesia. Santri bahkan tidak berani menantang sinar mata kyainya, sebagian lagi membungkukkan badan ketika menghadap kyainya.19

Guru adalah actor penting kemajuan peradaban bangsa ini yang tidak cukup hanya sekadar transfer of knowledge (memindah ilmu pengetahuan) dari sisi luarnya saja, tetapi juga transfer of value (memindah nilai) dari sisi dalamnya. Perpaduan dalam dan luar inilah yang akan mengokohkan bangunan pengetahuan, moral, dan kepribadian murid dalam menyongsong masa depannya. Kalau sekadar memindah ilmu pengetahuan, masa depan murid akan terancam. Sebab, moralitas dan integritas mereka rapuh, mudah terombang-ambing badai topan modernisasi yang menghalalkan segala cara demi memuaskan nafsu hedonisme. Namun, jika hanya memindah nilai tanpa mentransfer keilmuan yang memadai, mereka terancam pada gelombang salju dan tembok tebal kemiskinan, pengangguran, dan keterbelakangan. Keduanya penting dan harus berjalan seiring, tidak boleh ada yang dimarginalkan dari yang lain.20

Selain itu, kedudukan guru ditengah masyarakat pun dijadikan sebagai teladan dan rujukan masyarakat sekitar. Di sinilah nilai strategis seorang guru

18

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam... h. 76

19

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam... h. 76-77

20


(25)

untuk selalu berpijak pada jalan yang benar, tidak menyimpang, sesuai dengan ajaran agama yang suci, adat istiadat yang baik, dan aturan pemerintah.21

Sedemikian mulianya kedudukan guru di hadapan Allah swt., dan di mata masyarakat, maka sudah seharusnya seseorang yang mengambil jalan hidup sebagai guru menjaga citra baik tersebut dengan tidak menodai kemuliaan profesi guru dengan sikap dan perbuatannya yang dapat mengundang kebencian Allah swt dan masyarakat.

b. Peran dan Tugas Guru Agama

Peran dan tugas adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Untuk membuktikan peran, seseorang harus melakukan tugas-tugas yang diembannya. Begitu pun seorang guru, untuk menunjukkan eksistensinya sebagai pendidik, maka dia harus melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru.

Menurut M. Uzer Usman, peran guru agama dalam kegiatan belajar mengajar adalah serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan peserta didik yang menjadi tujuannya.22

Menurut Jamal Ma’mur Asmani dalam bukunya Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, fungsi dan tugas guru sebagai berikut:

1) Educator (pendidik)

Tugas pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan kepadanya. Jelaslah bahwa guru agama adalah pendidik, yakni pendidik agama. Ia bertugas menanamkan ide keagamaan ke dalam jiwa anak. Perasaan cinta agama yang terdapat pada guru, besar pengaruhnya terhadap perasaan cinta anak kepada apa yang diberikan olehnya.23

21

Jamal Ma’ruf Asmani, Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif... h. 203

22 M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1994), h. 3

23

Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problema Remaja... h. 56


(26)

2) Leader (pemimpin)

Sebagai pemimpin kelas, guru harus bisa menguasai, mengendalikan, dan mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas. Sebagai pemimpin, guru juga harus terbuka, demokratis, dan menghindari cara-cara kekerasan. Begitu pun seorang guru agama, ia harus bisa mengarahkan murid-muridnya untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam di dalam kehidupan sehari-hari.

3) Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya secara pesat. Guru tidak boleh mendikte anak didiknya untuk menguasai satu bidang. Anak harus dibiarkan mengeksplorasi potensinya dan memilih potensi terbaik yang dimiliki sebagai jalur hidupnya di masa depan. Di sinilah guru agama bertugas memberikan arahan atau bimbingannya agar anak didiknya tidak salah memilih dan tetap memegang nilai-nilai ajaran Islam.

4) Motivator

Sebagai motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya, bagaimanapun masa lalunya, dan bagaimanapun berat tantangannya. Akan tetapi, ada hal yang harus diperhatikan dalam memberikan motivasi oleh guru agama, ia tidak hanya memotivasi hal-hal yang bersifat duniawi, tetapi juga harus memperhatikan hal-hal yang bersifat ukhrowi.

5) Administrator

Tugas administrator sudah melekat dalam diri seorang guru, mulai dari melamar sampai diterima menjadi seorang guru dengan bukti surat keputusan yayasan, surat instruksi kepala sekolah, dan lain sebagainya. Dalam proses pembelajaran, guru harus mengabsen siswa, mengisi jurnal kelas, dan membuat laporan berkala sesuai dengan sistem administrasi sekolah. Pada saat ujian, ia


(27)

harus membuat soal, mengawasi, mengoreksi, memberikan nilai raport kepada wali kelas, dan lain sebagainya.

6) Evaluator

Sebaik apapun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yang harus dibenahi dan disempurnakan. Di sinilah pentingnya evaluasi seorang guru. Dalam evaluasi ini, guru bisa memakai banyak cara, di antaranya dengan merenungkan sendiri proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau meminta pendapat orang lain seperti kepala sekolah, guru lain, atau murid-muridnya.24 Demikian pula dengan guru agama, ia harus mengevaluasi hasil proses pembelajarannya. Apakah anak didiknya sudah menguasai teori yang telah diberikan dan mempraktikannya ke dalam kehidupan sehari-hari? Atau baru hanya menguasai secara teori saja? Sebab, yang terpenting dari ajaran agama adalan pengamalannya. Dari pengamalan akan melahirkan pengalaman.

Dalam pergaulannya di masyarakat, guru agama pun mempunyai beberapa peran penting, di antaranya yaitu:

1) Pengatur irama

Dalam kehidupan sosial, potensi masyarakat sangat banyak, bervariasi, dan kompleks. Potensi tersebut ada pada generasi tua dan muda, kalangan kelas atas, menengah, dan bawah. Di sinilah peran guru sebagai pengatur irama, harus jeli membaca potensi seseorang dan menempatkannya pada posisi yang tepat, agar menghasilkan “bunyi orkestra” yang enak dan indah didengar.

2) Penengah konflik

Dalam kehidupan bermasyarakat, masalah adalah bagian dari variasi kehidupan sehari-hari. Setiap orang pasti mempunyai masalah dan belum tentu mampu memecahkan masalahnya sendiri dengan solusi yang tepat. Banyak di antara mereka yang justru menyelesaikan masalah dengan emosional sehingga dengan mudah menghakimi orang lain. Akibatnya, kehidupan sosial menjadi kurang harmonis. Di sinilah peran guru sebagai penengah konflik. Sebagai guru agama, tentunya solusi yang diberikan harus tetap dalam koridor ajaran Islam.

24


(28)

3) Pemimpin kultural

Peran-peran di atas dengan sendirinya menempatkan seorang guru sebagai pemimpin kultural, pemimpin yang lahir dan muncul dari bawah secara alami berkat potensi, aktualisasi, dan kontribusi besarnya dalam pemberdayaan potensi masyarakat. Ia akan menjadi tempat rujukan berbagai problem yang berkembang di masyarakat, menjadi figur pemersatu, sumber ilmu yang disenangi oleh semua kalangan, dan selalu senang memberikan motivasi bagi kemajuan masyarakat. Dalam semua situasi, seorang guru harus selalu menghiasi dirinya, lahir dan batin, dengan kejujuran dan keteladanan yang menjadi sumber kepercayaan masyarakat. Ketulusan, semangat pengorbanan, dan senang melihat kebahagiaan orang lain membuatnya semakin dicintai rakyat.25

Dipandang sebagai profesi, tentunya guru agama memiliki tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Adapun tugas profesional guru agama adalah sebagai berikut:

1) Guru agama harus dapat menetapkan dan merumuskan tujuan instruksional dan target yang hendak dicapai.

2) Guru agama harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai berbagai metode yang dapat digunakan dalam situasi yang sesuai.

3) Guru agama harus dapat memilih bahan dan alat bantu serta menciptakan kegiatan yang dilakukan anak didik dalam pengalaman pelajaran agama. 4) Guru agama harus dapat menetapkan cara-cara penilaian setiap hasil sesuai

dengan target.26

Zakiah Daradjat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam menyebutkan tiga macam tugas guru agama, yaitu:

1) Tugas pengajaran

Sepanjang sejarah keguruan, tugas guru yang sudah tradisional adalah “mengajar”. Karenanya sering orang salah duga bahwa tugas guru hanyalah semata-mata mengajar. Sebenarnya, sebagai pengajar guru bertugas membina perkembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

25

Jamal Ma’ruf Asmani, Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif... h.208 - 211

26


(29)

2) Tugas bimbingan

Bagi guru agama, pemberian bimbingan meliputi bimbingan belajar dan bimbingan sikap keagamaan. Pemberian bimbingan dimaksudkan agar setiap murid disadarkan mengenai kemampuan dan potensi diri murid yang sebenarnya dalam kapasitas belajar dan bersikap.

3) Tugas administrasi

Dalam hal adminitrasi, guru bertugas mengelola kelas atau menjadi manajer interaksi belajar. Mengajar dengan pengelolaan yang baik, guru akan lebih mudah mempengaruhi murid di kelasnya dalam rangka pendidikan dan pengajaran agama Islam khususnya.27

3. Kompetensi Guru Agama

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi diartikan sebagai kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu).28 Ada juga yang mengartikan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.

Pembahasan mengenai guru agama telah penulis uraikan pada pembahasan sebelumnya. Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan kompetensi guru agama adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru agama yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat mendukung dalam menyampaikan materi pada mata pelajaran agama (Islam) di setiap satuan pendidikan.

Zakiah Daradjat menyebutkan paling tidak ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, baik guru agama maupun guru umum, yaitu:

27

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. Ke- 1, h. 264 - 268

28


(30)

a. Kompetensi kepribadian

Kompetensi kepribadian pada seorang guru harus dikembangkan terus-menerus agar guru terampil dalam:

1)Mengenal dan mengakui harkat dan potensi dari setiap individu atau murid yang diajarkannya.

2)Membina suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajar-mengajar sehingga amat menunjang secara moral terhadap murid bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta perbuatan murid dan guru.

3)Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab, dan saling mempercayai antara guru dan murid.

b. Kompetensi penguasaan atas bahan pengajaran

Kompetensi penguasaan meliputi bahan bidang studi sesuai dengan kurikulum dan bahan perdalaman aplikasi bidang studi. Kesemuanya ini amat perlu dibina karena selalu dibutuhkan dalam:

1)Menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa-apa yang harus diajarkannya ke dalam bentuk komponen-komponen dan informasi-informasi yang sebenarnya dalam bidang ilmu ayau kecakapan yang bersangkutan.

2)Menyusun komponen-komponen atau informasi-informasi tersebut sedemikian rupa baiknya sehingga akan memudahkan murid untuk mempelajari pelajaran yang diterimanya.

c. Kompetensi dalam cara-cara mengajar

Kompetensi dalam cara-cara mengajar atau keterampilan mengajar diperlukan dalam:

1)Merencanakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran, demikian pula merencanakan atau menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu satuan waktu.

2)Mempergunakan atau mengembangkan media pendidikan bagi murid dalam proses belajar yang diperlukannya.


(31)

3)Mengembangkan dan mempergunakan semua metode mengajar sehingga terjadilah kombinasi dan variasi yang efektif.29

Di dalam Buku Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Bab Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pasal 28 dinyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki pendidik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta anak usia dini meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.30

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi profesional mempunyai arti bahwa guru harus memiliki pengetahuan yang luas serta mendalam mengenai bidang studi yang diajarkan. Selain itu, guru juga harus menguasai strategi pembelajaran secara tepat dan mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran.31

Kompetensi kepribadian mempunyai arti bahwa guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap hingga patut diteladani, digugu, dan ditiru. Kompetensi sosial mempunyai arti bahwa seorang guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, dengan murid, dengan teman sesama guru, dengan kepala sekolah, dengan tata usaha, serta dapat berkomunikasi dengan masyarakat sekitarnya.32

Penjelasan mengenai keempat kompetensi di atas sejalan dengan rumusan kompetensi yang sudah dirinci oleh Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia (ALPTKI) dalam kongresnya di Bandung tanggal 19 – 21 Januari 2006 dan Rapat Kerja I di Surabaya tanggal 26 – 28 Januari 2006. Hanya saja mereka menambahkan mengenai kompetensi profesional yang

29

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam... h. 263 - 264

30

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokusmedia,2009)

31

Rika Sa’diah, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: PT. Wahana Kardofa, 2009), cet. Ke- 1, h. 149 - 150

32


(32)

dimaksud adalah kompetensi yang dapat membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi.33

Demikian juga Prof. Dr. Ramayulis menyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru agama, di antaranya yaitu:

a. Menguasai substansi, yakni materi dan kompetensi berkaitan dengan mata pelajaran yang dibinanya, sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

b. Menguasai metodologi mengajar, yakni metodik khusus untuk mata pelajaran yang dibinanya.

c. Menguasai teknik evaluasi dengan baik.

d. Memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai moral dan kode etik profesi.34

Keseluruhan kompetensi yang telah dijelaskan di atas merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional baik guru agama maupun guru umum. Namun, Prof. Dr. Muhammad Athiyah Al-Abrasiy secara singkat menyebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru agama, yaitu:

1) Zuhud

2) Kebersihan tubuh dan jiwanya 3) Ikhlas dalam beramal

4) Suka pemaaf

5) Mencintai murid-muridnya 6) Mengetahui tabiat murid

7) Harus menguasai mata pelajaran.35

Syaikh Muhammad Said Mursi pun menyebutkan 12 sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik guna menunjang keberhasilan dalam mencapai tujuan, yaitu:

1) Memberikan keteladanan

2) Mempunyai hubungan yang baik dengan Allah swt. 3) Berjiwa besar dan bercita-cita tinggi

4) Mencintai dan dicintai

33

Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), cet. Ke- 1, h. 94

34

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), cet. Ke-5, h. 60-61

35

Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problema Remaja... h. 57


(33)

5) Mengendalikan diri 6) Banyak membaca

7) Mempunyai pengetahuan khusus 8) Penyayang

9) Mampu menyelami dunia anak 10)Berkomunikasi dengan wali murid 11)Mempunyai tujuan jelas

12)Memberikan hasil.36

Dengan demikian, jelaslah bagi setiap guru agama yang terdaftar di setiap satuan pendidikan untuk lebih memperhatikan dan mengembangkan lagi kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan dalam mengajar. Selain itu, perlu juga melatih diri agar mempunyai kepribadian yang baik hiangga layak menjadi teladan bagi muridnya.

B. Pembelajaran Membaca Al-Qur’an

1. Pengertian dan Tujuan Pembelajaran Membaca Al-Qur’an a. Pengertian pembelajaran membaca Al-Qur’an

Pembelajaran berasal dari kata “ajar” yang telah mendapatkan imbuhan gabungan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembelajaran diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.37 Proses pembelajaran disebut juga keterpaduan antara konsep belajar dan mengajar yang akhirnya melahirkan konsep pembelajaran. Belajar dan mengajar merupakan dua aktivitas yang saling keterkaitan satu dengan yang lain dalam proses pembelajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan siswa, sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru. Dua kegiatan tersebut menjadi terpadu pada saat terjadi interaksi antara guru dan murid dalam proses pembelajaran.38

Makna mengajar awalnya masih diartikan sebagai aktivitas pemberian bimbingan kepada siswa yang mengacu kepada apa yang dialkukan guru. Pandangan paedagogis dan ilmuan pendidikan di awal paroan ke-2 abad ke-20 sudah berkembang menuju model pendidikan yang berpusat pada siswa, hanya

36

Syaikh Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), cet. Ke- 1, h. 285 - 301

37

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h. 17

38

Annisatul Mufarokah, Strategi Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Teras, 2009), cet. Ke-1, h. 25


(34)

saja keterlibatan dan peran guru masih sangat besar dalam proses pengajaran. Itulah bagian-bagian yang dikritik oleh para ilmuwan pendidikan di akhir abad ke-20 dengan memberi peluang yang sebesar-besarnya pada siswa untuk belajar.39

Seperti kritik yang dilontarkan Paulo Freire yang dikutip oleh Dede Rosyada terhadap pengajaran dengan model pembelajaran pasif, yakni guru menerangkan, murid mendengarkan, guru bertanya, murid menjawab, dan seterusnya. Paulo Freire menyebutnya dengan pendidikan gaya bank, yakni pendidikan model deposito, guru sebagai deposan yang mendepositokan pengetahuan serta berbagai pengalamannya pada siswa, sementara siswa hanya menerima dan mencatat semua yang disampaikan guru. Pendidikan dengan model seperti ini menurut Freire merupakan salah satu bentuk penindasan terhadap siswa, karena menghambat kreativitas dan pengembangan potensi siswa.40

Oleh sebab itu, pengertian mengajar pun berubah seiring dengan pergeseran masa. Seperti pendapat Kenneth D Moore dikutip oleh Dede Rosyada dalam bukunya Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Menyelenggarakan Pendidikan yang menyatakan bahwa mengajar adalah sebuah tindakan dari seseorang yang mencoba untuk membantu orang lain mencapai kemajuan dalam berbagai aspek seoptimal mungkin sesuai dengan potensinya. Pandangan ini didasari oleh sebuah paradigma bahwa tingkat keberhasilan mengajar bukan pada seberapa banyak ilmu yang disampaikan guru kepada siswa, melainkan seberapa besar guru memberi peluang pada siswa untuk belajar dan memperoleh segala sesuatu yang ingin diketahuinya, guru hanya memfasilitasin parasiswanya untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya.41

39

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Menyelenggarakan Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cet. Ke-1, h. 91

40 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan

Masyarakat dalam Menyelenggarakan Pendidikan... h. 89

41

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Menyelenggarakan Pendidikan... h. 91


(35)

Kemudian kata membaca memiliki arti melihat serta memaknai isi dari apa yang tertulis dengan melisankan atau hanya dalam hati.42 Sedangkan Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dengan perantaraan malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia.43

Secara etimologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan kata Al-Qur’an. Di antara mereka ada yang menulisnya tanpa huruf hamzah (dibaca Al-Quraan) dan ada pula yang menulisnya dengan memakai huruf hamzah (dibaca Al-Qur’an). Pendapat yang pertama dapat dilihat dari pernyataan Imam Syafi’i yang dikutip oleh A. Chaerudji Abdul Chalik yang menyatakan bahwa kata Al-Qur’an ditulis tanpa huruf hamzah dan tida diambil dari kata apapun. Ia merupakan kata yang khusus dipakai untuk kitab suci yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw., sebagaimana nama Injil dan Taurat yang dipakai khusus untuk kitab-kitab Tuhan yang diberikan masing-masing kepada Nabi Isa as., dan Nabi Musa as.44

Berbeda dengan Subhi al-Shaleh dalam kutipan A. Chaerudji Abdul Chalik yang menyatakan bahwa kata Al-Qur’an itu masdar dan sinonim/ murodif dengan kata qiro’ah yang berarti bacaan. Menurutnya kata qara’a yang berarti membaca adalah berasal dari bahasa Arami. Tetapi ketika Al-Qur’an diturunkan, kata tersebut telah baku menjadi bahasa Arab. Kemudian Islam mempergunakan kata Al-Qur’an itu untuk nama kitab sucinya.45

Secara terminologi pun para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya. Subhi Al-Shaleh yang dikutip oleh A. Chaerudji Abdul Chalik berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang mengandung mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang termaktub dalam

42

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h. 83

43 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h. 33 44

A. Chaerudji Abdul Chalik, ‘Ulum Al-Qur’an, (Jakarta: Diadit Media, 2007), cet. Ke-1, h. 39

45


(36)

mushaf-mushaf yang dinukilkan daripadanya dengan jalan mutawatir yang dianggap bernilai ibadah membacanya.46

Di dalam Kamus Agama, makna Al-Qur’an yang populer di kalangan umat ialah nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada nabi-Nya yang bernama Muhammad saw., yang tertulis dalam mushaf. Sedangkan menurut ulama ahli kalam, Al-Qur’an adalah kalimat-kalimat yang gaib dan azali, sejak dari awal Al-Fatihah sampai An-Naas, yaitu lafal-lafal yang terlepas dari sifat-sifat kebendaan, baik secara inderawi, khayali, ataupun secara lain-lain, yang tersusun pada sifat Allah yang Qadim.47

Prof. M.T. Thahir Abdul Mu’in sebagaimana yang dikutip oleh Humaidi Tatapangarsa menyatakan bahwa Al-Qur’an ialah firman Allah swt., yang disampaikan kepada rasul-Nya dengan perantaraan malaikat Jibril dengan berangsur-angsur, yang akan disampaikan kepada umatnya dengan mutawatir dan sebagai tanda kerasulan Muhammad saw., dengan mengandung mu’jizat dan sebagai petunjuk bagi manusia dalam menuju ketinggian/ kemuliaan hidup dengan jalan yang lurus, yang dapat menyampaikannya kepada kebahagiaan hidup yang abadi.48

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an pada dasarnya mengandung unsur-unsur yang berupa:

a) Bahwa ia adalah kalam / wahyu Allah swt. Artinya bukan buatan atau karangan manusia, jin, atau makhluk lainnya.

b) Bahwa ia diturunkan kepada rasul Allah yang bernama Muhammad saw. Artinya kalam Allah yang diturunkan kepada selain Muhammad saw., bukanlah Al-Qur’an.

c) Bahwa kalam Allah swt., yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., itu ialah dengan perantara malaikat Jibril, dan membacanya termasuk ibadah. Artinya, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., tidak

46 A. Chaerudji Abdul Chalik, ‘Ulum Al-Qur’an... h. 43 47

Humaidi Tatapangarsa, Al-Qur’an yang Menakjubkan, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2007), h. 1

48


(37)

melalui Jibril dan membacanya tidak termasuk ibadah, seperti hadits qudsi, bukanlah Al-Qur’an.

d) Bahwa kalam Allah swt., yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., dengan perantara malaikat Jibril itu merupakan mu’jizat Nabi Muhammad saw., dan sebagai pedoman agama Islam. Artinya, bahwa wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang juga merupakan pedoman agama Islam, seperti hadits-hadits nabi, tetapi tidak menjadi mu’jizat beliau, bukanlah pula Al-Qur’an.

Dengan demikian, yang dimaksud pembelajaran membaca Al-Qur’an ialah suatu proses interaksi belajar mengajar antara guru dan murid yang menekankan pada murid untuk mampu melafalkan huruf demi huruf, kata demi kata, serta kalimat demi kalimat yang terdapat dalam mushaf Al-Qur’an yang menjadi pedoman bagi umat Nabi Muhammad saw., yang selanjutnya diharapkan murid dapat memahami maknanya dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Tujuan pembelajaran membaca Al-Qur’an

Dalam mengajar Al-Qur’an, ada pengklasifikasian ayat-ayat ke dalam dua kategori, yaitu ayat-ayat yang hanya dibaca dan ayat-ayat yang harus ditafsirkan dan dihafal. Semua itu bertujuan memberikan pengetahuan kepada anak didik agar mengarah kepada:

1) Kemantapan membaca sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dan menghafal ayat-ayat atau surat-surat yang mudah bagi mereka.

2) Kemampuan memahami kitab Allah secara sempurna.

3) Kesanggupan menerapkan ajaran Islam ke dalam kehidupan sehari-hari.

4) Kemampuan memperbaiki tingkah laku murid melalui metode pengajaran yang tepat.

5) Kemampuan memanifestasikan keindahan retorika Al-Qur’an. 6) Penumbuhan rasa cinta dan keagungan Al-Qur’an dalam jiwanya.


(38)

7) Pembinaan pendidikan Islam berdasarkan sumber-sumbernya yang utama dari Al-Qur’an.49

Secara khusus, tujuan mengajar Al-Qur’an yang berkaitan dengan ayat-ayat bacaan, yaitu:

1) Murid-murid dapat membaca Al-Qur’an dengan mantap, baik dari segi ketepatan harkat, saktat (tempat berhenti), membunyikan huruf-huruf sesuai dengan makhrajnya dan persepsi maknanya.

2) Murid-murid mengerti makna Al-Qur’an dan berkesan dalam jiwanya.

3) Murid-murid mampu menimbulkan rasa haru, khusyu, dan tenang jiwanya serta takut kepada Allah swt.

4) Membiasakan kemampuan murid dalam membaca pada mushaf dan meperkenalkan istilah-istilah yang tertulis baik untuk waqaf, mad, dan idgham.50

Prof. Dr. H. Mahmud Yunus dalam bukunya Metodik Khusus Pendidikan Agama menyebutkan tujuan mempelajari Al-Qur’an selain untuk jadi ibadah adalah sebagai berikut:

a) Memelihara kitab suci dan membacanya serta memperhatikan apa-apa isinya untuk jadi petunjuk dan pengajaran dalam kehidupan di dunia.

b) Mengingat hukum agama yang termaktub dalam Al-Qur’an serta menguatkan keimanan dan mendorong berbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan.

c) Mengharapkan keridhaan Allah swt. d) Menanamkan akhlak yang mulia.

e) Menanam perasaan keagamaan dalam hati dan menumbuhkannya sehingga bertambah keimanannya kepada Allah swt.51

2. Standar Kompetensi Pembelajaran Membaca Al-Qur’an

Standar kompetensi pembelajaran membaca Al-Qur’an yang dimaksud pada pembahasan ini adalah kemampuan minimal yang harus dikuasai atau

49

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: T. Pn., 1985), h. 79

50 Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Metodologi Pengajaran Pendidikan

Agama Islam... h. 80-81

51

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983), cet. Ke-11, h. 61


(39)

dimiliki siswa dalam mata pelajaran agama Islam khususnya materi yang berbasis Al-Qur’an. Berikut penulis akan uraikan standar kompetensi mata pelajaran agama Islam yang berbasis Al-Qur’an yang penulis kutip dari Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pengajaran yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional:

Tabel 1

Satndar kompetensi materi pembelajaran agama Islam berbasis Al-Qur’an kelas VII sampai IX

No. Kelas Semester Materi Pembelajaran Standar Kompetensi

1 VII

1

Hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qamariyah

Menerapkan hukum

bacaan “Al”

Syamsiyah dan “Al” Qamariyah

2

Hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati

Menerapkan hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati

2 VIII

1 Hukkum bacaan

qalqalah dan ra

Menerapkan Hukkum bacaan qalqalah dan ra 2 Hukum bacaan mad

dan waqaf

Menerapkan Hukum bacaan mad dan waqaf

3 IX

1 Al-Qur’an surat At-Tin

Memahami ajaran Al-Qur’an surat At-Tin 2

Qur’an surat Al-Insyirah

Memahami ajaran Al-Qur’an surat Al-Insyirah52

3. Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran Al-Qur’an

Kompetensi dasar merupakan kemampuan dasar yang dapat dilakukan oleh siswa yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Kompetensi dasar ini mengacu kepada standar kompetensi yang telah ditetapkan untuk masing-masing materi pembelajaran.

52

Depart emen Pendi dikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: T. Pn., 2006), h. 3-53.


(40)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, indikator diartikan sebagai sesuatu yang dapat memberikan (menjadikan) petunjuk atau keterangan. Indikator adalah karakteristik, tanda-tanda, perbuatan atau respon yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah memiliki kemampuan dasar tersebut.

Selanjutnya penulis akan uaraikan komptensi dasar dan indikator pada materi pembelajaran agama Islam Sekolah Menengah Pertama yang berbasis Al-Qur’an dari BSNP Departemen Pendidikan Nasional:

Tabel 2

Kompetensi dasar dan indikator kelas VII semester 1 materi pembelajaran Hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qamariyah

Kompetensi Dasar Indikator

1. Menjelaskan Hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qamariyah

1. Menjelaskan pengertian Hukum bacaan “Al” Syamsiyah

2. Menyebutkan contoh-contoh bacaan “Al” Syamsiyah

3. Menjelaskan pengertian “Al” Qamariyah

4. Menyebutkan contoh-contoh bacaan “Al” Qamariyah

2. Membedakan Hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qamariyah

1. Menyebutkan ciri-ciri hukum bacaan “Al” Syamsiyah

2. Menyebutkan ciri-ciri hukum bacaan “Al” Qomariyah

3. Membandingkan ciri-ciri hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qomariyah

3. Menerapkan bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qomariyah dalam

1. Menelaah hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qomariyah dalam


(41)

bacaan surat Al-Qur’an dengan benar

Q. S. Adh-Dhuha

2. Menelaah hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qomariyah dalam Q. S.Al-‘Adiyat.53

Tabel 3

Kompetensi dasar dan indikator kelas VII semester 2 materi pembelajaran Hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati

Kompetensi Dasar Indikator

1. Menjelaskan hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati

1. Menjelaskan pengertian nun mati / tanwin

2. Menjelaskan pengertian mim mati 3. Menyebutkan contoh bacaan nun mati

/ tanwin dan mim mati 2. Membedakan hukum

bacaan nun mati / tanwin dan mim mati

1. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan nun mati / tanwin

2. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan mim mati

3. Menjelaskan perbedaan antara hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati

3. Menerapkan hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati dalam bacaan surat Al-Qur’an dengan benar

1. Mencari hukum bacaan nun mati / tanwin dalam Q.S. Al-Qadr

2. Mencari hukum bacaan mim mati dalam Q.S. Al-Fiil.54

53

Depart emen Pendi dikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 3-4.

54

Depart emen Pendi dikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 15-16.


(42)

Tabel 4

Kompetensi dasar dan indikator kelas VIII semester 1 materi pembelajaran hukum bacaan qalqalh dan ra

Kompetensi Dasar Indikator

2. Menjelaskan hukum bacaan qalqalah dan ra

1. Menjelaskan pengertian hukum bacaan qalqalah

2. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan qalqalah dan menyebutkan contohnya

3. Menjelaskan pengertian hukum bacaan ra

4. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan ra dan menyebutkan contohnya 4. Menerapkan hukum

bacaan qalqalah dan ra dalam bacaan surat Al-Qur’an dengan benar

4. Membaca bacaan qalqalah dengan benar

5. Membaca bacaan ra tebal dan tipis dengan benar

6. Menerapkan hukum bacaan qalqalah pada Q.S. Al-Ikhlas dan Q.S. AL-Lahab

7. Menerapkan hukum bacaan ra dengan membaca potongan ayat-ayat dengan benar.55

55

Depart emen Pendi dikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 23-24.


(43)

Tabel 5

Kompetensi dasar dan indikator kelas VIII semester 2 materi pembelajaran hukum bacaan mad dan waqaf

Kompetensi Dasar Indikator

1. Menjelaskan hukum bacaan mad dan waqaf

1. Menjelaskan pengertian hukum bacaan mad

2. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan mad dan menyebutkan contohnya

3. Menjelaskan pengertian hukum bacaan waqaf dan washal

4. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan waqaf dan menyebutkan contohnya

2. Menerapkan hukum bacaan qalqalah dan ra dalam bacaan surat Al-Qur’an dengan benar

1. Menunjukkan beberapa contoh hukum bacaan mad dalam Q.S. Al-Fatihah dan Q.S. Al-Kafirun

2. Menunjukkan beberapa contoh hukum bacaan waqaf dalam Q.S. Al-Fatihah dan Q.S. Al-Ikhlas

3. Mempraktikan bacaan mad dan waqaf dalam bacaan surat Al-Qur’an

1. Mempraktikan cara membaca bacaan mad

2. Mempraktikan cara membaca bacaan yang diwaqafkan dan yang diwashalkan

3. Mempraktikan bacaan mad dan waqaf dalam ayat-ayat Q.S. Al-Baqarah.56

56

Depart emen Pendi dikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 37-38.


(44)

Tabel 6

Kompetensi dasar dan indikator kelas IX semester 1 materi pembelajaran Al-Qur’an Surat At-Tin

Kompetensi

Dasar Indikator

1. Membaca Q.S. At-Tin dengan tartil

1. Membaca potongan-potongan ayat dalam Q.S. At-Tin dengan benar

2. Membaca keseluruhan ayat dalam Q.S. At-Tin dengan tartil dan benar

2. Menyebutkan arti Q.S. At-Tin

1. Mengartikan masing-masing kata dalam Q.S. At-Tin dengan benar

2. Mengartikan masing-masing ayat dalam Q.S. At-Tin dengan benar

3. Mengartikan keseluruhan ayat dalam Q.S. At-Tin dengan benar

3. Menjelaskan makna Q.S. At-Tin

1. Menjelaskan makna setiap ayat yang ada dalam Q.S. At-Tin dengan benar

2. Menjelaskan pesan-pesan pokok dari Q.S. At-Tin.57

Tabel 7

Kompetensi dasar dan indikator kelas IX semester 2 materi pembelajaran Al-Qur’an Surat Al-Insyirah

Kompetensi Dasar Indikator

1. Menampilkan bacaan Q.S. Al-Insyirah dengan tartil dan benar

1. Membaca potongan-potongan ayat dalam Q.S. Al-Insyirah dengan benar 2. Membaca keseluruhan ayat dalam Q.S.

Al-Insyirah dengan tartil dan benar 3. Menyebutkan arti Q.S.

Al-Insyirah

1. Mengartikan masing-masing kata dalam Q.S. Al-Insyirah dengan benar 2. Mengartikan masing-masing ayat

dalam Q.S. Al-Insyirah dengan benar 3. Mengartikan keseluruhan ayat dalam

Q.S. Al-Insyirah dengan benar.58

57

Depart emen Pendi dikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 45-46.

58

Depart emen Pendi dikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 53-54.


(45)

Menurut hemat penulis, dari keseluruhan komptensi dasar dan indikator yang diberikan oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional akan dirasakan sulit bagi guru untuk menyampaikannya kepada anak didik apabila kemampuan dasar membaca Al-Qur’an seperti mengenal huruf hijaiyah belum dikuasai oleh siswa.

4. Strategi Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Al-Qur’an a. Startegi Pembelajaran Al-Qur’an

Kata strategi berasal dari kata startegos (Yunani) yang berarti jenderal atau perwira negara. Jenderal inilah yang bertanggung jawab merencanakan suatu strategi dari mengarahkan pasukan untuk mencapai kemenangan. Dalam perkembangannya, konsep strategi telah banyak digunakan dalam berbagai situasi, termasuk untuk situasi pendidikan. Implementasi konsep strategi dalam situasi dan kondisi belajar-mengajar, sekurang-kurangnya melahirkan pengertian berikut:

1)Strategi merupakan suatu keputusan bertindak dari guru dengan menggunakan kecakapan dan sumber daya pendidikan yang tersedia untuk mencapai tujuan melalui hubungan yang efektif antara lingkungan dan kondisi yang paling menguntungkan.

2)Strategi merupakan garis-garis besar haluan bertindak dalam mengelola proses belajar-mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.

3)Strategi dalam proses belajar-mengajar merupakan suatu rencana yang disiapkan secara seksama untuk mencapai tujuan belajar.

4)Strategi sebagai pola-pola umum kegiatan guru dalam perwujudan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

5)Strategi belajar mengajar berarti pola umum perbuatan guru-murid di dalam perwujudan kegiatan belajar dan mengajar.59

Mempertimbangkan suatu strategi berarti mencari dan memilih model, metode dan pendekatan proses belajar mengajar yang didasarkan atas karakteristik dan kebutuhan belajar peserta didik dan kondisi lingkungan serta tujuan yang akan dicapai. Dengan kata lain, strategi belajar-mengajar merupakan siasat guru utnuk

59


(1)

(2)

69

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam proses belajar membaca Al-Qur’an sebagai berikut:

a. Melafalkan Huruf-huruf Hijaiyah (Makharijul Huruf) b. Penguasaan Kaidah Ilmu Tajwid

c. Belum Mengenal Tanda Baca d. Kelancaran Bacaan

2. Faktor-faktor yang menyebabkan siswa kurang lancar dalam membaca Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

a. Kurangnya minat siswa dalam membaca Al-Qur’an. b. Kurangnya motivasi dari keluarga.

c. Keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal yang kurang mendukung. d. Sekolah asal siswa belajar atau sekolah dasarnya.

e. Alokasi waktu belajar di sekolah yang kurang memadai.

3. Adapun strategi yang diadakan guru agama dalam menigkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an siswa yakni dengan cara:

a. Mengadakan tadarrus Al-Qur’an selama kurang lebih 5-10 menit sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung


(3)

B. Saran

Adapun saran penulis untuk siswa, guru agama Islam, kepala sekolah, dan orang tua antara lain:

1. Bagi guru agama Islam, diharapkan strategi yang sudah diterapkan dalam meningkatkan kemampuan siswa membaca Al-Qur’an dipertahankan dan terus dilakukan evaluasi serta menciptakan ide-ide kreatif dan inovatif agar ke depannya nanti guru tidak lagi pusing memikirkan cara mengatasi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an.

2. Bagi siswa agar lebih ditingkatkan minat dan motivasi dalam belajar dan terus belajar memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam membaca Al-Qur’an.

3. Bagi kepala sekolah agar ikut membantu memberikan motivasi dan fasilitas yang memadai untuk siswa dan guru agama Islam dalam meningkatkan kualitas membaca Al-Qur’an siswa.

4. Bagi para orang tua muslim agar lebih memperhatikan lagi kemampuan anak dalam membaca Al-Qur’an.


(4)

(5)

71

Ahmad, Abu. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Bandung: Amrico, 1986. Alam, Tombak. Metode Membaca Menulis Al-Qur’an 5 kali Pandai. Jakarta: PT.

Reneka Cipta, 1995.

Al-Qaradhawi, Yusuf. Berinteraksi dengan Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani, 1999.

Amini, Ibrahim. Agar Tak Salah Mendidik. Jakarta: Al-Huda, 2006.

Asmani, Jamal Ma’ruf. Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Jogjakarta: Diva Press, 2009.

Dalyono, Muhammad. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineke Cipta, 1997. Daradjat, Zakiah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi

Aksara, 1995.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: T. Pn., 1985.

Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: T.Pn., 1983.

Djalaludin. Metode Tunjuk Silang Belajar Membaca Al-Qur’an. Jakarta: Kalam Mulia, 2004.

Gunawan, Arief. Rahasia Sukses Mengajar Buku Iqra’ yang Mudah dan Menyenangkan. Jakarta: Yayasan Wakaf Madani, 2008.

Isjoni. Saatnya Pendidikan Kita Bangkit. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Majid, Abdul dan Andayani, Dian. Pendidikan Agama Islam Berbasis

Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

Mufarokah, Annisatul. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Teras, 2009.

Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.


(6)

72

Nasir, Sahilun A. Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problema Remaja. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

New Life Options. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokusmedia,2009.

Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2008. Razak, Nasrudin. Dienul Islam. Bandung: Al-Ma’arif, 1986.

Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Menyelenggarakan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media, 2004.

Said Mursi, Syaikh Muhammad. Seni Mendidik Anak. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.

Sa’diah, Rika. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: PT. Wahana Kardofa, 2009.

Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat.Bandung: Mizan, 1998.

Syafaat, TB. Aat . dkk. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

Tafsir, Ahmad . Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.

Tatapangarsa, Humaidi. Al-Qur’an yang Menakjubkan. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2007.

Turmudzi, Imam. Sunan At-Turmudzi. Bairut – Libanon: Daarul Fikri, 1994. Usman, M. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1994.

Yunus, Mahmud. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983.

Zuhdi, Masjfuk. Studi Islam Jilid I: Akidah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.


Dokumen yang terkait

Peran guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca al-qur'an siswa di SMP Islam al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan

75 611 113

Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menangkal Bahaya Terorisme (Studi Di Sma Negeri 9 Tangerang Selatan)

0 5 109

Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Sikap Keberagamaan Siswa Di Smp Negeri 6 Tangerang Selatan

3 26 108

Peranan Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Padabidang Studi Sejarah Kebudayaan Islam Di Mts Nurul Huda Pondok Karya Tangerang

0 5 100

Peranan guru pendidikan agama Islam dalam mengatasi kesulitan baca tulis al-Qur'an, di SMP Islam Parung-Bogor

16 49 83

BIMBINGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR’AN PADA SISWA Bimbingan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Membaca Al-Qur'an Pada Siswa di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura Tahun Pelajaran 201

0 2 18

BIMBINGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR’AN PADA SISWA Bimbingan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Membaca Al-Qur'an Pada Siswa di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura Tahun Pelajaran 201

0 2 18

UPAYA BIMBINGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR MEMBACA AL QURAN upaya bimbingan guru pendidikan agama islam dalam mengatasi kesulitan belajar membaca al quran pada siswa di madrasah ibtidaiyah negeri takeran magetan tahun

1 3 20

UPAYA BIMBINGAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR MEMBACA AL QURAN upaya bimbingan guru pendidikan agama islam dalam mengatasi kesulitan belajar membaca al quran pada siswa di madrasah ibtidaiyah negeri takeran magetan tahun

0 6 18

BAB V PEMBAHASAN A. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengatasi Kesulitan Belajar PAI pada Ranah Kognitif Siswa di SMP Negeri 1 Ngunut Tulungagung - STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR PAI SISWA DI SMP NEGERI 1

0 0 18