d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian; f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan;
g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 tahun 2009.
2.12. Implementasi Kebijakan
Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan
Nugroho, 2012. Kebijakan rumah sakit adalah penetapan Direktur Pimpinan rumah sakit
pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang mengikat. Kebijakan bersifat garis besar maka untuk penerapan kebijakan tersebut disusun pedoman panduan dan
prosedur sehingga ada kejelasan langkah-langkah untuk melaksanakan kebijakan tersebut Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2012.
Kebijakan publik paling tidak mengandung tiga komponen dasar, yaitu : 1 tujuan yang hendak dicapai, 2 sasaran yang memenuhi specific, measurable,
aggressive but attainable, result oriented dan time bound, 3 cara mencapai sasaran
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Cara mencapai sasaran inilah yang sering disebut dengan implementasi, yang biasanya diterjemahkan ke dalam program-program, ke proyek dan ke kegiatan.
Aktivitas implementasi ini biasanya terkandung di dalamnya : siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan ? apa yang mereka kerjakan ? apa dampak dari isi
kebijakan ? Nugroho, 2012. Menurut Nugroho 2012, bahwa implementasi kebijakan pada prinsipnya
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Dengan demikian bahwa tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan
intervensi. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui
formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Paparan sekuensi implementasi kebijakan publik yaitu kebijakan publik dalam
bentuk undang-undang atau Perda adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan
pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah,
Keputusan Kepala Dinas dan lain-lain kemudian dimulai dari program, ke proyek, ke kegiatan dan dirasakan oleh pemanfaat beneficiaries.
Persentase keberhasilan kebijakan terdiri dari 20 rencana, 60 implementasi dan 20 sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi.
Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena masalah-masalah yang
Universitas Sumatera Utara
kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama, adalah inkonsistensi implementasi.
Menurut Nugroho 2012 yang mengutip pendapat Peter Deleon dan Linda Deleon 2001, pendekatan-pendekatan dalam implementasi kebijakan publik dapat
dikelompokkan menjadi tiga generasi. Generasi pertama, yaitu pada tahun 1970-an, memahami implementasi kebijakan sebagai masalah yang terjadi antara kebijakan
dan eksekusinya. Peneliti yang mempergunakan pendekatan ini antara lain Graham T. Allison 1971, 1999. Generasi kedua, yaitu pada tahun 1980-an adalah generasi yang
mengembangkan pendekatan implementasi kebijakan yang bersifat ”dari atas ke bawah top – downer perspective”. Peneliti yang mempergunakan pendekatan ini
antara lain Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier 1983, Robert Nakamura dan Frank Smallwood 1980, dan Paul Berman 1980. Disamping itu pendekatan implementasi
kebijakan yang bersifat “ bottom – upper “ yang dikembangkan oleh Michael Lipsky 1971, 1980, dan Benny Hjern 1982, 1983. Generasi ketiga, yaitu pada tahun 1990-
an, dikembangkan oleh ilmuwan sosial Malcolm L. Goggin 1990, memperkenalkan pemikiran bahwa variabel perilaku aktor pelaksanaan implementasi kebijakan lebih
menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Di samping itu pendekatan implementasi kebijakan yang bersifat kontijensi atau situsional yaitu implementasi
kebijakan banyak didukung oleh adaptabilitas implementasi kebijakan tersebut. Para ilmuwan yang mengembangkan pendekatan ini antara lain Richard Matland 1995,
Helen Ingram 1990, dan Denise Scheberle 1997. Menurut Deleon 2000, studi tentang implementasi kebijakan secara intelektual berada di ujung buntu the study of
Universitas Sumatera Utara
policy implementation has reached an intellectual dead end. Nugroho 2012 menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan pada saat ini bukan berada di ujung
buntu, namun pada suatu muara dimana begitu banyak cabang ilmu pengetahuan memberikan konstribusi pada studi implementasi kebijakan. Masuknya pengaruh
berbagai cabang ilmu pengetahuan, memang, membawa implikasi praktikalitas. Nugroho 2012 memaparkan bahwa model-model implementasi kebijakan
sangat bervariasi dan tidak ada model yang terbaik. Setiap jenis kegiatan publik memerlukan model implementasi kebijakan yang berlainan. Pilihan-pilihan model
yang harus dipilih secara bijaksana sesuai dengan kebutuhan kebijakannya sendiri dan harus menampilkan keefektifan kebijakan itu sendiri berupa tepat kebijakannya,
tepat pelaksananya, tepat target, tepat lingkungan dan tepat proses, yang didukung dengan dukungan politik, dukungan strategik, dan dukungan teknis. Model-model
implementasi kebijakan berupa 1 model Donald Van Meter dan Carl Van Horn 1975 dengan implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik,
implementor, dan kinerja kebijakan publik, 2 model Danield Mazmanian dan Paul A. Sabatier 1983 dengan implementasi adalah upaya melaksanakan kebijakan, 3
model Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn 1978 untuk melakukan implementasi kebijakan diperlukan sepuluh syarat, 4 model Malcolm L. Goggin, Ann Bowman
dan James Lester 1990 dengan “communication model “ untuk implementasi kebijakan, yang disebutnya sebagai “generasi ketiga model implementasi kebijakan”,
5 model Merilee S. Grindle 1980 implementasi kebijakan ditentukan oleh enam isi kebijakan dan tiga konteks implementasinya, 6 model Richard Elmore 1979,
Universitas Sumatera Utara
Michael Lipsky 1971, dan Benny Hjern dan David O’Porter 1981 dengan implementasi kebijakan yang berdasarkan jenis kebijakan publik yang mendorong
masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya atau tetap melibatkan pejabat pemerintah namun hanya di tataran rendah, 7 model George
Edward III 1980 menegaskan bahwa masalah utama administrasi publik adalah lack of attention to implementation. Dikatakannya, without effective implementation the
decision of policymakers will not be carried out successfully. Edward menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif,
yaitu communication komunikasi, resources sumber daya, disposition or attitudes disposisi, dan bureaucratic structures birokrasi. George Edward III 1980
memperkenalkan pendekatan masalah implementasi kebijakan dengan mempertanyakan faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat keberhasilan
implementasi kebijakan. Berdasarkan pertanyaan retorika tersebut dirumuskan 4 empat faktor sebagai sumber masalah sekaligus prakondisi bagi keberhasilan proses
implementasi, yakni : a Komunikasi
Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi, antara lain dimensi transmisi, kejelasan, dan konsistensi. Dimensi transmisi, menghendaki agar kebijakan
publik dapat ditransmisikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran, dan pihak lain yang terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang
ditransmisikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran, dan pihak lain yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat diterima
Universitas Sumatera Utara
dengan jelas sehingga di antara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, dan sasaran serta substansi dari kebijakan publik tersebut. Dimensi
konsistensi, menghendaki konsisten dan jelasnya kebijakan publik dalam penafsiran oleh pelaksana kebijakan.
b Sumber Daya 1 Sumber Daya Manusia
Efektifitas pelaksanaan kebijakan sangat tergantung kepada sumber daya manusia aparatur yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan. Sumber daya
manusia ini harus cukup jumlah dan cakap ahli. Selain itu sumber daya manusia tersebut harus mengetahui apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, sumber daya
manusia pelaku kebijakan tersebut juga membutuhkan informasi yang tidak saja berkaitan dengan bagaimana cara melaksanakan kebijakan, tetapi juga mengetahui
arti penting esensi data mengenai kepatuhan pihak lain yang terlibat didalam peraturan berlaku. Tidak cukupnya sumber daya berarti peraturan law tidak akan
bisa ditegakkan enforced, pelayanan tidak disediakan, dan peraturan yang digunakan tidak bisa dikembangkan.
2 Sumber Daya Anggaran Sumber daya anggaran mempengaruhi efektifitas pelaksanaan kebijakan,
selain sumber daya manusia adalah dana anggaran dan peralatan yang diperlukan untuk membiayai operasionalisasi pelaksanaan kebijakan. Terbatasnya anggaran yang
tersedia menyebabkan kualitas pelayanan publik yang harus diberikan kepada masyarakat juga terbatas. Karena kurangnya insentif yang diberikan kepada
Universitas Sumatera Utara
pelaksana kebijakan dapat menyebabkan para pelaku kebijakan tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal. Terbatasnya insentif tersebut tidak
akan mampu mengubah sikap dan perilaku disposisi para pelaku kebijakan. Oleh karena itu, agar para pelaku kebijakan memiliki disposisi sikap dan perilaku tinggi
dalam melaksanakan kebijakan diperlukan insentif yang cukup. Besar kecilnya insentif tersebut dapat mempengaruhi sikap dan perilaku disposisi pelaku kebijakan.
Insentif tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk rewards and punishment. 3 Sumber Daya Fasilitas
Sumber daya fasilitas merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan
sarana yang semuanya akan memudahkan didalam memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan. Terbatasnya fasilitas yang tersedia, kurang menunjang
efisiensi dan tidak mendorong motivasi para pelaku dalam melaksanakan kebijakan. 4 Sumber Daya Informasi dan Kewenangan
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa sumber daya informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan. Terutama, informasi yang
relevan dan cukup berkaitan dengan bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan. Kewenangan juga merupakan sumber daya lain yang mempengaruhi
efektifitas pelaksanaan kebijakan. Kewenangan sangat diperlukan terutama untuk menjamin dan meyakinkan bahwa kebijakan yang akan dilaksanakan adalah sesuai
dengan yang mereka kehendaki.
Universitas Sumatera Utara
c Disposisi Keberhasilan implementasi kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauh
mana pelaku kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para pelaku kebijakan tadi
memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan. Mereka akan tahu bahwa kebijakan akan menguntungkan organisasi dan dirinya,
manakala mereka cukup pengetahuan cognitive, dan mereka sangat mendalami dan memahaminya comprehension and understanding. Pengetahuan, pendalaman, dan
pemahaman kebijakan ini akan menimbulkan sikap menerima acceptance, acuh tak acuh neutrality, dan menolak rejection terhadap kebijakan.
d Struktur Birokrasi Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi,
pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar dan
sebagainya. Oleh karena itu, struktur birokrasi mencakup dimensi fragmentasi dan standar prosedur operasional yang akan memudahkan dan menyeragamkan
tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya.
Nugroho 2012 memaparkan bahwa di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerjasama di antara
lembaga-lembaga negara dan atau pemerintahan. Ini merupakan contoh dari dimensi keempat yang disebutkan George Edward III.
Universitas Sumatera Utara
8 Model Nakamura dan Smallwood 1980 dengan environments influencing implementation yang terdiri atas tiga elemen dan masing-masing mempunyai actors
and arenas, 9 model jaringan oleh Walter Kickert, Erik Hans Klijn dan Joop Koppenjan 1997 dengan proses implementasi kebijakan adalah sebuah complex of
interaction processes di antara sejumlah besar aktor yang berada dalam suatu jaringan network aktor-aktor yang independen.
Implementasi kebijakan perlu diketahui paradigma kebijakan mana yang digunakan, kebijakan sebelum di implementasikan, harus disosialisasikan, dicoba,
diperbaiki, diterapkan, dan kelak dievaluasi dalam proses yang “berwaktu” dan adanya diskresi, atau ruang gerak bagi individu pelaksana di lapangan untuk memilih
tindakan sendiri yang otonom dalam batas wewenangnya apabila menghadapi situasi khusus, misalnya apabila kebijakan tidak mengatur atau mengatur berbeda dengan
kondisi lapangan Nugroho, 2012.
2.13. Pengendalian Kebijakan