BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks
dengan tingkat stressor yang semakin tinggi mengakibatkan individu semakin rentan mengalami berbagai gangguan baik fisik maupun psikologis. Gangguan psikologis
seperti kecemasan, stress, frustasi, agresivitas, perilaku anarkis, dan gangguan emosi lain semakin meningkat Mashar, 2011.
Perilaku menyimpang pada anak, seperti berbagai kasus bunuh diri yang terjadi merupakan salah satu indikasi ketidaksiapan anak menyikapi kondisi
lingkungan sekitarnya. Rasa kecewa, malu, amarah, dan perasaan-perasaan negatif lain yang bersifat destruktif bersumber pada ketidakmampuan anak mengenali dan
mengelola emosi, serta memotivasi diri. Menurut Goleman 1995, kondisi ini merupakan cerminan kecerdasan emosi yang rendah.
Menurut LaFreniere 2000, emosi merupakan sentral guna memahami respon adaptif terhadap lingkungan. Bagi manusia, emosi memainkan peranan pemandu yang
selaras dengan insting pada binatang. Emosi juga memainkan peranan kritis dalam munculnya psikopatologi atau gangguan psikis pada individu. Sehingga para orang tua
dan pendidik harus memberi perhatian yang ketat terhadap pengembangan stimulasi emosi anak.
Di dalam penelitian ini, emosi akan diukur menggunakan skala likert yang hasil perhitungannya akan diproses menggunakan logika
fuzzy
. Logika
fuzzy
merupakan logika yang mempunyai konsep kebenaran sebagian, dimana logika
fuzzy
memungkinkan nilai keanggotaan antara 0 dan 1. Sedangkan logika klasik menyatakan bahwa segala hal dapat di ekspresikan dalam nilai kebenaran 0 atau 1.
Universitas Sumatera Utara
Logika
fuzzy
juga sangat fleksibel artinya mampu beradaptasi dengan perubahan- perubahan dan ketidakpastian yang menyertai permasalahan, serta mampu
memodelkan fungsi non linier yang sangat kompleks dan dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus
melalui proses pelatihan Wulandari, 2011. Menurut Anastasi 1993, pengukuran yang baik perlu memenuhi syarat alat
ukur yang baik pula, yaitu: valid
content validity, criterion validity, dan construct validity reliable
stabilitas dan ekuivalensi, standar, objektif, komprehensif, diskriminatif, mudah penggunaanya, dan murah. Banyak ahli emosi menyatakan
bahwa tidak ada satu metode tunggal yang benar-benar mampu mengukur emosi secara tepat. Diperlukan beberapa teknik guna memperoleh fenomena emosi secara
menyeluruh, karena tidak ada satu pun pengukuran emosi yang memberi standar emas dalam pengukuran emosi Plutchik 2003.
Ada perbedaan nilai EQ dan status EQ antara penggunaan logika
fuzzy
dengan logika tegas berdasarkan skala likert. Penggunaan logika
fuzzy
memungkinkan nilai EQ termasuk ke dalam tiga kategori. Sehingga untuk menentukan stastus EQnya,
yaitu dengan mengambil derajat keanggotaan tertinggi dari nilai EQ tersebut. Penentuan status EQ dengan logika tegas mempunyai nilai
– nilai kritis, dimana ada perubahan kecil pada nilai akan mengakibatkan perbedaan kategori. Perbedaan nilai
EQ dan status EQ antara penggunaan logika
fuzzy
dengan logika tegas berdasarkan skala likert terjadi karena input yang digunakan dalam logika tegas adalah bilangan
tegas. Sedangkan dalam logika
fuzzy
, variabel input adalah berupa interval. Penentuan status
EQ menggunakan logika
fuzzy
akan memberikan proses yang lebih halus dari pada
menggunakan logika tegas Wulandari, 2011.
2.2 Landasan Teori