BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Sampel
Penelitian tentang skrining panjang gelombang serapan maksimum Deksametason yang dijual di Pasar Pramuka dengan metode spektrofotometer
UV-Vis dilaksanakan selama satu bulan di Pasar Pramuka dan di Laboratorium Farmakokinetik dan Farmasetika Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengambilan sempel penelitian dilakukan pada awal bulan Februari 2011.
Pada penelitian ini dilakukan dua kali skrining pada sampel penelitian untuk mendapatkan hasil pengukuran panjang gelombang serapan maksimum
yang valid. Skrining pertama sampel dilakukan pada pertengahan bulan Februari 2011 dan skrining kedua dilakukan pada bulan Agustus 2011.
Penelitian ini menggunakan obat deksametason di Pasar Pramuka baik generik maupun paten sebagai sampel penelitian. Pengambilan sample dilakukan
dengan metode simple random sampling dan tanpa memberikan inform consent. Pada saat pengambilan sampel, terdapat beberapa toko yang tidak menjual
deksametason dan beberapa toko diantaranya tutup, sedangkan dari beberapa toko yang tidak menjual deksametason dan beberapa toko tutup tersebut merupakan
tempat pengambilan sampel pada penelitian ini. Karena hal tersebut, peneliti mengganti toko yang tidak menjual deksametason dan toko tutup tersebut dengan
toko terdekat yang menjual deksametason dan toko terdekat yang buka.
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Gambaran Panjang Gelombang Serapan Maksimum Deksametason
Standar
Penelitian diawali dengan mengukur panjang gelombang serapan maksimum deksametason standar sebagai tolak ukur dalam penelitian.
Deksametason standar tersebut peneliti dapatkan dari pabrik obat Wako Jepang bersertifikat dalam bentuk bubuk dan berisi kandungan deksametason murni tanpa
bahan tambahan seperti vehikulum dan bahan lainnya. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh panjang gelombang serapan maksimum deksametason standar terlihat pada tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1. Gambaran Panjang Gelombang Serapan Maksimum Deksametason
Standar
Deksametason Standar Hasil Panjang Gelombang
Dexamethason Wako 239.8 nm
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa panjang gelombang serapan maksimum deksametason standar adalah
239.8 nm
.
4.2.2. Gambaran Hasil Skrining Panjang Gelombang Serapan Maksimum
Sampel Obat Deksametason
Penelitian ini dilakukan dengan mengukur panjang gelombang serapan maksimum deksametason pada 73 sampel obat yang didapatkan. Dilakukan dua
kali pengukuran pada setiap sampel untuk mendapatkan rata-rata mean panjang gelombang serapan maksimum sehingga hasil yang didapatkan akan lebih valid.
Setelah didapatkan rata-rata mean hasil panjang gelombang serapan maksimum pada skrining pertama dan kedua dilakukan analisis untuk
mendapatkan gambaran mengenai sampel penelitian, dalam hal ini peneliti ingin mengetahui sampel penelitian tersebut telah memenuhi standar atau tidak
memenuhi standar sesuai teori pada Farmakope Indonesia. Panjang
gelombang serapan
maksimum deksametason
menurut Farmakope Indonesia edisi IV yaitu 239 nm dengan standar deviasi 3.
15
Bila dalam penelitian kali ini didapatkan hasil panjang gelombang serapan maksimum
dari sampel berkisar antara 231.8 nm hingga 246.17 nm maka dapat dikatakan sampel tersebut sesuai dengan standar yang ditetapkan Farmakope Indonesia. Bila
hasil panjang serapan maksimum gelombang sampel berbeda lebih 3 dari 239 nm, maka sampel tersebut dikatakan tidak sesuai standar. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh gambaran hasil skrining panjang gelombang serapan
maksimum sampel obat deksametason di pasar pramuka terlihat pada tabel 4.2. berikut:
Tabel 4.2. Gambaran Panjang Gelombang Serapan Maksimum Sampel Obat
No. λ
1 max
nm λ
1 max
nm Mean nm
keterangan 1.
237.6 237.0
237.3 sesuai standar
2. 238.0
237.8 237.9
sesuai standar
3.
237.2 237.8
237.5 sesuai standar
4. 247.0
247.0 247.0
tidak sesuai standar
5.
236.0 238.6
237.3 sesuai standar
6. 239.2
239.6 239.4
sesuai standar
7.
239.8 239.0
239.4 sesuai standar
8. 239.8
238.8 239.3
sesuai standar
9.
241.4 240.4
240.9 sesuai standar
10. 239.0
237.0 238.0
sesuai standar
11.
240.2 238.2
239.2 sesuai standar
12. 241.4
241.8 241.6
sesuai standar
13.
239.4 238.6
239.0 sesuai standar
14. 240.0
239.2 239.6
sesuai standar
15.
245.8 243.8
244.8 sesuai standar
16. 239.0
236.0 237.5
sesuai standar
17.
240.8 238.6
239.7 sesuai standar
18. 240.0
235.8 237.9
sesuai standar
19.
239.8 237.2
238.5 sesuai standar
20. 240.2
238.0 239.1
sesuai standar
21.
238.4 239.5
238.95 sesuai standar
22. 239.4
237.6 238.5
sesuai standar
23.
237.4 237.2
237.3 sesuai standar
24. 239.4
240.0 239.7
sesuai standar
25.
239.4 238.8
239.1 sesuai standar
26. 242.6
242.6 242.6
sesuai standar
27.
238.4 239.8
239.1 sesuai standar
28. 239.4
239.4 239.4
sesuai standar
29.
238.8 239.2
239.0 sesuai standar
30. 238.8
239.6 239.2
sesuai standar
31.
237.2 235.6
236.4 sesuai standar
32. 238.8
239.2 239.0
sesuai standar
33.
240.8 239.2
240.0 sesuai standar
34. 238.2
237.6 237.9
sesuai standar
35.
240.4 239.8
240.1 sesuai standar
36. 242.2
241.4 241.8
sesuai standar
37.
242.2 245.5
243.85 sesuai standar
38. 238.0
240.6 239.3
sesuai standar
39.
242.8 240.6
241.7 sesuai standar
40. 240.0
238.5 239.25
sesuai standar
41.
241.6 238.0
239.8 sesuai standar
42. 238.2
235.8 237.0
sesuai standar
43.
238.2 239.0
238.6 sesuai standar
44. 239.0
237.4 238.2
sesuai standar
45.
239.2 239.6
239.4 sesuai standar
46. 240.6
238.0 239.3
sesuai standar
47.
239.8 236.8
238.3 sesuai standar
48.
240.8 238.4
239.6 sesuai standar
49. 240.8
242.8 241.8
sesuai standar
50.
240.8 241.8
241.3 sesuai standar
51. 243.8
243.6 243.7
sesuai standar
52. 239.2
238.0 238.6
sesuai standar
53. 239.8
240.6 240.2
sesuai standar
54.
238.6 239.4
239.0 sesuai standar
55. 238.4
238.0 238.2
sesuai standar
56.
241.8 242.8
242.3 sesuai standar
57. 240.0
239.8 239.9
sesuai standar
58. 239.6
239.2 239.4
sesuai standar
59. 241.4
242.2 241.8
sesuai standar
60.
242.2 240.8
241.5 sesuai standar
61. 238.0
242.0 240.0
sesuai standar
62.
239.2 238.2
238.7 sesuai standar
63. 239.8
238.0 238.9
sesuai standar
64.
240.0 239.0
239.5 sesuai standar
65. 239.0
236.4 237.7
sesuai standar
66.
239.6 239.0
239.3 sesuai standar
67. 241.0
240.4 240.7
sesuai standar
68.
245.2 239.0
242.1 sesuai standar
69. 239.8
238.6 239.2
sesuai standar
70.
245.8 243.0
244.4 sesuai standar
71. 238.6
239.2 238.9
sesuai standar
72.
238.8 239.6
239.2 sesuai standar
73. 239.8
237.4 238.6
sesuai standar
4.2.3. Gambaran Persentase Panjang Gelombang Serapan Maksimum
Sampel yang Tidak Memenuhi Standar
Setelah dilakukan skrining panjang gelombang serapan maksimum deksametason pada 73 sampel dengan Spektrofotometer UV-Vis didapatkan hasil
bahwa dari 73 sampel terdapat 72 sampel 98,6 yang memenuhi standar dan 1 sampel 1,4 yang tidak memenuhi standar panjang gelombang serapan
maksimum deksametason sesuai yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia. Hal ini terlihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3. Gambaran Persentase Panjang Serapan Maksimum Sampel yang
Tidak Memenuhi Standar Pada Sampel di Pasar Pramuka tahun 2011
Panjang Gelombang Serapan Maksimum
Persentasi
Memenuhi Standar 98.6
Tidak Memenuhi Standar 1.4
4.3. Pembahasan
Kortikosteroid merupakan obat-obatan yang sangat banyak dipakai. Penggunaan klinis kortikosteroid adalah sebagai terapi substitusi terapi supresi
reaksi host versus graft pada transplantasi, kelainan-kelainan neoplastik jaringan limfoid dan terutama sebagai anti-inflammasi sehingga menghambat semua
proses peradangan dan mengurangi permeabilitas kapiler.
32
Deksametason adalah salah satu kortikosteroid sintetik yang merupakan supresor kuat terhadap radang, dan penggunaanya untuk sejumlah besar penyakit
radang dan autoimun menjadikannya salah satu golongan obat yang paling sering diresepkan.
6
Banyak pihak yang dirugikan dengan adanya obat palsu, Pasien merupakan korban utama karena kesehatan bahkan kehidupan mereka berada
dalam bahaya jika mengkonsumsi obat tanpa jaminan keamanan yang seharusnya mereka dapatkan dari produk farmasi yang sah dan pengawasan peraturan.
4
Pabrik obat yang sah merupakan korban tidak hanya karena kerugian langsung akibat kehilangan penghasilan tetapi juga kepercayaan masyarakat
terhadap produk yang dihasilkan menurun, yang mengarah pada kehilangan jumlah penjualan. Reputasi perusahaan dan kesan terhadap produk tersebut
menjadi rusak.
4
Pemerintah merupakan korban karena dana yang digunakan untuk membeli obat yang tidak terjamin kemanjuran dan keamanannya, oleh karena itu
gagal untuk melaksanakan tujuan pemerintah untuk melindungi kesehatan masyarakat. Pemerintah juga menjadi korban karena kehilangan pendapatan
pajak. Tenaga kesehatan professional menjadi korban dengan hilangnya kepercayaan pasien terhadap pelayanan yang diberikan.
4
Menurut WHO, obat palsu adalah obat-obatan yang secara sengaja pendanaannya dipalsukan, baik identitasnya maupun sumbernya. WHO
mengelompokkan obat palsu ke dalam lima kategori, yaitu: Produk tanpa zat aktif API, produk dengan kandungan zat aktif yang kurang, produk dengan zat aktif
berbeda, produk yang diproduksi dengan menjiplak produk milik pihak lain dan produk dengan kadar zat aktif yang sama tetapi menggunakan label dengan nama
produsen atau negara asal berbeda.
33
Terdapat beberapa cara untuk mengetahui obat palsu, salah satunya adalah dengan mengukur panjang gelombang serapan maksimum zat aktif pada obat
tersebut. Pengukuran panjang gelombang serapan maksimum dapat dilakukan dengan Spektrofotometri. Dalam penelitian kali ini digunakan spektrofotometer
UV-Vis.
26
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Friedrich pada tahun 2009. metode analisis spektrofotometri UV dapat dijadikan satu pemeriksaan yang
mudah, sederhana, memerlukan biaya rendah dan dapat menjadi metode alternatif yang memadai untuk uji deksametason dalam tablet
.
31
Berdasarkan Tabel 4.3 didapatkan hasil, dari 73 sampel obat yang didapat dari pasar pramuka 98,6 memenuhi standar panjang gelombang serapan
maksimum untuk deksametason dan 1,4 dapat dikatakan tidak sesuai standar karena tidak memiliki panjang gelombang serapan maksimum deksametason yang
telah ditetapkan oleh Farmakope Indonesia. Dari hasil tersebut, dapat diperoleh kemungkinan bahwa terdapat 1,4
deksametason yang beredar di Pasar Pramuka memiliki kandungan obat yang tidak benar, produk dengan zat aktif berbeda ataupun obat tanpa kandungan zat
aktif.
33
Panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa tentulah berbeda- beda. Apabila terdapat penyimpangan terhadap panjang gelombang serapan
maksimum, hal tersebut berarti tidak adanya senyawa tersebut ataupun terdapat senyawa lain didalamnya.
Penelitian kali ini bersifat kualitatif, yaitu dengan melakukan skrining panjang gelombang serapan maksimum pada sampel dengan menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis.
26
Kemudian hasilnya dianalisis berdasarkan standar deviasi deksametason yang telah ditetapkan oleh Farmakope yaitu berbeda tidak
lebih 3 dari 239 nm.
15
Walaupun 98,6 sampel telah memenuhi panjang gelombang standar, tidak menutup kemungkinan sampel tersebut merupakan obat palsu. Oleh karena
itulah diperlukan penelitian lebih dalam untuk menghitung kadar deksametason sampel.
Dari hasil penelitian ini terdapat perbedaan bila dibandingkan dengan laporan United States Trade Representative USTR pada tahun 2008 yang
memperkirakan bahwa 25 obat yang beredar di Indonesia adalah palsu.
1
Perbedaan hasil ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perbaikan pada peredaran obat palsu di Indonesia, khususnya di Pasar Pramuka. Hal ini mungkin
terjadi karena sudah banyak toko-toko obat di Pasar Pramuka yang telah menjadi apotek rakyat ,sebagaimana keputusan Menteri Kesehatan N0. 184 Tahun 2007
dalam rangka upaya memberantas obat palsu.
12
Selain itu International Pharmaceutical Manufacturers IPMG mulai melakukan sosialisasi
kepada masyarakat tentang obat palsu melalui slogan “STOP dengan CINTA”. Slogan STOP merupakan singkatan Supaya Terhindar
Obat Palsu dengan CINTA yang memiliki kepanjangan dari Cermati kemasan dan obatnya, Ingat untuk merusak kemasan lama, Niat hidup lebih sehat, Tempat
membeli obat di apotek, Ajak semua untuk saling mengingatkan. Diharapkan dengan adanya sosialisasi ini dapat mengedukasi masyarakat untuk berhati-hati
membeli obat.
13
4.4. Keterbatasan Penelitian