Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Berobat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan

(1)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA YANG BEROBAT

JALAN DI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA MEDAN

T E S I S

Oleh

IVANSRI MARSAULINA 097032132/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE FAMILY SOCIAL SUPPORTS IN PREVENTING A RELAPSE IN THE OUT-PATIENT PATIENTS WITH SCHIZOPHRENIA

IN THE DISTRICT PUBLIC SERVICE UNIT MENTAL HOSPITAL MEDAN

T H E S I S

By

IVANSRI MARSAULINA 097032132/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA YANG BEROBAT

JALAN DI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IVANSRI MARSAULINA 097032132/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA YANG BEROBAT JALAN DI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA MEDAN

Nama Mahasiswa : Ivansri Marsaulina Nomor Induk Mahasiswa : 097032132

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Joesoef Simbolon, Sp.KJ(K)) (dr. Fauzi, S.K.M Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Joesoef Simbolon, Sp.KJ(K) : 1. dr. Fauzi, S.K.M

2. Namora Lumongga Lubis, M.Sc.,Ph.D 3. Drs.Tukiman, M.K.M


(6)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA YANG BEROBAT

JALAN DI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2012

Ivansri Marsaulina 097032132/IKM


(7)

ABSTRAK

Skizofrenia yang merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi penderita dan keluarganya. Sampai saat ini penanganan skizofrenia baik di rumah maupun di rumah sakit belum memuaskan. Beberapa hal yang menjadi penyebabnya adalah ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini, serta ada beberapa stigma mengenai skizofrenia. Dukungan sosial keluarga terhadap penderita skizofrenia menjadi hal yang sangat penting dalam proses pencegahan kekambuhan selain obat-obatan dan terapi psikologi yang di berikan oleh dokter.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif dan dukungan penilaian) terhadap pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan dan jenis penelitian survei dengan tipe survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai Januari 2012. Populasi penelitian adalah seluruh keluarga pasien skizofrenia yang mendampingi pasien berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan berjumlah 312 orang. Sampel berjumlah 76 orang, dan pengambilan sampel dilakukan simple rendom sampling. Data primer menggunakan kuesioner melalui wawancara. Analisis statistik menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik dukungan social keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan tahun 2011.

Diperlukan penyuluhan bagi keluarga pasien skizofrenia tentang pentingnya dukungan sosial keluarga, khususnya dukungan emosional untuk proses kesembuhan pasien skizofrenia dan pencegahan kekambuhan kembali.

Kata Kunci : Dukungan Sosial Keluarga, Pencegahan Kekambuhan, Skizofrenia


(8)

ABSTRACT

Schizophrenia is one of the forms of mental disorders which are still regarded as an embarrassing disease creating a shame to the sufferer and his/her family. Up to now, the good treatment of schizophrenia at home or in a hospital is not yet satisfactory. It is caused by several factors such as the absence of family’s or community’s knowledge about this kind of mental disorder and several more stigmas about schizophrenia. Family support towards the sufferer of schizophrenia becomes a very important issue in the process of preventing a relapse besides medicine and psychological therapy given by a doctor.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of family’s support (emotional, instrumental, informative and evaluative supports) on preventing a relapse in the out-patient patients of schizophrenia in the District Public Service Unit, Mental Hospital Medan was conducted June 2011 until January 2012. The population of this study was all of the 312 families of the out-patients patients with schizophrenia who accompanied them to have treatment in the District Public Service Unit, Mental Hospital Medan, and 76 of the patients’ family members were selected to be the samples for this study through simple randam sampling technique. The primary data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were statistically analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that statistically family support had a significant influence on preventing a relapse in the out-patient patients with schizophrenia in the District Public Service Unit, Mental Hospital Medan in 2011.

The family of the patients with schizophrenia needs to be given an extension on the importance of family support, especially the emotional support during the process of recovery and prevention of relapse in the patients with schizophrenia.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Maha Esa, karena atas segala karunia dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesisini dengan judul “Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Berobat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan”

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

5. Dr. Dapot Parulian Gultom, Sp.KJ(K) selaku Kepala Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.

6. Prof. Dr. Joesoef Simbolon, Sp.KJ(K) selaku komisi pembimbing I dan dr. Fauzi, S.K.M selaku komisi pembimbing II yang telah memberi perhatian, kesabaran, dukungan dan pengarahan sejak penyusunan proposal hingga tesis ini selesai. 7. Namora Lumongga Lubis, M.Sc.,Ph.D selaku penguji I dan Drs.Tukiman, M.K.M

selaku penguji II yang telah bersedia untuk memberikan masukan dan saran demi menyempurnakan tesis ini.

8. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan

9. Teristimewa buat kedua orang tua yaitu Ayahanda H. Panjaitan dan Ibunda R. Tampubolon dan kedua abang saya Brigadir Deffalmer Panjaitan, SH, Indra

Fauzi Panjaitan dan adek saya Kristianti Yuliana Panjaitan, S.Pd , dan my lovely J. Nainggolan, S.S, S.Pd, yang penuh pengertian dan kesabaran, dan senantiasa

berdo’a sehingga memotivasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam proses penulisan tesis ini hingga selesai.


(11)

Hanya Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucap kan terimakasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2012


(12)

RIWAYAT HIDUP

Ivansri Marsaulina, lahir pada tanggal 04 Januari 1985 di Pekan Baru, anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda H. Panjaitan dan Ibunda R.Tampubolon.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 008 Pekan Baru pada tahun 1991 dan diselesaikan tahun 1997, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 20 Pekan Baru pada tahun 1997 dan diselesaikan tahun 2000, Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 5 Pekanbaru pada tahun 2000 dan selesai tahun 2003, D-III Akademi Kebidanan Delihusada Deli Tua Medan pada tahun 2003 dan selesai tahun 2006, D-IV Bidan Pendidik Poltekes Medan pada tahun 2007 dan selesai tahun 2008. Kemudian penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 hingga saat ini.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Skizofrenia ... 10

2.1.1. Pengertian Skizofrenia ... 10

2.1.2. Penyebab Skizofrenia ... 13

2.1.3. Tipe-Tipe Skizofrenia ... 13

A. Skizofrenia Paranoid ... 13

B. Skizofrenia Hebefrenik ... 14

C. Skizofrenia Katatonik ... 15

D. Skizofrenia Tak Terinci ... 16

E. Depresi Pasca-Skizofrenia ... 16

F. Skizofrenia Residual ... 17

G. Skizofrenia Simpleks ... 17

2.1.4. Pencegahan Kekambuhan Skizofrenia ... 18

2.2. Perilaku ... 21

2.2.1. Determinan Perilaku ... 21

2.2.2. Bentuk Perilaku ... 22

2.2.3. Faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 23

2.3. Keluarga ... 23

2.3.1. Konsep Keluarga ... 23

2.3.2. Struktur Keluarga ... 24

2.3.3. Ciri-ciri Struktur Keluraga ... 25


(14)

2.3.5. Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga ... 26

2.3.6. Peranan Keluarga ... 27

2.3.7. Fungsi Keluarga ... 28

2.3.8. Tugas-tugas Keluarga ... 30

2.3.9. Prinsip-prinsip Perawatan Keluarga ... 30

2.4. Dukungan Keluarga ... 31

2.4.1. Pengertian Dukungan Keluarga ... 31

2.4.2. Dimensi Dukungan Keluarga ... 33

2.4.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Dukungan Keluarga ... 34

2.5. Teori S-O-R ... 35

2.6. Landasan Teori ... 36

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 38

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 39

3.2.2. Waktu Penelitian... 39

3.3. Populasi dan Sampel ... 40

3.3.1. Populasi ... 40

3.3.2. Sampel ... 40

3.3.3. Teknik Sampling ... 41

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4.1. Jenis Data ... 41

3.4.2. Pengumpulan Data ... 42

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 43

3.6. Metode Pengukuran ... 45

3.7. Metode Analisis Data ... 46

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Gambaran Umum Badan Layanan Umum Daerah RSJ Medan ... 48

4.1.1. Visi, Misi, Motto dan Janji Pelayanan Badan Layanan Umum Daerah RSJ Medan ... 48

4.1.2. Jenis Pelayanan Badan Layanan Umum Daerah RSJ Medan ... 49

4.1.3. Keternagan Badan Layanan Umum Daerah RSJ Medan Tahun 2011 ... 50

4.2. Analisis Univariat ... 50

4.2.1. Distribusi Karakteristik Responden ... 50

4.2.2. Distribusi Dukungan Emosional ... 52


(15)

4.2.4. Distribusi Dukungan Instrumental ... 55

4.2.5. Distribusi Dukungan Penilaian ... 57

4.2.6. Distribusi Dukungan Keluarga ... 59

4.2.7. Distribusi Pencegahan Kekambuhan ... 60

4.3. Analisis Bivariat ... 62

4.3.1.Tabulasi Silang Dukungan Keluarga dengan Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 62

4.4. Analisis Multivariat ... 65

BAB 5. PEMBAHASAN ... 67

5.1. Karakteristik Keluarga Pasien Skizofrenia ... 67

5.2. Dukungan Keluarga ... 68

5.3. Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 69

5.4. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 70

5.5. Pengaruh Dukungan Keluarga dengan Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa ... 70

5.6. Keterbatasan Penelitian ... 79

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

6.1. Kesimpulan ... 80

6.2. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 46 4.1. Ketenagaan di Badan Layanan Umum Daerah RSJ Medan

Tahun 2011 ... 50 4.2. Distribusi Karakteristik Responden Keluarga Pasien Skizofrenia

yang Rawat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah RSJ Medan

Tahun 2011 ... 51 4.3. Distribusi Jawaban Responden per Item Pernyataan Mengenai

Dukungan Emosional dalam Mencegah Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Rawat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah

RSJ Medan Tahun 2011 ... 52 4.4. Distribusi Frekuensi Dukungan Emosional Responden dalam

Mencegah Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Rawat Jalan di

Badan Layanan Umum Daerah RSJ Medan Tahun 2011 ... 53 4.5. Distribusi Jawaban Responden per Item Pernyataan Mengenai

Dukungan Informasional dalam Mencegah Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Rawat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah

RSJ Medan Tahun 2011 ... 54 4.6. Distribusi Frekuensi Dukungan Informasional Responden dalam

Mencegah Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Rawat Jalan di

Badan Layanan Umum Daerah RSJ Medan Tahun 2011 ... 55 4.7. Distribusi Jawaban Responden per Item Pernyataan Mengenai

Dukungan Instrumental dalam Mencegah Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Rawat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah

RSJ Medan Tahun 2011 ... 56 4.8. Distribusi Frekuensi Dukungan Instrumental Responden dalam

Mencegah Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Rawat Jalan di

Badan Layanan Umum Daerah RSJ Medan Tahun 2011 ... 57 4.9. Distribusi Jawaban Responden per Item Pernyataan Mengenai


(17)

Skizofrenia yang Rawat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah

RSJ Medan Tahun 2011 ... 58 4.10. Distribusi Frekuensi Dukungan Penilaian Responden dalam

Mencegah Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Rawat Jalan di

Badan Layanan Umum Daerah RSJ Medan Tahun 2011 ... 58 4.11. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dalam Mencegah

Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Rawat Jalan di Badan

Layanan Umum Daerah RSJ Medan Tahun 2011 ... 59 4.12. Distribusi Jawaban Responden per Item Pernyataan Mengenai

Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Rawat Jalan

di Badan Layanan Umum Daerah RSJ Medan Tahun 2011 ... 60 4.13. Distribusi Frekuensi Pencegahan Kekambuhan Pasien

Skizofrenia yang Rawat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah

RSJ Medan Tahun 2011 ... 61 4.14. Tabulasi Silang Dukungan Keluarga dengan Pencegahan

Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Rawat Jalan di Badan

Layanan Umum Daerah RSJ Medan Tahun 2011 ... 63 4.15. Identifikasi Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Pencegahan

Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Rawat Jalan di Badan


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian………..………. 86

2. Output Analisis Univariat……… 92

3. Output Analisis Bivariat……….. 106


(20)

ABSTRAK

Skizofrenia yang merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi penderita dan keluarganya. Sampai saat ini penanganan skizofrenia baik di rumah maupun di rumah sakit belum memuaskan. Beberapa hal yang menjadi penyebabnya adalah ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini, serta ada beberapa stigma mengenai skizofrenia. Dukungan sosial keluarga terhadap penderita skizofrenia menjadi hal yang sangat penting dalam proses pencegahan kekambuhan selain obat-obatan dan terapi psikologi yang di berikan oleh dokter.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif dan dukungan penilaian) terhadap pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan dan jenis penelitian survei dengan tipe survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai Januari 2012. Populasi penelitian adalah seluruh keluarga pasien skizofrenia yang mendampingi pasien berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan berjumlah 312 orang. Sampel berjumlah 76 orang, dan pengambilan sampel dilakukan simple rendom sampling. Data primer menggunakan kuesioner melalui wawancara. Analisis statistik menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik dukungan social keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan tahun 2011.

Diperlukan penyuluhan bagi keluarga pasien skizofrenia tentang pentingnya dukungan sosial keluarga, khususnya dukungan emosional untuk proses kesembuhan pasien skizofrenia dan pencegahan kekambuhan kembali.

Kata Kunci : Dukungan Sosial Keluarga, Pencegahan Kekambuhan, Skizofrenia


(21)

ABSTRACT

Schizophrenia is one of the forms of mental disorders which are still regarded as an embarrassing disease creating a shame to the sufferer and his/her family. Up to now, the good treatment of schizophrenia at home or in a hospital is not yet satisfactory. It is caused by several factors such as the absence of family’s or community’s knowledge about this kind of mental disorder and several more stigmas about schizophrenia. Family support towards the sufferer of schizophrenia becomes a very important issue in the process of preventing a relapse besides medicine and psychological therapy given by a doctor.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of family’s support (emotional, instrumental, informative and evaluative supports) on preventing a relapse in the out-patient patients of schizophrenia in the District Public Service Unit, Mental Hospital Medan was conducted June 2011 until January 2012. The population of this study was all of the 312 families of the out-patients patients with schizophrenia who accompanied them to have treatment in the District Public Service Unit, Mental Hospital Medan, and 76 of the patients’ family members were selected to be the samples for this study through simple randam sampling technique. The primary data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were statistically analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that statistically family support had a significant influence on preventing a relapse in the out-patient patients with schizophrenia in the District Public Service Unit, Mental Hospital Medan in 2011.

The family of the patients with schizophrenia needs to be given an extension on the importance of family support, especially the emotional support during the process of recovery and prevention of relapse in the patients with schizophrenia.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan yang pesat dalam bidang kehidupan manusia, yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, sosial dan budaya serta bidang-bidang yang lain telah membawa pengaruh yang besar bagi manusia itu sendiri. Kehidupan yang sulit dan kompleks dengan meningkatnya kebutuhan menyebabkan bertambahnya stressor psikososial sehingga manusia tidak mampu menghindari tekanan tekanan hidup yang dialami. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas maupun kuantitas gangguan mental-emosional manusia (Northouse, 1998).

Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Di masyarakat ada stigma bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan dan aib bagi keluarganya. Pandangan lain yang beredar di masyarakat bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh guna-guna orang lain. Ada kepercayaan di masyarakat bahwa gangguan jiwa timbul karena musuhnya roh nenek moyang masuk kedalam tubuh seseorang kemudian menguasainya (Hawari, 2003).

Faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa bervariatif tergantung pada jenis-jenis gangguan jiwa yang dialami. Secara umum gangguan jiwa disebabkan karena adanya tekanan psikologis yang disebabkan oleh adanya tekanan dari luar individu maupun tekanan dari dalam individu.


(23)

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif. Skizofrenia adalah suatu sindroma klinis yang bervariasi, dan sangat mengganggu. Manifestasi yang terlibat bervariasi pada setiap individu dan berlangsung sepanjang waktu. Pengaruh dari penyakit skizofrenia ini selalu berat dan biasanya dalam jangka panjang (Santrock, 1999).

Berdasarkan Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2007, penderita tekanan psikologis ringan tidak membutuhkan pertolongan spesifik. Penderita tekanan psikologis sedang sampai berat membutuhkan intervensi sosial dan dukungan psikologis dasar, sedangkan gangguan mental ringan sampai sedang (depresi, dan gangguan kecemasan) yaitu gangguan mental berat (depresi berat, gangguan psikotik) memerlukan penanganan kesehatan mental yang dapat diakses melalui pelayanan kesehatan umum dan pelayanan kesehatan mental komunitas


(24)

(Kaplan, 2002). Sementara menurut Maramis (2005) insiden skizofrenia di seluruh dunia diperkirakan antara 0,2 – 0,8 tiap 1000 penduduk.

Masalah kesehatan jiwa atau gangguan jiwa juga masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2007, diketahui prevalensi gangguan jiwa per 1000 anggota rumah tangga terdapat 140/1000 penduduk dan diperkirakan jumlahnya akan semakin naik dengan semakin kompleksnya masalah yang ada di masyarakat Indonesia, khususnya masalah sosial ekonomi.

Laporan American Psychiatric Association selama kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa prevalensi skizofrenia adalah 1% dari populasi penduduk dunia menderita gangguan jiwa, sedangkan di Indonesia sekitar 1% hingga 2% dari total jumlah penduduk dan jumlah ini terus bertambah (Notosoedirdjo, 2005). Hal ini didukung oleh penelitian Priyanto (2007) bahwa prevalensi skizofrenia di negara berkembang dan negara maju adalah hampir relatif sama yaitu sekitar 20% dari jumlah penduduk dewasa dan begitu juga di Indonesia. Oleh karena itu siapa saja bisa terkena skizofrenia, tanpa melihat jenis kelamin, status sosial maupun tingkat pendidikan. Usia terbanyak berdasarkan statistik adalah 15-30 tahun, namun pada imunologi dikenal juga penyakit skizofrenia yang dialami oleh anak-anak sekitar usia 8 tahun dan skizofrenia pada usia lanjut lebih dari 45 tahun.

Berbagai bentuk kesalahan sikap masyarakat dalam merespon kehadiran penderita gangguan jiwa terjadi akibat konstruksi pola berpikir yang salah akibat ketidaktahuan publik. Terdapat logika yang salah di masyarakat, kondisi mispersepsi


(25)

tersebut selanjutnya berujung pada tindakan yang tidak membantu percepatan kesembuhan si penderita. Masyarakat cenderung menganggap orang dengan kelainan mental sebagai sampah sosial (Wicaksana, 2008).

Telah banyak ditemukan obat-obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala gangguan pada penderita gangguan jiwa seperti skizofrenia, artinya dengan pemberian obat yang tepat dan memadai penderita gangguan jiwa berat, cukup berobat jalan. Sebenarnya kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia lebih menguntungkan dibandingkan negara maju, karena dukungan Sosial Keluarga (primary support groups) yang diperlukan dalam pengobatan gangguan jiwa berat ini lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma terhadap gangguan jiwa berat ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi negatif terhadap penderitanya tetapi bagi juga anggota keluarga, meliputi sikap-sikap penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Penderita gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia (Priyanto, 2007).

Penanganan skizofrenia harus dilakukan secara komprehensif melalui multi-pendekatan, khususnya pendekatan keluarga dan pendekatan petugas kesehatan secara langsung dengan penderita, seperti bina suasana, pemberdayaan penderita gangguan jiwa dan pendampingan penderita skizofrenia agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang terus-menerus.

Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami gangguan kesehatan / dalam keadaan sakit. Keluarga juga merupakan salah satu indikator dalam masyarakat apakah masyarakat sehat atau sakit (Effendy, 1998). Peran/tugas keluarga


(26)

dalam kesehatan yang dikembangkan oleh ilmu keperawatan dalam hal ini adalah ilmu kesehatan masyarakat (Komunitas) sangatlah mempunyai arti dalam peningkatan dalam peran/tugas keluarga itu sendiri (Friedman, 1998).

Skizofrenia yang merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa masih di anggap sebagai penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi penderita dan keluarganya. Persepsi masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa masih negatif, mereka dipandang sebelah mata. Masyarakat menganggap penderita gangguan jiwa adalah sampah sosial, dihina dan dicaci maki, padahal mereka adalah manusia biasa sama seperti kita, makhluk ciptaan Tuhan yang seharusnya mendapatkan penanganan dan diperlakukan sama seperti manusia yang lainnya. Sampai saat ini penanganan skizofrenia baik di rumah maupun di rumah sakit belum memuaskan. Hal ini terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang. Beberapa hal yang ditengarai menjadi penyebabnya adalah ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini, serta ada beberapa stigma mengenai skizofrenia ini (Hawari, 2001). Hal tersebut menunjukkan pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang gangguan jiwa masih kurang. Padahal disisi yang lain keluarga mempunyai tugas untuk membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).

Menurut Suryantha, seorang psikiater di sanatorium Dharmawangsa, dukungan Sosial Keluarga dan teman merupakan salah satu obat penyembuh yang sangat berarti bagi penderita skizofrenia (Anonim, 2008). Dukungan Sosial Keluarga terhadap pasien-pasien skizofrenia menjadi hal yang sangat penting dalam proses


(27)

pencegahan kekambuhan selain obat-obatan dan terapi psikologi yang di berikan oleh dokter.

Terapi yang dapat diberikan pada pasien Skizofrenia beragam bentuknya. Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya, mampu merawat diri dan tidak bergantung pada orang lain (Hawari, 2007). Sedangkan pasien gangguan jiwa Skizofrenia yang berulang kali kambuh dan berlanjut kronis serta menahun maka selain program terapi seperti tersebut diatas diperlukan program rehabilitasi (Hawari ,2003).

Peran keluarga dalam mengenali masalah kesehatan yaitu mampu mengambil keputusan dalam kesehatan, Ikut merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan pasien (Friedman, 1998).

Salah satu upaya penting dalam pencegahan kekambuhan kembali adalah dengan adanya dukungan sosial keluarga yang baik, baik dalam perawatan maupun dalam pendampingan penderita gangguan jiwa berobat. Rendahnya Dukungan sosial keluarga terhadap anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa dapat dilihat dari tingginya angka penderita gangguan jiwa. Hal ini disebabkan masih dianggapnya penderita gangguan jiwa sebagai aib keluarga serta ketidakmampuan keluarga dalam pentatalaksanaan penderita gangguan jiwa dalam keluarga (Notosoedirjo, 2005).

Bertambahnya penyandang masalah gangguan jiwa juga disebabkan belum maksimalnya perawat dan dokter spesialis kejiwaan dalam merencanakan intervensi penyakit dengan mengikutsertakan keluarga pada setiap upaya pencegahan


(28)

kekambuhan. Kesenjangan ini mengakibatkan angka kekambuhan yang cukup tinggi, seringkali pasien yang sudah dipulangkan kepada keluarganya beberapa hari, kemudian kambuh lagi dengan masalah yang sama atau bahkan lebih berat. Tidak sedikitjuga keluarga yang menolak kehadiran pasien kembali bersamanya (Rasmun, 2001).

Selain dianggapnya pasien gangguan jiwa sebagai aib keluarga, rendahnya peran keluarga dalam proses pencegahan kekambuhan pasien adalah ketidaktahuan keluarga mengenai tata laksana penderita gangguan jiwa. Hal ini dikarenakan rendahnya pengetahuan keluarga, pendidikan yang rendah, serta kelemahan finansial dari keluarga tersebut untuk memberikan pelayanan gangguan jiwa dengan kualitas yang baik (Maslim, 1998).

Berdasarkan hasil penelitian Kartiko (2009), menunjukkan bahwa dari 60 reponden penelitian, sebagian besar yaitu sebanyak 42 responden (70%) pasien dengan skizofrenia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta kurang mendapatkan dukungan yang memadai. Akibatnya keluarga tidak mengikuti proses perawatan pasien, dan kesan yang ada pada keluarga hanyalah perilaku pasien sewaktu dibawa ke Rumah Sakit.

Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan, didapat jumlah seluruh pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit ini berjumlah 682 pasien, yang terdiri atas 295 pasien rawat inap dan 387 pasien rawat jalan (berobat jalan). Berdasarkan survei pendahuluan ini juga didapat 392 pasien mengalami gangguan skizofrenia yang berobat di rumah sakit


(29)

ini pada Januari 2011 sampai Agustus 2011, dimana pasien skizofrenia yang rawat jalan (berobat jalan) berjumlah 312 pasien. Sekitar 94% pasien skizofrenia yang berobat jalan (293 pasien) datang dengan ditemani oleh keluarganya. Hal ini disebabkan keadaan pasien yang kurang stabil akibat skizofrenia. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa pentingnya peran keluarga dalam proses pencegahan kekambuhan pasien berobat jalan di rumah sakit ini.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dukungan sosial keluarga (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif dan dukungan penilaian) terhadap pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif dan dukungan penilaian) terhadap pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pengaruh dukungan sosial keluarga (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif dan dukungan penilaian) terhadap


(30)

pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Bagi pihak Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan merumuskan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah gangguan jiwa, khususnya skizofrenia, serta meningkatkan kualitas pelayanan dengan memanfaatkan peran serta keluarga pasien dalam proses pencegahan kekambuhan pasien gangguan jiwa, khususnya skizofrenia yang berobat jalan di rumah sakit ini.

b. Bagi kalangan akademik, penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan dukungan sosial keluarga terhadap pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizofrenia

2.1.1. Pengertian Skizofrenia

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), skizofrenia adalah sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Pasien dengan skizofrenia umumnya ditandai dengan penyimpangan yang fundamental dan karakteristik pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan berkomunikasi dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran dan kata-kata terbalik, mereka kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri (Nolen, 2004).

Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi


(32)

pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Kaplan, 2002).

Menurut Tubagus, skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti jiwa yang retak (skizos artinya retak dan freenas artinya jiwa). Jiwa manusia terdiri dari 3 unsur yaitu perasaan, kemauan dan perilaku. Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai autra fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan perilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaac Ann, 2005).

Pedoman diagnostik dari skizofrenia adalah harus adanya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. Thought echo dimana isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau thought incertion or withdrawl dimana isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya; dan thought broadcasting dimana isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. b. Delusion of control dimana waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; delusion of influence dimana waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau delusion of passivity dimana waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap


(33)

suatu kekuatan dari luar; dan delusion perception dimana pengalaman indrawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

c. Halusinasi dimana suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien; mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri; atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kemampuan di atas manusia biasa.

Selain ciri di atas, ada ciri lain sebagai pedoman diagnosis skizofrenia, yaitu paling sedikit ada dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas, yaitu:

a. Halusinasi yang menetap dari panca indra apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, atau disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus.

b. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang relevan atau neologisme.

c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.


(34)

Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi semua harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika (PPDGJ-III, 1995).

2.1.2. Penyebab Skizofrenia

Penyebab pasti skizofrenia sampai saat ini belum diketahui. Ada beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya skizofrenia. Bukti kuat dari penelitian pada kembar identik menyimpulkan bahwa faktor genetik memberikan kontribusi yang besar pada etiologi skizofrenia. Walaupun demikian sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen yang terlibat pada skizofrenia dan juga belum diketahui bentuk kontribusinya. Telah bertahun-tahun dilakukan penelitian tentang etiologi gangguan skizofrenia, namun sampai saat ini belum ditemukan etiologi pasti gangguan ini (Durand, 2007).

2.1.3. Tipe-Tipe Skizofrenia A. Skizofrenia Paranoid

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), pedoman diagnosis skizofrenia paranoid dipenuhi oleh diagnosis umum skizofrenia, sebagai tambahannya adalah :

a. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol; suara-suara halusinasi yang megancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit atau bunyi tawa; halusinasi pembauan atau


(35)

pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada, tetapi jarang menonjol; waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan, dipengaruhi dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.

b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relative tidak nyata atau tidak menonjol.

Selain itu, ada diagnosis banding seperti epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan, keadaan paranoid involusional dan paranoia.

B. Skizofrenia Hebefrenik

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), pedoman diagnosis skizofrenia hebefrenik dipenuhi oleh diagnosis umum skizofrenia. Diagnosis hebefrenia untuk pertama sekali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai umur 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas pemalu dan senang menyendiri, namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosa. Untuk menentukan diagnosa hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan:

a. Perilaku yang tidak bertanggung jwab dan tidak dapat diramalkan, serta mannerisme, ada kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan.


(36)

b. Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai oleh cekikikan atau perasaan puas diri, senyum sendiri, atau oleh sikap tinggi hati, tertawa menyeringai, mannerisme, mengibuli serta bersenda gurau, keluhan hipokondriakal dan ungkapan kata yang diulang-ulang.

Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol. Dorongan kehendak dan yang bertujuan hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan dan tanpa maksud. Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema absrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

C. Skizofrenia Katatonik

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), pedoman diagnosis sizofrenia katatonik memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini mendominasi gambaran klinisnya, yaitu :

a. Stupor atau mutisme (tidak berbicara) b. Gaduh gelisah

c. Menampilkan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar d. Negativisme

e. Rigiditas


(37)

g. Gejala-gejala lain seoerti “command automatism”.

Pada pasien yang tidak komunikastif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnosis untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alcohol atau obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

D. Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiatedi)

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), pedoman diagnosis skizofrenia ini memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-skizofrenia.

E. Depresi Pasca-Skizofrenia

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), diagnosis yang harus ditegakkan hanya:

a. Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 tahun terakhir ini b. Beberapa gejala skizofrenia masih ada

c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.


(38)

d. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi episode depresif, bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtype skizofrenia yang sesuai.

F. Skizofrenia Residual

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:

a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol.

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia

c. Setidaknya sudah melampaui kurun waktu satu tahun, dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia

d. Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak lainnya. G. Skizofrenia Simpleks

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari:

a. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan


(39)

b. Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mecolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup dan penarikan diri secara sosial.

c. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtype skizofrenia lainnya.

Selain skizofrenia-skizofrenia tersebut di atas, ada skizofrenia lain, yaitu skizofrenia YTT dan skizofrenia lainnya.

2.1.4. Pencegahan Kekambuhan Skizofrenia

Empat faktor penyebab pasien kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit, menurut Sullinger (1988) :

1. Pasien : Sudah umum diketahui bahwa pasien yang gagal memakan obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% pasien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur.

2. Dokter (pemberi resep) : Makan obat yang teratur dapat mengurangi kambuh, namun pemakaian obat neuroleptic yang lama dapat menimbulkan efek samping

Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.

3. Penanggung jawab pasien: Setelah pasien pulang ke rumah maka perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas program adaptasi pasien di rumah. 4. Keluarga : Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika keluarga dengan


(40)

menekan dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi keluarga yang rendah. Selain itu pasien juga mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan (naik pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan). Dengan terapi keluarga pasien dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi stress. Cara terapi bisanya: Mengumpulkan semua anggota keluarga dan memberi kesempatan menyampaikan perasaan-perasaannya. Memberi kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan baru kepda pasien ganguan jiwa, memfasilitasi untuk hijrah menemukan situasi dan pengalaman baru.

Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh pasien dan keluarganya yaitu :

1. Menjadi ragu-ragu dan serba takut (nervous) 2. Tidak nafsu makan

3. Sukar konsentrasi 4. Sulit tidur

5. Depresi

6. Tidak ada minat 7. Menarik diri

Setelah pasien pulang ke rumah, sebaiknya pasien melakukan perawatan lanjutan pada puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program kesehatan jiwa. Perawat komuniti yang menangani pasien dapat menganggap rumah pasien sebagai


(41)

“ruangan perawatan”. Perawat, pasien dan keluarga besar sama untuk membantu proses adaptasi pasien di dalam keluarga dan masyarakat. Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan rumah dan after care di puskesmas.

Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan pasien dan merupakan “perawat utama” bagi pasien. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan pasien di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal asuhan di RS akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat pasien di rumah sehingga kemungkinan dapat dicegah. Pentingnya peran serta keluarga dalam pasien gangguan jiwa dapat dipandang dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga merupakan “institusi” pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku. Individu menguji coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat.

Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota merupakan dapat memengaruhi seluruh sistem, sebaliknya disfungsi keluarga merupakan salah satu penyebab gangguan pada anggota. Bila ayah sakit maka akan memengaruhi perilaku anak, dan istrinya, termasuk keluarga lainnya. Salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah; keluarga yang tidak tahu


(42)

cara menangani perilaku pasien di rumah (Northouse, 1998). Pasien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit karena perlakuan yang salah selama di rumah atau di masyarakat.

2.2. Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup berperilaku karena mereka semua mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan seterusnya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati dari luar (Notoatmodjo, 1993).

2.2.1. Determinan Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun


(43)

respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

2.2.2. Bentuk Perilaku

Ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (pshycomotor)

(Notoatmodjo, 2007). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

1. Pengetahuan (knowledge) 2. Sikap (attitude)

3. Praktek atau tindakan (practice). 2.2.3. Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Menurut Lawrence Green yang dikutip Notoatmodjo (2005), ada 3 faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan :

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu factor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.


(44)

2. Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang menfasilitasi perilaku atau tindakan seperti sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan sampah, makanan bergizi, dan sebagainya. 3. Faktor penguat (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat mencakup : dukungan social dari tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan keluarga.

2.3. Keluarga

2.3.1. Konsep Keluarga

Menurut Notoatmodjo (2007), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Bailon (1989), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinterkasi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah : a. Unit terkecil masyarakat

b. Terdiri atas dua orang atau lebih

c. Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah d. Hidup dalam satu rumah tangga


(45)

e. Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga f. Berinteraksi diantara sesame anggota keluarga g. Setiap anggota memiliki perannya masing-masing

h. Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan (Effendy, 1998). 2.3.2. Struktur Keluarga

Struktur keluarga terdiri atas bermacam-macam, diantaranya adalah :

a. Patrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

b. Matrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. c. Matrilokaladalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

istri.

d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.3.3. Ciri-Ciri Struktur Keluarga

Menurut Carter (1988), ciri-ciri struktur keluarga adalah :

a. Terorganisasi; saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.


(46)

b. Ada keterbatasan; setiap anggota memiliki kebebasan tetpai mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.

c. Ada perbedaan dan kekhususan; setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

2.3.4. Tipe/Bentuk Keluarga

Tipe dan bentuk keluarga terdiri atas :

a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak.

b. Keluarga besar (Exstended Family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.

c. Keluarga berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri atas wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti. d. Keluarga duda atau janda (Single Family) adalah keluarga yang terjadi karena

perceraian atau kematian.

e. Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama-sama.

f. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.


(47)

Keluarga di Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar, karena masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa hidup dalam suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat (Effendy, 1998).

2.3.5. Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga

Adapun pemegang kekuasaan dalam keluarga, yaitu :

a. Patriakal; yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah dari pihak ayah.

b. Matriakal; yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah dari pihak ibu.

c. Equalitarian; yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu.

2.3.6. Peranan Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :

a. Peranan ayah; ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.


(48)

b. Peranan ibu; sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

c. Peranan anak; anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkatan perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual (Effendy, 1998).

2.3.7. Fungsi Keluarga

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut : 1. Fungsi Biologis

a. Untuk meneruskan keturunan b. Memelihara dan membesarkan anak c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

d. Memelihara dan merawat anggota keluarga. 2. Fungsi Psikologis

a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman

b. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga d. Memberikan identitas keluarga

3. Fungsi Sosialisasi


(49)

b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak

c. Menentukan nilai-nilai budaya keluarga. 4. Fungsi Ekonomi

a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga

b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga

c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya.

5. Fungsi Pendidikan

a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya

b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa

c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya. Ahli lain juga mengelompokkan fungsi pokok keluarga menjadi 3, yaitu : a. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan

kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.


(50)

b. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.

2.3.8. Tugas-Tugas Keluarga

Pada dasarnya tugas pokok keluarga ada delapan, yaitu : 1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

3. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing.

4. Sosialisasi antar anggota keluarga.

5. Pengaturan jumlah anggota rumah tangga. 6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas. 8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga (Effendy,

1997).

2.3.9. Prinsip-Prinsip Perawatan Keluarga

Ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga adalah :


(51)

b. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat sebagai tujuan utama.

c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai peningkatan kesehatan keluarga.

d. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, perawat melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya.

e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan preventif dan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

f. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan kesehatan keluarga.

g. Sasaran asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara keseluruhan.

h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan menggunakan proses keperawatan.

i. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah penyuluhan kesehatan dan asuhan perawatan kesehatan dasar/perawatan di rumah.


(52)

2.4. Dukungan Sosial Keluarga

2.4.1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan perilaku ada 3, yaitu : (1) dukungn material adalah menyediakan fasilitas latihan, (2) dukungan informasi adalah untuk memberiakan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat adalah member pujian atas keberhasilan proses latihan.

Menurut Friedman (1998), dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memenadang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Friedman (1998), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh memberikan kasih sayang serta menerima dan mendukung. Menurut Friedman (2003) dukungan sosial keluarga adalah bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan sosial keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

Studi tentang dukungan sosial keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga. Menurut Sheridan dan Radmacher (1992), Sarafino (1998) serta Taylor (1999), keluarga memiliki dukungan, yaitu : (1) dukungan


(53)

emosional, (2) dukungan penghargaan, (3) dukungan instrumental, dan (4) dukungan informatif.

2.4.2. Dimensi Dukungan Sosial Keluarga

House (dalam Smet, 1994) membedakan empat jenis atau dimensi dukungan sosial, antara lain :

a. Dukungan Emosional

Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperlukan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial, sehingga dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.

b. Dukungan Penghargaan

Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orangorang lain, contohnya dengan membandingkannya dengan orang lain yang lebih buruk keadaannya. c. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang memberi pinjaman uang kepada orang itu. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi beban individu karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.


(54)

d. Dukungan Informatif

Dukungan informatif mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial Keluarga

Sarafino (1990) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima Dukungan sosial keluarga atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)

Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.

b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)

Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya.


(55)

Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, efeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah.

2.5. Teori S-O-R

Dalam penelitian ini juga digunakan adalah model S-O-R (Stimulus, Organisme, Respon). Objek materialnya adalah manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi. Organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan (Mar’at, 1981).

Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya model ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif;misal jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum ini merupakan reaksi positif, namun jika


(56)

tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif. Seperti halnya, peran keluarga yang positif akan menghadirkan perilaku positif terhadap pencegahan kekambuhan skizofrenia (Mar’at, 1981).

2.6. Landasan Teori

Menurut Lawrence Green yang dikutip Notoatmodjo (2005), ada 3 faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan :

1. Faktor pemudah (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.

2. Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan seperti sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan sampah, makanan bergizi, dan sebagainya. 3. Faktor penguat (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat mencakup : dukungan sosial dari tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan keluarga.

Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:


(57)

a. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

b. Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.

d. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.


(58)

Penderita skizofrenia tidak mungkin mampu mengatasi masalah kejiwaanya sendiri. Individu tersebut membutuhkan peran orang lain di sekitarnya, khususnya keluarganya. Peran keluarga dalam pencegahan kekambuhan penderita skizofrenia sangat penting, karena keluargalah orang yang paling dekat dengan penderita skizofrenia. Pencegahan kekambuhan atau mempertahankan penderita skizofrenia di lingkungan keluarga dapat terlaksana dengan persiapan pulang yang adekuat serta mobilisasi fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat khususnya peran serta keluarga (Sarafino, 2006).

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam peneltian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan Gambar 2.1 di atas, diketahui variabel independen dalam penelitian ini yaitu dukungan sosial keluarga dalam mimum obat (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif dan dukungan penilaian). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia.

Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Dukungan Sosial Keluarga :

a. Dukungan emosional b. Dukungan Instrumental c. Dukungan Informatif d. Dukungan Penilaian


(59)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survai bersifat analitik dengan tipe

explanatory research. Explanatory research dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif dan dukungan penilaian) terhadap pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan. Alasan penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Medan adalah masih tingginya angka skizofrenia di Medan serta masih rendahnya peran keluarga dalam proses pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia yang rawat jalan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 7 bulan terhitung mulai bulan Juni sampai Januari 2012.


(60)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien skizofrenia yang mendampingi pasien berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan tahun 2011 pada saat penelitian dilakukan. Keluarga pasien dalam penelitian ini adalah orang yang memiliki hubungan darah atau pernikahan dengan pasien serta orang yang merawat pasien minimal 3 bulan. Data jumlah keluarga pasien didapat dengan mengasumsikan bahwa setiap pasien yang berobat jalan didampingi oleh satu orang keluarga. Jumlah pasien skizofrenia yang berobat jalan di rumah sakit ini mulai Januari sampai September 2011 berjumlah 312 orang. Berdasarkan hal ini, maka jumlah populasi adalah 312 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel berdasarkan populasi, maka jumlah sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikutip oleh Notoadmodjo (2005), yaitu:

n =

) ( 1 N d2

N

+

Keterangan:

n = Besarnya sampel N = Populasi (312)

d = Tingkat kepercayaan (0,1) Perhitungan:

n =

) ( 1 N d2

N


(61)

n =

) 01 , 0 ( 312 1

312

+

n = 12 , 4 312

n = 75,73  dibulatkan menjadi 76 3.3.3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling, dimana keluarga pasien yang mendampingi pasien berobat jalan di Rumah Sakit Jiwa Medan diambil secara undian berdasarkan data pasien berobat jalan di rumah sakit tersebut. Pada saat berobat.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

(1) Data primer adalah data yang diperoleh dari responden (sampel) secara langsung melalui wawancara serta berpedoman pada kuesioner yang telah disusun.

(2) Data Sekunder adalah data yang diperoleh melalui pencatatan dari dokumen Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan, Dinas Kesehatan Kota Medan serta Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Data tentang jumlah dan kunjungan pasien skizofrenia diperoleh dari bagian Rekam Medis Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan. Selain itu, data atau


(62)

informasi penunjang seperti jumlah penderita skizofrenia juga diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan.

3.4.2. Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan melalui wawancara secara langsung kepada keluarga pasien skizofrenia yang berobat jalan dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun yang mencakup variabel dukungan sosial keluarga (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif dan dukungan penilaian) serta variabel pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan. Diasumsikan keluarga yang mengantar pasien skizofrenia adalah keluarga yang mengurus dan dekat dengan pasein skizofrenia tersebut.

Pengumpulan data sekunder didasarkan pada pencatatan oleh peneliti tentang profil Kesehatan Kota Medan berupa data cakupan pelayanan kesehatan jiwa, dan data ketenagaan serta data evaluasi pengobatan penderita gangguan jiwa, khususnya skizofrenia. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari bagian rekam medis Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner dukungan sosial keluarga pada upaya pencegahan kekambuhan penderita skizofrenia yang telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji coba sebelum dijadikan sebagai alat ukur penelitian yang bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur. Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 keluarga dengan salah satu anggota keluarganya adalah skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan.


(63)

Uji valididtas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalana atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variable atau item dengan skor total variabel menggunakan rumut teknik korelasi pearson product moment (r), dengan ketentuan jika nilai r-hitung > r-tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya. Nilai r-tabel untuk 30 responden yang diuji coba adalah sebesar 0,361. Ketentuan kuesioner dikatakan valid pada penelitian ini, jika :

1. Nilai r-hitung variabel ≥ 0,361 dikatakan valid. 2. Nilai r-hitung variabel < 0,361 dikatakan tidak valid.

Reliabilitas dapat merupakan indeks yang menunjukkan sejuah mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r-Alpha > r-tabel, maka dinyatakan relialibel. Nilai r-Alpha untuk penentuan reliabilitas adalah :

1. Nilai r-Alpha ≥ r-tabel dikatakan reliabel 2. Nilai r-Alpha < r-tabel dikatakan tidak reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

1. Dukungan sosial keluarga adalah bantuan yang diberikan oleh keluarga penderita skizofrenia baik moril maupun materil dalam upaya pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan tahun 2011. Dukungan sosial keluarga dapat dibagi atas :


(64)

1. Dukungan Informasioal

Bantuan/dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam pemberian informasi (usulan, saran atau nasehat) mengenai skizofrenia dan hal-hal yang mempercepat pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia.

2. Dukungan Penilaian

Bantuan/dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam memberikan penghargaan ataupun balasan atas apa yang dilakukan penderita skizofrenia dalam upaya pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia.

3. Dukungan Instrumental

Bantuan/dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam memberikan atau menyediakan benda konkrit untuk pasien skizofrenia.

4. Dukungan Emosional

Bantuan/dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam memberikan perhatian serta menciptakan kondisi dimana penderita merasa nyaman untuk proses pencegahan kekambuhan pasien.

2. Variabel dependen pada penelitian ini adalah pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia. Pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh pasien skizofrenia untuk mendukung pencegahan kekambuhan (tidak timbulnya kembali gejala-gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan dalam waktu 3 bulan terakhir dan tidak timbulnya gejala sikap apatis, halusinasi, emosional yang tidak wajar) di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan.


(65)

3.6. Metode Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini berdasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan yang telah disediakan dan disesuiakan dengan skor yang ada.

Skala pengukuran variabel independen dukungan sosial keluarga yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif dan dukungan penilaian dalam penelitian ini berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan, (Pratomo, 2005). Jumlah pertanyaan untuk variabel dependen masing-masing berjumlah 10 item. Pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban “Ya (bobot 1)” dan “Tidak (bobot 0), dan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu:

1. Baik : jika total nilai yang diperoleh ≥ 50% (skor ≥ 5) 2. Tidak Baik : jika total nilai yang diperoleh < 50% (skor < 5)

Skala pengukuran variabel dependen yaitu pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia dalam penelitian ini berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Jumlah pertanyaan untuk variabel dependen berjumlah 20 item. Pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban “Ya (bobot 1)” dan “Tidak (bobot 0), dan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu:

1. Baik : jika total nilai yang diperoleh ≥ 50% (skor ≥ 10) 2. Tidak Baik : jika total nilai yang diperoleh < 50% (skor < 10)


(1)

LAMPIRAN 3

OUTPUT ANALISIS BIVARIAT

DUKUNGAN EMOSIONAL * PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

Crosstab

38 10 48

27.8 20.2 48.0

79.2% 20.8% 100.0%

6 22 28

16.2 11.8 28.0

21.4% 78.6% 100.0%

44 32 76

44.0 32.0 76.0

57.9% 42.1% 100.0% Count

Expected Count % within DUKUNGAN EMOSIONAL

Count

Expected Count % within DUKUNGAN EMOSIONAL

Count

Expected Count % within DUKUNGAN EMOSIONAL

Tidak Baik

Baik DUKUNGAN EMOSIONAL

Total

Tidak Baik Baik PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

Total

Chi-Square Tests

24.184b 1 .000 21.874 1 .000 25.232 1 .000

.000 .000

23.866 1 .000

76 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.79.


(2)

DUKUNGAN INSTRUMENTAL * PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

Crosstab

27 10 37

21.4 15.6 37.0

73.0% 27.0% 100.0%

17 22 39

22.6 16.4 39.0

43.6% 56.4% 100.0%

44 32 76

44.0 32.0 76.0

57.9% 42.1% 100.0%

Count

Expected Count % within DUKUNGAN INSTRUMENTAL Count

Expected Count % within DUKUNGAN INSTRUMENTAL Count

Expected Count % within DUKUNGAN INSTRUMENTAL Tidak Baik

Baik DUKUNGAN

INSTRUMENTAL

Total

Tidak Baik Baik PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

Total

Chi-Square Tests

6.725b 1 .010

5.573 1 .018

6.852 1 .009

.012 .009

6.636 1 .010

76 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.58.


(3)

DUKUNGAN INFORMATIF * PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

Crosstab

32 10 42

24.3 17.7 42.0

76.2% 23.8% 100.0%

12 22 34

19.7 14.3 34.0

35.3% 64.7% 100.0%

44 32 76

44.0 32.0 76.0

57.9% 42.1% 100.0%

Count

Expected Count % within DUKUNGAN INFORMATIF Count

Expected Count % within DUKUNGAN INFORMATIF Count

Expected Count % within DUKUNGAN INFORMATIF Tidak Baik

Baik DUKUNGAN INFORMATIF

Total

Tidak Baik Baik PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

Total

Chi-Square Tests

12.892b 1 .000 11.269 1 .001 13.201 1 .000

.000 .000

12.722 1 .000

76 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.32.


(4)

DUKUNGAN PENILAIAN * PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

Crosstab

34 9 43

24.9 18.1 43.0

79.1% 20.9% 100.0%

10 23 33

19.1 13.9 33.0

30.3% 69.7% 100.0%

44 32 76

44.0 32.0 76.0

57.9% 42.1% 100.0%

Count

Expected Count % within DUKUNGAN PENILAIAN

Count

Expected Count % within DUKUNGAN PENILAIAN

Count

Expected Count % within DUKUNGAN PENILAIAN

Tidak Baik

Baik DUKUNGAN PENILAIAN

Total

Tidak Baik Baik PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

Total

Chi-Square Tests

18.215b 1 .000 16.270 1 .000 18.850 1 .000

.000 .000

17.976 1 .000

76 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.89.


(5)

LAMPIRAN 4

OUTPUT ANALISIS MULTIVARIAT

Case Processing Summary

76 100.0

0 .0

76 100.0

0 .0

76 100.0

Unweighted Casesa

Included in Analysis Missing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cases Total

N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0 1 Original Value

Tidak Baik Baik

Internal Value

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

44 0 100.0

32 0 .0

57.9 Observed

Tidak Baik Baik PENCEGAHAN

KEKAMBUHAN Overall Percentage Step 0

Tidak Baik Baik PENCEGAHAN

KEKAMBUHAN Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Variables in the Equation

-.318 .232 1.879 1 .170 .727 Constant

Step 0


(6)

Variables not in the Equation

24.184 1 .000 6.725 1 .010 12.892 1 .000 18.215 1 .000 41.202 4 .000 EMOSI

INSTRUM INFOR NILAI Variables

Overall Statistics Step

0

Score df Sig.

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

52.903 4 .000 52.903 4 .000 52.903 4 .000 Step

Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

50.552 .501 .674 Step

1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

41 3 93.2

7 25 78.1

86.8 Observed

Tidak Baik Baik PENCEGAHAN

KEKAMBUHAN Overall Percentage Step 1

Tidak Baik Baik PENCEGAHAN

KEKAMBUHAN Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

3.064 .857 12.777 1 .000 21.417

1.653 .796 4.317 1 .038 5.223

2.002 .759 6.967 1 .008 7.406

EMOSI INSTRUM INFOR Step

1a


Dokumen yang terkait

Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan

8 64 67

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan

30 131 90

PENERIMAAN KELUARGA TERHADAP PASIEN SKIZOFRENIA YANG MENJALANI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH Penerimaan Keluarga Terhadap Pasien Skizofrenia Yang Menjalani Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

0 0 19

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.

0 0 8

HUBUNGAN ANTARA KETAATAN BEROBAT DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA Hubungan Antara Ketaatan Berobat dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Grhasia.

0 5 14

PENGARUH EKSPRESI EMOSI KELUARGA TERHADAP FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.

0 1 4

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 66

PENGARUH EKSPRESI EMOSI KELUARGA TERHADAP FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

1 0 72

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA DIY NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Grhasia

0 0 15

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA D.I. YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA D.I. YOGYAKARTA

0 0 13