Teori Elit Politik Lokal

1.6 Kerangka Teori

Bagian ini merupakan unsur yang paling penting di dalam penelitian, karena pada bagian ini peneliti mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan teori –teori yang relevan dengan penelitiannya. Teori menurut Masri Singarimbun dan Sofian effendi dalam buku Metode Penelitian Survei mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 9 Oleh karena itu, dalam penelitian ini, untuk menggambarkan masalah penelitian yang menjadi objek di dalam penelitian, peneliti menggunakan teori, yaitu

1.6.1 Teori Elit Politik Lokal

Adapun elit politik lokal yang dimaksud adalah mereka yang menduduki posisi jabatan politik di ranah lokal. Perjalanan sejarah mencatat bahwa posisi mereka sebagai elit politik lokal mengalami ‘pasang naik’ dan ‘pasang surut’ paralel dengan perubahan yang terjadi. Mereka yang pada rentang waktu tertentu mengalami pembatasan dari struktur yang ada, berubah nasibnya menjadi mengalami pemberdayaan pada kurun waktu yang lain. Demikian pula ada di antara mereka yang semula mengalami pemberdayaan berubah menjadi mengalami pembatasan dari struktur. Realitas pentas politik Indonesia menunjukkan, tatkala rezim otoritarian Orde Baru berkuasa, ada sekelompok elit politik lokal yang mengalami pembatasan dari 9 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Sosial. Jakarta : LP3ES, 1998, hal 37. Universitas Sumatera Utara struktur yang ada dan ada pula sejumlah elit politik lokal lainnya yang mengalami pemberdayaan. Tumbangnya pemerintahan Orde Baru menghasilkan kehadiran sistem politik yang bercorak demokrasi memungkinkan terjadinya perubahan pemaknaan struktur yang ada; elit politik lokal yang semula memaknai struktur sebagai pembatasan berubah menjadi pemberdayaan, dan mereka yang tadinya memaknai sebagai pemberdayaan berubah menjadi pembatasan. 10 Beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut proses sosial politik masyarakat lokal adalah, pertama, pelopor-pelopor demokrasi bisa muncul dari segenap unsur publik masyarakat sipil sehingga elit politik jika telah cukup tersediannya media-media sipil dalam rangka melakukan praktek yang bersifat partisipatori kepada masyarakat sipil , prinsip ini kemudian berkaitan erat dengan aspek normative moral politik maupun positifnya mekanisme Check and balance. Kedua, proses sosial politik berkaitan erat dengan kualitas sumberdaya manusia lokal. Indikatornya kapasitas pendidikan dan kualitas teknis dari para elit politik dan pimpinan organisasi kemasyarakatan pada tingkat lokal. Ketiga, tertatanya aktivitas penunjang pencerdasan politik guna menuju paradigma politik yang rasional dan objektif. Proses ini sebenarnya mengharuskan para elit politik untuk mampu mengembangkan secara konstruktif, bagaimana paradigma rasional objektif dikedepankan daripada fanatisme kharismatik kepada kumunitasnya, Keempat, menyangkut tentang kebutuhan akan integritas elit politik dengan daya kontrol sosial politik publik yang secara optimal berfungsi. Integritas elit politik ini senantiasa 10 Haryanto, op. cit.,hal. 137 Universitas Sumatera Utara terkontrol oleh publik seiring dengan kapasitas dan hasil kerja prestasi yang mampu mereka berikan 11 . Kata elit selalu menarik perhatian, justru karena ia sering diartikan sebagai “orang-orang yang menentukan”. Pendekatan elit dalam studi ilmu sosial memeang tidak kebal dari kritik namun sangat membantu menjelaskan fenomena struktur sosial, khususnya struktur kekuasaan seperti bentuk piramida. Para elit adalah mereka yang berada dalam puncak piramida itu, mereka yang punya pengaruh dan menentukan. Bottomore yang menemukan konsep keseimbangan sosial, yang apabila direfleksikan dengan dinamika politik, sebagai bagian dari dinamika sosial lebih luas. Elit akan sangat terkait dengan upaya menuju tercapainya kondisi keseimbangan politik political equilibrium. 12 Sofian Effendi secara sederhana memberi batasan tentang elit lokal adalah kelompok kecil yang biasanya oleh masyarakat tergolong disegani, dihormati, kaya, dan berkuasa. Kelompok elit yang kerapkali dinyatakan sebagai kelompok minoritas superior, yang posisinya berada pada puncak strata, memiliki kemampuan mengendalikan aktivitas perekonomian dan sangat dominan mempengaruhi proses pengambilan keputusan terutama keputusan-keputusan yang berdampak kuat dan berimbas luas terhadap tatanan kehidupan. Mereka tidak hanya ditempatkan sebagai pemberi legitimasi tetapi lebih daripada itu adalah panutan sikap dan cermin tindakan serta senantiasa diharapkan dapat berbuat nyata bagi kepentingan bersama. 13 11 Arif Nasution,M., Badaruddin, Heri Kusmanto, 2005, Nasionalisme dan Isu-isu Lokal, Medan : USU Press. Hal. 74 12 Bottomore,T.B.2006. Elit dan Masyarakat, Jakarta : Akbar Tandjung Institute. Hal.6. 13 Sofyan Effendi.1992. Membangun Martabat Manusia: Peranan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal.64. Universitas Sumatera Utara Dalam mendukung analisis di penelitian ini, ada baiknya menyajikan beberapa pendapat ahli tentang teori elit, sebagai berikut:  Suzzane Keller Elite menurut Suzzana Keller, berasal dari kata elligere, yang berarti memilih, dalam perkataan biasa kata itu berarti bagian yang menjadi pilihan atau bunga suatu bangsa, budaya, kelompok usia dan juga orang-orang yang menduduki posisi sosial yang tinggi. Dalam arti umum elit menunjuk pada sekelompok orang dalam masyarakat yang menempati kedudukan-kedudukan tertinggi. Dengan kata lain, elit adalah kelompok warga masyarakat yang memiliki kelebihan daripada warga masyarakat lainnya sehingga menempati kekuasaan sosial di atas warga masyarakat lainnya. 14 Perbedaan yang tidak mungkin terelakkan di antara anggota masyarakatyang satu dengan yang lainnya dapat dinyatakan sebagai titik awal bagi munculnya kelompok-kelompok yang mempunyai keunggulan.Anggota masyarakat yang mempunyai keunggulan tersebut pada gilirannya akan tergabung dalam suatu kelompok yang dikenal dengan sebutan kelompok elit. Keunggulan yang melekat pada dirinya akan menggiring mereka tergabung dalam kelompok elite yang mempunyai perbedaan dengan anggota masyarakat kebanyakan lainnya yang tidak memiliki keunggulan. Sebutan elite atau terminologi elite, sebagaimana diungkapkan oleh Vilfredo Pareto, Gaetano Mosca, Suzanne Keller dan pemikir yang tergolong dalam elite teoritis, memang menunjukkan pada 14 Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok Elite, Peranan Elite Penentu dalam Masyarakat Modern, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1995, hal. 35 Universitas Sumatera Utara kelompok atau golongan yang ada di suatu masyarakat. yang memiliki keunggulan atau superioritas apabila dibandingkan dengan kelompok atau golongan lainnya.  Vilfredo pareto Pareto percaya bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik yang penuh. Mereka yang bisa menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu merupakan yang, terbaik. Merekalah yang dikenal sebagai elit. 15 Elit merupakan orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dan dalam lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari para pengacara, mekanik, bajingan atau para gundik. Pareto juga percaya bahwa elit yang ada pada pekerjaan dan lapisan masyarakat yang berbeda itu umumnya datang dari kelas yang sama; yaitu orang-orang yang kaya, pandai, dan mempunyai kelebihan dalam matematika, bidang musik, karakter moral dan sebagainya. Karena itu menurut Pareto, masyarakat terdiri dari 2 kelas: 1. Lapisan atas, yaitu elit, yang terbagi ke dalam elit yang memerintah governing elite dan elit yang tidak memerintah non-governing elite. 2. Lapisan yang lebih rendah, yaitu non-elit. Pareto sendiri lebih memusatkan perhatiannya pada elit yang memerintah, yang menurut dia, berkuasa karena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan, yang dilihatnya sebagai hal yang sangat penting.Dalam setiap masyarakat ada 15 Zainuddin Maliki, Sosiologi politik Makna Kekuasaan dan Transformasi Politik, Yogyakarta, tahun 2010 Penerbit GMUP. hal 7 Universitas Sumatera Utara gerakan yang tak dapat. ditahan dari individu-individu dan elit-elit kelas atas hingga kelas bawah, dan dari tingkat bawah ke tingkat atas yang melahirkan, suatu peningkatan yang luar biasa pada unsur-unsur yang melorotkan kelas-kelas yang memegang kekuasaan, yang pada pihak lain justru malah meningkatkan unsur-unsur kualitas superior pada kelompok-kelompok yang lain. Hal tersebut menyebabkan semakin tersisihnya kelompok-kelompok elit yang ada dalam masyarakat. Akibatnya keseimbangan masyarakat pun menjadi terganggu. Kiranya inilah yang menjadi perhatian utama Pareto. Pada bagian lain ia juga mengemukakan tentang berbagai jenis pergantian antara elit, yaitu pergantian: 1. Antara kelompok-kelompok elit yang memerintah itu sendiri. 2. Antara elit dengan penduduk lainnya. Pergantian yang terakhir itu bisa berupa pemasukan individu-individu dari lapisan yang berbeda ke dalam kelompok elit yang sudah ada dan individu-individu dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk ke dalam suatu kearah perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada. Tetapi apa sebenarnya yang menyebabkan runtuhnya elit yang memerintah, yang merusak keseimbangan sosial, dan mendorong pergantian elit. Pareto memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sifat psikologis berbagai kelompok elit yang berbeda. Dalam hubungan inilah Pareto mengembangkan konsep residu. Konsep tersebut didasarkan pada perbedaan yang digambarkannya terjadi di antara tindakan yang logis dan non-Iogis lebih daripada rasional dan non- Universitas Sumatera Utara rasional dari individu-individu dalam kehidupan sosialnya. Tindakan yang logis adalah tindakan-tindakan yang diarahkan pada tujuan-tujuan yang dapat diusahakan serta mengandung maksud pemilikan yang pada akhirnya dapat dijangkau. Tindakan non-Iogis adalah tindakan-tindakan yang tidak diarahkan pada suatu tujuan, atau diarahkan pada usaha-usaha yang tidak dapat dilakukan, atau didukung oleh alat-alat yang tidak memadai guna melaksanakan usaha tersebut. Konsep Residu sebenarnya adalah kualitas-kualitas yang dapat meningkatkan taraf hidup seseorang, dan sementara dia menyusun suatu daftar residu dia mengikatkan kepentingan utamanya pada residu Kombinasi dan residu Keuletan bersama dengan bantuan elit yang memerintah yang berusaha melestarikan kekuasaannya. Residu kombinasi dapat diartikan sebagai kelicikan dan residu keuletan bersama berarti kekerasan, menurut pengertian yang sederhana. Pareto juga telah menggambarkan ke dua elit tersebut sebagai para spekulator dan para rentenir. Terdapat dua tipe elit yaitu mereka yang memerintah dengan kelicikan dan yang memerintah dengan cara paksa. Dalam usahanya untuk mengabsahkan ataupun merasionalkan penggunaan kekuasaan mereka, elit-elit ini melakukan penyerapan atau menggunakan isu-isu yang mereka ciptakan untuk mengelabui massa. 16 16 Zainuddin Maliki, Sosiologi Politik Makna Kekuasaan dan Transformasi Politik, Yogyakarta, tahun 2010 Penerbit GMUP. hal 14. Universitas Sumatera Utara 1.6.2 Desentalisasi, Otonomi daerah, dan Pemekaran daerah. 1.6.2.1 Desentralisasi