Pengaruh Elit Politik Dalam Proses Pemekaran Daerah (Studi Analisis : Pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara)

(1)

Pengaruh Elit Politik dalam Proses Pemekaran Daerah (Studi analisis : Pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara)

Sandy Gusrio Endar Hakim Harahap

090906083

Dosen Pembimbing : Indra Fauzan, S.HI, M.Soc,Sc

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

SANDY GUSRIO ENDAR HAKIM HARAHAP

PENGARUH ELIT POLITIK DALAM PROSES PEMEKARAN DAERAH

(Studi Analisis Pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara).

Rincian isi skripsi, 83 halaman, 2 tabel, 16 buku, 2 jurnal, 4 gambar, 5 internet.

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Elit dalam Proses Pemekaran Daerah,” Penelitian ini mencoba mendeskripsikan tentang pengaruh dari elit politik lokal dari Tabagsel dalam proses pemekaran provinsi Sumatera Tenggara. Dengan adanya otonomi daerah sesuai UU No 32 tahun 2004 menjadikan daerah-daerah diharuskan lebih aktif dalam menunjang pembangunan di daerahnya masing-masing. Pemekaran daerah menjadi wacana yang menarik bagi elit politik lokal.

.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah elit politik lokal seperti pihak Eksekutif, Legislatif dan Tokoh masyarakat Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Padangsidimpuan. Interpretasi data dilakukan dengan mengunakan catatan–catatan dari setiap kali peneliti turun dari lapangan.

Penelitian ini memaparkan tentang pengaruh elit politik dalam proses pemekaran provinsi Sumatera Tenggara. Elit Politik sebagai kekuatan politik berpengaruh terhadap pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara. Elit Politik berperan dalam mengkonsolidasikan seluruh stakeholder yang ada di Provinsi Sumatera Tenggara. Adanya ikatan struktur sosial Dalihan Na Tolu dalam kehidupan sosial masyarakat Tabagsel dapat memperkuat posisi dan pengaruh elit politik di Provinsi Sumatera Tenggara.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

SANDY GUSRIO ENDAR HAKIM HARAHAP

THE INFLUENCE OF POLITICAL ELITE IN THE PROCESS OF REGIONAL PROLIFERATION (Study Analysis Division of The Southeast Sumatra Province).

Details contents of the thesis, 83 pages, 2 tables, 16 books, 2 journals, 4 images, 5 internet.

ABSTRACT

Thesis, entitled " The Influence of Elite in the process of regional enlargement," This study tried to descript the influence of local political elite in the process of expansion of Tabagsel Southeast Sumatra Province. With regional autonomy in accordance with Law No. 32 of 2004 makes the regions are required to be more active in supporting development in their respective regions. Regional expansion into a discourse that appeals to the local political elite.

The method used in this research is the study of methods of descriptive analysis with a qualitative approach. Data collection techniques is done by observation, interview, and literature study. As for the unit of analysis and informants in this study is the local political elite such as the Executive, Legislative and community leaders Mandailing Natal, South Tapanuli and Padangsidimpuan city. Interpretation of the data is done by using the records of each time researchers dropped from the field.

This study describes about the influence of the political elite in the process of expansion of Southeast Sumatra province. Political elite as a political force effect on the expansion of Southeast Sumatra province. Political elites play a role in consolidating all stakeholders in the Southeast Sumatra province. Their bonding social structure Dalihan Na Tolu in social life Tabagsel can strengthen the position and influence of the political elite in Southeast Sumatra province.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Pengesahan

Skripsi Ini Telah Dipertahankan Dihadapan Penguji Skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dilaksanakan Pada:

Hari :

Tanggal : Pukul : Tempat :

Tim Penguji: Ketua :

( )

Nip.

Anggota I :

( )

Nip.

Anggota II :

( )


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh

Nama : Sandy Gusrio Endar Hakim Harahap

Nim : 090906083

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Pengaruh Elit Politik Dalam Proses Pemekaran Daerah (Studi Analisis : Pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara)

Menyetujui :

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing,

(Dra.T.Irmayani,M.Si) (IndraFauzan,S.H.I.M.Soc,SC)

NIP. 196806301994032001 NIP.198102182008121002

Mengetahui: Dekan FISIP USU,

(Prof.Dr.Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002


(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Horas Tondi Madingin, Pir Tondi Matogu!!!

Segala puji bagi Allah SWT yang menciptakan manusia dengan akal pikiran

dan hati sehingga manusia dapat berpikir untuk mencapai suatu kebenaran dan

senantiasa melihat sesama agar apa yang dilakukan umat manusia mendapat ridho

Allah SWT, dan selalu lah mengingat allah dan bersyukur kepadaNya dan jangan

pernah kita mengingkari nikmatNya ,agar kita tergolong orang yang bertaqwa.

Shalawat dan salam juga kita berikan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang

telah membawa umat manusia kejalan yang benar untuk mencapai ridho Allah SWT

dan semoga safaat beliau akan kita dapatkan.

Tiada kata selain rasa syukur yang sangat mendalam kepada Allah SWT,

akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Elit Politik Dalam Pemekaran Daerah (Studi Analisis: Pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara).

Engkau telah memberikan petunjukmu kepada hamba ya ALLAH, sehingga hamba

dapat menyelesaikan Skripsi untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Politik hamba dengan

penuh cobaan dan kesabaran ya Allah.

Terimakasih pertama dan yang paling Utama kepada Kedua Orang Tua Saya,

Ayahanda Bangun Linggoman Harahap dan Ibunda Erni Doharni Nasution yang telah


(7)

sayang, kesabaran, do’a, bimbingan, yang telah memberikan arti hidup serta

melukiskan kebahagiaan bagi ananda.

Untuk Kakak saya Zuinanta Rezky Dayani Harahap, kakak terhebat kami,

makasih kak atas kesabaran dan kasih sayangmu kepada kami adik-adikmu, kepada

kedua adikku tersayang Puspa Indah Sari Harahap dan Mona Fhitri Serena Harahap,

makasih yah dek atas semua kebaikan kalian kepada abang (cepat klen selesai kuliah

nya yah dek, ngak bagus lama-lama macam abang). Semoga kita bisa menjadi anak

yang saleh dan menjadi sukses sesuai harapan dari ayak dan umak.

Ucapan Terimakasih juga kepada Keluarga Besar (alm) Mangaraja Endar

Hakim Harahap dan Keluarga Besar (alm) S. Nasution. Semoga keluarga kita

mendapat lindungan dan Ridho dari Allah SWT.

Penulis juga ingin memberikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus

kepada semua pihak yang telah banyak berkontribusi kepada penulis selama proses

perkuliahan di Departemen Ilmu Politik FISIP USU, diantaranya :

1. Bapak Prof. Subhilhar MA selaku Pelaksana Tugas Rektor Universitas

Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik;

3. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP

USU;

4. Bapak Indra Fauzan S.HI, M.Soc, Sc selaku Pembimbing dan Dosen PA

yang telah memberikan bimbingan, pemikiran, dan meluangkan waktunya


(8)

5. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Departemen Ilmu Politik FISIP USU;

6. Seluruh Informan yang telah bersedia memberikan informasi dan

meluangkan waktunya untuk wawancara dengan penulis;

7. Keluarga Besar Departemen Ilmu Politik, khususnya teman-teman Stambuk

2009, terimakasih atas hal-hal luar biasa nya, semoga dari Stambuk kita

muncul para pemimpin di Negeri ini;

8. Keluarga Besar HmI Komisariat FISIP USU, terimakasih atas wadah yang

penuh dengan ilmu dan kekeluargaan dari orang-orang hebat yang berproses

di dalamnya, YAKIN USAHA SAMPAI!!!

9. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Kota Padangsidimpuan (IMAKOPASID)

USU-POLMED, Semoga kita bisa memberikan dampak perubahan yang

lebih baik untuk Kota Padangsidimpuan.

10.Para Pemuda Peduli Kedaulatan Pangan, Sumatran Youth Food Movement

(SYFM), Tanpa Petani Kita Bukan Apa-Apa!!!

11.Untuk Orang-orang luar biasa yang memberikan hal-hal luar biasa kepada

penulis, Afgan Fadilla Kaban, Amri Al Affan Pane, Syahmi Lutfan

Margolang, Said Furqan, Akiki Quntadiro Sihotang, Jon Iskandar “gayo”,

Aga Prima, M. Rizki Martua Lubis, M. Irfan Hasibuan, terimakasih atas

kebersamaannya. Lantak Laju Mangaribak, Kecap!!!

12.Kepada Bang Yurial Arief Lubis, bang Rizal Lubis, bang Randa Putra

Kasea Sinaga, bang Aditya Hartomo, bang Suhendra Pakde, Bang Rasyid

Pasaribu, bang Nurhidayat, bang Taupik Azhari, Bang Akbar, bang Ara,


(9)

bang Mario, bang Tata, bang Bimbi, bang Ismuhar, Bang Tama tak lupa

adinda Fahri Riza dan Akbar Hadi dan kepada seluruh abang-abang penulis

selama berproses di dunia perkuliahan, terimakasih atas motivasi, diskusi,

dan waktu yang telah diberikan kepada penulis. Salam Hormat!!!

13.Untuk rekan-rekan Sejawat dan Seperjuangan, para Sahabat penulis,

Rahmat Bonar Simanjuntak, Ramadhan Daulay, Royhand Ali Karim

Hasibuan, Reza Rinaldy “buyung”, Andi Azis Lubis , Samsuri Azhari

Nasution, Aswan Afif Matondang, Haditia Pramuda Harahap, Ramadhan

Syah Harahap “pumpek”, Putra Utama Harahap “bohal”, Bung Asrul Azis Lubis, Om Roihan Nasution, Dimas Kurnia, Berry Arjuna Hutagalung,

Harmein Zulpan Pulungan, Yusuf Afandi, Syahrul “wayang” Siregar, Ismail

Hasurungan, Ahmadi Malik, Wahyu Harsikin, terimakasih atas

kebersamannya. GASSSS TRUSSSS!!!

Demikian ucapan syukur dan terimakasih penulis kepada semuanya yang telah

berkontribusi dalam penulisan Skripsi ini, penulis sadar masih banyak kekurangan

dalam penulisan skripsi ini, tapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Medan, 1 Agustus 2015

Sandy Gusrio Endar Hakim Harahap


(10)

DAFTAR ISI

Abstrak……….i

Abstract………ii

Halaman Pengesahan………...…..iii

Halaman Persetujuan……….iv

Kata Pengantar………...v

Daftar Isi……….ix

Daftar Tabel dan Daftar Gambar………...xi

BAB I. Pendahuluan………..1

1.1 Latar Belakang………..1

1.2 Rumusan Masalah………...8

1.3 Batasan Masalah………...9

1.4 Tujuan Penelitian………..10

1.5 Manfaat Penelitian………...10

1.6 Kerangka Teori………...11

1.6.1 Teori Elit Politik Lokal………11

1.6.2 Desentralisasi, Otonomi Daerah, dan Pemekaran Daerah………...18

1.6.2.1Desentralisasi………...18

1.6.2.2Otonomi Daerah……….21

1.6.2.3Pemekaran Daerah………...22

1.7 Metodologi Penelitian………...25

1.7.1 Metode Penelitian………...25

1.7.2 Jenis Penelitian……….25

1.7.3 Lokasi Penelitian………...26

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data………..26


(11)

BAB II. Profil Daerah Kabupaten/Kota Pengagas Provinsi Sumatera

Tenggara……….28

2.1 Kota Padangsidempuan………...28

2.2.1.1Luas, Letak Geografis dan Kondisi Topografis………...29

2.2.1.2Kondisi Demografi………...32

2.2.1.3Potensi Wilayah………34

2.2 Kabupaten Tapanuli Selatan………..35

2.2.2.1Luas, Letak Geografis dan Kondisi Topografis………...37

2.2.2.2Kondisi Demografi………...40

2.2.2.3Kondisi Sosial, Budaya dan Perekonomian………...…..44

2.3 Kabupaten Mandailing Natal………51

2.2.3.1Luas, Letak Geografis dan Kondisi Topografis………57

2.2.3.2Kondisi Demografis………..59

BAB III. Pengaruh Elit Politik Lokal dalam Pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara……….62

3.1 Sejarah Perkembangan Daerah-daerah di Wilayah Sumatera Tenggara……...62

3.2 Pemekaran Daerah Otonomi Baru Provinsi Sumatera Tenggara………..69

3.3 Elit Politik di Sumatera Tenggara………...73

BAB IV. Penutup………...80

Kesimpulan………...80

Daftar Pustaka………83 Daftar Lampiran

Lampiran 1 Pedoman Wawancara

Lampiran 2 Surat Badan Kesbangpol Kabupaten Mandailing Natal


(12)

Daftar Tabel dan Daftar Gambar

Daftar Tabel

Tabel. 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin

menurut Kecamatan Tahun 2012………33

Tabel. 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin menurut Kecamatan Tahun 2012………....60

Daftar Gambar Gambar. 2.1. Peta Administrasi Kota Padangsidimpuan…………...30

Gambar. 2.2. Peta Kabupaten Tapanuli Selatan………...37

Gambar. 2.3. Peta Kabupaten Mandailing Natal ……….56


(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

SANDY GUSRIO ENDAR HAKIM HARAHAP

PENGARUH ELIT POLITIK DALAM PROSES PEMEKARAN DAERAH

(Studi Analisis Pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara).

Rincian isi skripsi, 83 halaman, 2 tabel, 16 buku, 2 jurnal, 4 gambar, 5 internet.

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Elit dalam Proses Pemekaran Daerah,” Penelitian ini mencoba mendeskripsikan tentang pengaruh dari elit politik lokal dari Tabagsel dalam proses pemekaran provinsi Sumatera Tenggara. Dengan adanya otonomi daerah sesuai UU No 32 tahun 2004 menjadikan daerah-daerah diharuskan lebih aktif dalam menunjang pembangunan di daerahnya masing-masing. Pemekaran daerah menjadi wacana yang menarik bagi elit politik lokal.

.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah elit politik lokal seperti pihak Eksekutif, Legislatif dan Tokoh masyarakat Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Padangsidimpuan. Interpretasi data dilakukan dengan mengunakan catatan–catatan dari setiap kali peneliti turun dari lapangan.

Penelitian ini memaparkan tentang pengaruh elit politik dalam proses pemekaran provinsi Sumatera Tenggara. Elit Politik sebagai kekuatan politik berpengaruh terhadap pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara. Elit Politik berperan dalam mengkonsolidasikan seluruh stakeholder yang ada di Provinsi Sumatera Tenggara. Adanya ikatan struktur sosial Dalihan Na Tolu dalam kehidupan sosial masyarakat Tabagsel dapat memperkuat posisi dan pengaruh elit politik di Provinsi Sumatera Tenggara.


(14)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

SANDY GUSRIO ENDAR HAKIM HARAHAP

THE INFLUENCE OF POLITICAL ELITE IN THE PROCESS OF REGIONAL PROLIFERATION (Study Analysis Division of The Southeast Sumatra Province).

Details contents of the thesis, 83 pages, 2 tables, 16 books, 2 journals, 4 images, 5 internet.

ABSTRACT

Thesis, entitled " The Influence of Elite in the process of regional enlargement," This study tried to descript the influence of local political elite in the process of expansion of Tabagsel Southeast Sumatra Province. With regional autonomy in accordance with Law No. 32 of 2004 makes the regions are required to be more active in supporting development in their respective regions. Regional expansion into a discourse that appeals to the local political elite.

The method used in this research is the study of methods of descriptive analysis with a qualitative approach. Data collection techniques is done by observation, interview, and literature study. As for the unit of analysis and informants in this study is the local political elite such as the Executive, Legislative and community leaders Mandailing Natal, South Tapanuli and Padangsidimpuan city. Interpretation of the data is done by using the records of each time researchers dropped from the field.

This study describes about the influence of the political elite in the process of expansion of Southeast Sumatra province. Political elite as a political force effect on the expansion of Southeast Sumatra province. Political elites play a role in consolidating all stakeholders in the Southeast Sumatra province. Their bonding social structure Dalihan Na Tolu in social life Tabagsel can strengthen the position and influence of the political elite in Southeast Sumatra province.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.

Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah

provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang

diatur dengan undang-undang. Pemerintah Daerah dan DPRD (Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah) adalah penyelenggara pemerintahan daerah menurut azas otonomi

dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar 1945 Pasal 18.

Sejak kemerdekaan sampai saat ini, distribusi kekuasaan/kewenangan dari

Pemerintahan Pusat ke Pemerintahan Daerah selalu bergerak pada titik keseimbangan

yang berbeda. Perbedaan ini sangat jelas terlihat dengan menggunakan konsep

bandul, yang selalu bergerak secara sistematis pada dua sisi yaitu pusat dan daerah.

Bahwa, pada suatu waktu bobot kekuasaan ada pada pemerintah daerah. Kondisi yang

demikian ini disebabkan karena dua hal. Pertama, karena pengaturan undang-undang

tentang pemerintahan, sejak kemerdekaan sampai tahun 2005, Indonesia telah

memiliki 8 (delapan) undang-undang tentang Pemerintahan daerah. Jika kita cermati

secara analitis terlihat bahwa titik berat bobot kekuasaan ternyata berpindah-pindah


(16)

Daerah. Kedua, disebabkan adanya perbedaan interpretasi dan implementasi terhadap

undang-undang Pemerintahan Daerah yang disebabkan kepentingan penguasa pada

masa berlakunya undang-undang Pemerintahan Daerah.1

Pemekaran daerah merupakan sebuah jalan yang terbuka lebar di Indonesia

pasca runtuhnya rezim orde baru presiden Soeharto yang sentralistik oleh gerakan

reformasi 1998. Proses yang menjadikan perubahan dari sentralistik menjadi

desentralisasi dan adanya otonomi daerah yang banyak melahirkan pemekaran daerah

di Indonesia, mulai dari Desa, Kecamatan, Kabupaten/ kota hingga Provinsi. Hal

tersebut semakin diperkuat dengan adanya Undang-Undang No.32 tahun 2004

tentang pemerintahan daerah.

Laju desentralisasi di indonesia dalam beberapa tahun terakhir terbilang

sangat mengesankan. Wacana-wacana tentang desentralisasi seakan menjadi

primadona dalam euforia demokrasi yang semakin mengglobal. Desentralisasi

diyakini secara general merupakan ekspresi demokrasi yang mampu

mengejawantahkan kepentingan rakyat secara terpadu. Hal itu pulalah yang

mendorong mencuatnya konsep kebijakan pemekaran daerah sebagai implementasi

dari konsep desentralisasi tersebut. Istilah pemekaran sendiri bukan merujuk pada

perluasan teritori sebuah daerah, melainkan merujuk pada pemekaran jumlah daerah

otonom, yang dari sisi internal daerah justru luas daerah dan jumlah penduduk

1

DR. J. Kaloh. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah : Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta : Rineka Cipta. Hal 1-3.


(17)

mengalami pengurangan, namun jikalau dilihat dalam level nasional jumlah daerah

otonom mengalami penambahan2

Pasca adanya otonomi daerah, setiap daerah pada dasarnya dituntut untuk

lebih mandiri dalam mengatur pemerintahannya. Hal ini sesuai dengan asas

desentralisasi dimana setiap daerah diberi hak dan wewenang untuk mengatur

jalannya pemerintahan sesuai dengan kondisi yang ada dalam masyarakat.

Pembangunan pun seharusnya didasarkan pada kebutuhan dasar dari masyarakat itu

sendiri sehingga efektivitas dan efisiensi kinerja pemerintah dapat tercapai, dengan

demikian kesejahteraan masyarakat bukan sekedar wacana melainkan sesuatu yang

konkret yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Desentralisasi dan otonomi daerah juga merupakan pendidikan politik dimana

dengan adanya pemerintahan daerah akan menyediakan kesempatan bagi warga

negara untuk berpartisipasi politik. Kesempatan bagi warga negara untuk

berpartisipasi dalam politik, baik dalam rangka memilih atau dipilih akan terbuka

lebar asalkan dilakukan secara demokratis, akan memunculkan kekhawatiran bahwa

otonomi daerah akan menciptakan raja-raja kecil di daerah bahkan mungkin

penumpukan sumber-sumber kekuasaan di tangan segelintir orang. Mereka yang

tidak mempunyai peluang untuk terlibat dalam politik nasional, apalagi secara

langsung ikut serta dalam politik lokal, baik dalam pemilihan umum lokal ataupun

dalam rangka pembuatan kebijakan publik di daerah.

2

Pratikno 2006, ‘Politik kebijakan pemekaran daerah’, dalam Blue print otonomi daerah Indonesia, eds. Mubarak, MZ, Susilo, MA & Pribadi, A, Yayasan Harkat Bangsa, Jakarta. hal.177


(18)

Cerita sukses pemekaran cenderung kurang bila dibandingkan dengan realita

yang terjadi saat ini. Beberapa contoh permasalahan tersebut, misalnya terjadi

peningkatan tindak kekerasan, menurunnya jumlah penduduk dan PAD secara drastis,

menyempitnya luas wilayah dan beban daerah induk, perebutan wilayah dan masalah

ibukota pemekaran dan perebutan aset.3

Pemetaan makna Politik pemekaran Daerah diIndonesia pasca orde baru yang

dilakukan oleh Syafarudin tahun 2009 menyebutkan, Pemekaran daerah dapat

dikategorikan dalam empat kuadran besar, yaitu4: Pertama, Pemekaran daerah bermakna substantif dan pekat pengaruh atau keinginan pusat. Misalkan, pemekaran

daerah dipandang sebagai politik integritas, politik nasionalime dll. Kedua,

pemekaran daerah bermakna substantif dan pekat pengaruh atau keinginan daerah.

Misalkan pemekaran daerah dipandang sebagai politik percepatan pembangunan,

mengatasi rentang kendali, mensejahterakan masyarakat dll. Ketiga, pemekaran

daerah bermakna bias/dissubstantif dan pekat pengaruh atau keinginan daerah,

semisal pemekaran daerah dipandang sebagai arena kontestasi elit lokal, politik

indentitas lokal, politik etnis, politik uang dll. Kempat, pemekaran daerah bermakna

bias/dissubstantif dan pekat pengaruh atau keinginan pusat.

Elit politik lokal yang memaknai struktur yang ada pada zaman Orde Baru

sebagai pemberdaya yang memberi peluang dan kemudahan baginya, maka

perubahan sistem politik yang menghadirkan struktur baru dimaknainya sebagai

3

Tri Tarnawati, Pemekaran Daerah Politik Lokal dan Beberapa Isu Terseleksi (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2009) hlm. 16

4

Syafarudin, “pemetaan makna politik pemekaran daerah diIndonesia Pasca Ordebaru” (hasil riset disampaikan pada seminar dan prosiding dies natalis Unila ke 44 tanggal 5 oktober 2009)


(19)

pembatas atau pengekang. Elit politik lokal ini akan tetap pada posisi memegang

kekuasaan kalau mereka mampu menyesuaikan dengan struktur yang baru; dan untuk

keperluan itu mereka dituntut mampu merumuskan strategi menyiasati struktur.

Dalam rangka menyiasati struktur, upaya untuk melakukan perubahan struktur dapat

dilakukan oleh elit politik lokal sebagai pelaku melalui upaya tindakan yang oleh

Giddens disebut sebagai de-rutinasi.5

Dasar pertimbangan pembentukan daerah adalah berdasarkan pertimbangan

kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk,

luas daerah, dan pertimbangan lain. Diharapkan daerah otonom baru dapat mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakatnya setempat menurut prakarsa sendiri.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka ditetapkanlah syarat-syarat dan kriteria

yang dirumuskan dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 meliputi (i) kemampuan

ekonomi; (ii) potensi daerah; (iii) sosial budaya; (iv) sosial politik; (v) jumlah

penduduk; (vi) luas daerah dan (vii) pertimbangan lain yang memungkinkan

terselenggaranya otonomi daerah. Usulan pemekaran daerah hendaknya merupakan

aspirasi masyarakat daerah itu sendiri yang ingin membentuk daerah otonom sendiri

dengan alasan peningkatan kesejahteraan masyarakat, akan tetapi usulan ini sering

kali ditunggangi oleh kepentingan elit politik yang ingin mendapatkan status

kekuasaan atas pembentukan daerah otonom baru tersebut.

Wacana pemekaran daerah di Sumatera Utara memang sangat marak pasca

gencarnya otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia. Ada 4 daerah yang telah

5

Haryanto : Elit Politik Lokal dalam Perubahan Sistem Politik. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume 13,Nomor 2. November 2009 (131-148). ISSN 1410-4946. Hal 134


(20)

menyatakan sikap untuk mekar dari Sumatera Utara, yaitu Provinsi Tapanuli (Protap),

Provinsi Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Timur, dan Provinsi Sumatera Tenggara.

Dalam proses perjalanannya telah banyak dinamika politik yang terjadi dalam

pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Sumatera Utara.

Masih lekat dalam ingatan kita, ketua DPRD Sumut, Azis Angkat, yang harus

kehilangan nyawa dalam pembahasan pemekaran daerah Provinsi Tapanuli. Relatif

semakin transparannya peran elit dalam proses pemekaran daerah. Dengan

menafikan aspirasi masyarakat atas tuntutan pembentukan Provinsi Tapanuli, namun

fakta ditahannya sejumlah tokoh yang diduga sebagai otak dari tindakan kerusuhan

tersebut, cukup jelas mengindikasikan bahwa roh pembentukan Provinsi Tapanuli

telah didominasi oleh kepentingan elit. Lebih menarik lagi, hasil pemeriksaan

sementara dari pihak kepolisian, menunjukkan bahwa diantara enam tokoh yang

sedang diperiksa tersebut, terdapat mantan anggota DPRD Provinsi Sumut. Bila

ditarik kebelakang, kompetisi kepentingan antar elit pada kasus pemekaran Provinsi

Tapanuli, juga terkait dengan Pemilu 2004 dan Pilgub Sumut, yakni dijadikannya isu

pemekaran Protap pada Pemilu Legislatif 2004.6 Dapat kita lihat tingginya etnisitas dan identitas budaya serta pengaruh dari elit-elit politik di daerah Sumatera Utara.

Sumatera Tenggara yang merupakan bentukan dari 5 Kabupaten/Kota, yaitu

Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang

Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kota Padangsidimpuan yang nantinya

akan menjadi ibukota Provinsi Sumatera Tenggara. Pemekaran daerah yang

6


(21)

dikuatkan oleh adanya semangat identitas dari mayoritas suku Mandailing dan

Angkola menjadi semangat kebersamaan bagi masyarakat untuk mensukseskan

pemekaran daerah Provinsi Sumatera Tenggara. Hal ini juga diperkuat dan didukung

oleh elit-elit lokal di daerah kabupaten/kota penggagas pemekaran Provinsi Sumatera

Tenggara.

Sumatera Tenggara memiliki kekayaan alam yang berlimpah, akan tetapi

belum seiring dan sejalan dengan pengembangan daerah-daerah di wilayahnya.

Pertambangan emas di sepanjang Taman Nasional Batang Gadis, energi panas bumi

yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan, hasil hutan dan perkebunan yang berlimpah,

dan juga kekuatan adat istiadat yang diikat dalam sebuah stuktur sosial dalihan na

tolu, menjadikan Sumatera Tenggara sebagai wilayah yang potensial sebagai daearah

otonomi baru. Kota Padangsidimpuan sebagai Ibukota dari Sumatera Tenggara

sangat strategis dalam menjangkau dan penghubung daerah-daerah yang terdapat di

wilayah Sumatera Tenggara. Hal ini lah yang menjadi alasan dari pemekaran Provinsi

Sumatera Tenggara.

Adanya dukungan yang kuat dari elit politik Tabagsel di daerah dan di pusat

menjadi kekuatan tersendiri dalam mempercepat pemekaran Provinsi Sumatera

Tenggara. Kepala daerah di 5 kabupaten/kota yang sudah menyatakan sikap untuk

sepenuhnya mendukung kesuksesan dari pemekaran Sumatera Tenggara. Di pihak

Legislatif juga telah menyatakan siap untuk mensukseskan keinginan dari masyarakat

Tabagsel dalam membentuk DOB Sumatera Tenggara, ditunjukkan dengan telah


(22)

Sumatera Tenggara. Selain itu, dukungan dari kelompok-kelompok masyarakat juga

memberi harapan besar dalam percepatan pemekaran daerah Sumatera Tenggara,

seperti yang telah dilakukan oleh Masyarakat Perantauan Tabagsel yang berdomisili

di pusat Ibukota Negara. Perasaan sebagai putra daerah menjadi alasan untuk

dukungan pengabdian terhadap tano hatubuan (tanah kelahiran). Selanjutnya,

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai provinsi induk, juga telah memberikan

dukungan terhadap pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara.

Namun dalam proses yang telah dilakukan, masih ada kendala yang harus

ditempuh oleh seluruh masyarakat dan juga elit politik Tabagsel. Pro dan kontra

menjadi sebuah keharusan dalam pilihan di sistem demokrasi, dan inilah yang harus

dihadapi bersama, terkhusus kepada elit politik. Oleh karena itu peneliti melakukan

penelitian yang berjudul Pengaruh Elit Politik dalam Proses Pemekaran Daerah (Studi

Kasus: Pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah

yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk

diteliti. Rumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan– pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari jalan


(23)

lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan pada

identifikasi masalah dan pembatasan masalah.7

Berdasarkan penjabaran yang telah dijelaskan di latar belakang, peneliti ingin

meneliti serta membahas bagaimana elit politik lokal dan masyarakat berperan dalam

proses pemekaran daerah Provinsi Sumatera Tenggara sebagai Daerah Otonom Baru.

Dengan harapan mampu memberikan dampak kemajuan untuk kesejahteraan

masyarakat di wilayah Sumatera Tenggara. Adapun perumusan masalah dalam

penelitian ini :

Bagaimana pengaruh dan kekuatan elit politik lokal Sumatera Tenggara dalam proses mewujudkan Daerah Otonomi Baru Provinsi Sumatera Tenggara?

1.3 Batasan Masalah

Dalam membuat penelitian, peneliti memerlukan batasan terhadap hal-hal apa

saja dari masalah yang akan diteliti dan dibahas agar masalah yang diangkat tidak

menyimpang dari tujuan yang akan dicapai. Adapun batasan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Peran elit politik lokal dalam proses pemekaran provinsi Sumatera

Tenggara.

2. Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam

mendukung pemekaran provinsi Sumatera Tenggara.

3. Dampak dari otonomi daerah dan desentralisasi pada daerah otonom

baru.

7


(24)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan keinginan yang ingin dilakukan dan dicapai

dalam melakukan suatu penelitian, untuk itu tujuan penelitian perlu kiranya disusun

secara spesifik sesuai dengan kepentingan penelitian.8 Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran elit politik dalam proses pemekaran

daerah dan melihat sejauh mana kebutuhan masyarakat akan adanya pemekaran

provinsi Sumatera Tenggara.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dimaksud penulis sebagai berikut :

a. Secara akademis, diharapkan mampu memberikan sebuah kontribusi

ilmiah terhadap kajian otonomi daerah, desentralisasi, dan pemekaran

daerah.

b. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk melihat kebutuhan akan

adanya pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara yang mewujudkan

kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, dan mengetahui peran elit

politik lokal dalam proses pemekaran.

c. Secara pribadi, bermanfaat untuk peneliti dalam mengembangkan

kemampuan membuat karya ilmiah serta dapat berguna sebagai bentuk

kontibusi terhadap tanah kelahiran.

8


(25)

1.6 Kerangka Teori

Bagian ini merupakan unsur yang paling penting di dalam penelitian, karena

pada bagian ini peneliti mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan

menggunakan teori–teori yang relevan dengan penelitiannya. Teori menurut Masri Singarimbun dan Sofian effendi dalam buku Metode Penelitian Survei mengatakan,

teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan preposisi untuk

menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan

hubungan antar konsep.9

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, untuk menggambarkan masalah

penelitian yang menjadi objek di dalam penelitian, peneliti menggunakan teori, yaitu

1.6.1 Teori Elit Politik Lokal

Adapun elit politik lokal yang dimaksud adalah mereka yang menduduki

posisi jabatan politik di ranah lokal. Perjalanan sejarah mencatat bahwa posisi mereka

sebagai elit politik lokal mengalami ‘pasang naik’ dan ‘pasang surut’ paralel dengan

perubahan yang terjadi. Mereka yang pada rentang waktu tertentu mengalami

pembatasan dari struktur yang ada, berubah nasibnya menjadi mengalami

pemberdayaan pada kurun waktu yang lain. Demikian pula ada di antara mereka yang

semula mengalami pemberdayaan berubah menjadi mengalami pembatasan dari

struktur.

Realitas pentas politik Indonesia menunjukkan, tatkala rezim otoritarian Orde

Baru berkuasa, ada sekelompok elit politik lokal yang mengalami pembatasan dari

9


(26)

struktur yang ada dan ada pula sejumlah elit politik lokal lainnya yang mengalami

pemberdayaan. Tumbangnya pemerintahan Orde Baru menghasilkan kehadiran

sistem politik yang bercorak demokrasi memungkinkan terjadinya perubahan

pemaknaan struktur yang ada; elit politik lokal yang semula memaknai struktur

sebagai pembatasan berubah menjadi pemberdayaan, dan mereka yang tadinya

memaknai sebagai pemberdayaan berubah menjadi pembatasan.10

Beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut proses sosial politik

masyarakat lokal adalah, pertama, pelopor-pelopor demokrasi bisa muncul dari

segenap unsur publik (masyarakat sipil) sehingga elit politik jika telah cukup

tersediannya media-media sipil dalam rangka melakukan praktek yang bersifat

partisipatori kepada masyarakat sipil , prinsip ini kemudian berkaitan erat dengan

aspek normative (moral politik) maupun positifnya (mekanisme Check and balance).

Kedua, proses sosial politik berkaitan erat dengan kualitas sumberdaya manusia lokal.

Indikatornya kapasitas pendidikan dan kualitas teknis dari para elit politik dan

pimpinan organisasi kemasyarakatan pada tingkat lokal. Ketiga, tertatanya aktivitas

penunjang pencerdasan politik guna menuju paradigma politik yang rasional dan

objektif. Proses ini sebenarnya mengharuskan para elit politik untuk mampu

mengembangkan secara konstruktif, bagaimana paradigma rasional objektif

dikedepankan daripada fanatisme kharismatik kepada kumunitasnya, Keempat,

menyangkut tentang kebutuhan akan integritas elit politik dengan daya kontrol sosial

politik publik yang secara optimal berfungsi. Integritas elit politik ini senantiasa

10


(27)

terkontrol oleh publik seiring dengan kapasitas dan hasil kerja (prestasi) yang mampu

mereka berikan11.

Kata elit selalu menarik perhatian, justru karena ia sering diartikan sebagai

“orang-orang yang menentukan”. Pendekatan elit dalam studi ilmu sosial memeang tidak kebal dari kritik namun sangat membantu menjelaskan fenomena struktur

sosial, khususnya struktur kekuasaan seperti bentuk piramida. Para elit adalah

mereka yang berada dalam puncak piramida itu, mereka yang punya pengaruh dan

menentukan. Bottomore yang menemukan konsep keseimbangan sosial, yang apabila

direfleksikan dengan dinamika politik, sebagai bagian dari dinamika sosial lebih luas.

Elit akan sangat terkait dengan upaya menuju tercapainya kondisi keseimbangan

politik (political equilibrium).12

Sofian Effendi secara sederhana memberi batasan tentang elit lokal adalah

kelompok kecil yang biasanya oleh masyarakat tergolong disegani, dihormati, kaya,

dan berkuasa. Kelompok elit yang kerapkali dinyatakan sebagai kelompok minoritas

superior, yang posisinya berada pada puncak strata, memiliki kemampuan

mengendalikan aktivitas perekonomian dan sangat dominan mempengaruhi proses

pengambilan keputusan terutama keputusan-keputusan yang berdampak kuat dan

berimbas luas terhadap tatanan kehidupan. Mereka tidak hanya ditempatkan sebagai

pemberi legitimasi tetapi lebih daripada itu adalah panutan sikap dan cermin tindakan

serta senantiasa diharapkan dapat berbuat nyata bagi kepentingan bersama.13

11

Arif Nasution,M., Badaruddin, Heri Kusmanto, 2005, Nasionalisme dan Isu-isu Lokal, Medan : USU Press. Hal. 74

12

Bottomore,T.B.2006. Elit dan Masyarakat, Jakarta : Akbar Tandjung Institute. Hal.6.

13

Sofyan Effendi.1992. Membangun Martabat Manusia: Peranan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal.64.


(28)

Dalam mendukung analisis di penelitian ini, ada baiknya menyajikan

beberapa pendapat ahli tentang teori elit, sebagai berikut:

Suzzane Keller

Elite menurut Suzzana Keller, berasal dari kata elligere, yang berarti memilih,

dalam perkataan biasa kata itu berarti bagian yang menjadi pilihan atau bunga suatu

bangsa, budaya, kelompok usia dan juga orang-orang yang menduduki posisi sosial

yang tinggi. Dalam arti umum elit menunjuk pada sekelompok orang dalam

masyarakat yang menempati kedudukan-kedudukan tertinggi. Dengan kata lain, elit

adalah kelompok warga masyarakat yang memiliki kelebihan daripada warga

masyarakat lainnya sehingga menempati kekuasaan sosial di atas warga masyarakat

lainnya.14

Perbedaan yang tidak mungkin terelakkan di antara anggota masyarakatyang

satu dengan yang lainnya dapat dinyatakan sebagai titik awal bagi munculnya

kelompok-kelompok yang mempunyai keunggulan.Anggota masyarakat yang

mempunyai keunggulan tersebut pada gilirannya akan tergabung dalam suatu

kelompok yang dikenal dengan sebutan kelompok elit.

Keunggulan yang melekat pada dirinya akan menggiring mereka tergabung

dalam kelompok elite yang mempunyai perbedaan dengan anggota masyarakat

kebanyakan lainnya yang tidak memiliki keunggulan. Sebutan elite atau terminologi

elite, sebagaimana diungkapkan oleh Vilfredo Pareto, Gaetano Mosca, Suzanne

Keller dan pemikir yang tergolong dalam elite teoritis, memang menunjukkan pada

14

Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok Elite, Peranan Elite Penentu dalam Masyarakat Modern, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1995, hal. 35


(29)

kelompok atau golongan yang ada di suatu masyarakat. yang memiliki keunggulan

atau superioritas apabila dibandingkan dengan kelompok atau golongan lainnya.

Vilfredo pareto

Pareto percaya bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil

orang yang mempunyai kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada

kekuasaan sosial dan politik yang penuh. Mereka yang bisa menjangkau pusat

kekuasaan adalah selalu merupakan yang, terbaik. Merekalah yang dikenal sebagai

elit.15 Elit merupakan orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dan dalam lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari para pengacara, mekanik,

bajingan atau para gundik. Pareto juga percaya bahwa elit yang ada pada pekerjaan

dan lapisan masyarakat yang berbeda itu umumnya datang dari kelas yang sama;

yaitu orang-orang yang kaya, pandai, dan mempunyai kelebihan dalam matematika,

bidang musik, karakter moral dan sebagainya. Karena itu menurut Pareto, masyarakat

terdiri dari 2 kelas:

1. Lapisan atas, yaitu elit, yang terbagi ke dalam elit yang memerintah (governing

elite) dan elit yang tidak memerintah (non-governing elite).

2. Lapisan yang lebih rendah, yaitu non-elit.

Pareto sendiri lebih memusatkan perhatiannya pada elit yang memerintah,

yang menurut dia, berkuasa karena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan,

yang dilihatnya sebagai hal yang sangat penting.Dalam setiap masyarakat ada

15

Zainuddin Maliki, Sosiologi politik Makna Kekuasaan dan Transformasi Politik, Yogyakarta, tahun 2010 Penerbit GMUP. hal 7


(30)

gerakan yang tak dapat. ditahan dari individu-individu dan elit-elit kelas atas hingga

kelas bawah, dan dari tingkat bawah ke tingkat atas yang melahirkan, suatu

peningkatan yang luar biasa pada unsur-unsur yang melorotkan kelas-kelas yang

memegang kekuasaan, yang pada pihak lain justru malah meningkatkan unsur-unsur

kualitas superior pada kelompok-kelompok yang lain. Hal tersebut menyebabkan

semakin tersisihnya kelompok-kelompok elit yang ada dalam masyarakat. Akibatnya

keseimbangan masyarakat pun menjadi terganggu. Kiranya inilah yang menjadi

perhatian utama Pareto.

Pada bagian lain ia juga mengemukakan tentang berbagai jenis pergantian

antara elit, yaitu pergantian:

1. Antara kelompok-kelompok elit yang memerintah itu sendiri.

2. Antara elit dengan penduduk lainnya.

Pergantian yang terakhir itu bisa berupa pemasukan individu-individu dari

lapisan yang berbeda ke dalam kelompok elit yang sudah ada dan individu-individu

dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk ke dalam suatu

kearah perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada.

Tetapi apa sebenarnya yang menyebabkan runtuhnya elit yang memerintah,

yang merusak keseimbangan sosial, dan mendorong pergantian elit. Pareto

memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sifat psikologis berbagai

kelompok elit yang berbeda. Dalam hubungan inilah Pareto mengembangkan konsep

"residu". Konsep tersebut didasarkan pada perbedaan yang digambarkannya terjadi di


(31)

"non-rasional") dari individu-individu dalam kehidupan sosialnya. Tindakan yang logis

adalah tindakan-tindakan yang diarahkan pada tujuan-tujuan yang dapat diusahakan

serta mengandung maksud pemilikan yang pada akhirnya dapat dijangkau. Tindakan

non-Iogis adalah tindakan-tindakan yang tidak diarahkan pada suatu tujuan, atau

diarahkan pada usaha-usaha yang tidak dapat dilakukan, atau didukung oleh alat-alat

yang tidak memadai guna melaksanakan usaha tersebut.

Konsep Residu sebenarnya adalah kualitas-kualitas yang dapat meningkatkan

taraf hidup seseorang, dan sementara dia menyusun suatu daftar "residu" dia

mengikatkan kepentingan utamanya pada residu "Kombinasi" dan residu "Keuletan

bersama" dengan bantuan elit yang memerintah yang berusaha melestarikan

kekuasaannya. Residu "kombinasi" dapat diartikan sebagai kelicikan dan residu

"keuletan bersama" berarti kekerasan, menurut pengertian yang sederhana. Pareto

juga telah menggambarkan ke dua elit tersebut sebagai para "spekulator" dan para

"rentenir". Terdapat dua tipe elit yaitu mereka yang memerintah dengan kelicikan dan

yang memerintah dengan cara paksa. Dalam usahanya untuk mengabsahkan ataupun

merasionalkan penggunaan kekuasaan mereka, elit-elit ini melakukan "penyerapan"

atau menggunakan isu-isu yang mereka ciptakan untuk mengelabui massa.16

16

Zainuddin Maliki, Sosiologi Politik Makna Kekuasaan dan Transformasi Politik, Yogyakarta, tahun 2010 Penerbit GMUP. hal 14.


(32)

1.6.2 Desentalisasi, Otonomi daerah, dan Pemekaran daerah. 1.6.2.1 Desentralisasi

Desentralisasi adalah menunjukkan kepada proses pendelegasian daripada

tanggungjawab terhadap sebagian dari administrasi negara kepada badan-badan

(korporasi-korporasi) otonom bukan kepada jabatan dan tidak hanya mengenai

kewenangan dari suatu urusan tertentu (Prajudi Atmosudirdjo S.H) Perbandingan pengertian desentralisasi:

1. Amrah Muslim S.H

Desentralisasi adalah pembagian kekuasaan pada badan-badan dan golongan

dalam masyarakat untuk mengurusi rumahtangganya sendiri.

2. S.L.S. Danoeredjo S.H.

Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dalam otonomi dari organ-organ

lebih tinggi (Pemerintah Pusat) kepada organ-organ otonom (Kepala Daerah

Swatantra/Istimewa Tingkat I/II serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerahnya).

Jadi Desentralisasi adalah penyerahan urusan Pemerintah Pusat atau Daerah

Tingkat atas kepada Daerah yang menjadi urusan rumah tangganya.17

Desentralisasi dalam pandangan Ruiter dalam Hoogerwerf dapat diartikan

sebagai pengakuan atau penyerahan wewenang badan-badan umum yang lebih tinggi

kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan

pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan dan

17


(33)

pemerintahan serta struktur wewenang yang dimiliki termasuk didalamnya

prinsip-prinsip pembagian wewenang.

Prinsip-prinsip pembagian wewenang meliputi: 1) unitarisme dan

federal-isme, 2) sentralisasi dan desentralisasi (dalam arti sempit), dan 3) konsentrasi dan

dekonsentrasi. Unitarisme dan federalisme berlaku pada negara-negara federal, di

mana pemerintahan federal dan pemerintahan negara-negara bagian mendasarkan

pelaksanaan wewenangnya atas konstitusi-konstitusi tersendiri yang bersama-sama

menjamin suatu pembagian wewenang antara negara federal dan negara bagian.

Wewenang-wewenang tersebut tidak saling membawahi, akan tetapi sejajar dengan

pembatasan-pembatasan satu sama lain. Sentralisasi dan desentralisasi digunakan

pada bersangkutan dengan hubungan-hubungan di negara kesatuan atau dalam suatu

negara bagian dari suatu federasi. Negara demikian lebih terdesentralisasi apabila

lebih banyak wewenang dan tugas di bidang pelaksanaan kebijakan diserahkan atau

ditugaskan kepada badan-badan umum yang tidak langsung berada di bawah

pemerintahan pusat. Sedangkan konsentrasi dan dekonsentrasi merupakan

kecenderungan untuk menyebarkan fungsi-fungsi pemerintahan pada jenjang tertentu

secara meluas kepada organisasi pemerintahan.

Lebih lanjut Ruiter menjelaskan bahwa desentralisasi menurut pendapat

umum terbagi dalam dua bentuk yaitu: 1) Desentralisasi teritorial dan 2) fungsional.

Desentralisasi teritorial seperti di Nederland, propinsi-propinsi dan kota praja-kota

praja yang terdesentralisasi secara territorial.Propinsi-propinsi dan kota praja-kota

praja merupakan kesatuan-kesatuan dengan identitas publik sendiri. Untuk itu,


(34)

Sedangkan desentralisasi fungsional bentuknya antara lain badan-badan urusan

pengairan, badan kerja sama kota praja termasuk yang disebutpregewesten.

Ada dua jenis desentralisasi, yakni desentralisasi territorial dan desentralisasi

fungsional. Desentralisasi territorial adalah penyerahan kekuasan untuk mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi) dan batas pengaturan tersebut adalah

daerah. Sedangkan desentralisasi fungsional adalah penyerahan kekuasaan untuk

mengatur dan mengurus fungsi tertentu dan batas pengaturan termaksud adalah jenis

fungsi itu sendiri, misalnya soal pertanahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.18 Tujuan desentralisasi lebih bersifat etis daripada sekedar politis

mendelegasikan dan membagi-bagi kekuasaan politik. Pertama, desentralisasi

dimaksudkan untuk lebih memperlancar dan memaksimalkan pelayanan publik demi

menjamin kepentingan masyarakat secara lebih baik. Hal ini biasa dicapai karena

pengambilan kebijakan telah didekatkan pada rakyat, yaitu di daerah. Dengan

pelayanan publik semakin didelegasikan kepada instansi yang lebih rendah dan lebih

dekat dengan rakyat, kepentingan rakyat lebih dilayanai secara cepat, murah dan

efektif Kedua, Menjamin demokrasi, memungkinkan partisipasi publik dalam setiap

pengambilan putusan dan kebijakan politk, memungkinkan control serta

pertanggungjawaban publik melalui hirarki kekuasaan yang ada, peluang menampung

aspirasi dan kehendak rakyat menjadi semakin luas. Aspirasi lebih mudah dan cepat

disampaikan karena kebijakan publik berada di daerah bersama rakyat yang

berkepentingan langsung. Keliga. Kebi. jakan publik pun biasa lebih baik karena

18

http://child-island.blogspot.com/2012/11/teori-desentralisasi-dan-otonomi.html diakses pada 14 Desember 2014 pukul 21.09 wib


(35)

benar-benar mengakomodasi aspirasi dan kepentingan rakyat setempat. Keempat,

Otonomi daerah bertujuan untuk lebih membuka peluang bagi jaminan kesejahteraan

dan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat. Dengan desentralisasi, peluang ekonomi

dan akses ekonomi di buka dan memungkinkan setiap daerah dan kelompok sosial

untuk berperan aktif dalam mengembangkan ekonomi. Kelima, Desentralisasi

membawa dampak positif berupa pemangkasan rentang birokrasi dan mengurangi

korupsi.19

1.6.2.2 Otonomi daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. Undang-Undang

ini juga menyatakan bahwa daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hokum yang

mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal tersebut menunjukkan bahwa makna dasar dari otonomi adalah adanya

suatu kewenangan bagi Pemerintah Daerah untuk menentukan kebijakan-kebijakan

sendiri yang ditujukan bagi perlaksanaan roda pemerintahan daerahnya sesuai dengan

aspirasi masyarakatnya.Pratikno menyatakan bahwa kewenangan-kewenangan

tersebut mengacu pada kewenangan pembuat keputusan didaerah dalam menentukan

19


(36)

tipe dan tingkat pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, dan bagaimana

pelayanan ini diberikan dan dibiayai.20

Kewenangan yang diberikan bersifat nyata, luas dan bertanggung jawab

sehingga memberi peluang bagi daerah agar dapat mengatur dan melaksanakan

kewenangan daerahnya berdasarkan prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan,

kondisi dan potensi masyarakat disetiap daerah. Keberadaan Otonomi Daerah

diharapkan terjadi penguatan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas demokrasi

atau dengan kata lainbahwa UU Pemerintahan Daerah bervisi demokrasi.

1.6.2.3 Pemekaran daerah

Pemekaran daerah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih

dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat

pembangunan. Pemekaran daerah juga diharapkan dapat menciptakan kemandirian

daerah sebagai salah satu kunci dari keberhasilan otonomi daerah. Pemekaran daerah

dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,

pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan mejadi lebih dari satu

daerah, namun setelah UU no.22 tahun 1999 diganti dengan Undang-undang nomor

32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah

tercantum pada pasal 4 ayat 3 dan ayat 4, namun istilah yang dipakai adalah

Pemekaran Daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau

lebih daerah otonom.

20

Pratikno, Perumusan Pola Hubungan Pusat Daerah dalam Rangka Realisasi Otonomi Daerah. Laporan Penelitian. Fak.Sospol UGM. Yogyakarta 1991


(37)

Terdapat beberapa alasan kenapa pemekaran daerah sekarang menjadi salah

satu pendekatan yang cukup diminati dalam kaitannya dengan penyelenggaraan

pemerintahan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yaitu:

Pertama, keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik

dalam wilayah kewenangan yang terbatas/terukur. Pendekatan pelayanan melalui

pemerintahan daerah yang baru diasumsikan akan lebih dapat memberikan pelayanan

yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan daerah induk

dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas (hermanislamet, 2005). melalui

proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka

pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia.

Kedua, mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui

perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal.

dengan dikembangkannya daerah baru yang otonom, maka akan memberikan peluang

untuk menggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama ini tidak tergali.

Ketiga, penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintah dan

bagi-bagi kekuasaan di bidang politik dan pemerintahan. kenyataan politik seperti ini

juga mendapat dukungan yang besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena

berbagai peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal menjadi lebih

tersedia sebagai dampak ikutan pemekaran wilayah.

Pemekaran daerah yang merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi

lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat


(38)

daerah. Tujuan pemekaran sebagaimana tertuang dalam berbagai peraturan

perundangan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:

1. peningkatan pelayanan kepada masyarakat;

2. percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi;

3. percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;

4. percepatan pengelolaan potensi daerah;

5. peningkatan keamanan dan ketertiban21.

1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Metode ini

dimaksudkan untuk menjelaskan atau penggambaran secara mendalam tentang situasi

atau proses yang diteliti. Penelitian deskriptif merupakan sebuah proses pemecahan

suatu masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keaadaan

sebuah objek maupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun masyarakat pada

saat sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.22

1.7.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif. Pada umumnya, penelitian kualitatif ini tidak mempergunakan angka atau

nomor dalam mengolah data yang diperlukan. Data kualitatif terdiri dari

kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan, kejadian, interaksi, dan kegiatan. Dengan

21

http://2frameit.blogspot.com/2011/10/tentang-pemekaran-wilayah.html diakses pada 14 Desember 2014 pukul 20.04 wib

22


(39)

menggunakan jenis data kualitatif, memungkinkan peneliti mendekati data sehingga

mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang analitis, konseptual,

dan kategoris dari data itu sendiri.23

Selain itu, penelitian deskriptif ini meliputi pengumpulan data melalui

pertanyaan maupun kuisioner. Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah

penilaian sikap atau pendapat individu, organisasi, keaadaan ataupunprosedur yang

dikumpulkan melalui daftar pertanyaan dalam survey, wawancara, ataupun observasi.

1.7.3 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini adalah di 3 daerah Kabupaten/Kota gabungan

pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara yaitu Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian kualitatif terdapat tiga macam teknik dalam

mengumpulkan data, yaitu :24

1. Wawancara secara mendalam dan terbuka, data yang diperoleh merupakan

kutipan tentang pengalaman, perasaan, dan pengetahuan dari responden.

2. Observasi langsung/terlibat, proses pengumpulan data dengan turun

langsung ke lapangan serta ikut terlibat dalam proses yang tengah dialami

subjek penelitian.

23

Bruce A. Chodwick. 1991. “Social Science Research Methods, terj. Sulistia (dkk),”Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Semarang : IKIP Semarang Press. Hal : 234-243.

24


(40)

3. Penelaahan terhadap dokumen tertulis (kepustakaan), pencarian datadan

buku-buku, jurnal, surat kabar, catatan organisasi dan lainnya.

1.7.5 Teknik Analisa Data

Sesuai dengan metode penelitian, dalam menganalisa data, data yang

digunakan penulis dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif. Metode kualitatif

dapat didefeniskan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

yang berupa ucapan, tulisan dan perilaku yang diamati.

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data

primer dan data sekunder.

a. Data primer yaitu data yang diambil dari sumber data primer atau sumber pertama dilapangan25. Dilaksanakan dengan metode wawancara mendalam ( indepth-interview) yang dipandu dengan oleh pedoman wawancara. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder26. Data diperoleh dari literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, jurnal, artikel, makalah, undang-undang, peraturan-peraturan, internet serta sumber-sumber lain yang dapat memberikan informasi mengenai judul penelitian.

25

Burhan Bungin. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. hal. 128

26


(41)

BAB II

PROFIL DAERAH KABUPATEN/KOTA PENGGAGAS PROVINSI SUMATERA TENGGARA

2.1. Kota Padangsidimpuan

Kota Padangsidimpuan pada masa ini dapat didekati melalui tiga jalur utama,

yakni: dari dan ke arah Tarutung/Rantau Prapat (utara), Bukit Tinggi (selatan),

Sibolga (barat). Koneksi (interchange) tiga jalur utama ini terletak di Tugu Siborang

pada masa ini. Pada masa lalu, jalur utara dan selatan di Siborang merupakan lalu

lintas pergerakan pasukan dalam Perang Padri (1816-1833). Sebelah timur Siborang

ini merupakan daerah pertanian/persawahan yang subur dan menjadi lumbung beras;

sedangkan sisi sebelah barat sungai Batang Ayumi merupakan areal tegalan/kebun

penduduk. Ke arah hulu kebun-kebun penduduk ini terdapat areal persawahan yang

sangat luas: mulai dari Kampung Salak / Sigiring-Giring hingga wilayah

Hutaimbaru/Siharangkarang. Saat itu, jalur dari dan ke Sibolga dari Siborang belum

tersambung--jalur perdagangan Sipirok-Sibolga dilakukan via Batunadua-Hutaimbaru

dan jalur Pijorkoling / Angkola Jae ke Sibolga dilakukan di hilir jembatan Siborang.

Ketika Belanda menduduki wilayah Padangsidimpuan (datang dari arah

Mandailing / Air Bangis), pasukan Belanda membangun jembatan Siborang dan

jembatan Sigiringgiring yang mengakibatkan daerah Siborang menjadi sebuah

persimpangan utama yang menghubungkan lalu lintas utara, selatan dan barat dari


(42)

Keresidenan Tapanuli dari Air Bangis (daerah Pasaman) ke Padangsidimpuan pada

tahun 1884 wilayah Kota Padangsidimpuan pada masa kini wilayah ini sebelumnya

adalah semacam tanah ulayat dari empat area komunitas marga Harahap: yang berada

di arah utara adalah Batunadua/Pargarutan, di arah selatan adalah Pijor Koling, di

arah barat adalah Hutaimbaru / Angkola Julu; dan satu lagi dan merupakan inti

komunitas marga Harahap yakni di arah tenggara adalah Sidangkal / Simarpinggan.

Penduduk asli marga Harahap di Sidangkal ini sudah sejak lama melakukan aktvitas

berladang dan berburu di areal yang kini menjadi pusat Kota Padangsidimpuan27.

2.2.1.1 Luas, Letak Geografis dan Kondisi Topografis

Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu Kabupaten / Kota dari 28

Kabupaten / Kota di Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis Kota

Padangsidimpuan berada pada koordinat 010 28’,19’’ – 010 18’07’’ Lintang Utara dan 990 18’ 53’’ - 990 20’ 35’’ Bujur Timur. Kota Padangsidimpuan memiliki luas area 14.685,680 Ha, ketinggian berkisar ± 522,8 m di atas permukaan laut, dengan batas – batas wilayahnya sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.

27

http://padangsidimpuankota.go.id/index.php/2014-08-13-16-08-54/kota-padang-sidimpuan diakses pada tanggal 21 Desember 2014 pada pukul 20.17


(43)

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan.

Gambar. 2.1. Peta Administrasi Kota Padangsidimpuan

Sumber: BAPPEDA Kota Padangsidimpuan, 2014

Wilayah administratif Kota Padangsidimpuan terdiri dari 6 Kecamatan, 42

Desa dan 37 Kelurahan. Posisi Kota Padangsidimpuan memiliki akses darat yang

memadai dan cukup strategis, karena berada pada jalur utama bagian Barat menuju

Ibukota Provinsi Sumatera Utara, terdapat dua jalur :

 Timur/Selatan : menuju IbuKota Mandailing Natal, Panyabungan dan ke Propinsi Sumatera Barat berlanjut ke IbuKota Negara, Jakarta.


(44)

 Timur/Utara : menuju Langga Payung Kabupaten Labuhan Batu yang terhubung dengan Trans Sumatera Highway jalur Timur/Utara

yang dapat menghubungkan semua IbuKota Provinsi di pulau

Sumatera dan ke pulau Jawa.

Posisi Kota Padangsidimpuan yang berada pada lintas tengah Sumatera antara

9 (sembilan) Kabupaten dan Kota yaitu Kabupaten Pasaman Timur, Kabupaten

Pasaman Barat, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Padanglawas, Kabupaten

Padanglawas Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal,

Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.

Kondisi fisik topografi Kota Padangsidimpuan sangat beragam mulai dari

datar bergelombang hingga curam. Secara garis besar dapat diuraikan sebagai

berikut:

- Wilayah yang relatif dasar hingga landai dengan kemiringan lereng berkisar

0-8 % terdapat seluas ± 4.666,70 Ha atau 34,72 % dari luas total wilayah

Kota. Wilayah ini pada umumnya terdapat pada bagian tengah Kota, seperti

Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan serta pada

areal persawahan yang terdapat di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara.

- Wilayah bergelombang dengan kemiringan lereng berkisar antara 8 – 15 % terdapat 2.457,56 Ha atau 18,29 % dari luas total Wilayah Kota, yang

terdapat di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara.

- Wilayah yang curam dengan kemiringan lereng berkisar antara 15 – 25 % terdapat 2 .925 Ha atau 21.76 % dari luas total wilayah Kota, yang terdapat


(45)

pada bagian Utara Kota, seperti Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

dan Padangsidimpuan Angkola Julu.

- Wilayah yang sangat curam dengan kemiringan 25 – 40 % terdapat seluas 2.175 Ha atau 16,18 % dari luas total Kota. Daerah ini umumnya terdapat

pada bagian Timur dan Selatan Kota, seperti Kecamatan Padangsidimpuan

Batunadua dan Padangsidimpuan Tenggara.

- Wilayah yang terjal dengan kemiringan di atas 40 % terdapat seluas 1.215,66

Ha atau 9,05 % dari luas total wilayah Kota. Daerah ini merupakan gunung – gunung yang terdapat pada pinggiran dan tengah Kota28.

2.2.1.2 Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan pada tahun 2012 berrdasarkan data

yang dipublikasi resmi berjumlah 198.809 jiwa. Jumlah penduduk tersebut tersebar

pada wilayah seluas 146,85 km2 maka kepadatan penduduknya mencapai 1.354

jiwa/km2. Kecamatan Padangsidimpuan Utara merupakan kecamatan yang paling

tinggi kepadatan penduduknya yang mencapai 4.339 jiwa/km2 disusul oleh

Kecamatan Padangsidimpuan Selatan yang mencapai 3.987 jiwa/km2. Sementara itu

kecamatan lainnya memiliki tingkat kepadanya yang beragam. Kecamatan dengan

tingkat kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Padangsidimpuan Angkola

Julu yang hanya 275 jiwa/ km2 . Secara lebih rinci tentang kondisi persebaran

penduduk di Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada tabel berikut:

28

http://padangsidimpuankota.go.id/index.php/2014-08-13-16-08-54/kondisi-wilayah diakses pada tanggal 21 Desember 2014 pada pukul 20.26


(46)

Tabel. 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin menurut Kecamatan Tahun 2012

Kecamatan Lk Pr Jumlah

Rasio Jenis Kelamin

1. Padangsidimpuan Tenggara 15.194 16.322 31.526 93,03

2. Padangsidimpuan Selatan 31.000 32.029 63.029 69,76

3. Padangsidimpuan Batunadua 9.784 9.876 19.660 99,07

4. Padangsidimpuan Utara 29.345 31.795 61.140 92,29

5. Padangsidimpuan Hutaimbaru 7.706 8.007 15.713 96,24

6. Padangsidimpuan Angkola Julu 3.812 3.929 7.741 97,02

Jumlah/Total 2012 96.841 101.968 198.809 94,97

Sumber: BPS Kota Padangsidimpuan, 2014

Jika dilihat dari distribusi penduduk menurut kelompok usia, terlihat jelas

bahwa mayoritas penduduk Kota Padangsidimpuan masuk dalam kategori produktif

yaitu mayoritas berusia di bawah 50 tahun. Secara lebih rinci data yang diperoleh

menunjukkan bahwa kelompok usia 15 -19 tahun adalah kelompok usia tertinggi

jumlahnya yang mencapai 24.061 jiwa. Sedangkan jumlah kelompok usia terkecil

adalah kategori usia di atas 75 tahun yang hanya mencapai 1821 jiwa.

2.2.1.3. Potensi Wilayah

Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang


(47)

lapangan kerja, mengarahkan pendapatan masyarakat yang semakin merata,

meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan perluasan kegiatn

ekonomi dari sektor primer menuju kesektor sekunder dan tersier. Dengan kata lain ,

arah dari pembangunan ekonomi adalah mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi

agar pertumbuhan pendapatan masyarakat meningkat serta diikuti oleh pemerataan

yang lebih baik.

Kota Padangsidimpuan merupakan kota yang berdiri pada tahun 2001 sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2001 mempunyai potensi baik dari letak

geografis maupun sumber daya alamnya. Posisinya memiliki akses darat yang

memadai dan sangat strategis, karena berada di jalur utama bagian barat menuju

Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Terdapat dua jalur, yaitu timur/selatan menuju

Ibukota Mandailing Natal, Panyabungan dan ke Provinsi Sumatera Barat, berlanjut ke

Ibukota Indonesia DKI Jakarta. Sedangkan timur/utara menuju Langga Payung,

Kabupaten Labuhan Batu, yang terhubung dengan Trans Sumatera Highway jalur

timur/utara yang dapat menghubungkan semua ibukota provinsi di Sumatera dan

Jawa. Yang dapat menghubungkan sembilan kabupaten dan kota di Sumatera, yaitu

Kabupaten Pasaman Timur, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Labuhan Batu,

Kabupaten Padanglawas, Kabupaten Padanglawas Utara, Kabupaten Tapanuli

Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.

Dengan strategisnya letak Padangsidimpuan tersebut diharapkan dapat mempercepat

pembangunan baik bidang ekonomi maupun kegiatan lainnya. Hal ini lah yang


(48)

2.2.2 Kabupaten Tapanuli Selatan

Tapanuli Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara dengan luas

wilayah 18.897 km², Ibu kota de jure-nya ialah Sipirok, menyusul dibentuknya

Padang Sidempuan menjadi kota otonom. Secara adminstratif Kabupaten Tapanuli

Selatan berbatasan dengan :

1. Utara : Kabupaten Tapanuli Utara dan kabupaten Tapanuli Tengah

2. Selatan : Kabupaten Mandailing Natal dan Provinsi Sumatera Barat

3. Timur : Provinsi Riau dan kabupaten Batu

4. Barat : Samudra Indonesia dan kabupaten Mandailing Natal

Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan antara lain :

1. Kecamatan Angkola Barat

2. Kecamatan Angkola Timur

3. Kecamatan Angkola Selatan

4. Kecamatan Sayur Matinggi

5. Kecamatan Batang Angkola

6. Kecamatan Batang Toru

7. Kecamatan Muara Batang Toru


(49)

9. Kecamatan Sipirok

10. Kecamatan Sipirok Dolok Hole

11. Kecamatan Aek Bilah

12. Kecamatan Arse

13. Kecamatan Angkola Sangkunur

14. Kecamatan Tano Tombangan

Peta Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan Kecamatan seperti gambar

dibawah ini:

Gambar. 2.2. Peta Kabupaten Tapanuli Selatan


(50)

2.2.2.1 Luas, Letak Geografis dan Kondisi Topografis

Secara geografis, daerah Tapanuli Selatan berada di belahan Barat Indonesia dan sebelah Selatan Pulau Sumatera yang terletak pada 0,02’ s/d 2,3’ derajat Lintang

Utara dan 98,49’ s/d 100,22’ derajat Bujur Timur.29

Dan secara topografi daerah Tapanuli Selatan terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit dan dataran tinggi bergunung dengan ketinggian antara 0 s/d 1500 meter di atas permukaan laut. Daerah ini dikelilingi oleh gunung Gongonan di Kecamatan Batang Angkola, gunung Sorik Marapi di Kecamatan Panyabungan, gunung Lubuk Raya di Kecamatan Padangsidimpuan dan gunung Sibual-buali di Kecamatan Sipirok.

Selain memiliki gunung-gunung yang indah, Tapanuli Selatan juga memiliki

panorama yang indah akan danaunya seperti Danau Tao di Kecamatan Sosopan,

Danau Siais di Kecamatan Siais dan danau Marsabut di Kecamatan Sipirok. Wilayah

Tapanuli Selatan juga dialiri banyak sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil.

Bahkan aliran sungai tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit listrik

tenaga air, Industri maupun irigasi, di antaranya sungai Batang Pane, sungai Barumun dan lain-lain.

Luas wilayah Tapanuli Selatan adalah 18.006 Km2 atau 1.800.600 H.A. dari

luas Propinsi Sumatera Utara dan merupakan daerah bagian terluas di Sumatera Utara

dari daerah bagian lainnya. Secara administratif daerah Tapanuli sebelum

kemerdekaan dikenal sebagai bagaikan dari wilayah kekuasaan Hindia-Belanda yang

29

Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 2012, Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, hal. III.


(51)

masuk dalam wilayah Keresidenan Tapanuli. Setelah masa kemerdekaan daerah

Tapanuli masuk dalam wilayah propinsi Sumatera Utara dan menjadi daerah tingkat

II Kabupaten Tapanuli Selatan yang berbatasan di sebelah Utara dengan Daerah

Tingkat II Kab. Tapanuli Tengah dan Dati II Kab. Tapanuli Utara, sebelah Timur

dengan Propinsi Riau, sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat, dan di

sebelah Barat dengan Samudra Indonesia.

Kondisi geografi Tapanuli Selatan dengan iklim yang selalu bergantian dan

curah hujan yang merata setiap bulan membuat daerah ini sesuai sebagai daerah

pertanian. Dengan adanya dukungan irigasi, pemakaian bibit unggul, pupuk, dan

pengolahan tanah yang tepat dapat meningkatkan hasil pertanian. Selain itu, dengan

komposisi penduduk yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan, menunjukkan

bahwa sebagian masyarakatnya sangat mengandalkan hidupnya pada pengelolaan

tanah, antara lain sebagai petani sawah, berkebun di ladang dan beternak.

Awalnya Tapanuli Selatan meliputi daerah Sipirok/Angkola dan Mandailing.

Kedua daerah ini meskipun berada sama-sama di daerah Tapanuli Selatan, tetapi ada

perbedaan yang khas di antara keduanya. Daerah Sipirok merupakan sebuah

kecamatan berjarak ± 385 km dari kota Medan, sedangkan dari Padang Sidimpuan ke

Kecamatan Sipirok ± 38 km. Antara Kecamatan Sipirok dengan Kecamatan Pahae

Jae dengan ibukotanya Pahae, daerah yang bersebelahan dan merupakan daerah yang

berada di Kabupaten Tapanuli Utara jaraknya ± 42 km. Mandailing adalah suatu

wilayah yang terletak di Kabupaten Mandailing Natal pada masa sekarang. Berada ±


(1)

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Pemekaran daerah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Pemekaran daerah juga diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah sebagai salah satu kunci dari keberhasilan otonomi daerah. Pemekaran daerah dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan mejadi lebih dari satu daerah, namun setelah UU no.22 tahun 1999 diganti dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada pasal 4 ayat 3 dan ayat 4, namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran Daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom.

Pemekaran daerah menjadi bagian penting dalam otonomi daerah dan desentralisasi. Tujuan desentralisasi lebih bersifat etis daripada sekedar politis mendelegasikan dan membagi-bagi kekuasaan politik. Pertama, desentralisasi dimaksudkan untuk lebih memperlancar dan memaksimalkan pelayanan publik demi menjamin kepentingan masyarakat secara lebih baik. Hal ini biasa dicapai karena pengambilan kebijakan telah didekatkan pada rakyat, yaitu di daerah. Dengan pelayanan publik semakin didelegasikan kepada instansi yang lebih rendah dan lebih


(2)

dekat dengan rakyat, kepentingan rakyat lebih dilayanai secara cepat, murah dan efektif. Kedua, Menjamin demokrasi, memungkinkan partisipasi publik dalam setiap pengambilan putusan dan kebijakan politk, memungkinkan kontrol serta pertanggungjawaban publik melalui hirarki kekuasaan yang ada, peluang menampung aspirasi dan kehendak rakyat menjadi semakin luas. Aspirasi lebih mudah dan cepat disampaikan karena kebijakan publik berada di daerah bersama rakyat yang berkepentingan langsung. Ketiga. Kebijakan publik pun bisa lebih baik karena benar-benar mengakomodasi aspirasi dan kepentingan rakyat setempat. Keempat, Otonomi daerah bertujuan untuk lebih membuka peluang bagi jaminan kesejahteraan dan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat. Dengan desentralisasi, peluang ekonomi dan akses ekonomi di buka dan memungkinkan setiap daerah dan kelompok sosial untuk berperan aktif dalam mengembangkan ekonomi. Kelima, Desentralisasi membawa dampak positif berupa pemangkasan rentang birokrasi dan mengurangi korupsi.

Sumatera Tenggara yang merupakan wilayah yang digagas oleh 5 Kabupaten/Kota. Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, dan Kota Padangsidimpuan sebagai ibukota provinsi Sumatera Tenggara menjadi daerah yang menyatakan sikap untuk mendukung dan mensukseskan daerah otonomi baru Sumatera Tenggara. Kekayaan alam yang dimiliki daerah-daerah di Tabagsel menjadikan keyakinan yang kuat untuk menciptakan pembangunan yang lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat Tabagsel.

Elit politik lokal adalah mereka yang menduduki posisi jabatan politik di ranah lokal. Perjalanan sejarah mencatat bahwa posisi mereka sebagai elit politik


(3)

lokal mengalami pasang naik dan pasang surut paralel dengan perubahan yang terjadi. Mereka yang pada rentang waktu tertentu mengalami pembatasan dari struktur yang ada, berubah nasibnya menjadi mengalami pemberdayaan pada kurun waktu yang lain. Demikian pula ada di antara mereka yang semula mengalami pemberdayaan berubah menjadi mengalami pembatasan dari struktur.

Elit Politik lokal di Sumatera Tenggara adalah sebuah kekuatan politik yang diharapkan mampu mewujudkan pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara. Namun, kondisi elit politik lokal di Tabagsel belum memiliki keseriusan dalam mewujudkan pemekaran Sumatera Tenggara. Dengan adanya pertemuan-pertemuan antara tokoh-tokoh masyarakat baik yang berada di daerah maupun putra daerah yang ada di perantauan menjadi suatu keseriusan dalam mensukseskan proses pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara. Namun elit politik lokal yang ada belum mampu menciptakan kesatuan, paradigma pemimpin yang haus kekuasaan masih terlihat di kalangan elit politik lokal Sumatera Tenggara, keberanian dan kecakapan dari elit politik lokal dalam melakukan komunikasi politik terhadap pemerintah pusat masih belum terlihat serius untuk mewujudkan Provinsi Sumatera Tenggara.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Arif Nasution,M., Badaruddin, Heri Kusmanto, 2005, Nasionalisme dan Isu-isu Lokal, Medan : USU Press.

Bagong Suyanto, dkk.2008.Metode Penelitian Sosial.Jakarta : Kencana.

Bottomore,T.B.2006. Elit dan Masyarakat, Jakarta : Akbar Tandjung Institute. Bruce A. Chodwick. 1991. “Social Science Research Methods, terj. Sulistia (dkk),”Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Semarang : IKIP Semarang Press.

DR. J. Kaloh. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah : Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta : Rineka Cipta.

Hadari Nawawi,1987. Metodologi Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta : Gajahmada University Press.

Husani Usman dan Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial, Bandung : Bumi Aksara. 2004.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Sosial. Jakarta : LP3ES, 1998.

M.Arif Nasution,dkk.2008.Meode Penelitian. Medan : Fisip Usu Press.

Musanef, 1985, Sistern Pemerintahan di Indonesia, Jakarta : PT. Gunung Agung. Pratikno, Perumusan Pola Hubungan Pusat Daerah dalam Rangka Realisasi Otonomi Daerah. Laporan Penelitian. Fak.Sospol UGM. Yogyakarta. 1991.

Pratikno 2006, ‘Politik kebijakan pemekaran daerah’, dalam Blue print otonomi daerah Indonesia, eds. Mubarak, MZ, Susilo, MA & Pribadi, A, Yayasan Harkat Bangsa, Jakarta.

Sofyan Effendi.1992. Membangun Martabat Manusia: Peranan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok Elite, Peranan Elite Penentu dalam Masyarakat Modern, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1995.

Tri Tarnawati, Pemekaran Daerah Politik Lokal dan Beberapa Isu Terseleksi .Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2009.


(5)

Zainuddin Maliki, Sosiologi politik Makna Kekuasaan dan Transformasi Politik, Yogyakarta, tahun 2010 Penerbit GMUP.

Jurnal:

Haryanto : Elit Politik Lokal dalam Perubahan Sistem Politik. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume 13,Nomor 2. November 2009 (131-148). ISSN 1410-4946. Syafarudin, “pemetaan makna politik pemekaran daerah diIndonesia Pasca Ordebaru” (hasil riset disampaikan pada seminar dan prosiding dies natalis Unila ke 44 tanggal 5 oktober 2009)

Situs Internet :

Pemekaran Daerah dalam Perspektif transisi demokrasi

http://www.pelita.or.id/baca.php?id=85817 diakses pada tanggal 21 Desember 2014 pukul: 19.45

Provinsi Sumatera Tenggara

http://chaidirritonga.com/new/propinsi-sumatera-tenggara/ diakses pada tanggal 7 februari 2015 pukul: 15.47 WIB

Tentang : Pemekaran Wilayah

http://2frameit.blogspot.com/2011/10/tentang-pemekaran-wilayah.html diakses pada 14 Desember 2014 pukul 20.04 wib

Teori desentralisasi dan otonomi, 28 November 2012 Label: Dasar-dasar Logika, Hukum, Ilmu Pemerintahan, Politik

http://child-island.blogspot.com/2012/11/teori-desentralisasi-dan-otonomi.html diakses pada 14 Desember 2014 pukul 21.09 wib

http://padangsidimpuankota.go.id/index.php/2014-08-13-16-08-54/kondisi-wilayah diakses pada tanggal 21 Desember 2014 pada pukul 20.26


(6)

Panduan Wawancara tentang Pengaruh Elit dalam Proses Pemekaran Daerah Sumatera Tenggara

1. Apa pandangan bapak/ibu tentang otonomi daerah?

2. Apa yang menjadi hal penting dalam pelaksanaan otonomi daerah untuk tercapainya kesejahteraan rakyat?

3. Apakah di daerah Tabagsel penting adanya otonomi daerah? Mohon alasannya. 4. Bagaimana pandangan bapak/ibu tentang pemekaran daerah di Indonesia? 5. Apa yang melatar belakangi isu pemekaran daerah Provinsi Sumatera Tenggara? 6. Menurut bapak/ibu, apakah pemekaran daerah Sumatera Tenggara dari Sumatera

Utara sudah layak?

7. Apakah ada peran dan pengaruh tokoh-tokoh/elit-elit politik penting dalam proses pemekaran daerah Sumatera Tenggara? Kalau ada, apa kontribusinya?

8. Berbicara etnisitas, di Sumatera Tenggara yang dominan adalah suku Mandailing dan Angkola, apakah ada pengaruh dominasi dari marga-marga yang dominan? Mohon tanggapannya.

9. Apakah isu pemekaran di Sumatera Tenggara hanya menjadi bahasan kalangan elit-elit politik lokal, atau menjadi pembicaraan masyarakat Tabagsel secara keseluruhan?

10.Mohon bapak/ibu tanggapi, Apa yang menjadi peta politik/ kekuatan elit politik lokal di daerah pemekaran Sumatera Tenggara?

11.Apakah elit politik lokal dan nasional memberikan efek terhadap isu pemekaran daerah Sumatera Tenggara?

12.Apakah bapak/ibu bagian dari elit politik lokal?