Kondisi Sosial, Budaya dan Perekonomian

rotan, dan kayu. Di samping hasil-hasil tanaman dan peternakan di atas yang ada di Tapanuli Selatan, daerah ini juga kaya dan memiliki potensi yang besar akan barang tambang seperti emas. Selain itu ada yang lebih menarik lagi di daerah Tapanuli Selatan yaitu daerah ini kaya akan budaya, alam dan, adat istiadat yang melengkapi kehidupan masyarakatnya yang hidup dalam kerukunan dan ketenteraman dalam hidup berdampingan walaupun berbeda adat maupun kepercayaan.

2.1.2.3 Kondisi Sosial, Budaya dan Perekonomian

Dalam kehidupan bermasyarakat di Tapanuli Selatan mulai dari zaman tradisional sampai pada zaman sekarang ini tidak lepas dari masyarakat desa yang merupakan masyarakat asli yang tetap hidup dan bertahan selama beratus-ratus tahun walaupun telah banyak mengalami bermacam-macam gejolak perubahan sosial, peperangan, masuknya kekuasaan politik dari Kerajaan tertentu dari luar maupun dari dalam daerah Tapanuli selatan dan juga kekuasaan asing. Masyarakat tersebut banyak dijumpai dalam suatu huta, luhat maupun kampung. Masyarakat tersebut telah mendiami daerah Tapanuli sejak berabad-abad yang lalu. Mereka tinggal berkelompok dalam suatu kampung di dalam rumah tradisional sesuai dengan corak mereka, mempunyai rumah adat, mempunyai pemimpin kampung sesuai dengan adat istiadat setempat atau alat-alat perlengkapan pemerintahan kampung secara tradisional. Seseorang mempunyai tiga kategori keluarga: agnat atau dongan sabutuha-nya sendiri, hula-hula-nya, dan anak boru-nya. Universitas Sumatera Utara Begitulah pembagian kekerabatan dalam masyarakat Tapanuli pada umumnya dan juga pada masyarakat Tapanuli Selatan pada khususnya yang dikenal dengan dalihan na tolu tungku nan tiga. Dongan sabutuha kahanggi dalam masyarakat Tapanuli Selatan merupakan kelompok masyarakat yang memiliki persamaan marga menurut garis keturunan yang patrilineal, hula-hula mora dalam masyarakat Tapanuli Selatan yaitu kelompok marga pemberi mempelai perempuan dan anak boru yaitu kelompok marga penerima mempelai perempuan. Secara fungsional hula- hula memiliki kedudukan yang lebih tinggi terhadap boru, hal ini sangat tampak jelas dalam suatu pelaksanaan adat 35 . Pada masyarakat Tapanuli Selatan, huta dusun merupakan kesatuan paling kecil yang terdapat dalam suatu kumpulan dari beberapa keluarga yang menempati huta ataupun. Keberadaan suatu huta tidak lepas dari adanya faktor garis keturunan atau marga, karena ikatan adat, religi, teritorial, dan keturunan mengatur hubungan antar huta. Setiap huta bersifat otonom, baik di dalam maupun ke luar daerah. Dalam hal ini, huta dapat diibaratkan sebagai suatu kesatuan republik kecil, di mana setiap huta mempunyai raja huta sebagai pemimpin yang disebut Raja Pamusuk. Sejumlah huta yang berdekatan secara teritorial dan terkait hubungan darah genealogis membentuk sebuah kawasan adat yang disebut luhat yang dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung. Raja ini dipilih dari antara Raja Pamusuk yang terdapat dalam luhat, khususnya dari pihak turunan ‘sipungka huta’ yang membuka huta di dalam luhat yang bersangkutan. Raja Panusunan Bulung ini selain sebagai kepala 35 Ibid hal 34 Universitas Sumatera Utara pemerintahan, juga sekaligus menjadi pengetua adat atau Raja Adat yang memimpin berbagai kegiatan seperti keagamaan, sosial hingga kegiatan ekonomi di seputar kawasan luhat yang menjadi wilayah kekuasaannya. Dalam menjalankan pemerintahannya, Raja Panusunan Bulung maupun Raja Pamusuk mengacu pada sistem adat Batak yang mengatur sedemikian rupa dengan berlandaskan prinsip kekerabatan ‘dalihan na tolu’. Di samping huta, sebagai wadah tempat tinggal kelompok masyarakat adat di Tapanuli Selatan, juga dikenal kelompok-kelompok masyarakat lainnya, yaitu: a. Banjar, suatu pemukiman yang biasanya terdiri dari 4 sampai 6 kepala keluarga, terletak di tengah-tengah perladangan atau persawahan dan mempunyai ikatan adat dengan ibu kampungnya induk. b. Lumban, kelompok masyarakat yang terdiri dari 6 sampai 10 kepala keluarga. c. Pagaran, suatu perkampungan yang terdiri dari 10 sampai 20 kepala keluarga yang diurus oleh kerapatan adat dari ibu kampungnya induk. Pada masa dahulu, dalam masyarakat Tapanuli Selatan terdapat suatu sistem pelapisan sosial yang terdiri dari tiga strata. Strata yang pertama tertinggi terdiri dari golongan bangsawan, atau golongan kerabat raja yang dinamakan “Namora”. Di bawah golongan bangsawan terdapat golongan penduduk biasa bukan bangsawan yang disebut sebagai “halak na bahat” orang kebanyakan, dan status yang terendah terdiri dari golongan budak yang dinamakan “hatoban”. Orang-orang yang masuk pada golongan hatoban adalah: Universitas Sumatera Utara a. Orang-orang yang ditawan atau dikalahkan dalam peperangan. b. Orang-orang yang melakukan kesalahan berat dan menjalani hukuman sebagai budak. c. Orang-orang yang karena tidak sanggup membayar hutang dijadikan budak, dan kalau hutangnya sudah lunas kembali menjadi orang bebas. Budak yang sudah memiliki rumah sendiri dan mengerjakan ladang atau sawah sendiri, tetapi masih terikat dengan majikannya, sehingga sewaktu -waktu dapat disuruh bekerja untuk kepentingan majikannya dinamakan “pankandangi”. Budak yang bertempat tinggal di rumah majikannya dan bertugas melayani segala keperluan majikannya dinamakan “hatoban”, atau “pangolo” budak pelayan. Budak yang tinggal di rumah sendiri tetapi berkewajiban mengerjakan semua lahan pertanian milik majikannya dinamakan “hatoban marsaro”, budak yang sudah dibebaskan dan tidak tinggal di rumah majikannya dinamakan “ompung dalam” dan berstatus seperti kebanyakan penduduk biasa. Sejak tahun 1876, pemerintah kolonial Belanda menghapuskan perbudakan di kawasan Tapanuli Selatan. Meskipun perbudakan telah dihapuskan oleh pemerintah Kolonial, tetapi dalam pandangan masyarakat asli Tapanuli Selatan kedudukan mereka masih tetap sama sebagaimana mereka sebelumnya, sedapat mungkin menghindari berhubungan dengan orang yang dianggap “hatoban”, seperti menghindari perkawinan dengan bekas “hatoban” dan keturunannya. Baru pada zaman kemerdekaanlah pandangan masyarakat Tapanuli Selatan terhadap bekas “hatoban” mulai berubah. Seiring dengan perubahan zaman dan dengan datangnya Universitas Sumatera Utara kemerdekaan masyarakat tidak memandang rendah lagi terhadap mereka, orang- orang bekas hatoban sudah dianggap sebagai masyarakat yang sama dengan masyarakat lainnya. 36 Munculnya kelompok “hatoban” di daerah Tapanuli Selatan membawa pengaruh yang sangat besar bagi keharmonisan kehidupan antar masyarakat. Hal ini disebabkan, golongan “hatoban” merupakan orang-orang yang kalah dalam satu pertempuranperkelahianperselisihan. Bagi masyarakat di Tapanuli Selatan kekalahan dalam pertempuranperkelahianperselisihan lebih buruk dari hal-hal yang lain, seperti tidak mempunyai harta, tidak ada pendidikan bahkan tidak punya agama. Yang kalah, harus menjadi budak dan selalu patuh pada pihak atau kelompok yang menang sampai dia dapat memenangkan pertempuranperkelahianperselisihan pada si pemenang. Tetapi dalam perkembangannya, hatoban tidak hanya diakui oleh kelompok yang menang dalam suatu pertempuran, tetapi juga diakui oleh seluruh masyarakat yang mendiami wilayah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Mengenai sistem kepercayaan yang ada dalam masyarakat Tapanuli pada mulanya dijumpai adanya kepercayaan tradisional yang pada hakikatnya kepercayaan ini muncul sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk yang lemah dan memiliki kekuatan dan kemampuan yang terbatas, maka manusia atau masyarakat tersebut percaya bahwa ada kekuatan yang lebih besar di luar kekuasaan dirinya. Setelah masuknya agama Islam maupun Kristen ke Tapanuli memberi suatu kepercayaan baru yang menjadikan masyarakat Tapanuli lebih modern, dengan cara berpikir yang 36 Opcit. Pandapotan Nasution. Hal 35-38 Universitas Sumatera Utara lebih terbuka dan menjadikan masyarakat semakin sadar dan berpikir secara terbuka akan munculnya pembaharuan. Pembaharuan yang terjadi semakin kuat dengan didukung oleh pembangunan rumah-rumah ibadah yang pada dasarnya merupakan prakarsa dari masyarakat setempat, melalui gotong royong masyarakat bekerja sama mengumpulkan dana guna terlaksananya pembangunan. Selain itu, pemerintah juga turut serta mengambil bagian dalam pembangunan tersebut. Dalam perkembangannya, pembangunan dan pembaharuan rumah ibadat di Tapanuli Selatan berjalan normal sesuai dengan bertambahnya jumlah penduduk yang menganut suatu kepercayaan itu. Agama Islam merupakan paling banyak dianut atau agama mayoritas yang ada dalam masyarakat Tapanuli Selatan, walaupun begitu, kerukunan umat beragama sangat kental terjaga antara agama Islam yang mayoritas dengan agama Kristen yang minoritas. Selain itu, pemerintah juga turut memberikan pedoman bagi masyarakat untuk terus menjaga toleransi antar umat beragama dalam hidup berdampingan dengan saling menjaga sikap dan perilaku masyarakat sehingga ketenteraman dan kerukuna n akan tetap terjaga dengan baik. Masyarakat di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan sebagian besar secara langsung masih memperlihatkan kehidupan sebagaimana lazimnya kehidupan masyarakat Tapanuli Selatan. Masyarakat Tapanuli selatan sebagaimana masyarakat-masyarakat lainnya ditanah air juga memiliki kebudayaan- kebuda yaan yang bersifat tradisional serta juga memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan suku-suku lainnya di tanah air. Universitas Sumatera Utara Salah satu kebiasaan masyarakat Tapanuli Selatan lainnya bahwa tamu bagi masyarakat Tapanuli Selatan adalah seseorang yang harus merekka hormati, sebagai bentuk penghormatan itu, setiap tamu yang datang kerumah disuguhi makanan yang istimewa dan jika tamu tersebut menginap maka akan dilayani sebaik- baiknya. Kebiasaan lainnya yang ta kalah uniknya adalah apabila ada 2 orang yang belum saling kenal maka kedua orang tersebut akan saling menanyakan marga masing- masing, serta asalnya. Hal ini biasanya dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah hubungan antara keduanya apakah kerabat dekat atau kerabat jauh. Demikian juga halnya bila ada salah satu keluarga akan mengadakan pesta adat,maka seluruh keluarga ataupun sanak famili baik yang jauh maupun dekat akan diundang untuk datang menghadiri pesta tersebut dan tak terkecuali juga seluruh masyarakat kampung dimana bersangkutan tinggal berdomisili. 37 Pada Tanggal 23 November Tahun 1998, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Undang Undang No. 12 Tahun 1998 yaitu Undang-Undang tentang pembentukan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal menjadi daerah Otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan Kepala Daerahnya Bupati yang pertama yaitu H. Amru Daulay, SH dan Wakil Bupati yaitu : Ir. Masruddin Dalimunthe. H. Amru Daulay, SH memerintah Kabupaten Mandailing Natal dari tahun 1998 hingga sekarang 2007 dibantu oleh Sekretaris Daerah yakni : Drs. H. Azwar Indra Nasution 37 Ibid. Hal 46-51 Universitas Sumatera Utara Sebelum Mandailing Natal menjadi sebuah kabupaten, wilayah ini masih termasuk Kabupaten Tapanuli Selatan. Setelah terjadi pemekaran, dibentuklah Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan undang-undang Nomor 12 tahun 1998, secara formal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Maret 1999. Kabupaten Mandailing Natal terletak berbatasan dengan Sumatera Barat, bagian paling selatan dari Propinsi Sumatera Utara. Penduduk asli Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari dua etnis : Masyarakat etnis Mandailing dan Masyarakat etnis Pesisir. Masyarakat Mandailing Natal terdiri dari sukuetnis Mandailing, Minang, Jawa, Batak, Nias, Melayu dan Aceh, namun etnis mayoritas adalah etnis Mandailing 80,00 , etnis Melayu pesisir 7,00 dan etnis jawa 6,00 . Etnis Mandailing sebahagian besar mendiami daerah Mandailing, sedangkan etnis melayu dan minang mendiami daerah Pantai Barat. Seperti halnya kebanyakan daerah-daerah lain, pada zaman dahulu penduduk Mandailing hidup dalam satu kelompok-kelompok, yang dipimpin oleh raja yang bertempat tinggal di Bagas Godang. Dalam mengatur sistem kehidupan, masyarakat Mandailing Natal menggunakan sistem Dalian Na Tolu tiga tumpuan. Artinya, mereka terdiri dari kelompok kekerabatan Mora kelompok kerabat pemberi anak dara, Kahanggi kelompok kerabat yang satu marga dan Anak Boru kelompok kerabat penerima anak dara. Yang menjadi pimpinan kelompok tersebut biasanya adalah anggota keluarga dekat dari Raja yang menjadi kepala pemerintahan di Negeri atau Huta asal mereka. Universitas Sumatera Utara Kabupaten Mandailing Natal merupakan pemecahan dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Wilayah Adminisrasi terdiri dari atas 8 Kecamatan yakni: 1. Kec. Batahan dengan 12 desa. 2. Kec. Batang Natal dengan 40 desa. 3. Kec. Kota Nopan dengan 85 desa. 4. Kec. Muara Sipongi dengan 16 desa. 5. Kec. Panyabungan dengan 61 desa. 6. Kec. Natal dengan 19 desa. 7. Kec. Muara Batang Gadis dengan 10 desa. 8. Kec. Siabu dengan 30 desa. Pada Tanggal 29 Juli 2003 Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No 7 dan 8 mengenai pemekaran kecamatan dan desa dengan dikeluarkannya Perda No 7 dan 8 tersebut maka Kabupaten Mandailing Natal kini memiliki 17 Kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 322 dan Kelurahan sebanyak 7 kelurahan. Kecamatan hasil pemekaran tersebut terdiri atas : 1. Kecamatan Batahan 2. Kecamatan Batang Natal 3. Kecamatan Lingga Bayu Universitas Sumatera Utara 4. Kecamatan Kotanopan 5. Kecamatan Ulu Pungkut 6. Kecamatan Tambangan 7. Kecamatan Lembah Sorik Marapi 8. Kecamatan Muara Sipongi 9. Kecamatan Panyabungan 10. Kecamatan Panyabungan Selatan 11. Kecamatan Panyabungan Barat 12. Kecamatan Panyabungan Utara 13. Kecamatan Panyabungan Timur 14. Kecamatan Natal 15. Kecamatan Muara Batang Gadis 16. Kecamatan Siabu 17. Kecamatan Bukit Malintang Pada Tanggal 15 Februari 2007 Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No 10 Tahun 2007 tentang pembentukan kecamatan di Kabupaten Mandailing Universitas Sumatera Utara Natal, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Pakantan, dan Kecamatan Sinunukan. Pada tanggal 7 Desember 2007 pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 45 Tahun 2007 dan No. 46 Tahun 2007 tentang pemecahan desa dan pembentukan Kecamatan Naga Juang di Kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian Kabupaten Mandailing Natal kini memiliki 23 Kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 353, kelurahan sebanyak 32 kelurahan dan 10 Unit Pemukiman Transmigrasi. Kecamatan hasil pemekaran tersebut terdiri atas : 1. Kecamatan Batahan 2. Kecamatan Batang Natal 3. Kecamatan Lingga Bayu 4. Kecamatan Kotanopan 5. Kecamatan Ulu Pungkut 6. Kecamatan Tambangan 7. Kecamatan Lembah Sorik Merapi 8. Kecamatan Muara Sipongi 9. Kecamatan Panyabungan 10. Kecamatan Panyabungan Selatan Universitas Sumatera Utara 11. Kecamatan Panyabungan Barat 12. Kecamatan Panyabungan Utara 13. Kecamatan Panyabungan Timur 14. Kecamatan Natal 15. Kecamatan Muara Batang Gadis 16. Kecamatan Siabu 17. Kecamatan Bukit Malintang 18. Kecamatan Ranto Baek 19. Kecamatan Huta Bargot 20. Kecamatan Puncak Sorik Marapi 21. Kecamatan Pakantan 22. Kecamatan Sinunukan 23. Kecamatan Naga Juang Gambar. 2.3. Peta Kabupaten Mandailing Natal Universitas Sumatera Utara Sumber : Website resmi Kabupaten Mandailing Natal, www.madina.go.id

2.2.3.1 Luas, Letak Geografis dan Kondisi Topografis