Manfaat Penelitian Sejarah Perkembangan daerah-daerah di wilayah SumateraTenggara

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan keinginan yang ingin dilakukan dan dicapai dalam melakukan suatu penelitian, untuk itu tujuan penelitian perlu kiranya disusun secara spesifik sesuai dengan kepentingan penelitian. 8 Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran elit politik dalam proses pemekaran daerah dan melihat sejauh mana kebutuhan masyarakat akan adanya pemekaran provinsi Sumatera Tenggara.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dimaksud penulis sebagai berikut : a. Secara akademis, diharapkan mampu memberikan sebuah kontribusi ilmiah terhadap kajian otonomi daerah, desentralisasi, dan pemekaran daerah. b. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk melihat kebutuhan akan adanya pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara yang mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, dan mengetahui peran elit politik lokal dalam proses pemekaran. c. Secara pribadi, bermanfaat untuk peneliti dalam mengembangkan kemampuan membuat karya ilmiah serta dapat berguna sebagai bentuk kontibusi terhadap tanah kelahiran. 8 M.Arif Nasution,dkk.2008.Meode Penelitian. Medan : Fisip Usu Press. Hal 59. Universitas Sumatera Utara

1.6 Kerangka Teori

Bagian ini merupakan unsur yang paling penting di dalam penelitian, karena pada bagian ini peneliti mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan teori –teori yang relevan dengan penelitiannya. Teori menurut Masri Singarimbun dan Sofian effendi dalam buku Metode Penelitian Survei mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 9 Oleh karena itu, dalam penelitian ini, untuk menggambarkan masalah penelitian yang menjadi objek di dalam penelitian, peneliti menggunakan teori, yaitu

1.6.1 Teori Elit Politik Lokal

Adapun elit politik lokal yang dimaksud adalah mereka yang menduduki posisi jabatan politik di ranah lokal. Perjalanan sejarah mencatat bahwa posisi mereka sebagai elit politik lokal mengalami ‘pasang naik’ dan ‘pasang surut’ paralel dengan perubahan yang terjadi. Mereka yang pada rentang waktu tertentu mengalami pembatasan dari struktur yang ada, berubah nasibnya menjadi mengalami pemberdayaan pada kurun waktu yang lain. Demikian pula ada di antara mereka yang semula mengalami pemberdayaan berubah menjadi mengalami pembatasan dari struktur. Realitas pentas politik Indonesia menunjukkan, tatkala rezim otoritarian Orde Baru berkuasa, ada sekelompok elit politik lokal yang mengalami pembatasan dari 9 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Sosial. Jakarta : LP3ES, 1998, hal 37. Universitas Sumatera Utara struktur yang ada dan ada pula sejumlah elit politik lokal lainnya yang mengalami pemberdayaan. Tumbangnya pemerintahan Orde Baru menghasilkan kehadiran sistem politik yang bercorak demokrasi memungkinkan terjadinya perubahan pemaknaan struktur yang ada; elit politik lokal yang semula memaknai struktur sebagai pembatasan berubah menjadi pemberdayaan, dan mereka yang tadinya memaknai sebagai pemberdayaan berubah menjadi pembatasan. 10 Beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut proses sosial politik masyarakat lokal adalah, pertama, pelopor-pelopor demokrasi bisa muncul dari segenap unsur publik masyarakat sipil sehingga elit politik jika telah cukup tersediannya media-media sipil dalam rangka melakukan praktek yang bersifat partisipatori kepada masyarakat sipil , prinsip ini kemudian berkaitan erat dengan aspek normative moral politik maupun positifnya mekanisme Check and balance. Kedua, proses sosial politik berkaitan erat dengan kualitas sumberdaya manusia lokal. Indikatornya kapasitas pendidikan dan kualitas teknis dari para elit politik dan pimpinan organisasi kemasyarakatan pada tingkat lokal. Ketiga, tertatanya aktivitas penunjang pencerdasan politik guna menuju paradigma politik yang rasional dan objektif. Proses ini sebenarnya mengharuskan para elit politik untuk mampu mengembangkan secara konstruktif, bagaimana paradigma rasional objektif dikedepankan daripada fanatisme kharismatik kepada kumunitasnya, Keempat, menyangkut tentang kebutuhan akan integritas elit politik dengan daya kontrol sosial politik publik yang secara optimal berfungsi. Integritas elit politik ini senantiasa 10 Haryanto, op. cit.,hal. 137 Universitas Sumatera Utara terkontrol oleh publik seiring dengan kapasitas dan hasil kerja prestasi yang mampu mereka berikan 11 . Kata elit selalu menarik perhatian, justru karena ia sering diartikan sebagai “orang-orang yang menentukan”. Pendekatan elit dalam studi ilmu sosial memeang tidak kebal dari kritik namun sangat membantu menjelaskan fenomena struktur sosial, khususnya struktur kekuasaan seperti bentuk piramida. Para elit adalah mereka yang berada dalam puncak piramida itu, mereka yang punya pengaruh dan menentukan. Bottomore yang menemukan konsep keseimbangan sosial, yang apabila direfleksikan dengan dinamika politik, sebagai bagian dari dinamika sosial lebih luas. Elit akan sangat terkait dengan upaya menuju tercapainya kondisi keseimbangan politik political equilibrium. 12 Sofian Effendi secara sederhana memberi batasan tentang elit lokal adalah kelompok kecil yang biasanya oleh masyarakat tergolong disegani, dihormati, kaya, dan berkuasa. Kelompok elit yang kerapkali dinyatakan sebagai kelompok minoritas superior, yang posisinya berada pada puncak strata, memiliki kemampuan mengendalikan aktivitas perekonomian dan sangat dominan mempengaruhi proses pengambilan keputusan terutama keputusan-keputusan yang berdampak kuat dan berimbas luas terhadap tatanan kehidupan. Mereka tidak hanya ditempatkan sebagai pemberi legitimasi tetapi lebih daripada itu adalah panutan sikap dan cermin tindakan serta senantiasa diharapkan dapat berbuat nyata bagi kepentingan bersama. 13 11 Arif Nasution,M., Badaruddin, Heri Kusmanto, 2005, Nasionalisme dan Isu-isu Lokal, Medan : USU Press. Hal. 74 12 Bottomore,T.B.2006. Elit dan Masyarakat, Jakarta : Akbar Tandjung Institute. Hal.6. 13 Sofyan Effendi.1992. Membangun Martabat Manusia: Peranan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal.64. Universitas Sumatera Utara Dalam mendukung analisis di penelitian ini, ada baiknya menyajikan beberapa pendapat ahli tentang teori elit, sebagai berikut:  Suzzane Keller Elite menurut Suzzana Keller, berasal dari kata elligere, yang berarti memilih, dalam perkataan biasa kata itu berarti bagian yang menjadi pilihan atau bunga suatu bangsa, budaya, kelompok usia dan juga orang-orang yang menduduki posisi sosial yang tinggi. Dalam arti umum elit menunjuk pada sekelompok orang dalam masyarakat yang menempati kedudukan-kedudukan tertinggi. Dengan kata lain, elit adalah kelompok warga masyarakat yang memiliki kelebihan daripada warga masyarakat lainnya sehingga menempati kekuasaan sosial di atas warga masyarakat lainnya. 14 Perbedaan yang tidak mungkin terelakkan di antara anggota masyarakatyang satu dengan yang lainnya dapat dinyatakan sebagai titik awal bagi munculnya kelompok-kelompok yang mempunyai keunggulan.Anggota masyarakat yang mempunyai keunggulan tersebut pada gilirannya akan tergabung dalam suatu kelompok yang dikenal dengan sebutan kelompok elit. Keunggulan yang melekat pada dirinya akan menggiring mereka tergabung dalam kelompok elite yang mempunyai perbedaan dengan anggota masyarakat kebanyakan lainnya yang tidak memiliki keunggulan. Sebutan elite atau terminologi elite, sebagaimana diungkapkan oleh Vilfredo Pareto, Gaetano Mosca, Suzanne Keller dan pemikir yang tergolong dalam elite teoritis, memang menunjukkan pada 14 Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok Elite, Peranan Elite Penentu dalam Masyarakat Modern, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1995, hal. 35 Universitas Sumatera Utara kelompok atau golongan yang ada di suatu masyarakat. yang memiliki keunggulan atau superioritas apabila dibandingkan dengan kelompok atau golongan lainnya.  Vilfredo pareto Pareto percaya bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik yang penuh. Mereka yang bisa menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu merupakan yang, terbaik. Merekalah yang dikenal sebagai elit. 15 Elit merupakan orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dan dalam lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari para pengacara, mekanik, bajingan atau para gundik. Pareto juga percaya bahwa elit yang ada pada pekerjaan dan lapisan masyarakat yang berbeda itu umumnya datang dari kelas yang sama; yaitu orang-orang yang kaya, pandai, dan mempunyai kelebihan dalam matematika, bidang musik, karakter moral dan sebagainya. Karena itu menurut Pareto, masyarakat terdiri dari 2 kelas: 1. Lapisan atas, yaitu elit, yang terbagi ke dalam elit yang memerintah governing elite dan elit yang tidak memerintah non-governing elite. 2. Lapisan yang lebih rendah, yaitu non-elit. Pareto sendiri lebih memusatkan perhatiannya pada elit yang memerintah, yang menurut dia, berkuasa karena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan, yang dilihatnya sebagai hal yang sangat penting.Dalam setiap masyarakat ada 15 Zainuddin Maliki, Sosiologi politik Makna Kekuasaan dan Transformasi Politik, Yogyakarta, tahun 2010 Penerbit GMUP. hal 7 Universitas Sumatera Utara gerakan yang tak dapat. ditahan dari individu-individu dan elit-elit kelas atas hingga kelas bawah, dan dari tingkat bawah ke tingkat atas yang melahirkan, suatu peningkatan yang luar biasa pada unsur-unsur yang melorotkan kelas-kelas yang memegang kekuasaan, yang pada pihak lain justru malah meningkatkan unsur-unsur kualitas superior pada kelompok-kelompok yang lain. Hal tersebut menyebabkan semakin tersisihnya kelompok-kelompok elit yang ada dalam masyarakat. Akibatnya keseimbangan masyarakat pun menjadi terganggu. Kiranya inilah yang menjadi perhatian utama Pareto. Pada bagian lain ia juga mengemukakan tentang berbagai jenis pergantian antara elit, yaitu pergantian: 1. Antara kelompok-kelompok elit yang memerintah itu sendiri. 2. Antara elit dengan penduduk lainnya. Pergantian yang terakhir itu bisa berupa pemasukan individu-individu dari lapisan yang berbeda ke dalam kelompok elit yang sudah ada dan individu-individu dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk ke dalam suatu kearah perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada. Tetapi apa sebenarnya yang menyebabkan runtuhnya elit yang memerintah, yang merusak keseimbangan sosial, dan mendorong pergantian elit. Pareto memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sifat psikologis berbagai kelompok elit yang berbeda. Dalam hubungan inilah Pareto mengembangkan konsep residu. Konsep tersebut didasarkan pada perbedaan yang digambarkannya terjadi di antara tindakan yang logis dan non-Iogis lebih daripada rasional dan non- Universitas Sumatera Utara rasional dari individu-individu dalam kehidupan sosialnya. Tindakan yang logis adalah tindakan-tindakan yang diarahkan pada tujuan-tujuan yang dapat diusahakan serta mengandung maksud pemilikan yang pada akhirnya dapat dijangkau. Tindakan non-Iogis adalah tindakan-tindakan yang tidak diarahkan pada suatu tujuan, atau diarahkan pada usaha-usaha yang tidak dapat dilakukan, atau didukung oleh alat-alat yang tidak memadai guna melaksanakan usaha tersebut. Konsep Residu sebenarnya adalah kualitas-kualitas yang dapat meningkatkan taraf hidup seseorang, dan sementara dia menyusun suatu daftar residu dia mengikatkan kepentingan utamanya pada residu Kombinasi dan residu Keuletan bersama dengan bantuan elit yang memerintah yang berusaha melestarikan kekuasaannya. Residu kombinasi dapat diartikan sebagai kelicikan dan residu keuletan bersama berarti kekerasan, menurut pengertian yang sederhana. Pareto juga telah menggambarkan ke dua elit tersebut sebagai para spekulator dan para rentenir. Terdapat dua tipe elit yaitu mereka yang memerintah dengan kelicikan dan yang memerintah dengan cara paksa. Dalam usahanya untuk mengabsahkan ataupun merasionalkan penggunaan kekuasaan mereka, elit-elit ini melakukan penyerapan atau menggunakan isu-isu yang mereka ciptakan untuk mengelabui massa. 16 16 Zainuddin Maliki, Sosiologi Politik Makna Kekuasaan dan Transformasi Politik, Yogyakarta, tahun 2010 Penerbit GMUP. hal 14. Universitas Sumatera Utara 1.6.2 Desentalisasi, Otonomi daerah, dan Pemekaran daerah. 1.6.2.1 Desentralisasi Desentralisasi adalah menunjukkan kepada proses pendelegasian daripada tanggungjawab terhadap sebagian dari administrasi negara kepada badan-badan korporasi-korporasi otonom bukan kepada jabatan dan tidak hanya mengenai kewenangan dari suatu urusan tertentu Prajudi Atmosudirdjo S.H Perbandingan pengertian desentralisasi: 1. Amrah Muslim S.H Desentralisasi adalah pembagian kekuasaan pada badan-badan dan golongan dalam masyarakat untuk mengurusi rumahtangganya sendiri. 2. S.L.S. Danoeredjo S.H. Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dalam otonomi dari organ-organ lebih tinggi Pemerintah Pusat kepada organ-organ otonom Kepala Daerah SwatantraIstimewa Tingkat III serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerahnya. Jadi Desentralisasi adalah penyerahan urusan Pemerintah Pusat atau Daerah Tingkat atas kepada Daerah yang menjadi urusan rumah tangganya. 17 Desentralisasi dalam pandangan Ruiter dalam Hoogerwerf dapat diartikan sebagai pengakuan atau penyerahan wewenang badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan dan 17 Musanef, 1985, Sistern Pemerintahan di Indonesia, Jakarta : PT. Gunung Agung. Hal.21. Universitas Sumatera Utara pemerintahan serta struktur wewenang yang dimiliki termasuk didalamnya prinsip- prinsip pembagian wewenang. Prinsip-prinsip pembagian wewenang meliputi: 1 unitarisme dan federal- isme, 2 sentralisasi dan desentralisasi dalam arti sempit, dan 3 konsentrasi dan dekonsentrasi. Unitarisme dan federalisme berlaku pada negara-negara federal, di mana pemerintahan federal dan pemerintahan negara-negara bagian mendasarkan pelaksanaan wewenangnya atas konstitusi-konstitusi tersendiri yang bersama-sama menjamin suatu pembagian wewenang antara negara federal dan negara bagian. Wewenang-wewenang tersebut tidak saling membawahi, akan tetapi sejajar dengan pembatasan-pembatasan satu sama lain. Sentralisasi dan desentralisasi digunakan pada bersangkutan dengan hubungan-hubungan di negara kesatuan atau dalam suatu negara bagian dari suatu federasi. Negara demikian lebih terdesentralisasi apabila lebih banyak wewenang dan tugas di bidang pelaksanaan kebijakan diserahkan atau ditugaskan kepada badan-badan umum yang tidak langsung berada di bawah pemerintahan pusat. Sedangkan konsentrasi dan dekonsentrasi merupakan kecenderungan untuk menyebarkan fungsi-fungsi pemerintahan pada jenjang tertentu secara meluas kepada organisasi pemerintahan. Lebih lanjut Ruiter menjelaskan bahwa desentralisasi menurut pendapat umum terbagi dalam dua bentuk yaitu: 1 Desentralisasi teritorial dan 2 fungsional. Desentralisasi teritorial seperti di Nederland, propinsi-propinsi dan kota praja-kota praja yang terdesentralisasi secara territorial. Propinsi-propinsi dan kota praja-kota praja merupakan kesatuan-kesatuan dengan identitas publik sendiri. Untuk itu, propinsi-propinsi dan kota praja-kota praja disebut juga korporasi-korporasi daerah. Universitas Sumatera Utara Sedangkan desentralisasi fungsional bentuknya antara lain badan-badan urusan pengairan, badan kerja sama kota praja termasuk yang disebut pregewesten. Ada dua jenis desentralisasi, yakni desentralisasi territorial dan desentralisasi fungsional. Desentralisasi territorial adalah penyerahan kekuasan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri otonomi dan batas pengaturan tersebut adalah daerah. Sedangkan desentralisasi fungsional adalah penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu dan batas pengaturan termaksud adalah jenis fungsi itu sendiri, misalnya soal pertanahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. 18 Tujuan desentralisasi lebih bersifat etis daripada sekedar politis mendelegasikan dan membagi-bagi kekuasaan politik. Pertama, desentralisasi dimaksudkan untuk lebih memperlancar dan memaksimalkan pelayanan publik demi menjamin kepentingan masyarakat secara lebih baik. Hal ini biasa dicapai karena pengambilan kebijakan telah didekatkan pada rakyat, yaitu di daerah. Dengan pelayanan publik semakin didelegasikan kepada instansi yang lebih rendah dan lebih dekat dengan rakyat, kepentingan rakyat lebih dilayanai secara cepat, murah dan efektif Kedua, Menjamin demokrasi, memungkinkan partisipasi publik dalam setiap pengambilan putusan dan kebijakan politk, memungkinkan control serta pertanggungjawaban publik melalui hirarki kekuasaan yang ada, peluang menampung aspirasi dan kehendak rakyat menjadi semakin luas. Aspirasi lebih mudah dan cepat disampaikan karena kebijakan publik berada di daerah bersama rakyat yang berkepentingan langsung. Keliga. Kebi . jakan publik pun biasa lebih baik karena 18 http:child-island.blogspot.com201211teori-desentralisasi-dan-otonomi.html diakses pada 14 Desember 2014 pukul 21.09 wib Universitas Sumatera Utara benar-benar mengakomodasi aspirasi dan kepentingan rakyat setempat. Keempat, Otonomi daerah bertujuan untuk lebih membuka peluang bagi jaminan kesejahteraan dan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat. Dengan desentralisasi, peluang ekonomi dan akses ekonomi di buka dan memungkinkan setiap daerah dan kelompok sosial untuk berperan aktif dalam mengembangkan ekonomi. Kelima, Desentralisasi membawa dampak positif berupa pemangkasan rentang birokrasi dan mengurangi korupsi. 19

1.6.2.2 Otonomi daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. Undang-Undang ini juga menyatakan bahwa daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa makna dasar dari otonomi adalah adanya suatu kewenangan bagi Pemerintah Daerah untuk menentukan kebijakan-kebijakan sendiri yang ditujukan bagi perlaksanaan roda pemerintahan daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakatnya.Pratikno menyatakan bahwa kewenangan-kewenangan tersebut mengacu pada kewenangan pembuat keputusan didaerah dalam menentukan 19 Keraf, A. Sonny, 2002, Etika Lingkungan, Jakarta: Buku Kompas. Hal 198-200 Universitas Sumatera Utara tipe dan tingkat pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, dan bagaimana pelayanan ini diberikan dan dibiayai. 20 Kewenangan yang diberikan bersifat nyata, luas dan bertanggung jawab sehingga memberi peluang bagi daerah agar dapat mengatur dan melaksanakan kewenangan daerahnya berdasarkan prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan, kondisi dan potensi masyarakat disetiap daerah. Keberadaan Otonomi Daerah diharapkan terjadi penguatan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas demokrasi atau dengan kata lainbahwa UU Pemerintahan Daerah bervisi demokrasi.

1.6.2.3 Pemekaran daerah

Pemekaran daerah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Pemekaran daerah juga diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah sebagai salah satu kunci dari keberhasilan otonomi daerah. Pemekaran daerah dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan mejadi lebih dari satu daerah, namun setelah UU no.22 tahun 1999 diganti dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada pasal 4 ayat 3 dan ayat 4, namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran Daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom. 20 Pratikno, Perumusan Pola Hubungan Pusat Daerah dalam Rangka Realisasi Otonomi Daerah. Laporan Penelitian. Fak.Sospol UGM. Yogyakarta 1991 Universitas Sumatera Utara Terdapat beberapa alasan kenapa pemekaran daerah sekarang menjadi salah satu pendekatan yang cukup diminati dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yaitu: Pertama, keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah kewenangan yang terbatasterukur. Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah yang baru diasumsikan akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan daerah induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas hermanislamet, 2005. melalui proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia. Kedua, mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal. dengan dikembangkannya daerah baru yang otonom, maka akan memberikan peluang untuk menggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama ini tidak tergali. Ketiga, penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintah dan bagi-bagi kekuasaan di bidang politik dan pemerintahan. kenyataan politik seperti ini juga mendapat dukungan yang besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena berbagai peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal menjadi lebih tersedia sebagai dampak ikutan pemekaran wilayah. Pemekaran daerah yang merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Pemekaran wilayah juga diharapkan dapat menciptakan kemandirian Universitas Sumatera Utara daerah. Tujuan pemekaran sebagaimana tertuang dalam berbagai peraturan perundangan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui: 1. peningkatan pelayanan kepada masyarakat; 2. percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; 3. percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah; 4. percepatan pengelolaan potensi daerah; 5. peningkatan keamanan dan ketertiban 21 .

1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Metode ini dimaksudkan untuk menjelaskan atau penggambaran secara mendalam tentang situasi atau proses yang diteliti. Penelitian deskriptif merupakan sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keaadaan sebuah objek maupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun masyarakat pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. 22

1.7.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pada umumnya, penelitian kualitatif ini tidak mempergunakan angka atau nomor dalam mengolah data yang diperlukan. Data kualitatif terdiri dari kutipan- kutipan orang dan deskripsi keadaan, kejadian, interaksi, dan kegiatan. Dengan 21 http:2frameit.blogspot.com201110tentang-pemekaran-wilayah.html diakses pada 14 Desember 2014 pukul 20.04 wib 22 Hadari Nawawi,1987. Metodologi Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta : Gajahmada University Press. Hal 63. Universitas Sumatera Utara menggunakan jenis data kualitatif, memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang analitis, konseptual, dan kategoris dari data itu sendiri. 23 Selain itu, penelitian deskriptif ini meliputi pengumpulan data melalui pertanyaan maupun kuisioner. Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah penilaian sikap atau pendapat individu, organisasi, keaadaan ataupunprosedur yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan dalam survey, wawancara, ataupun observasi.

1.7.3 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini adalah di 3 daerah KabupatenKota gabungan pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara yaitu Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian kualitatif terdapat tiga macam teknik dalam mengumpulkan data, yaitu : 24 1. Wawancara secara mendalam dan terbuka, data yang diperoleh merupakan kutipan tentang pengalaman, perasaan, dan pengetahuan dari responden. 2. Observasi langsungterlibat, proses pengumpulan data dengan turun langsung ke lapangan serta ikut terlibat dalam proses yang tengah dialami subjek penelitian. 23 Bruce A. Chodwick. 199 1. “Social Science Research Methods, terj. Sulistia dkk,”Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Semarang : IKIP Semarang Press. Hal : 234-243. 24 Bagong Suyanto, dkk.2008.Metode Penelitian Sosial.Jakarta : Kencana. Hal.136. Universitas Sumatera Utara 3. Penelaahan terhadap dokumen tertulis kepustakaan, pencarian datadan buku-buku, jurnal, surat kabar, catatan organisasi dan lainnya.

1.7.5 Teknik Analisa Data

Sesuai dengan metode penelitian, dalam menganalisa data, data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif. Metode kualitatif dapat didefeniskan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa ucapan, tulisan dan perilaku yang diamati. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. a. Data primer yaitu data yang diambil dari sumber data primer atau sumber pertama dilapangan 25 . Dilaksanakan dengan metode wawancara mendalam indepth- interview yang dipandu dengan oleh pedoman wawancara. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian. b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder 26 . Data diperoleh dari literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, jurnal, artikel, makalah, undang-undang, peraturan-peraturan, internet serta sumber-sumber lain yang dapat memberikan informasi mengenai judul penelitian. 25 Burhan Bungin. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. hal. 128 26 Ibid. hal. 128 Universitas Sumatera Utara

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATENKOTA PENGGAGAS PROVINSI

SUMATERA TENGGARA

2.1. Kota Padangsidimpuan

Kota Padangsidimpuan pada masa ini dapat didekati melalui tiga jalur utama, yakni: dari dan ke arah TarutungRantau Prapat utara, Bukit Tinggi selatan, Sibolga barat. Koneksi interchange tiga jalur utama ini terletak di Tugu Siborang pada masa ini. Pada masa lalu, jalur utara dan selatan di Siborang merupakan lalu lintas pergerakan pasukan dalam Perang Padri 1816-1833. Sebelah timur Siborang ini merupakan daerah pertanianpersawahan yang subur dan menjadi lumbung beras; sedangkan sisi sebelah barat sungai Batang Ayumi merupakan areal tegalankebun penduduk. Ke arah hulu kebun-kebun penduduk ini terdapat areal persawahan yang sangat luas: mulai dari Kampung Salak Sigiring-Giring hingga wilayah HutaimbaruSiharangkarang. Saat itu, jalur dari dan ke Sibolga dari Siborang belum tersambung--jalur perdagangan Sipirok-Sibolga dilakukan via Batunadua-Hutaimbaru dan jalur Pijorkoling Angkola Jae ke Sibolga dilakukan di hilir jembatan Siborang. Ketika Belanda menduduki wilayah Padangsidimpuan datang dari arah Mandailing Air Bangis, pasukan Belanda membangun jembatan Siborang dan jembatan Sigiringgiring yang mengakibatkan daerah Siborang menjadi sebuah persimpangan utama yang menghubungkan lalu lintas utara, selatan dan barat dari dan ke benteng Padangsidimpuan. Sehubungan dengan pemindahan Ibukota Universitas Sumatera Utara Keresidenan Tapanuli dari Air Bangis daerah Pasaman ke Padangsidimpuan pada tahun 1884 wilayah Kota Padangsidimpuan pada masa kini wilayah ini sebelumnya adalah semacam tanah ulayat dari empat area komunitas marga Harahap: yang berada di arah utara adalah BatunaduaPargarutan, di arah selatan adalah Pijor Koling, di arah barat adalah Hutaimbaru Angkola Julu; dan satu lagi dan merupakan inti komunitas marga Harahap yakni di arah tenggara adalah Sidangkal Simarpinggan. Penduduk asli marga Harahap di Sidangkal ini sudah sejak lama melakukan aktvitas berladang dan berburu di areal yang kini menjadi pusat Kota Padangsidimpuan 27 .

2.2.1.1 Luas, Letak Geografis dan Kondisi Topografis

Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu Kabupaten Kota dari 28 Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis Kota Padangsidimpuan berada pada koordinat 01 28 ’ ,19’’ – 01 18 ’ 07’’ Lintang Utara dan 99 18 ’ 53’’ - 99 20 ’ 35’’ Bujur Timur. Kota Padangsidimpuan memiliki luas area 14.685,680 Ha, ketinggian berkisar ± 522,8 m di atas permukaan laut, dengan batas – batas wilayahnya sebagai berikut :  Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.  Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan.  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan. 27 http:padangsidimpuankota.go.idindex.php2014-08-13-16-08-54kota-padang-sidimpuan diakses pada tanggal 21 Desember 2014 pada pukul 20.17 Universitas Sumatera Utara  Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan. Gambar. 2.1. Peta Administrasi Kota Padangsidimpuan Sumber: BAPPEDA Kota Padangsidimpuan, 2014 Wilayah administratif Kota Padangsidimpuan terdiri dari 6 Kecamatan, 42 Desa dan 37 Kelurahan. Posisi Kota Padangsidimpuan memiliki akses darat yang memadai dan cukup strategis, karena berada pada jalur utama bagian Barat menuju Ibukota Provinsi Sumatera Utara, terdapat dua jalur :  TimurSelatan : menuju IbuKota Mandailing Natal, Panyabungan dan ke Propinsi Sumatera Barat berlanjut ke IbuKota Negara, Jakarta. Universitas Sumatera Utara  TimurUtara : menuju Langga Payung Kabupaten Labuhan Batu yang terhubung dengan Trans Sumatera Highway jalur TimurUtara yang dapat menghubungkan semua IbuKota Provinsi di pulau Sumatera dan ke pulau Jawa. Posisi Kota Padangsidimpuan yang berada pada lintas tengah Sumatera antara 9 sembilan Kabupaten dan Kota yaitu Kabupaten Pasaman Timur, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Padanglawas, Kabupaten Padanglawas Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Kondisi fisik topografi Kota Padangsidimpuan sangat beragam mulai dari datar bergelombang hingga curam. Secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut: - Wilayah yang relatif dasar hingga landai dengan kemiringan lereng berkisar 0-8 terdapat seluas ± 4.666,70 Ha atau 34,72 dari luas total wilayah Kota. Wilayah ini pada umumnya terdapat pada bagian tengah Kota, seperti Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan serta pada areal persawahan yang terdapat di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara. - Wilayah bergelombang dengan kemiringan lereng berkisar antara 8 – 15 terdapat 2.457,56 Ha atau 18,29 dari luas total Wilayah Kota, yang terdapat di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara. - Wilayah yang curam dengan kemiringan lereng berkisar antara 15 – 25 terdapat 2 .925 Ha atau 21.76 dari luas total wilayah Kota, yang terdapat Universitas Sumatera Utara pada bagian Utara Kota, seperti Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru dan Padangsidimpuan Angkola Julu. - Wilayah yang sangat curam dengan kemiringan 25 – 40 terdapat seluas 2.175 Ha atau 16,18 dari luas total Kota. Daerah ini umumnya terdapat pada bagian Timur dan Selatan Kota, seperti Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua dan Padangsidimpuan Tenggara. - Wilayah yang terjal dengan kemiringan di atas 40 terdapat seluas 1.215,66 Ha atau 9,05 dari luas total wilayah Kota. Daerah ini merupakan gunung – gunung yang terdapat pada pinggiran dan tengah Kota 28 .

2.2.1.2 Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan pada tahun 2012 berrdasarkan data yang dipublikasi resmi berjumlah 198.809 jiwa. Jumlah penduduk tersebut tersebar pada wilayah seluas 146,85 km 2 maka kepadatan penduduknya mencapai 1.354 jiwakm 2 . Kecamatan Padangsidimpuan Utara merupakan kecamatan yang paling tinggi kepadatan penduduknya yang mencapai 4.339 jiwakm 2 disusul oleh Kecamatan Padangsidimpuan Selatan yang mencapai 3.987 jiwakm 2 . Sementara itu kecamatan lainnya memiliki tingkat kepadanya yang beragam. Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu yang hanya 275 jiwa km 2 . Secara lebih rinci tentang kondisi persebaran penduduk di Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada tabel berikut: 28 http:padangsidimpuankota.go.idindex.php2014-08-13-16-08-54kondisi-wilayah diakses pada tanggal 21 Desember 2014 pada pukul 20.26 Universitas Sumatera Utara Tabel. 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin menurut Kecamatan Tahun 2012 Kecamatan Lk Pr Jumlah Rasio Jenis Kelamin 1. Padangsidimpuan Tenggara 15.194 16.322 31.526 93,03 2. Padangsidimpuan Selatan 31.000 32.029 63.029 69,76 3. Padangsidimpuan Batunadua 9.784 9.876 19.660 99,07 4. Padangsidimpuan Utara 29.345 31.795 61.140 92,29 5. Padangsidimpuan Hutaimbaru 7.706 8.007 15.713 96,24 6. Padangsidimpuan Angkola Julu 3.812 3.929 7.741 97,02 JumlahTotal 2012 96.841 101.968 198.809 94,97 Sumber: BPS Kota Padangsidimpuan, 2014 Jika dilihat dari distribusi penduduk menurut kelompok usia, terlihat jelas bahwa mayoritas penduduk Kota Padangsidimpuan masuk dalam kategori produktif yaitu mayoritas berusia di bawah 50 tahun. Secara lebih rinci data yang diperoleh menunjukkan bahwa kelompok usia 15 -19 tahun adalah kelompok usia tertinggi jumlahnya yang mencapai 24.061 jiwa. Sedangkan jumlah kelompok usia terkecil adalah kategori usia di atas 75 tahun yang hanya mencapai 1821 jiwa.

2.2.1.3. Potensi Wilayah

Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan cara memperluas Universitas Sumatera Utara lapangan kerja, mengarahkan pendapatan masyarakat yang semakin merata, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan perluasan kegiatn ekonomi dari sektor primer menuju kesektor sekunder dan tersier. Dengan kata lain , arah dari pembangunan ekonomi adalah mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi agar pertumbuhan pendapatan masyarakat meningkat serta diikuti oleh pemerataan yang lebih baik. Kota Padangsidimpuan merupakan kota yang berdiri pada tahun 2001 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2001 mempunyai potensi baik dari letak geografis maupun sumber daya alamnya. Posisinya memiliki akses darat yang memadai dan sangat strategis, karena berada di jalur utama bagian barat menuju Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Terdapat dua jalur, yaitu timurselatan menuju Ibukota Mandailing Natal, Panyabungan dan ke Provinsi Sumatera Barat, berlanjut ke Ibukota Indonesia DKI Jakarta. Sedangkan timurutara menuju Langga Payung, Kabupaten Labuhan Batu, yang terhubung dengan Trans Sumatera Highway jalur timurutara yang dapat menghubungkan semua ibukota provinsi di Sumatera dan Jawa. Yang dapat menghubungkan sembilan kabupaten dan kota di Sumatera, yaitu Kabupaten Pasaman Timur, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Padanglawas, Kabupaten Padanglawas Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Dengan strategisnya letak Padangsidimpuan tersebut diharapkan dapat mempercepat pembangunan baik bidang ekonomi maupun kegiatan lainnya. Hal ini lah yang memperkuat Kota Padangsidimpuan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Tenggara. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Kabupaten Tapanuli Selatan

Tapanuli Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara dengan luas wilayah 18.897 km², Ibu kota de jure-nya ialah Sipirok, menyusul dibentuknya Padang Sidempuan menjadi kota otonom. Secara adminstratif Kabupaten Tapanuli Selatan berbatasan dengan : 1. Utara : Kabupaten Tapanuli Utara dan kabupaten Tapanuli Tengah 2. Selatan : Kabupaten Mandailing Natal dan Provinsi Sumatera Barat 3. Timur : Provinsi Riau dan kabupaten Batu 4. Barat : Samudra Indonesia dan kabupaten Mandailing Natal Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan antara lain : 1. Kecamatan Angkola Barat 2. Kecamatan Angkola Timur 3. Kecamatan Angkola Selatan 4. Kecamatan Sayur Matinggi 5. Kecamatan Batang Angkola 6. Kecamatan Batang Toru 7. Kecamatan Muara Batang Toru 8. Kecamatan Marancar Universitas Sumatera Utara 9. Kecamatan Sipirok 10. Kecamatan Sipirok Dolok Hole 11. Kecamatan Aek Bilah 12. Kecamatan Arse 13. Kecamatan Angkola Sangkunur 14. Kecamatan Tano Tombangan Peta Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan Kecamatan seperti gambar dibawah ini: Gambar. 2.2. Peta Kabupaten Tapanuli Selatan Sumber : Website resmi Tapanuli Selatan, www.tapselkab.go.id Universitas Sumatera Utara

2.2.2.1 Luas, Letak Geografis dan Kondisi Topografis

Secara geografis, daerah Tapanuli Selatan berada di belahan Barat Indonesia dan sebelah Selatan Pulau Sumatera yang terletak pada 0,02’ sd 2,3’ derajat Lintang Utara dan 98,49’ sd 100,22’ derajat Bujur Timur. 29 Dan secara topografi daerah Tapanuli Selatan terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit dan dataran tinggi bergunung dengan ketinggian antara 0 sd 1500 meter di atas permukaan laut. Daerah ini dikelilingi oleh gunung Gongonan di Kecamatan Batang Angkola, gunung Sorik Marapi di Kecamatan Panyabungan, gunung Lubuk Raya di Kecamatan Padangsidimpuan dan gunung Sibual-buali di Kecamatan Sipirok. Selain memiliki gunung-gunung yang indah, Tapanuli Selatan juga memiliki panorama yang indah akan danaunya seperti Danau Tao di Kecamatan Sosopan, Danau Siais di Kecamatan Siais dan danau Marsabut di Kecamatan Sipirok. Wilayah Tapanuli Selatan juga dialiri banyak sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Bahkan aliran sungai tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit listrik tenaga air, Industri maupun irigasi, di antaranya sungai Batang Pane, sungai Barumun dan lain-lain. Luas wilayah Tapanuli Selatan adalah 18.006 Km 2 atau 1.800.600 H.A. dari luas Propinsi Sumatera Utara dan merupakan daerah bagian terluas di Sumatera Utara dari daerah bagian lainnya. Secara administratif daerah Tapanuli sebelum kemerdekaan dikenal sebagai bagaikan dari wilayah kekuasaan Hindia-Belanda yang 29 Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 2012, Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, hal. III. Universitas Sumatera Utara masuk dalam wilayah Keresidenan Tapanuli. Setelah masa kemerdekaan daerah Tapanuli masuk dalam wilayah propinsi Sumatera Utara dan menjadi daerah tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan yang berbatasan di sebelah Utara dengan Daerah Tingkat II Kab. Tapanuli Tengah dan Dati II Kab. Tapanuli Utara, sebelah Timur dengan Propinsi Riau, sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat, dan di sebelah Barat dengan Samudra Indonesia. Kondisi geografi Tapanuli Selatan dengan iklim yang selalu bergantian dan curah hujan yang merata setiap bulan membuat daerah ini sesuai sebagai daerah pertanian. Dengan adanya dukungan irigasi, pemakaian bibit unggul, pupuk, dan pengolahan tanah yang tepat dapat meningkatkan hasil pertanian. Selain itu, dengan komposisi penduduk yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan, menunjukkan bahwa sebagian masyarakatnya sangat mengandalkan hidupnya pada pengelolaan tanah, antara lain sebagai petani sawah, berkebun di ladang dan beternak. Awalnya Tapanuli Selatan meliputi daerah SipirokAngkola dan Mandailing. Kedua daerah ini meskipun berada sama-sama di daerah Tapanuli Selatan, tetapi ada perbedaan yang khas di antara keduanya. Daerah Sipirok merupakan sebuah kecamatan berjarak ± 385 km dari kota Medan, sedangkan dari Padang Sidimpuan ke Kecamatan Sipirok ± 38 km. Antara Kecamatan Sipirok dengan Kecamatan Pahae Jae dengan ibukotanya Pahae, daerah yang bersebelahan dan merupakan daerah yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara jaraknya ± 42 km. Mandailing adalah suatu wilayah yang terletak di Kabupaten Mandailing Natal pada masa sekarang. Berada ± 40 km dari Padang sidimpuan ke selatan dan ± 150 km dari Bukit Tinggi ke utara. Universitas Sumatera Utara Tapanuli Selatan untuk sekarang adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara dengan luas wilayah 12.275,80 km², dengan Ibu kota de jure-nya ialah Sipirok, menyusul dibentuknya Padang Sidimpuan menjadi kota otonom dan pembentukan Kabupaten Mandailing Natal. 30

2.2.2.2 Kondisi Demografi

Penduduk asli wilayah Tapanuli Selatan memiliki dua jenis suku sesuai dengan daerahnya yaitu Batak Mandailing yang mendiami daerah Mandailing yang berbatasan dengan Sumatera Barat dan suku Batak Angkola yang mendiami daerah Sipirok. Kedua suku ini yaitu Batak Mandailing-Angkola mendiami sebagian besar dari keseluruhan daerah Tapanuli Selatan sejak masa tradisional, masuknya pemerintah kolonial Belanda sampai pada saat sekarang ini. Terjadi interaksi yang saling berkesinambungan antara kedua suku ini yang membuat pernyataan bahwa daerah Tapanuli Selatan itu identik dengan suku Batak Angkola-Mandailing pada masa itu, tetapi dalam kenyataannya keduanya memang berbeda. Mandailing sendiri dibagi dua walaupun sebenarnya adatnya sama. Pembagian itu adalah Mandailing Godang dan Mandailing Julu. Daerah Mandailing Godang didominasi oleh marga Nasution yang wilayahnya mulai dari Sihepeng di sebelah utara Penyabungan sampai Maga di sebelah selatan serta daerah Batang Natal sampai Muara Soma dan Amara Parlampungan di sebelah barat. Daerah Mandailing Julu, didominasi oleh marga Lubis. Wilayahnya, mulai dari Laru dan Tambangan di sebelah utara. Di sebelah selatan mulai dari Kotanopan sampai Pakantan dan 30 Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 1999, Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Universitas Sumatera Utara Hutanagodang. Secara turun-temurun di manapun dia bertempat tinggal, etnis Mandailing menganut sistem garis keturunan ayah patrilineal yang terdiri dari marga-marga: - Nasution - Daulay - Lubis - Matondang - Pulungan - Parinduri - Rangkuti - Hasibuan - Batubara - dan lain-lain 31 Marga-marga ini tidak serentak mendiami wilayah Mandailing, ada beberapa marga yang datang dan kemudian mendiami wilayah tersebut dan dianggap sebagai warga Mandailing dan tidak mau disebut sebagai warga pendatang. Sebagai contoh, Marga Hasibuan yang bertempat tinggal di Mandailing, yang berasal dari Barumun sudah mempunyai Bona Bulu di Mandailing. Sebahagian dari marga Hasibuan telah turut membuka huta bersama-sama dengan raja, sehingga ia disebut anak boru bona bulu. Demikian juga marga lainnya. Etnis Mandailing hampir 100 penganut agama Islam yang taat. Oleh karena itulah agama Islam sangat besar pengaruhnya dalam adat seperti dalam pelaksanaan upacara-upacara adat. Kecamatan Sipirok umumnya didiami oleh etnis SipirokBatak Angkola. Pakar Antropologi menyatakan, kedua etnis ini sama. Terpisah dengan etnis Mandailing dan etnis Batak Toba. Diperkirakan, etnis SipirokAngkola bermigrasi 31 Pandapotan Nasution, Adat Budaya Mandailing dalam Tantangan Zaman, Medan: Forkala Provinsi Sumatera Utara, 2005, hal 6. Universitas Sumatera Utara dari daerah Batak, yaitu berasal dari Toba tepatnya daerah Muara dan bermarga Siregar. Mereka datang dengan jumlah yang besar untuk mencari penghidupan yang lebih baik dari dua puluh generasi. Hal ini disebabkan lahan di Tanah Batak sudah tak sanggup lagi menampung masyarakat bermarga Siregar yang berkembang dengan pesat. Salah satu daerah yang mereka tuju adalah Sipirok dan yang lainnya menyebar ke daerah-daerah yang dapat menampung mereka. Di Sipirok banyak ditemukan pohon pirdot. Tanaman ini banyak tumbuh di pinggiran sungai dan berbatang sangat keras. Pohon ini ditemukan marga Siregar, dan tempat itu lalu mereka namakan Sipirdot yang lama kelamaan menjadi Sipirok. Marga Siregar yang datang ke Sipirok ini merupakan Bangsa Proto Melayu yang datang ke Pulau Sumatera karena desakan dari bangsa Palae Mongoloid. 32 Mereka menyebar di tiga daerah, yaitu: Gelombang pertama mendarat di Pulau Nias, Mentawai, dan Siberut. Gelombang kedua mendarat di Muara Sungai Simpang atau Singkil, yaitu sub etnis Batak Gayo atau Batak Alas. Gelombang ketiga sampai di muara sungai Sorkam yaitu antara Barus dan Sibolga. Mereka masuk ke daerah pedalaman dan sampai di kaki gunung Pusuk Buhit dekat Danau Toba. 33 Keturunan marga Siregar semakin berkembang, akhirnya Ompu Palti Siregar, penguasa ketika daerah Sipirok baru dibuka membagi kerajaan yang dipimpinnya menjadi tiga kerajaan, yaitu: 32 Mangaraja Onggang Parlindungan, Tuanku Rao, Jakarta: Tanjung Pengharapan, 1964, hal. 47-48. 33 Ibid., hal. 19. Universitas Sumatera Utara 1. Kerajaan Parau Sorat yang dipimpin oleh Ompu Sayur Matua. 2. Kerajaan Baringin dipimpin oleh Sutan Parlindungan, dan 3. Kerajaan Sipirok dipimpin oleh Ompu Sutan Hatunggal. Untuk mempersartukan ketiga kerajaan ini, maka di suatu tempat yang bernama Dolok Pamelean dibuatlah tempat pertemuan bukit persembahanpengorbanan. Pada tempat itu, sebagai tempat pertemuan ditanamlah pohon Beringin. Tempat ini menjadi lokasi atau Camat Kecamatan Sipirok yang sekarang. Secara turun-temurun di manapun dia bertempat tinggal, Etnis SipirokAngkola juga menganut sistem garis keturuna ayah yang terdiri dari marga- marga: Harahap, Ritonga, Siregar, Hutasoit, Rambe, dll 34 . Sama halnya dengan di Mandailing, marga-marga tersebut pun sebagian bukan merupakan masyarakat asli yang mendiami daerah tersebut, ada juga beberapa marga yang merupakan pendatang dan mendiami daerah tersebut. Mata pencaharian penduduk di Tapanuli Selatan pada umumnya bertani dan berkebun, Pegawai negeri, pedagang, karyawan swasta, nelayan dan pensiunan. Usaha perkebunan rakyat meliputi tanaman karet, kopi, kulit manis dan kelapa. Di samping itu pertanian pangan meliputi padi, kentang, jahe, sayur-mayur dan lain-lain. Dari hasil perikanan di Tapanuli Selatan dihasilkan ikan dari hasil usaha nelayan dan penambak berupa ikan tuna, ikan air tawar dari lubuk larangan, perairan umum, dan budaya kolam ikan. Masyarakat juga mengusahakan peternakan, meliputi peternakan sapi, kerbau, kambing dan unggas. Hasil hutan meliputi hutan tanaman industri, 34 Ibid hal 20-21 Universitas Sumatera Utara rotan, dan kayu. Di samping hasil-hasil tanaman dan peternakan di atas yang ada di Tapanuli Selatan, daerah ini juga kaya dan memiliki potensi yang besar akan barang tambang seperti emas. Selain itu ada yang lebih menarik lagi di daerah Tapanuli Selatan yaitu daerah ini kaya akan budaya, alam dan, adat istiadat yang melengkapi kehidupan masyarakatnya yang hidup dalam kerukunan dan ketenteraman dalam hidup berdampingan walaupun berbeda adat maupun kepercayaan.

2.1.2.3 Kondisi Sosial, Budaya dan Perekonomian

Dalam kehidupan bermasyarakat di Tapanuli Selatan mulai dari zaman tradisional sampai pada zaman sekarang ini tidak lepas dari masyarakat desa yang merupakan masyarakat asli yang tetap hidup dan bertahan selama beratus-ratus tahun walaupun telah banyak mengalami bermacam-macam gejolak perubahan sosial, peperangan, masuknya kekuasaan politik dari Kerajaan tertentu dari luar maupun dari dalam daerah Tapanuli selatan dan juga kekuasaan asing. Masyarakat tersebut banyak dijumpai dalam suatu huta, luhat maupun kampung. Masyarakat tersebut telah mendiami daerah Tapanuli sejak berabad-abad yang lalu. Mereka tinggal berkelompok dalam suatu kampung di dalam rumah tradisional sesuai dengan corak mereka, mempunyai rumah adat, mempunyai pemimpin kampung sesuai dengan adat istiadat setempat atau alat-alat perlengkapan pemerintahan kampung secara tradisional. Seseorang mempunyai tiga kategori keluarga: agnat atau dongan sabutuha-nya sendiri, hula-hula-nya, dan anak boru-nya. Universitas Sumatera Utara Begitulah pembagian kekerabatan dalam masyarakat Tapanuli pada umumnya dan juga pada masyarakat Tapanuli Selatan pada khususnya yang dikenal dengan dalihan na tolu tungku nan tiga. Dongan sabutuha kahanggi dalam masyarakat Tapanuli Selatan merupakan kelompok masyarakat yang memiliki persamaan marga menurut garis keturunan yang patrilineal, hula-hula mora dalam masyarakat Tapanuli Selatan yaitu kelompok marga pemberi mempelai perempuan dan anak boru yaitu kelompok marga penerima mempelai perempuan. Secara fungsional hula- hula memiliki kedudukan yang lebih tinggi terhadap boru, hal ini sangat tampak jelas dalam suatu pelaksanaan adat 35 . Pada masyarakat Tapanuli Selatan, huta dusun merupakan kesatuan paling kecil yang terdapat dalam suatu kumpulan dari beberapa keluarga yang menempati huta ataupun. Keberadaan suatu huta tidak lepas dari adanya faktor garis keturunan atau marga, karena ikatan adat, religi, teritorial, dan keturunan mengatur hubungan antar huta. Setiap huta bersifat otonom, baik di dalam maupun ke luar daerah. Dalam hal ini, huta dapat diibaratkan sebagai suatu kesatuan republik kecil, di mana setiap huta mempunyai raja huta sebagai pemimpin yang disebut Raja Pamusuk. Sejumlah huta yang berdekatan secara teritorial dan terkait hubungan darah genealogis membentuk sebuah kawasan adat yang disebut luhat yang dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung. Raja ini dipilih dari antara Raja Pamusuk yang terdapat dalam luhat, khususnya dari pihak turunan ‘sipungka huta’ yang membuka huta di dalam luhat yang bersangkutan. Raja Panusunan Bulung ini selain sebagai kepala 35 Ibid hal 34 Universitas Sumatera Utara pemerintahan, juga sekaligus menjadi pengetua adat atau Raja Adat yang memimpin berbagai kegiatan seperti keagamaan, sosial hingga kegiatan ekonomi di seputar kawasan luhat yang menjadi wilayah kekuasaannya. Dalam menjalankan pemerintahannya, Raja Panusunan Bulung maupun Raja Pamusuk mengacu pada sistem adat Batak yang mengatur sedemikian rupa dengan berlandaskan prinsip kekerabatan ‘dalihan na tolu’. Di samping huta, sebagai wadah tempat tinggal kelompok masyarakat adat di Tapanuli Selatan, juga dikenal kelompok-kelompok masyarakat lainnya, yaitu: a. Banjar, suatu pemukiman yang biasanya terdiri dari 4 sampai 6 kepala keluarga, terletak di tengah-tengah perladangan atau persawahan dan mempunyai ikatan adat dengan ibu kampungnya induk. b. Lumban, kelompok masyarakat yang terdiri dari 6 sampai 10 kepala keluarga. c. Pagaran, suatu perkampungan yang terdiri dari 10 sampai 20 kepala keluarga yang diurus oleh kerapatan adat dari ibu kampungnya induk. Pada masa dahulu, dalam masyarakat Tapanuli Selatan terdapat suatu sistem pelapisan sosial yang terdiri dari tiga strata. Strata yang pertama tertinggi terdiri dari golongan bangsawan, atau golongan kerabat raja yang dinamakan “Namora”. Di bawah golongan bangsawan terdapat golongan penduduk biasa bukan bangsawan yang disebut sebagai “halak na bahat” orang kebanyakan, dan status yang terendah terdiri dari golongan budak yang dinamakan “hatoban”. Orang-orang yang masuk pada golongan hatoban adalah: Universitas Sumatera Utara a. Orang-orang yang ditawan atau dikalahkan dalam peperangan. b. Orang-orang yang melakukan kesalahan berat dan menjalani hukuman sebagai budak. c. Orang-orang yang karena tidak sanggup membayar hutang dijadikan budak, dan kalau hutangnya sudah lunas kembali menjadi orang bebas. Budak yang sudah memiliki rumah sendiri dan mengerjakan ladang atau sawah sendiri, tetapi masih terikat dengan majikannya, sehingga sewaktu -waktu dapat disuruh bekerja untuk kepentingan majikannya dinamakan “pankandangi”. Budak yang bertempat tinggal di rumah majikannya dan bertugas melayani segala keperluan majikannya dinamakan “hatoban”, atau “pangolo” budak pelayan. Budak yang tinggal di rumah sendiri tetapi berkewajiban mengerjakan semua lahan pertanian milik majikannya dinamakan “hatoban marsaro”, budak yang sudah dibebaskan dan tidak tinggal di rumah majikannya dinamakan “ompung dalam” dan berstatus seperti kebanyakan penduduk biasa. Sejak tahun 1876, pemerintah kolonial Belanda menghapuskan perbudakan di kawasan Tapanuli Selatan. Meskipun perbudakan telah dihapuskan oleh pemerintah Kolonial, tetapi dalam pandangan masyarakat asli Tapanuli Selatan kedudukan mereka masih tetap sama sebagaimana mereka sebelumnya, sedapat mungkin menghindari berhubungan dengan orang yang dianggap “hatoban”, seperti menghindari perkawinan dengan bekas “hatoban” dan keturunannya. Baru pada zaman kemerdekaanlah pandangan masyarakat Tapanuli Selatan terhadap bekas “hatoban” mulai berubah. Seiring dengan perubahan zaman dan dengan datangnya Universitas Sumatera Utara kemerdekaan masyarakat tidak memandang rendah lagi terhadap mereka, orang- orang bekas hatoban sudah dianggap sebagai masyarakat yang sama dengan masyarakat lainnya. 36 Munculnya kelompok “hatoban” di daerah Tapanuli Selatan membawa pengaruh yang sangat besar bagi keharmonisan kehidupan antar masyarakat. Hal ini disebabkan, golongan “hatoban” merupakan orang-orang yang kalah dalam satu pertempuranperkelahianperselisihan. Bagi masyarakat di Tapanuli Selatan kekalahan dalam pertempuranperkelahianperselisihan lebih buruk dari hal-hal yang lain, seperti tidak mempunyai harta, tidak ada pendidikan bahkan tidak punya agama. Yang kalah, harus menjadi budak dan selalu patuh pada pihak atau kelompok yang menang sampai dia dapat memenangkan pertempuranperkelahianperselisihan pada si pemenang. Tetapi dalam perkembangannya, hatoban tidak hanya diakui oleh kelompok yang menang dalam suatu pertempuran, tetapi juga diakui oleh seluruh masyarakat yang mendiami wilayah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Mengenai sistem kepercayaan yang ada dalam masyarakat Tapanuli pada mulanya dijumpai adanya kepercayaan tradisional yang pada hakikatnya kepercayaan ini muncul sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk yang lemah dan memiliki kekuatan dan kemampuan yang terbatas, maka manusia atau masyarakat tersebut percaya bahwa ada kekuatan yang lebih besar di luar kekuasaan dirinya. Setelah masuknya agama Islam maupun Kristen ke Tapanuli memberi suatu kepercayaan baru yang menjadikan masyarakat Tapanuli lebih modern, dengan cara berpikir yang 36 Opcit. Pandapotan Nasution. Hal 35-38 Universitas Sumatera Utara lebih terbuka dan menjadikan masyarakat semakin sadar dan berpikir secara terbuka akan munculnya pembaharuan. Pembaharuan yang terjadi semakin kuat dengan didukung oleh pembangunan rumah-rumah ibadah yang pada dasarnya merupakan prakarsa dari masyarakat setempat, melalui gotong royong masyarakat bekerja sama mengumpulkan dana guna terlaksananya pembangunan. Selain itu, pemerintah juga turut serta mengambil bagian dalam pembangunan tersebut. Dalam perkembangannya, pembangunan dan pembaharuan rumah ibadat di Tapanuli Selatan berjalan normal sesuai dengan bertambahnya jumlah penduduk yang menganut suatu kepercayaan itu. Agama Islam merupakan paling banyak dianut atau agama mayoritas yang ada dalam masyarakat Tapanuli Selatan, walaupun begitu, kerukunan umat beragama sangat kental terjaga antara agama Islam yang mayoritas dengan agama Kristen yang minoritas. Selain itu, pemerintah juga turut memberikan pedoman bagi masyarakat untuk terus menjaga toleransi antar umat beragama dalam hidup berdampingan dengan saling menjaga sikap dan perilaku masyarakat sehingga ketenteraman dan kerukuna n akan tetap terjaga dengan baik. Masyarakat di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan sebagian besar secara langsung masih memperlihatkan kehidupan sebagaimana lazimnya kehidupan masyarakat Tapanuli Selatan. Masyarakat Tapanuli selatan sebagaimana masyarakat-masyarakat lainnya ditanah air juga memiliki kebudayaan- kebuda yaan yang bersifat tradisional serta juga memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan suku-suku lainnya di tanah air. Universitas Sumatera Utara Salah satu kebiasaan masyarakat Tapanuli Selatan lainnya bahwa tamu bagi masyarakat Tapanuli Selatan adalah seseorang yang harus merekka hormati, sebagai bentuk penghormatan itu, setiap tamu yang datang kerumah disuguhi makanan yang istimewa dan jika tamu tersebut menginap maka akan dilayani sebaik- baiknya. Kebiasaan lainnya yang ta kalah uniknya adalah apabila ada 2 orang yang belum saling kenal maka kedua orang tersebut akan saling menanyakan marga masing- masing, serta asalnya. Hal ini biasanya dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah hubungan antara keduanya apakah kerabat dekat atau kerabat jauh. Demikian juga halnya bila ada salah satu keluarga akan mengadakan pesta adat,maka seluruh keluarga ataupun sanak famili baik yang jauh maupun dekat akan diundang untuk datang menghadiri pesta tersebut dan tak terkecuali juga seluruh masyarakat kampung dimana bersangkutan tinggal berdomisili. 37 Pada Tanggal 23 November Tahun 1998, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Undang Undang No. 12 Tahun 1998 yaitu Undang-Undang tentang pembentukan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal menjadi daerah Otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan Kepala Daerahnya Bupati yang pertama yaitu H. Amru Daulay, SH dan Wakil Bupati yaitu : Ir. Masruddin Dalimunthe. H. Amru Daulay, SH memerintah Kabupaten Mandailing Natal dari tahun 1998 hingga sekarang 2007 dibantu oleh Sekretaris Daerah yakni : Drs. H. Azwar Indra Nasution 37 Ibid. Hal 46-51 Universitas Sumatera Utara Sebelum Mandailing Natal menjadi sebuah kabupaten, wilayah ini masih termasuk Kabupaten Tapanuli Selatan. Setelah terjadi pemekaran, dibentuklah Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan undang-undang Nomor 12 tahun 1998, secara formal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Maret 1999. Kabupaten Mandailing Natal terletak berbatasan dengan Sumatera Barat, bagian paling selatan dari Propinsi Sumatera Utara. Penduduk asli Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari dua etnis : Masyarakat etnis Mandailing dan Masyarakat etnis Pesisir. Masyarakat Mandailing Natal terdiri dari sukuetnis Mandailing, Minang, Jawa, Batak, Nias, Melayu dan Aceh, namun etnis mayoritas adalah etnis Mandailing 80,00 , etnis Melayu pesisir 7,00 dan etnis jawa 6,00 . Etnis Mandailing sebahagian besar mendiami daerah Mandailing, sedangkan etnis melayu dan minang mendiami daerah Pantai Barat. Seperti halnya kebanyakan daerah-daerah lain, pada zaman dahulu penduduk Mandailing hidup dalam satu kelompok-kelompok, yang dipimpin oleh raja yang bertempat tinggal di Bagas Godang. Dalam mengatur sistem kehidupan, masyarakat Mandailing Natal menggunakan sistem Dalian Na Tolu tiga tumpuan. Artinya, mereka terdiri dari kelompok kekerabatan Mora kelompok kerabat pemberi anak dara, Kahanggi kelompok kerabat yang satu marga dan Anak Boru kelompok kerabat penerima anak dara. Yang menjadi pimpinan kelompok tersebut biasanya adalah anggota keluarga dekat dari Raja yang menjadi kepala pemerintahan di Negeri atau Huta asal mereka. Universitas Sumatera Utara Kabupaten Mandailing Natal merupakan pemecahan dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Wilayah Adminisrasi terdiri dari atas 8 Kecamatan yakni: 1. Kec. Batahan dengan 12 desa. 2. Kec. Batang Natal dengan 40 desa. 3. Kec. Kota Nopan dengan 85 desa. 4. Kec. Muara Sipongi dengan 16 desa. 5. Kec. Panyabungan dengan 61 desa. 6. Kec. Natal dengan 19 desa. 7. Kec. Muara Batang Gadis dengan 10 desa. 8. Kec. Siabu dengan 30 desa. Pada Tanggal 29 Juli 2003 Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No 7 dan 8 mengenai pemekaran kecamatan dan desa dengan dikeluarkannya Perda No 7 dan 8 tersebut maka Kabupaten Mandailing Natal kini memiliki 17 Kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 322 dan Kelurahan sebanyak 7 kelurahan. Kecamatan hasil pemekaran tersebut terdiri atas : 1. Kecamatan Batahan 2. Kecamatan Batang Natal 3. Kecamatan Lingga Bayu Universitas Sumatera Utara 4. Kecamatan Kotanopan 5. Kecamatan Ulu Pungkut 6. Kecamatan Tambangan 7. Kecamatan Lembah Sorik Marapi 8. Kecamatan Muara Sipongi 9. Kecamatan Panyabungan 10. Kecamatan Panyabungan Selatan 11. Kecamatan Panyabungan Barat 12. Kecamatan Panyabungan Utara 13. Kecamatan Panyabungan Timur 14. Kecamatan Natal 15. Kecamatan Muara Batang Gadis 16. Kecamatan Siabu 17. Kecamatan Bukit Malintang Pada Tanggal 15 Februari 2007 Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No 10 Tahun 2007 tentang pembentukan kecamatan di Kabupaten Mandailing Universitas Sumatera Utara Natal, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Pakantan, dan Kecamatan Sinunukan. Pada tanggal 7 Desember 2007 pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 45 Tahun 2007 dan No. 46 Tahun 2007 tentang pemecahan desa dan pembentukan Kecamatan Naga Juang di Kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian Kabupaten Mandailing Natal kini memiliki 23 Kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 353, kelurahan sebanyak 32 kelurahan dan 10 Unit Pemukiman Transmigrasi. Kecamatan hasil pemekaran tersebut terdiri atas : 1. Kecamatan Batahan 2. Kecamatan Batang Natal 3. Kecamatan Lingga Bayu 4. Kecamatan Kotanopan 5. Kecamatan Ulu Pungkut 6. Kecamatan Tambangan 7. Kecamatan Lembah Sorik Merapi 8. Kecamatan Muara Sipongi 9. Kecamatan Panyabungan 10. Kecamatan Panyabungan Selatan Universitas Sumatera Utara 11. Kecamatan Panyabungan Barat 12. Kecamatan Panyabungan Utara 13. Kecamatan Panyabungan Timur 14. Kecamatan Natal 15. Kecamatan Muara Batang Gadis 16. Kecamatan Siabu 17. Kecamatan Bukit Malintang 18. Kecamatan Ranto Baek 19. Kecamatan Huta Bargot 20. Kecamatan Puncak Sorik Marapi 21. Kecamatan Pakantan 22. Kecamatan Sinunukan 23. Kecamatan Naga Juang Gambar. 2.3. Peta Kabupaten Mandailing Natal Universitas Sumatera Utara Sumber : Website resmi Kabupaten Mandailing Natal, www.madina.go.id

2.2.3.1 Luas, Letak Geografis dan Kondisi Topografis

Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak antara 00.10’– 10050’Lintang Utara dan 98050’ - 100010’ Bujur Timur. Wilayah administrasi Mandailing Natal dibagi atas 17 kecamatan dan 392 desakelurahan yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1998 pada tanggal 23 November 1998. Namun sampai pada tahun 2009, setelah terjadi pemekaran, maka jumlah kecamatan menjadi 23 kecamatan dan 395 desakelurahan. Daerah Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak paling selatan dari propinsi Sumatera Utara dengan batas-batas sebagai berikut : 1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Padang Lawas 2. Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat. Universitas Sumatera Utara 3. Sebelah Timur dengan Propinsi Sumatera Barat 4. Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia. Kabupaten Mandailing Natal mempunyai luas daerah sebesar 662.070 Ha atau 9,24 persen dari wilayah propinsi Sumatera Utara. Wilayah yang terluas adalah Kecamatan Muara Batang Gadis yakni 143.502 Ha 21,67 dan terkecil yaitu Kecamatan Lembah Sorik Marapi sebesar 3.472,57 Ha 0,52. Daerah Kabupaten Mandailing Natal dibedakan atas 3 bagian : - Dataran Rendah merupakan daerah pesisir dengan kemiringan 00 – 20 dengan luas daerahnya sekitar 160.500 ha 24,24 . - Daerahdataran Landai dengan Kemiringan 20 - 150. Luas daerahnya 36.385 ha 5,49 . - Dataran Tinggi dengan kemiringan 150 - 400. Dataran tinggi dibedakan atas 2 jenis : a. Daerah perbukitan dengan luasnya 112.00 ha 16,91 dengan kemiringan 150 – 200 b. Daerah pergunungan dengan luas 353.185 ha 53,34 dengan kemiringan 200 – 400 Wilayah Mandailing Natal mempunyai iklim yang hampir sama dengan sebagian besar KabupatenKota yang ada di Indonesia. Hanya dikenal dua musim Universitas Sumatera Utara yaitu musim hujan dan kemarau. Musim kemarau terjadi antara bulan Juni sampai bulan September. Arus angin berasal dari Australia yang tidak mengandung uap air, sebaliknya musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai bulan Maret karena arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik. Keadaan ini seperti silih berganti setiap tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober – November. Frekuensi curah hujan tahun 2009 lebih rendah jika dibandingan dengan tahun 2008 38 .

2.2.3.2. Kondisi Demografi

Kabupaten yang terdiri dari 23 kecamatan dengan kepadatannya yakni 64 jiwakm2. Kepadatan tertinggi di kecamatan Lembah Sorik Merapi yaitu 518 jiwakm2 dan terkecil di kecamatan Muara Batang Gadis 10 jiwakm2. Sesuai dengan nama daerahnya, penduduk mayoritas adalah suku Batak Mandailing, juga dihuni oleh suku-suku lainnya seperti, Batak, Jawa, Melayu, Minang dan lainnya. Pemerintah daerah merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, diharapkan dapat memecahkan masalah kependudukan di daerah, dengan cara pemindahan penduduk dari Pulau Jawa melalui program transmigrasi yang terdapat di Kecamatan Natal dan Batang Natal berjalan sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah serta Program KB yang dimulai pada awal tahun 1970-an dapat menekan laju penduduk di wilayah Kabupaten Mandailing Natal. 38 http:www.madina.go.idgambaran-umum-kabupaten-mandailing-natal diakses pada tanggal 21 Desember 2014 pada pukul 20.47 Universitas Sumatera Utara Tabel. 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin menurut Kecamatan Tahun 2012 No Kecamatan Lk Pr Jumlah Rasio Jenis Kelamin 1 Batahan 9.468 9.410 18.878 100,62 2 Sinunukan 7.237 7.187 14.424 100,70 3 Batang Natal 11.381 11.404 22.785 99,80 4 Lingga Bayu 10.967 11.018 21.985 99,54 5 Ranto Baek 5.162 5.174 10.336 99,77 6 Kota Nopan 14.428 15.431 29.859 93,50 7 Ulu Pungkut 2.831 2.990 5.821 94,68 8 Tambangan 7.230 8.103 15.333 89,23 9 Lembah Sorik Marapi 9.050 8.955 18.005 101,06 10 Puncak Sorik Marapi 3.996 4.429 8.425 90,22 11 Muara Sipongi 5.565 5.445 11.010 102,20 12 Pakantan 1.489 1.452 2.941 102,55 13 Panyabungan 37.146 39.336 76.482 94,43 14 Panyabungan Selatan 5.050 5.660 10.710 89,22 15 Panyabungan Barat 4.660 5.159 9.819 90,33 16 Panyabungan Utara 10.388 10.974 21.362 94,66 Universitas Sumatera Utara 17 Panyabungan Timur 6.633 7.040 13.673 94,22 18 Huta Bargot 2.810 2.953 5.763 95,16 19 Natal 13.455 13.306 26.761 101,12 20 Muara Batang Gadis 7.546 7.530 15.076 100,21 21 Siabu 25.708 27.790 53.498 92,51 22 Bukit Malintang 6.439 6.588 13.027 97,74 23 Naga Juang 1.939 1.977 3.916 98,08 Jumlah 210.578 219.311 429.889 96,02 Sumber: BPS Kabupaten Mandailing Natal, 2014 Universitas Sumatera Utara

BAB III PENGARUH ELIT POLITIK LOKAL DALAM PEMEKARAN

PROVINSI SUMATERA TENGGARA

3.1 Sejarah Perkembangan daerah-daerah di wilayah SumateraTenggara

Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan di Padangsidimpuan. Afdeeling Padangsidimpuan dibagi atas 3 onder afdeeling, masing-masing dikepalai oleh seorang Contreleur dibantu oleh masing-masing Demang, yaitu : 1. Onder Afdeeling Angkola dan Sipirok, berkedudukan di Padangsidimpuan. Onder ini dibagi atas 3 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Demang, yaitu : Distrik Angkola, berkedudukan di Padangsidimpuan Distrik Batang Toru, berkedudukan di Batang Toru Distrik Sipirok, berkedudukan di Sipirok 2. Onder Afdeeling Padang Lawas, berkedudukan di Sibuhuan. Onder ini dibagi atas 3 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Demang, yaitu : Distrik Padang Bolak, berkedudukan di Gunung Tua Distrik Barumun dan Sosa, berkedudukan di Sibuhuan Distrik Dolok, berkedudukan di Sipiongot Universitas Sumatera Utara 3. Onder Afdeeling Mandailing dan Natal, berkedudukan di Kota Nopan. Onder ini dibagi atas 5 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Demang, yaitu : 1. Distrik Panyabungan, berkedudukan di Panyabungan 2. Distrik Kota Nopan, berkedudukan di Kota Nopan 3. Distrik Muara Sipongi, berkedudukan di Muara Sipongi 4. Distrik Natal, berkedudukan di Natal 5. Distrik Batang Natal, berkedudukan di Muara Soma. 39 Tiap-tiap onder distrik dibagi atas beberapa Luhat yang dikepalai oleh seorang Kepala Luhat Kepala Kuria dan tiap-tiap Luhat dibagi atas beberapakampung yang dikepalai oleh seorang Kepala Hoofd dan dibantu oleh seorang Kepala Ripo apabila kampung tersebut mempunyai penduduk yang besar jumlahnya. Semenjak awal tahun 1950 terbentuklah Daerah Tapanuli Selatan dan seluruh pegawai yang ada pada kantor Bupati Angkola Sipirok, Padang Lawas dan Mandailing Natal ditentukan menjadi pegawai Kantor Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan yang berkedudukan di Padangsidimpuan. Pada periode Bupati KDH Tapanuli Selatan dipegang oleh Raja Junjungan Lubis, terjadi penambahan 6 kecamatan sehingga menjadi 17 kecamatan. Penambahan kecamatan tersebut antara lain : 1. Kecamatan Siabu, berasal dari sebagian Kecamatan Panyabungan dengan ibukotanya Siabu. 2. Kecamatan Batang Angkola, berasal dari sebagian Kecamatan 39 BPS, Tapanuli Selatan Dalam Angka 2012, Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, hal. ix. Universitas Sumatera Utara Padangsidimpuan dengan ibukotanya Pintu Padang 3. Kecamatan Barumun Tengah, berasal dari sebagian Kecamatan Padang Bolak dengan ibukotanya Binanga. 4. Kecamatan Saipar Dolok Hole, berasal dari sebagian Kecamatan Sipirok dengan ibukotanya Sipagimbar. 5. Kecamatan Sosa, berasal dari sebagian Kecamatan Barumun dengan ibukotanya Ujung Batu. 6. Kecamatan Sosopan, berasal dari sebagian Kecamatan Barumun dengan ibukotanya Sosopan. 40 Sejak tanggal 30 Nopember 1982, wilayah Padangsidimpuan dimekarkan menjadi Kecamatan Padangsidimpuan Timur, Padangsidimpuan Barat, Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan dimana Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan dibentuk menjadi Kota Administratif Padangsidimpuan PP No. 32 Tahun 1982. Pada tahun 1992 Kecamatan Natal dimekarkan mnjadi 3 Kecamatan yaitu: 1. Kecamatan Natal dengan ibukotanya Natal 2. Kecamatan Muara Batang Gadis dengan ibukotanya Singkuang 3. Kecamatan Batahan dengan ibukotanya Batahan. Pada tahun 1992 itu juga dibentuk Kecamatan Siais dengan ibukotanya Simarpinggan yang berasal dari sebagian Kecamatan Padangsidimpuan Barat. Kemudian pada tahun 1996 sesuai dengan PP RI No. 1 Tahun 1996 tanggal 3 Januari 1996 dibentuk Kecamatan Halongonan dengan ibukotanya Huta Imbaru, yang 40 Ibid, hal. x-xi. Universitas Sumatera Utara merupakan pemekaran dari Kecamatan Padang Bolak. Dengan dikeluarkannya UU RI No. 12 Tahun 1998 dan disahkan pada tanggal 23 Nopember 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal maka Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Mandailing Natal ibukotanya Panyabungan dengan jumlah daerah Administrasi 8 Kecamatan dan Kabupaten Tapanuli Selatan Ibukotanya Padangsidimpuan dengan jumlah daerah administrasi 16 Kecamatan. Selanjutnya Tahun 1999 sesuai dengan PP RI No. 43 Tahun 1999 tanggal 26 Mei 1999 terjadi pemekaran Kecamatan di Tapanuli Selatan antara lain : 1. Kecamatan Sosopan dimekarkan menjadi 2 Kecamatan, yaitu Kecamatan Sosopan dengan ibukota Sosopan dan Kecamatan Batang Onang dengan ibukotanya Pasar Matanggor. 2. Kecamatan Padang Bolak dimekarkan menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Padang Bolak dengan ibukota Gunung Tua dan Kecamatan Padang Bolak Julu dengan ibukota Batu Gana. 3. Kecamatan Sipirok dimekarkan menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Sipirok dengan ibukota Sipirok dan Kecamatan Arse dengan ibukota Arse. 4. Kecamatan Dolok dimekarkan menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Dolok dengan ibukota Sipiongot dan Kecamatan Dolok Sigompulon dengan ibukota Pasar Simundol. 41 41 Ibid, hal. xii Universitas Sumatera Utara Pada tahun 2001 wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan berkurang dengan dibentuknya Kota Padangsidimpuan melalui UU No. 4 Tahun 2001. Kota Padangsidimpuan berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan yang terdiri atas: 1. Kecamatan Padangsidimpuan Utara; 2. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan; 3. Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua; 4. Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru; dan 5. Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Pada tahun 2002 sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 4 Tahun 2002 dibentuk lagi beberapa kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, yaitu : 1. Kecamatan Sayur Matinggi dengan ibukotanya Sayurmatinggi berasal dari sebagian Kecamatan Batang Angkola 2. Kecamatan Marancar dengan ibukotanya Marancar berasal dari sebagian Kecamatan Batang Toru 3. Kecamatan Aek Bilah dengan ibukotanya Biru berasal dari sebagian Kecamatan Saipar Dolok Hole 4. Kecamatan Ulu Barumun dengan ibukotanya Pasar Paringgonan berasal dari sebagian Kecamatan Barumun 5. Kecamatan Lubuk Barumun dengan ibukotanya Pasar Latong berasal dari sebagian Kecamatan Barumun 6. Kecamatan Portibi dengan ibukotanya Portibi berasal dari sebagian Universitas Sumatera Utara Kecamatan Padang Bolak 7. Kecamatan Huta Raja Tinggi dengan ibukotanya Huta Raja Tinggi berasal dari sebagian Kecamatan Sosa 8. Kecamatan Batang Lubu Sutam dengan ibukotanya Pinarik berasal dari sebagian Kecamatan Sosa 9. Kecamatan Simangambat dengan ibukotanya Langkimat berasal dari sebagian Kecamatan Barumun Tengah 10. Kecamatan Huristak dengan ibukotanya Huristak berasal dari sebagian Kecamatan Barumun Tengah. Pada 10 Agustus 2007, jumlah kecamatan di kabupaten Tapanuli Selatan berkurang dengan adanya pemekaran dari kabupaten ini, yaitu melalui pembentukan Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara berdasarkan UU No. 38 Tahun 2007. Kabupaten Padang Lawas memiliki 9 kecamatan, yaitu : Barumun, Barumun Tengah, Batang Lubu Sutam, Huristak, Huta Raja Tinggi, Lubuk Barumun, Sosa, Sosopan dan Ulu Barumun Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki 8 kecamatan, yaitu : Batang Onang, Dolok, Dolok Sigompulon, Halongonan, Padang Bolak, Padang Bolak Julu, Portibi dan Simangambat. Dengan dibentuknya Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara, maka Tapanuli Selatan terdiri dari 11 kecamatan, yaitu : Aek Bilah, Arse, Batang Angkola, Batang Toru, Marancar, Padang Sidempuan Barat, Padang Sidempuan Timur, Saipar Dolok Hole, Sayur Matinggi, Siais, dan Sipirok. Universitas Sumatera Utara Gambar. 3.1. Gambaran Peta Sumatera Tenggara 42 Secara sejarah dan juga etnisitas memiliki citra sendiri dalam proses mewujudkan Provinsi Sumatera Tenggara. Pemekaran daerah dapat terjadi dengan pertimbangan secara aspek yang menyeluruh. Kekuatan etnisitas menjadi pertimbangan dalam pemekaran provinsi Sumatera Tenggara.

3.2 Pemekaran Daerah Otonomi Baru Provinsi Sumatera Tenggara