BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitiandan pembahasan yang telah diuraikan pada bab- bab terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Adapun pertanggungjawaban notaris terhadap akta otentik yang mengandung
keterangan palsu adalah bahwa notaris pada dasarnya hanya mencatat atau menuangkan perbuatan hukum dan syarat-syarat formil dari para
pihakpenghadap ke dalam akta, dan notaris tidak mempunyai kewajiban untuk menyelidiki kebenaran materiil isinya. Kemungkinan notaris dapat berbuat
salah mengenai isi akta karena informasi yang salah dari para pihakpenghadap baik dengan sengaja atau tidak. Oleh karenanya maka notaris tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kesalahan ini karena isi akta tersebut sebelumnya telah dikonfirmasikan oleh notaris kepada para pihakpenghadap.
2. Sanksi yang dapat diberikan kepada penghadap yang memberikan keterangan
palsu didalam akta otentik adalah berupa ancaman hukuman baik secara perdata maupun secara pidana. Secara perdata penghadap telah melakukan perbuatan
melawan hukum yang merugikan hak orang lain dan wajib mengganti kerugian yang ditimbulkannya tersebut. Secara pidana penghadap diancam dengan
hukuman sesuai dengan ketentuan Pasal 266 ayat 1 KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP, sebab telah terbukti secara sah bersalah melakukan kejahatan
“secara bersama-sama menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam akta 90
Yusnani : Analisis Hukum terhadap Akta Otentik Yang Mengandung Keterangan Palsu Studi Kasus Di Kota Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
otentik” berdasarkan telah dipenuhinya unsur-unsur dari perbuatan pidana yang tercantum dalam pasal-pasal yang dituduhhkan, sehingga penghadap layak
untuk diberi hukuman pidana penjara. 3.
Akibat hukum terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu adalah bahwa akta otentik tersebut telah menimbulkan suatu sengketa dan diperkarakan
dipengadilan, oleh sebab itu maka oleh pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan agar hakim dapat memutus dan
mengabulkan pembatalan akta tersebut. Dengan demikian maka akta itu tidak lagi mempunyai kekuatan hukum karena telah cacat hukum dan didalam
putusannya hakim menyatakan bahwa akta tersebut batal demi hukum. Dan sejak diputuskannya pembatalan akta itu oleh hakim maka berlakunya
pembatalan itu adalah berlaku surut yakni sejak perbuatan hukum perjanjian itu dibuat.
B. Saran