Rata-Rata Return Tidak Normal Review Penelitian Terdahulu

R mt = return pasar pada hari ke-t. Semakin besar abnormal return yang diterima oleh investor menunjukkan bahwa kinerja saham tersebut semakin tinggi, dan sebaliknya semakin kecil abnormal return yang diterima investor maka kinerja saham tersebut semakin rendah Murtini, 2005: 136.

D. Rata-Rata Return Tidak Normal

Pengujian adanya abnormal return tidak dilakukan untuk tiap-tiap sekuritas, tetapi dilakukan secara agregat dengan menguji rata-rata return tidak normal seluruh sekuritas secara cross-section untuk tiap-tiap hari di periode peristiwa. Rata-rata return tidak normal, average abnormal return untuk hari ke-t dapat dihitung berdasarkan rata-rata aritmatika Jogiyanto, 2000 : 429-432 : RRTN t = k RTNit k j ∑ =1 Keterangan: RRTN t = rata-rata return tidak normal average abnormal return pada hari ke-t RTN it = return tidak normal abnormal return untuk sekuritas ke-i pada hari ke-t k = jumlah sekuritas yang terpengaruh oleh pengumuman peristiwa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

E. Kinerja Saham Jangka Pendek dan Kinerja Saham Jangka Panjang

Setelah Penawaran Umum Saham Perdana IPO Kinerja saham jangka pendek setelah IPO adalah kinerja saham kurang dari satu tahun dari waktu penawaran perdana. Kinerja saham jangka panjang setelah IPO adalah kinerja saham lebih dari atau sama dengan satu tahun dari waktu penawaran perdana. Melalui kinerja saham, dapat dianalisa kemampuan emiten dalam memberikan pendapatan bagi pemegang sahamnya Sulistyastuti, 2002: 33. Secara umum, kenaikan atau penurunan harga dapat terjadi secara bersama-sama. Oleh karena itu, jika kenaikan atau penurunan berlangsung terus menerus selama beberapa hari, maka hal itu akan diikuti oleh arus balik reversal. Jika harga terus naik, maka akan diikuti dengan penurunan harga pada periode berikutnya. Dan juga sebaliknya, jika harga terus menurun, maka akan diikuti dengan kenaikan harga pada periode berikutnya Samsul, 2006: 186.

1. Manajemen Laba di Seputar IPO

Berkenaan dengan penawaran saham perdana Initial Public Offerings, kesenjangan informasi antara perusahaan dengan calon investor pada saat IPO akan mempertinggi probabilitas bagi perusahaan untuk menaikkan laba. Hal ini disebut dengan manajemen laba Kentris, Kartika dan Yohanes, 2004: 83. Manajemen laba dilakukan oleh perusahaan yang go public dengan harapan agar saham yang ditawarkan dapat diserap oleh pasar. Semakin tinggi pasar dapat menyerap harga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI saham yang ditawarkan, maka semakin tinggi pula penerimaan perusahaan. Tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan merupakan indikasi keberhasilan usaha. Hal ini menjadi faktor penting yang dipertimbangkan oleh investor untuk memutuskan menanamkan investasinya atau tidak. Manajemen laba pada seputar penawaran saham perdana IPO dilakukan dengan menaikkan laba. Hal ini merupakan fenomena logis sebab manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain. Kesuperioran tersebut mendorong dan memotivasi manajer untuk melakukan manajemen laba dengan cara income increasing discretionary accruals dalam laporan keuangannya, baik pada periode sebelum dan sesudah IPO. Penggunaan accruals ini dapat dilakukan dengan cara menggeser pendapatan masa depan menjadi pendapatan masa sekarang dan biaya sekarang menjadi biaya masa depan, sehingga laba pada periode sekitar IPO dilaporkan lebih tinggi dari yang seharusnya. Akibatnya, akan terjadi penurunan laba dan kinerja perusahaan pada perioda setelah IPO. Hal ini akan berdampak pada harga saham perusahaan Indah dan Ekawati, 2006: 68-69. 2. Kinerja Saham Jangka Pendek Setelah IPO Harga saham pada saat IPO, ditentukan oleh emiten penerbit emisi dan underwriter penjamin emisi. Untuk mengurangi risiko keharusan membeli saham yang tidak laku dijual, underwriter cenderung berupaya bernegosiasi dengan calon emiten agar harga jual sekuritas yang ditawarkan di pasar perdana tidak terlalu mahal. Oleh karena itu, harga saham pada penawaran perdana cenderung lebih rendah dibanding harga intrinsik saham tersebut. Ketika dijual di pasar sekunder, saham tersebut cenderung akan mengalami kenaikan harga. Hal ini akan memberikan keuntungan kepada investor Murtini, 2005: 136. Banyak investor yang tidak mendapatkan jatah pada saat IPO, juga turut mendongkrak harga saham di pasar sekunder, karena mereka akan memburu saham tersebut nantinya di perdagangan hari pertama. Gejala ini sering kali terjadi di pasar modal yang pada ahkirnya mendorong terjadinya oversubcribed, di mana jumlah permintaan saham melebihi jumlah saham yang ditawarkan sehingga membuat harga saham IPO tersebut melonjak tinggi. Ahkirnya, realize return yang lebih tinggi dibandingkan return yang diharapkan akan meningkatkan abnormal return Sakir, Susanto, dan Djazuli, 2003: 190.

3. Kinerja Saham Jangka Panjang Setelah IPO

Penurunan kinerja saham dalam jangka panjang diduga karena dana yang diperoleh dari penjualan saham belum dapat dimanfaatkan oleh perusahaan secara optimal untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Kemungkinan yang lain adalah dana yang dihimpun tidak digunakan untuk memperluas usaha tetapi untuk membayar utang perusahaan Murtini, 2005: 141. Penurunan kinerja yang terjadi dalam jangka panjang akan memberikan return yang negatif bagi investor. Hal ini tentu saja merugikan investor Prastiwi dan Kusuma, 2001: 403. Oleh karena itu, investor tidak mau menyimpan sahamnya Murtini, 2005: 141. Apabila banyak investor yang menjual sahamnya, sedangkan jumlah pembelinya adalah tetap, maka sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, harga surat berharga yang ditawarkan otomatis akan turun. Penurunan harga tersebut mengindikasikan adanya penurunan kinerja surat berharga yang ditawarkan Murtini, 2005: 141.

F. Review Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Gumanti 2001 memberikan bukti bahwa di Indonesia terjadi manajemen laba untuk perusahaan publik. Dia meneliti 39 perusahaan yang melakukan IPO pada periode 1995-1997. Dengan menggunakan pendekatan total accruals, diperoleh bukti yang kuat atas terjadinya manajemen keuntungan, khususnya pada periode 2 tahun sebelum go public. Saiful 2003 melakukan penelitian tentang hubungan manajemen laba earning management dengan kinerja operasi dan return saham di sekitar IPO. Dia berhasil menemukan adanya manajemen laba dua tahun sebelum IPO, ketika IPO dan dua tahun setelah IPO. Dia juga berhasil menemukan rendahnya kinerja operasi setelah IPO serta rendahnya return satu tahun setelah IPO. Tetapi dia tidak dapat menemukan hubungan antara return setahun setelah IPO dengan manajemen laba di sekitar IPO. Indah dan Ekawati 2006 meneliti tentang manajemen laba pada periode sebelum dan sesudah IPO. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI manajemen laba, khususnya pada satu periode sebelum IPO dan satu periode setelah IPO. Hal ini berarti perusahaan yang melakukan IPO memilih metoda akuntansi yang menaikkan laba yang dilaporkan dengan cara meningkatkan income increasing discreationary accrual. Dia juga menemukan bukti bahwa perusahaan yang melakukan IPO mengalami penurunan kinerja operasional setelah IPO. Hal ini terbukti dari besarnya nilai discreationary accruals sebelum IPO dibandingkan setelah IPO. Penurunan kinerja operasional merupakan cermin dari ketidakmampuan manajemen melanjutkan manipulasi yang dilakukan pada saat setelah IPO. Prastiwi dan Kusuma 2001 meneliti tentang kinerja surat berharga setelah penawaran perdana IPO di pasar modal Indonesia periode Maret 1994-Maret 1997. Hasil penelitiannya menemukan bahwa dalam jangka pendek terdapat abnormal return yang positif, di mana initial return yang diterima adalah sebesar 5,87. Dalam jangka waktu 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan rata-rata abnormal return yang diterima masing-masing: 1,18, 23,25, dan 39,07. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa dalam jangka panjang terjadi underperformance di pasar modal Indonesia, di mana apabila saham dibeli pada hari perdana dan disimpan selama 24 bulan maka akan diperoleh rata-rata abnormal return negatif sebesar -238,853. Kentris, Kartika dan Yohanes 2004 mengulangi percobaan yang dilakukan oleh Prastiwi dan Kusuma 2001. Hasilnya adalah rata-rata abnormal return untuk bulan ke tiga adalah 53,8846. Sedangkan rata-rata abnormal return untuk bulan ke-24 adalah -8,6867. Hal ini mengindikasikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bahwa ada perbedaan antara kinerja saham jangka pendek dan kinerja saham jangka panjang setelah. Ada tujuh hipotesis dalam penelitian yang dilakukan Mardiyah 2003. Dia menyatakan bahwa underpricing disebabkan oleh anomali di pasar perdana atas fenomena initial return yang positif. Dia juga menunjukkan ada hubungan positif antara initial return dengan uncertainty dengan menggunakan proksi: offer price, age, dan risk. Initial return juga memiliki hubungan yang positif dengan excess demand. Tetapi initial return memiliki hubungan yang negatif dengan kinerja jangka panjang. Ternyata initial return juga memiliki hubungan yang positif dengan penawaran saham tambahan seasoned equity offerings SEO dan earnings management. Dia mengemukakan bahwa ada hubungan antara WIPO, SEO, earnings management dengan initial return dan EVA. Murtini 2005 meneliti tentang kinerja surat berharga setelah IPO. Dia menunjukkan bahwa rata-rata abnormal return pada hari pertama bila surat berharga dibeli pada saat IPO adalah sebesar 14,60. Dalam jangka waktu 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, rata-rata abnormal return sebesar 15,30, 18,68 dan 18,83. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek terjadi abnormal return yang positif atau terjadi outperformance. Kinerja surat berharga untuk jangka pendek 1 hari, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan berbeda dengan kinerja surat berharga untuk jangka panjang 24 bulan signifikan pada alfa 1. Kinerja jangka pendek selalu meningkat, sedangkan kinerja jangka panjang menurun. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Rodoni 2002 melakukan penelitian dengan judul ”Penawaran Saham Perdana: Pengalaman di Bursa Efek Jakarta 1990-1998.” Hasil penelitiannya menemukan bahwa tidak terjadi underpricing pada saat IPO, namun kinerja saham setelah IPO untuk jangka panjang menunjukkan kinerja yang kurang baik.

G. Hipotesis

Dokumen yang terkait

Analisis perbedaan trading volume activity dan return saham antara perusahaan yang menerapkan corporate governance dengan perusahaan yang tidak menerapkan corporate governance

1 5 56

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada benk devisa go public di Indonesia

1 6 122

Analisis pengaruh rasio modal saham terhadap return yang diterima oleh pemegang saham (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2004-2008)

0 4 96

Pengujian hipotesis pasar efisien bentuk lemah pasar modal di Indonesia : studi ksus pada perusahaan yang terdaftar dalam indeks lq 45

1 6 144

Konsep dan mekanisme akad mudharabah dalam fasilitas pendanaan jangka pendek syariah (FPJPS)

5 23 163

Analisis Empiris perbedaan Kinerja Keuangan (Cr,Qr,Roe,Npm,Tat)dan Harga Saham (Per,Pbv) antara perusahaan yang melakukan stock split dengan perusahaan yang tidak melakukan stock split : studi empiris pada perusahaan bursa efek indonesia tahun 2006-2007

0 3 130

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dan Implemenatasinya terhadap harga saham Pada perusahaan manufaktur go public di bursa efek indonesia

0 4 140

Determinan underpricing dan pengaruhnya terhadap performa jangka panjang IPO di Indonesia periode 2007-2010

1 5 160

Pengaruh stuktur modal dan kinerja perusahaan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

5 33 119

Pengaruh nilai investasi jangka panjang terhadap pendapatan bunga obligasi pada dana pensiun Telkom Bandung

0 8 1