BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Studi Penelitian :
Eksperimental Laboratorium Komparatif Desain penelitian :
Posttest Only Control Group Design
3.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
1. Departemen Konservasi Gigi FKG USU 2. Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU
3. Laboratorium Biologi Dasar LIDA USU
b. Waktu Penelitian Waktu penelitian adalah 6 bulan
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1 Populasi : Gigi premolar yang telah diekstraksi untuk keperluan
ortodonti
3.2.2 Sampel : Gigi premolar bawah yang telah diekstraksi untuk
keperluan ortodonti dengan kriteria sebagai berikut : a.
Gigi premolar satu dan dua rahang bawah b.
Gigi premolar dengan foramen apikal yang sudah tertutup sempurna dan akar telah terbentuk sempurna
c. Tidak ada fraktur dan belum pernah direstorasi
d. Mahkota masih utuh dan tidak karies
3.2.3 Besar Sampel
Universitas Sumatera Utara
Sampel dihitung
dengan menggunakan
rumus rancangan
eksperimental murni Federer sebagai berikut : n-1r-
1 ≥ 15 r = ∑ perlakuan = 2 n-12-
1 ≥ 15 n-
1 ≥ 15 maka n ≥ 16
Keterangan : r : jumlah perlakuan dalam penelitian
n : jumlah sampel
Besar sampel untuk masing – masing kelompok menurut perhitungan diatas
adalah 16. Jumlah keseluruhan sampel gigi premolar bawah adalah 32 yang dibagi secara acak ke dalam dua kelompok perlakuan, yaitu :
Kelompok I : Restorasi kavitas klas I dengan resin komposit berbasis
Silorane dengan bevel oklusal
Kelompok II : Restorasi kavitas klas I dengan resin komposit berbasis
Silorane tanpa bevel oklusal
3.3 Variabel dan Defenisi Operasional
3.3.1 Variabel Penelitian 3.3.1.1 Variabel Bebas
a. Restorasi klas I resin komposit berbasis Silorane dengan bevel oklusal
b. Restorasi klas I resin komposit berbasis Silorane tanpa bevel oklusal
3.3.1.2 Variabel tergantung
Celah mikro antara dinding kavitas dan bahan restorasi
3.3.1.3 Variabel terkendali
Universitas Sumatera Utara
a. Desain dan ukuran preparasi kavitas klas I premolar panjang 4 mm, lebar 3
mm, dan kedalaman 3 mm b.
Besar masing-masing gigi 7-8 mm c.
Resin komposit berbasis Silorane d.
Sistem Adhesif self-etch two step Silorane e.
Teknik insersi : Bulk system f.
Jenis dan bentuk mata bur : diamond bur berbentuk pear dan fissure g.
Ketajaman mata bur 1 bur untuk 5 gigi h.
Sumber sinar : LED i.
Waktu penyinaran light cured 40 detik j.
Jarak penyinaran dengan bahan restorasi : 1mm k.
Arah penyinaran light cured : tegak lurus terhadap permukaan bahan restorasi l.
Metode penyinaran : Continuos polymerization m.
Intensitas sinar : 1000 – 1200 mwcm
2
n. Panjang bevel : 2 mm
o. Kemiringan bevel : 45
o
p. Suhu proses thermocycling
3.3.1.4 Variabel tak terkendali
a. Variasi struktur anatomi gigi enamel dan dentin
b. Keberadaan smear layer
c. Pembentukan Hybrid Layer
d. Masa jangka waktu pencabutan gigi premolar bawah sampai perlakuan
e. Kontraksi polimerisasi resin komposit
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel Bebas
Restorasi klas I resin komposit berbasis Silorane
dengan bevel oklusal Restorasi klas I resin komposit
berbasis Silorane tanpa bevel oklusal
Variabel Tergantung
Celah mikro antara dinding kavitas dan
bahan restorasi
Variabel terkendali
Desain dan ukuran preparasi kavitas klas I premolar panjang 4 mm, lebar 3 mm, dan
kedalaman 3 mm Besar masing – masing gigi 7-8 mm
Resin komposit berbasis Silorane Sistem Adhesif self-etch two step Silorane
Teknik insersi : Bulk system Jenis dan bentuk mata bur : diamond bur
berbentuk pear dan fissure Ketajaman mata bur 1 bur untuk 5 gigi
Sumber sinar: LED Waktu penyinaran light cured 40 detik
Jarak penyinaran dengan bahan restorasi : 1 mm Arah penyinaran light cured : tegak lurus terhadap
permukaan bahan restorasi Metode penyinaran : Continuos polymerization
Intensitas sinar : 1000 – 1200 mwcm
2
Panjang bevel : 2 mm Kemiringan bevel : 45
o
Suhu proses thermocycling
Variabel tak terkendali
Variasi struktur anatomi gigi
enamel dan dentin
Keberadaan Smear layer
Pembentukan Hybrid layer
Masa jangka waktu
pencabutan gigi premolar bawah
sampai perlakuan
Kontraksi polimerisasi resin
komposit
Universitas Sumatera Utara
3.3.3 Definisi Operasional
Universitas Sumatera Utara
VARIABEL DEFINISI
OPERASIONAL CARA
UKUR ALAT
UKUR SKALA
UKUR VARIABEL
BEBAS
Restorasi klas I resin
komposit berbasis
Silorane dengan bevel
oklusal Restorasi
klas I
menggunakan resin
komposit berbasis
Silorane yang dibentuk
pada gigi premolar bagian oklusal dengan ukuran
panjang 4 mm, lebar 3 mm dan kedalaman 3 mm
dengan preparasi bevel 45
o
pada tepi cavosurface enamel sepanjang 2 mm
Dengan menandai
pada permukaan
oklusal gigi yang telah
diukur menggunakan
kaliper, kedalaman kavitas dan panjang
bevel diukur dengan
menandai mata bur Kaliper
Rasio
Restorasi klas I resin komposit
berbasis Silorane
tanpa bevel
oklusal Restorasi
klas I
menggunakan resin
komposit berbasis
Silorane yang dibentuk
pada gigi premolar bagian oklusal dengan ukuran
panjang 4 mm, lebar 3 mm dan kedalaman 3 mm
dengan sudut
tepi cavosurface
90
o
atau butt joint
Dengan menandai
pada permukaan
oklusal gigi yang telah
diukur menggunakan
kaliper, kedalaman kavitas
diukur dengan
menandai mata bur
Kaliper Rasio
Universitas Sumatera Utara
VARIABEL TERGANTUNG
DEFINISI OPERASIO
NAL CARA
UKUR HASIL
UKUR SKALA
UKUR ALAT
UKUR
Celah mikro Celah
diantara dinding
kavitas dan
bahan restorasi
Dengan melihat
penetrasi zat warna
Methylene Blue 2
Skor penetrasi zat
warna 0 = tidak ada
penetrasi 1 = penetrasi
vertikal hingga 13
dinding kavitas
2 = penetrasi vertikal
hingga 23 dinding
kavitas 3 = penetrasi
hingga dasar kavitas
4 = penetrasi disepanjang
dasar kavitas Ordinal
Stereo mikroskop
Universitas Sumatera Utara
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Alat Penelitian
a. Masker dan handscund
b. Kaliper untuk pengukuran outline form Tricebrand, China
c. Disc bur KG Sorensen, Denmark
d. High speed handpiece
e. Pear Bur Dia Bur
f. Fissure Bur Dia Bur
g. Pinset, instrumen plastis, sonde lurus, semen stopper SMIC, China
h. Cotton pellet, wadah plastik
i. Bonding aplikator
j. Fine finishing bur
k. Enhance bur Dia Bur
l. Sof-Lex Discs
3M ESPE,USA, St.Paul m.
Silicon Brush Bur n.
Visible Light Curing unit Delma, China o.
Waterbath Memmert, Germany sebagai pengganti alat thermocycling p.
Thermometer q.
Stopwatch r.
Baker Glass s.
Stereomikroskop Zeiss, Swiss t.
Cawan petri u.
Bais sebagai penahan gigi ketika melakukan pemotongan mahkota
Universitas Sumatera Utara
Gambar 17. Berbagai macam alat dan instrumen: 1. High speed handpiece, 2. Sonde, 3. Semen stopper, 4. Sonde lurus, 5. Pinset, 6. Plastis
Instrumen, 7. Cotton pellet 8. Wadah plastik.
Gambar 18. A. Kaliper untuk mengukur outline form, B. Diamond bur, 1. Pear bur 2. Fissure bur, C. Bur polish: 1. Fine finishing bur, 2. Enhance
bur , 3. Silicon brush bur, D. Sof-Lex Discs 3M ESPE, USA,
St.Paul A
B 1 2
C 1 2 3
D
Universitas Sumatera Utara
Gambar 19. A. Visible Light Cure ; B. Waterbath
Gambar 20. A. Stereomikroskop, B. Bais
3.4.2 Bahan Penelitian
- 32 gigi premolar bawah yang telah dicabut untuk perawatan ortodonti
- Resin komposit berbasis Silorane Filtek
TM
Silorane 3M ESPE
- Sistem adhesif self-etch two step Silorane system adhesive 3M ESPE
- Saline untuk penyimpanan sampel penelitian
- Balok Gips untuk penanaman gigi
- Sticky wax
A B
A
B
Universitas Sumatera Utara
- Cat kuku
- Es batu
- Methylene blue 2
Gambar 21. A. 1. Self-etch primer Silorane, 2. Bond adhesif, 3. Resin komposit Silorane, B.Wax dan cat kuku.
3.4.3 Prosedur Penelitian
a. Persiapan Sampel Sampel sebanyak 32 buah gigi premolar bawah satu dan dua yang telah
diekstraksi untuk keperluan ortodonti dibersihkan dengan skeler elektrik kemudian dimasukkan direndam dalam larutan saline. Kemudian sampel dikelompokkan
menjadi 2 kelompok secara acak, masing – masing kelompok berjumlah 16 sampel
dan ditanam dalam balok gips untuk memudahkan preparasi dan restorasi sampel.
1 2 3
B A
Universitas Sumatera Utara
Gambar 22. Sampel yang ditanam dalam balok gips.
b. Perlakuan Sampel Penelitian
1. Preparasi Sampel Outline form
desain restorasi klas I dengan panjang mesiodistal 4 mm dan lebar bukolingual 3 mm digambar pada permukaan oklusal seluruh sampel dengan
bantuan kaliper untuk mendapatkan ukuran yang akurat. Mata bur ditandai terlebih dahulu untuk mendapatkan kedalaman preparasi 3 mm. Preparasi dilakukan dengan
menggunakan diamond bur berkecepatan tinggi berbentuk pear dengan internal line angle
membulat. Kelompok I dilakukan preparasi dengan menambahkan bevel dengan sudut 45
pada sekeliling tepi cavosurface oklusal sepanjang 2 mm menggunakan fissure bur, sedangkan kelompok II dilakukan preparasi 90
o
tanpa menambahkan bevel di sekeliling tepi cavosurface oklusal.
Gambar 23. Desain preparasi klas I panjang mesiodistal 4 mm, lebar bukolingual 3 mm, kedalaman 3 mm dan bevel 45
o
pada tepi cavosurface
serta internal line angle yang membulat.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 24. A. Seluruh sampel di preparasi dengan pear bur B. Preparasi
bevel pada tepi cavosurface kavitas dengan fissure bur.
2. Restorasi Sampel Permukaan oklusal yang telah dipreparasi, dicuci dan dikeringkan. Pada kedua
kelompok dilakukan aplikasi dengan sistem adhesif Self-etch Primer Silorane, menggunakan kuas selama 15 detik, semprot udara dengan tekanan hingga primer
menyebar membentuk lapisan tipis yang merata sekaligus mengevaporasi ethanol. Kemudian disinar selama 10 detik, selanjutnya aplikasikan bahan bonding
menggunakan kuas, semprot udara dengan tekanan ringan hingga menyebar membentuk lapisan tipis yang merata lalu disinar selama 10 detik. Aplikasikan resin
komposit berbasis Silorane ke dalam kavitas dengan teknik bulk. Kemudian disinar selama 40 detik.
3. Polishing Pemolisan restorasi dilakukan menggunakan fine finishing bur untuk
membuang resin komposit yang berlebih kemudian polis dengan enhance bur pada seluruh permukaan restorasi kemudian dilanjutkan dengan menggunakan Sof-Lex
Discs 3M ESPE, USA, St.Paul pada tepi
– tepi restorasi dimulai dari tingkat Coarse, Medium, Fine dan Superfine
Disc. Pemolisan akhir menggunakan Silicon brush bur pada seluruh permukaan restorasi.
A B
Universitas Sumatera Utara
Gambar 25. A. Aplikasi Self-etch primer selama 15 detik, B. Semprot dengan udara, C. Sinar selama 10 detik, D. Aplikasi bonding, E. Semprot
dengan udara, F. Sinar 10 detik, G. Aplikasi resin komposit Silorane dengan bulk system, H. Sinar selama 40 detik.
A B
E D
C
G F
H
Gambar 26. A. Pemolisan restorasi dengan A. fine finishing bur, B. enhance bur
, C. Sof-Lex Discs, D. Silicon Brush bur, E. Restorasi tanpa bevel, F. Restorasi dengan bevel
A B
E D
C
F
Universitas Sumatera Utara
Gambar 27. A. Sampel direndam dalam air suhu 5
o
C, B. Waktu transfer 10 detik, C. Sampel direndam dalam waterbath bersuhu 55
o
C dilakukan sebanyak 200 putaran.
4. Proses thermocycling Seluruh sampel yang telah direstorasi direndam dalam larutan saline selama
24 jam. Kemudian dilakukan thermocycling menggunakan waterbath untuk suhu 55
C dan baker glass berisi air es untuk suhu 5 C. Seluruh sampel dimasukkan ke
dalam baker glass berisi air es bersuhu 5 C diamkan selama 30 detik kemudian
dipindahkan dengan waktu transfer 10 detik ke dalam waterbath bersuhu 55 C
diamkan selama 30 detik. Hal ini dilakukan sebanyak 200 putaran.
5. Perendaman dalam larutan Methylene blue 2 Bagian apeks seluruh sampel ditutupi dengan sticky wax sampai 2 mm dari
bagian koronal dan seluruh permukaan gigi dilapisi dengan 2 lapis cat kuku kecuali pada bagian tepi restorasi dan 1 mm disekitarnya. Kemudian dibiarkan mengering
diudara terbuka hingga tidak terasa lengket. Setelah itu, dilakukan perendaman dalam larutan methylene blue 2 selama 24 jam pada suhu kamar. Selanjutnya, seluruh gigi
dibersihkan dari zat warna pada air mengalir dan dikeringkan.
A B
C
Universitas Sumatera Utara
6. Pengukuran celah mikro Semua sampel dibelah secara mesiodistal melalui bagian tengah restorasi
menggunakan disc bur. Pengamatan celah mikro dilakukan dengan melihat penetrasi zat warna methylene blue 2 pada tepi restorasi melalui stereomikroskop pembesaran
20x. Pengamatan dilakukan oleh dua orang yang untuk menghindari subjektivitas.
Gambar 28.
A. Pengamatan
dilakukan menggunakan
stereomikroskop, B. Stereomikroskop dengan pembesaran 20x.
Derajat celah mikro ditentukan dengan mengamati perluasan methylene blue 2 dari sisi gigi yang perluasannya paling panjang dan dinilai dengan sistem
penilaian standar dengan skor 0-4 seperti pada penelitian oleh Al-Boni dan Raja 2010:
Tabel 2. SKOR PENETRASI ZAT WARNA Skor
Definisi Tidak ada penetrasi
1 Penetrasi vertikal hingga kedalaman 13 dinding kavitas
2 Penetrasi vertikal hingga kedalaman 23 dinding kavitas
3 Penetrasi hingga dasar kavitas
4 Penetrasi disepanjang dasar kavitas
Universitas Sumatera Utara
3.5 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara non parametrik dengan menggunakan uji Mann-Whitney Test dengan tingkat kemaknaan
α = 0,05 untuk mengetahui perbedaan celah mikro pada masing
– masing kelompok perlakuan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan terhadap 32 buah sampel gigi premolar yang dibagi secara random ke dalam dua kelompok dengan perlakuan yang berbeda yaitu 16
sampel untuk kelompok I yang dilakukan restorasi kavitas klas I resin komposit berbasis Silorane dengan bevel oklusal, 16 sampel untuk kelompok II yang dilakukan
restorasi klas I resin komposit berbasis Silorane tanpa bevel oklusal. Pengamatan celah mikro dilakukan dengan melihat penetrasi zat warna Methylene Blue 2 pada
tepi restorasi melalui stereomikroskop pembesaran 20x. Hasil yang diperoleh adalah berupa panjang penetrasi zat warna Methylene Blue 2 melalui tepi restorasi yang
dikategorikan dalam skor 0 – 4, dimana skor 0 untuk tidak adanya penetrasi zat
warna, skor 1 untuk penetrasi zat warna hingga 13 dinding kavitas, skor 2 untuk penetrasi zat warna hingga 23 dinding kavitas, skor 3 untuk penetrasi zat warna
hingga dasar kavitas dan skor 4 untuk penetrasi zat warna meluas disepanjang dasar kavitas.
Kemudian dilakukan pengambilan foto stereomikroskop dari tiap kelompok sebanyak tiga sampel dari kelompok restorasi klas I dengan bevel oklusal dan empat
sampel dari kelompok restorasi klas I tanpa bevel oklusal yang mewakili masing –
masing skor celah mikro berdasarkan penetrasi zat warna. Dari kelompok restorasi dengan bevel, sampel dengan skor 1 ditunjukkan oleh gambar 19 a, sampel dengan
skor 2 ditunjukkan oleh gambar 19 b dan sampel dengan skor 3 ditunjukkan oleh gambar 19 c. Dari kelompok restorasi tanpa bevel, sampel dengan skor 0
ditunjukkan oleh gambar 20 a, sampel dengan skor 1 ditunjukkan oleh gambar 20 b , sampel dengan skor 2 ditunjukkan oleh gambar 20 c dan sampel dengan skor 3
ditunjukkan oleh gambar 20 d.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 29. Arah panah menunjukkan foto stereomikroskop restorasi dengan bevel a sampel dengan skor 1 penetrasi zat warna hingga 13 dinding
kavitas b sampel dengan skor 2 penetrasi zat warna hingga 23 dinding kavitas c sampel dengan skor 3 penetrasi zat warna hingga
dasar kavitas
Gambar 30. Arah panah menunjukkan hasil foto stereomikroskop restorasi tanpa bevel a sampel dengan skor 0 tidak ada penetrasi zat
warna b sampel dengan skor 1 penetrasi zat warna hingga 13 dinding kavitas c sampel dengan skor 2 penetrasi zat warna
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3 menunjukkan hasil pengamatan celah mikro pada kelompok yang dilakukan restorasi dengan bevel pada sisi bukal diperoleh sepuluh sampel yang
memiliki skor 1, tiga sampel yang memiliki skor 2 dan 3. Untuk sisi palatal terdapat sepuluh sampel yang memiliki skor 1, lima sampel memiliki skor 2 dan satu sampel
memiliki skor 3. Kelompok yang dilakukan restorasi tanpa bevel, pada sisi bukal diperoleh lima sampel yang memiliki skor 0, delapan sampel memiliki skor 1 dan tiga
sampel yang memiliki skor 2. Sedangkan pada sisi palatal diperoleh lima sampel memiliki skor 0, tujuh sampel memiliki skor 1, tiga sampel memiliki skor 2 dan satu
sampel memiliki skor 3. Tidak ditemukan penetrasi warna dengan skor 4 dari seluruh sampel penelitian.
Tabel 3. SKOR CELAH MIKRO PADA KEDUA KELOMPOK PERLAKUAN
Kelom- pok
Perlakuan N
Sisi Skor Celah Mikro
1 2
3 4 I
Restorasi klas I dengan resin komposit berbasis Silorane dengan bevel oklusal
16 Bukal
-
10
3 3
- Palatal
-
10
5 1
- II
Restorasi klas I dengan resin komposit berbasis Silorane tanpa bevel oklusal
16 Bukal
5 8
3 -
- Palatal
5 7
3 1
-
Hasil pengamatan skor celah mikro dengan stereomikroskop pembesaran 20x dianalisis secara non parametrik dengan menggunakan uji statistik Mann Whitney
Test untuk mengetahui perbedaan celah mikro pada masing
– masing kelompok perlakuan dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Nilai rerata celah mikro pada tiap
kelompok perlakuan dan hasil uji statistik dengan Mann Whitney Test dapat dilihat pada tabel 4 dan 5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. NILAI RERATA DAN HASIL UJI MANN WHITNEY DALAM KELOMPOK BEVEL DAN TANPA BEVEL
Kelompok N
Mean Rank Asymp. Sig.2-tailed
Bevel Bukal Palatal
Total 16
16 32
19.84 19.00
0.793
No Bevel Bukal Palatal
Total 16
16 32
13.16 14.00
0.776
Tabel 4 di atas memperlihatkan nilai rerata dari skor celah mikro pada masing – masing kelompok. Dari nilai rerata diatas menunjukkan bahwa restorasi klas I
dengan preparasi bevel memiliki skor celah mikro yang lebih besar dibandingkan dengan restorasi klas I tanpa bevel. Dari hasil uji statistik dengan Mann-Whitney Test
diperoleh hasil bahwa antara sisi bukal dan palatal kelompok I tidak terdapat perbedaan yang signifikan p=0.79 p0.05. Demikian halnya antara sisi bukal dan
palatal kelompok II juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan p=0.77 p0.05.
Tabel 5. HASIL UJI MANN WHITNEY ANTAR KELOMPOK BEVEL DENGAN TANPA BEVEL
Kelompok Perlakuan No Bevel
Bevel Bukal
Palatal Bukal
P=0.025 -
Palatal -
P=0.031
Tabel 5 menunjukkan bahwa antara sisi bukal kelompok restorasi dengan bevel
dan sisi bukal kelompok yang direstorasi tanpa bevel terdapat perbedaan yang signifikan p=0.025 p0.05. Demikian halnya antara sisi palatal kelompok restorasi
Universitas Sumatera Utara
dengan bevel dan sisi palatal kelompok restorasi tanpa bevel juga terdapat perbedaan yang signifikan p=0.031 p0.05.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini dimulai dengan menyeleksi gigi premolar mandibula yang telah di ekstraksi untuk keperluan ortodonti. Sampel yang digunakan pada penelitian ini
sebanyak 32 gigi premolar mandibula dengan menetapkan beberapa kriteria yaitu akar dan foramen apikal yang sudah tertutup sempurna, tidak ada fraktur, belum
pernah direstorasi, tidak karies serta ukuran mahkota gigi yang tidak berbeda secara ekstrim. Premolar mandibula digunakan pada penelitian ini karena gigi ini lebih
mudah untuk diperoleh. Gigi – gigi ini direndam dalam larutan saline sehingga gigi
tetap lembab sampai saat diberi perlakuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi celah mikro pada restorasi klas I
yang dibevel dan tanpa bevel pada tepi cavosurface kavitas. Evaluasi celah mikro merupakan metode yang paling umum digunakan untuk melihat efisiensi perlekatan
dari suatu bahan restorasi. Celah mikro biasanya dievaluasi dengan model in vitro. Studi penetrasi zat warna adalah teknik yang paling umum diterapkan untuk
mengukur celah mikro. Metode ini paling sering digunakan karena proses kerjanya yang mudah, sederhana, ekonomis dan relatif cepat. Pada penelitian ini digunakan
metode penetrasi zat warna Methylene Blue 2 dengan waktu perendaman sampel selama 24 jam. Pada beberapa penelitian waktu perendaman sampel dalam zat warna
berkisar 1 jam hingga 2 minggu namun hal ini tidak mempengaruhi skor celah mikro.
34
Penetrasi zat warna ditentukan setelah pembelahan sampel dan diamati dengan stereomikroskop pembesaran 20x kemudian diberi skor 0-4 sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Al-Boni dan Raja 2010. Uji celah mikro yang dikombinasikan dengan thermocycling merupakan
metode yang sangat berguna dalam penelitian in vitro untuk mengukur kemampuan perlekatan bahan restorasi dan satu-satunya metode untuk mensimulasikan thermal
stress pada gigi. Perubahan dimensional resin komposit akibat thermal cycling
menghasilkan tarikan pada ikatan antara interface komposit dan gigi. Periode waktu
Universitas Sumatera Utara
thermal cycling yang melebihi waktu normal juga mengakibatkan thermal fatigue di
dalam material yang bermanifestasi ke permukaan komposit dan terjadinya adhesive failure.
24
Pada penelitian ini thermocycling dilakukan sebanyak 200 putaran mengikuti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Al Boni dan Raja 2010.
Penelitian ini menggunakan resin komposit berbasis Silorane. Silorane telah dikembangkan untuk meminimalisasi pengerutan polimerisasi dan stress polimerisasi,
serta berikatan dengan sangat baik dengan struktur gigi. Silorane
memiliki nilai pengerutan yang lebih rendah dibandingkan semua resin komposit berbasis
methacrylate .
16
Silorane berpolimerisasi melalui mekanisme pembukaan cincin kation sedangkan resin komposit berbasis methacrylate berpolimerisasi melalui
mekanisme radikal bebas. Pembukaan cincin saat polimerisasi Silorane secara
signifikan mengurangi jumlah pengerutan polimerisasi saat proses penyinaran. Reaksi polimerisasi Silorane berjalan lebih lambat karena membutuhkan waktu untuk
pembentukan kation oleh karena itu lebih banyak waktu yang diberikan bagi material untuk mengalir dan stress relaxation. Hal ini berarti resin komposit Silorane memiliki
stress relief yang lebih tinggi dengan memberikan kesempatan material mengalir di
awal penyinaran.
35
Pengerutan polimerisasi mengarah pada terjadinya celah mikro yang menjadi faktor utama kegagalan bahan resin komposit di rongga mulut. Restorasi gigi
posterior dengan resin komposit Silorane memiliki celah mikro yang lebih sedikit akibat rendahnya pengerutan polimerisasi pada resin komposit Silorane. Pada
penelitian ini dijumpai beberapa sampel dari kelompok II yang memiliki skor 0 yaitu tidak adanya penetrasi zat warna. Hal ini menunjukkan bahwa sistem adhesif Silorane
mampu berikatan dan memiliki adaptasi marginal yang sangat baik dengan struktur gigi dan resin komposit Silorane. Al Boni Raja 2010 melakukan evaluasi celah
mikro terhadap resin komposit berbasis Silorane yang dibandingkan dengan resin komposit berbasis methacrylate. Hasilnya meskipun semua sistem restoratif
menunjukkan adanya celah mikro, teknologi Silorane memiliki lebih sedikit celah mikro dibandingkan resin komposit berbasis methacrylate.
18
Penelitian oleh Annelies et al 2009 menunjukkan bahwa sistem adhesif Silorane
mampu berikatan dengan baik pada resin komposit Silorane dan
Universitas Sumatera Utara
methacrylate .
36
Adanya kandungan Silane treated silica filler membuat sistem adhesif Silorane
memiliki sifat – sifat mekanis dan perlekatan yang lebih baik terhadap resin
komposit dan struktur gigi dibandingkan sistem adhesif berbasis methacrylate. Adhesif Bond Silorane mengandung hydrophobic dimethacrylate sehingga mampu
berikatan kuat dengan bahan restoratif Silorane yang juga sangat hidrofobik.
16
Pada penelitian ini tidak dijumpai skor 4 yaitu penetrasi zat warna di sepanjang dasar kavitas pada seluruh sampel. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk internal
line angle membulat yang dapat mengurangi pengerutan polimerisasi resin komposit.
Berbeda dengan hasil penelitian menggunakan Silorane sebelumnya yang didominasi skor 4 preparasi dilakukan dengan internal line angle 90
atau membentuk sudut. Bentuk preparasi seperti ini memiliki nilai C-factor yang besar yaitu 5:1. Semakin
besar nilai C-factor semakin besar peluang mengalami gangguan perlekatan resin komposit akibat pengerutan polimerisasi terutama disepanjang dasar kavitas.
6,8,9
Dalam penelitian ini resin komposit Silorane diletakkan secara bulk system karena tidak adanya oxygen inhibited layer pada permukaan resin komposit Silorane.
Oksigen telah terbukti bertindak sebagai inhibitor polimerisasi radikal pada sistem monomer methacrylate. Shawkat 2009 menyatakan bahwa resin komposit Silorane
juga menunjukkan adanya oxygen inhibited layer yang lebih sedikit dibandingkan resin komposit methacrylate yang berarti lebih sedikit monomer resin komposit
Silorane yang tidak terpolimerisasi dibandingkan resin komposit methacrylate.
1
Pengaruh inhibition layer terhadap kekuatan adhesif dilaporkan dapat meningkatkan adhesi antara dua lapis bahan restorasi resin komposit dengan
pembentukan ikatan kovalen dalam suatu jaringan yang saling berpenetrasi. Reaksi pembukaan cincin pada Silorane adalah reaksi kationik dimana tidak ada oxygen
inhibition pada permukaan yang terpolimerisasi. Oleh karena itu, ikatan antara dua
lapis resin komposit Silorane hanya bergantung pada reaktifitas material komposit tersebut. Dapat dikatakan bahwa kekuatan ikatan antara dua lapis resin komposit
Silorane akan lebih rendah dibandingkan resin komposit methacrylate.
31,32
Penelitian ini membandingkan restorasi klas I yang dipreparasi dengan bevel oklusal dan tanpa bevel oklusal menggunakan resin komposit berbasis Silorane.
Sedikit sekali data yang tersedia mengenai efek preparasi bevel terutama pada
Universitas Sumatera Utara
restorasi klas I gigi posterior terhadap celah mikro. Terdapat literatur menyebutkan bahwa bevel pada cavosurface oklusal harus dilakukan untuk semua preparasi kavitas
klas I dan klas II, adanya bevel dapat memperluas area permukaan bonding enamel, dengan demikian dapat mengurangi potensi terjadinya celah disepanjang tepi
kavitas.
13
Namun hasil pengamatan celah mikro pada penelitian ini menunjukkan preparasi restorasi klas I dengan bevel memiliki skor celah mikro yang lebih besar
dibandingkan dengan preparasi tanpa bevel. Dari tabel 3 terlihat pada kelompok I tidak terdapat skor 0 dan penetrasi zat warna lebih banyak terjadi pada skor 1 yaitu
pada 13 dinding kavitas. Skor 1 yang ditunjukkan oleh kelompok ini merupakan penetrasi zat warna yang terjadi pada seluruh bevel. Secara analisis statistik dengan
Mann-Whitney Test juga diperoleh hasil bahwa antara kelompok yang direstorasi
dengan bevel dan kelompok yang direstorasi tanpa bevel terdapat perbedaan yang signifikan baik pada sisi bukal maupun palatal p0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
preparasi dengan bevel memiliki pengaruh dalam memperbesar peluang terjadinya celah mikro.
Enamel tersusun atas jutaan enamel rods yang merupakan komponen struktural terbesar seperti cabang
– cabang disertai substansi – substansi inter-rod di beberapa area. Setiap rod memiliki bagian atas head atau body dan bagian bawah
tail. Bagian atas mengarah ke oklusal dan bagian bawah mengarah ke servikal. Enamel rods
terdiri atas komponen struktural berupa kristal apatit yang bervariasi bentuk dan ukurannya. Arah kristal apatit juga berbeda pada bagian atas dan bawah.
Kristal apatit pada bagian atas tersusun hampir sejajar dengan batang enamel rods dan semakin miring sesuai kemiringan batang enamel rods di bagian bawah.
33
Preparasi bevel
didesain untuk memaparkan enamel secara melintang sehingga pengetsaan dan bonding
terjadi pada ujung – ujung enamel rods atau melalui bagian atas head
enamel rods sedangkan preparasi dengan sudut 90
o
menghasilkan pola etsa dan bonding
secara longitudinal atau pada sisi – sisi enamel rods atau bagian bawah
enamel rods .
11
Adanya perbedaan arah enamel rods dan kristal apatit pada preparasi bevel
dan tanpa bevel kemungkinan mempengaruhi perlekatan sistem adhesif terhadap enamel.
Universitas Sumatera Utara
Kemungkinan kedua disebabkan pada preparasi dengan bevel oklusal, struktur enamel lebih banyak terbuang membuat enamel pada cavosurface kavitas menjadi
lebih tipis sehingga ikatan antara sistem adhesif dan resin komposit dengan enamel pada bevel menjadi berkurang dibandingkan dengan preparasi tanpa bevel yang
struktur enamelnya tidak banyak terbuang sehingga mengakibatkan peluang terjadinya celah mikro pada bevel menjadi lebih besar. Pada penelitian sebelumnya
yang menggunakan resin komposit methacrylate, preparasi bevel pada cavosurface enamel dilakukan sepanjang 1 mm, hasilnya preparasi dengan bevel menunjukkan
lebih sedikit celah dan marginal staining antara restorasi dengan tepi kavitas.
37,38
Sedangkan pada penelitian ini preparasi bevel dilakukan sepanjang 2 mm sehingga struktur enamel yang dibuang menjadi lebih banyak mengakibatkan celah mikro yang
terjadi menjadi lebih besar. Kemungkinan ketiga yang mempengaruhi celah mikro adalah perlekatan
sistem adhesif. Souza 2008 menggunakan total-etch adhesif dan resin komposit methacrylate
dalam penelitiannya membandingkan preparasi MOD dengan bevel dan tanpa bevel, hasilnya preparasi dengan bevel menunjukkan lebih sedikit celah dan
marginal staining antara restorasi dan kavitas.
37
Penelitian ini menggunakan sistem adhesif two-step self-etch Silorane.
Pada sistem adhesif total etch seluruh smear layer akan disingkirkan dan serat kolagen akan terpapar akibat etsa asam sehingga
menciptakan kondisi yang baik untuk retensi mikromekanis melalui infiltrasi monomer resin sedangkan sistem adhesif self-etch menggunakan asam primer untuk
memodifikasi smear layer, mendemineralisasi permukaan dentin dan mengekspos kolagen. Karena pada sistem adhesif self- etch smear layer tidak disingkirkan secara
menyeluruh maka asam primer tidak dapat merembes lebih dalam sehingga lapisan hybrid
yang terbentuk lebih pendek jika dibandingkan dengan sistem total etch.
28
Perbedaan cara perlekatan ini mungkin dapat mempengaruhi perlekatan dan celah mikro yang terjadi pada bevel enamel yang memiliki area permukaan yang lebih luas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa restorasi klas I dengan preparasi bevel oklusal memiliki nilai rerata skor celah mikro yang lebih besar. Penelitian ini
memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dias et al. 2005
Universitas Sumatera Utara
bahwa preparasi bevel sebaiknya tidak digunakan pada preparasi klas I karena akan menambah peluang terjadinya celah mikro disekeliling tepi restorasi.
14
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Dalam penelitian ini pengukuran celah mikro digunakan untuk melihat
adaptasi resin komposit Silorane terhadap permukaan kavitas pada restorasi klas I yang dipreparasi dengan bevel dan tanpa bevel pada tepi cavosurface.
Hasil uji statistik dengan Mann-Whitney Test diperoleh hasil kelompok I yang direstorasi dengan bevel dan kelompok II yang direstorasi tanpa bevel terdapat
perbedaan yang signifikan baik pada sisi bukal p=0.025 maupun palatal p=0.31 p0.05 yang berarti hipotesa diterima dan diperoleh kesimpulan bahwa preparasi
bevel tidak diperlukan pada restorasi klas I resin komposit berbasis Silorane karena
dapat menambah peluang terjadinya celah mikro.
6.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengemukakan
beberapa saran sebagai masukan untuk penelitian berikutnya agar hasil yang diperoleh lebih akurat.
1. Agar menggunakan alat Scanning Electron Microscopic SEM untuk melihat
celah mikro yang terjadi pada interface restorasi dan struktur gigi secara mikroskopis.
2. Agar menggunakan metode atau alat yang lebih akurat untuk memperoleh
data pengukuran linear dan volumetrik yang dapat melihat jumlah penetrasi zat warna yang sebenarnya ke dalam celah mikro.
3. Agar menggunakan sampel yang lebih banyak sehingga hasil penelitian yang
diperoleh menjadi lebih akurat dan dapat memberikan gambaran terhadap situasi sebenarnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Resin komposit telah digunakan sebagai restorasi gigi selama lebih dari 50 tahun.
20
Sistem adhesif juga terus mengalami perkembangan sejak diperkenalkannya resin komposit. Meskipun perbaikan yang signifikan terus dilakukan pada sistem
adhesif dan resin komposit selama beberapa dekade terakhir, pengerutan polimerisasi tetap menjadi masalah terbesar dari restorasi. Pengerutan polimerisasi dapat
mengarah pada terjadinya celah mikro yang menjadi faktor utama kegagalan bahan resin komposit di rongga mulut.
2
Untuk memecahkan masalah ini, telah dikembangkan suatu matriks resin komposit baru yang bertujuan untuk mengurangi
pengerutan polimerisasi yang disebut Silorane.
18
2.1 Resin Komposit Berbasis Methacrylate