5.2. Pembahasan
Migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam.  Nyeri  biasanya  unilateral,  sifatnya  berdenyut,  intensitas  nyerinya  sedang
sampai  berat  dan  diperberat  oleh  aktivitas,  dan  dapat  disertai  mual,  muntah, fotofobia  dan  fonofobia.  Migren  merupakan  gangguan  bersifat  familial  dengan
karakteristik serangan nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas, frekuensi dan  lamanya  bervariasi.  Nyeri  kepala  umumnya  unilateral,  disertai  anoreksia,
mual,  dan  muntah.  Dalam  beberapa  kasus,  migren  didahului  oleh  gangguan neurologik  dan  gangguan  perasaan  hati.  Migren  dapat  menimbulkan  dampak
kerugian  ekonomi  biaya  yang  dikeluarkan  untuk  penanganan,  hilangnya  hari kerja,  terganggunya  performa  kerja.  Selain  itu,  kerugian  terbesar  adalah  jika
migren  dikaitkan  dengan  penyakit  lain  dan  menjadi  faktor  resiko  untuk komplikasi lain Cevoli et al., 2012
Pada penelitian ini diperoleh 109 pasien migren yang terdiri dari 35 laki- laki  32,1    dan  74  perempuan  67,9  .  Dari  hasil  penelitian  ini  dapat  dilihat
bahwa migren lebih banyak diderita oleh perempuan 67,9  dibandingkan laki- laki  32,1  .  Hal  ini  sejalan  dengan  penelitian  dari  American  Migraine  Study
AMS  dan  the  American  Migraine  Prevalence  and  Prevention  AMPP  Study. Menurut  hasil  penelitian,  dari  20,468  responden,  17,6    perempuan  dan  5,7
laki-laki  mengalami  satu  atau  lebih  migren  per  tahun  3:1.  Para  peneliti  juga menemukan  bahwa  perempuan  dengan  migren  memiliki  serangan  lebih  sering
daripada laki-laki. Berdasarkan  tabel  5.1,  didapati  bahwa  dari  109  orang  penderita  migren,
terdapat  48  orang  dengan  kelompok  umur  19-34  tahun  42,2    dan  39  orang dengan  kelompok  umur  35-50  tahun  35,8.  Penelitian  yang  dilakukan  oleh
Ertas  et  al  2012  menyatakan  bahwa  dari  6000  responden,  ada  5323  responden 89    dengan  kelompok  umur  18-65  tahun.  Hal  ini  sejalan  dengan  penelitian
saya dimana migren paling banyak didapati pada orang yang berada di kelompok umur  produktif  baik  laki-laki  maupun  perempuan.  Belum  ada  penyebab  pasti
bagaimana  migren  banyak  terjadi  pada  orang  dalam  umur  produktif  namun  para ahli  berpendapat  bahwa  migren  yang  sering  terjadi  di  kelompok  umur  produktif
Universitas Sumatera Utara
karena faktor pekerjaan, masalah rumah tangga, kelelahan, stres dan kurang tidur. Disamping  itu,  gaya  hidup  modern  juga  ikut  berperan  atas  terjadinya  migren
seperti  makanan  cepat  saji,  makanan  olahan  dan  makanan  kaleng  yang  terdapat nitrit  dan  monosodium glutamat  MSG  serta  konsumsi  kafein  seperti  kopi  atau
teh. Berdasarkan  tabel  5.3,  jenis  migren  yang  paling  banyak  diderita  adalah
migren  tanpa  aura  sebanyak  81  orang  74,3  .  Aura  ditemukan  pada  28  orang 25,7 , 22 orang 20,2  mengalami aura visual, 6 orang 5,5  mengalami
aura auditorik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh MacGregor et al 2011 dimana dari studi 1000 kasus migren, prevalensi migren dengan aura
sebesar  5  ,  dengan  rasio  laki-laki  banding  perempuan  1  :  2.  Prevalensi  migren tanpa  aura  sebesar  8  ,  dengan  rasio  laki-laki  banding  perempuan  1  :  7.  Studi
yang  dilakukan  di  German  menunjukkan  bahwa  1  tahun  prevalensi  migren sebesar 10,6  dan prevalensi migren dengan aura visual sebesar 3,6 .
Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa kekambuhan nyeri pada 88 pasien 80,7 bersifat  episodik  dan  21  pasien  19,3    lainnya  kronik.  Karakteristik  dari
migren episodik itu sendiri antara lain minimal mengalami 5 kali serangan migren dan  migren  berlangsung  kurang  dari  15  hari  dalam  sebulan.  Sedangkan  yang
dimaksud migren kronik adalah migren dengan serangan sama dengan atau lebih dari  15  hari  dalam  sebulan.  Migren  episodik  dan  migren  kronik  memiliki
hubungan  yang  kompleks.  Kecendrungan  migren  episodik  untuk  dapat berkembang  menjadi  migren  kronik  sekitar  2,5    setiap  tahunnya  Katsarava,
2012. Berdasarkan  tabel  5.5,  terdapat  75  penderita  migren  68,8    yang
diperberat oleh aktivitas, sedangkan 34 penderita migren 31,2  tidak diperberat oleh  aktivitas.  Hasil  ini  menunjukkan  bahwa  aktivitas  berperan  besar  atas
terjadinya  migren.  Hal  ini  bisa  disebabkan  antara  lain  oleh  karena  aktivitas intensitas  berat  atau  ekstrim,  kebutuhan  oksigen  yang  meningkat  secara  tiba-tiba
sebelum  atau  sesudah  melakukan  aktivitas  dan  kadar  gula  darah  yang  jatuh  atau akibat dehidrasi ketika beraktivitas. Namun, mekanisme terjadinya migren akibat
aktivitas sampai saat ini masih belum jelas Teixido, 2014.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 5.6, dari 109 penderita migren, terdapat 70 orang 64,2 yang memiliki gangguan rasa nyaman dan 39 orang 35,8  tidak memiliki
gangguan  rasa  nyaman.  Dari  hasil  penelitian  ini  terlihat  bahwa  penderita  migren yang  memiliki  gangguan  rasa  nyaman  lebih  dominan.  Hal  ini  sejalan  dengan
penelitian  Hedborg    Anderberg  2011  yang  menyatakan  dari  150  responden yang terdiri dari 106 perempuan dan 46 laki-laki, memiliki skor mean tinggi untuk
kerentanan  stress  dan  skor  mean  rendah  untuk  agresifitas  dan  mencari  hal  baru. Pada  perempuan  didapati  hal  ini  memiliki  hubungan  erat  dengan  pengalaman-
pengalaman hidup yang negatif. Jadi, gangguan rasa nyaman khususnya perasaan cemas dan stres mempunyai peranan penting pada kejadian migren.
Berdasarkan tabel 5.7, terdapat 40 kasus 36,7  fotofobia, 9 kasus 8,3 fonofobia,  32  kasus  29,4    fotofobia  dan  fonofobia.  Gejala  penyerta  ini
dapat  muncul  pada  saat  migren  ataupun  menjadi  pencetus  migren.  Fotofobia umumnya  terjadi  pada  kelainan-kelainan  mata  dan  neurologis,  akan  tetapi
mekanismenya  masih  belum  pasti  dan  sulit  diobati.  Migren  adalah  kelainan neurologis  yang  paling  banyak  menyebabkan  fotofobia  yang  mana  merupakan
salah satu kriteria mayor untuk diagnosis migren. Hingga 80  penderita migren mengalami  fotofobia  pada  saat  serangan.  Dapat  disimpulkan  bahwa  fotofobia
merupakan satu bagian dari migren itu sendiri Digre, 2012. Dari tabel 5.8 dapat dilihat proporsi faktor komorbid pada migren. Faktor
komorbid  terbesar  adalah  hipertensi  sebanyak  34  orang  31,2  ,  diikuti  oleh dislipidemia  sebanyak  28  orang  25,7    dan  trauma  kapitis  sebanyak  10  orang
9,2 . Penelitian yang dilakukan oleh Harandi et al 2013 membandingkan 347 pasien  migren  tanpa  aura  dengan  267  pasien  non-migren,  didapati  bahwa  pasien
dengan  migren  tanpa  aura  memiliki  resiko  yang  lebih  besar  untuk  terkena hipertensi  ORadj  =  1,9;  P  =  0,029  tetapi  tidak  ada  perbedaan  untuk  resiko
lainnya  seperti  hiperglikemia,  dislipidemia,  obesitas,  merokok  dan  riwayat keluarga  untuk  conorany  artery  disease.  Migren  merupakan  nyeri  kepala  yang
paling  sering  ditemukan  pasca  cedera  kepala  62,8  ,  namun  tidak  didapatkan hubungan  yang  bermakna  dengan  derajat  keparahan  cedera  kepala  Subagya,
2013.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Migren lebih banyak didapatkan pada perempuan dibandingkan laki-laki, angka kejadian tertinggi pada usia produktif antara 19-34 tahun. Angka kejadian
migren  tanpa  aura  paling  tinggi,  diikuti  migren  dengan  aura.  Aura  yang  paling banyak ditemukan merupakan aura   visual. Distribusi nyeri kepala  migren paling
banyak adalah unilateral dengan tipe serangan episodik lebih sering dibandingkan migren  kronis.  Karakteristik  migren  yang  paling  banyak  adalah  nyeri  berdenyut
yang dirasakan menjalar dan dipengaruhi atau diperberat aktivitas. Gejala klinis yang terdapat pada penelitian ini adalah fotofobia, fonofobia,
mual  dan  atau  muntah  dan syncope.  Pada  hasil  penelitian  ini  didapatkan  bahwa pasien masih dapat menjalankan aktivitas saar migren, sedangkan beberapa pasien
harus menghentikan aktivitasnya. Pada penelitian ini faktor resiko migren yang paling menonjol adalah jenis
kelamin,  dimana  migren  lebih  banyak  diderita  oleh  perempuan  dibandingkan dengan  laki-laki.  Sedangkan  faktor  resiko  lainnya  seperti  stres,  depresi  dan
gangguan cemas lebih sedikit. Faktor  komorbid  migren  dengan  jumlah  paling  banyak  adalah  hipertensi.
Selain itu terdapat juga dislipidemia, trauma kapitis dan kelainan mata yang lebih sedikit.
6.2. Saran
1.  Masyarakat  harus  berusaha  menerapkan  prilaku  hidup  sehat  dalam kehidupan  sehari-hari  dan  diedukasi  supaya  dapat  menyesuaikan  diri  dan
mengerti cara mengatasi tekanan fisik, mental, emosi ataupun faktor resiko yang dapat menimbulkan migren.
Universitas Sumatera Utara