BAB 5 PEMBAHASAN
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menetapkan bahwa batasan usia lansia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas.
Usia harapan hidup dapat menunjukkan transisi epidemiologi dalam bidang kesehatan
akibat meningkatnya jumlah angka kesakitan yang dihubungkan dengan penyakit degeneratif.
40
Berdasarkan jenis kelamin, lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 paling banyak adalah perempuan 58. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Badan Pusat Statistik RI, berdasarkan jenis kelamin, lansia yang paling banyak adalah perempuan.
Dengan demikian, pada penelitian ini lansia usia 75-90 tahun ditemukan lebih sedikit 44 dibandingkan usia 60-74 tahun 56. Sementara usia
90 tahun dapat ditemukan pada pengumpulan data namun tidak memenuhi kriteria penelitian karena masalah kesehatan seperti stroke dan tidak dapat berkomunikasi.
40
Menurut data yang dilaporkan WHO, usia harapan hidup perempuan di seluruh dunia secara statistik lebih tinggi daripada usia harapan hidup
laki-laki. Laki-laki mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi daripada perempuan. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, diantaranya adalah faktor
sosial, ekonomi dan perilaku seperti kebiasaan buruk misalnya merokok, aktivitas selama hidup, dimana secara umum laki-laki memiliki peran lebih banyak dalam
bertanggungjawab mencari nafkah sehingga rentan terhadap penyakit ataupun lebih beresiko terhadap kecelakaan. Selain itu, faktor biologi menjadi faktor dasar yang
menyebabkan rendahnya angka harapan hidup laki-laki. Secara biologis, laki-laki memiliki kromosom XY dan perempuan memiliki kromosom XX. Kromosom X
mengandung 1100 gen yang berperan dalam pengaturan hormon serta fungsi vital tubuh lainnya seperti pembekuan darah, metabolisme dan perkembangan janin.
Sementara, kromosom Y hanya mempunyai kurang dari 100 gen yang berfungsi hanya untuk pembentukan dan perkembangan testes dan hormonal. Dengan ini,
Universitas Sumatera Utara
perempuan yang memiliki 2 kromosom X sehingga dapat lebih tahan terhadap gejala- gejala penurunan fungsi tubuh daripada laki-laki.
Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 53 lansia mengalami xerostomia. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Abdullah,
ditemukan sebanyak 33,33 lansia mengalami xerostomia, sedangkan penelitian Tumengkol dkk ditemukan sebanyak 45,45 lansia mengalami xerostomia.
41
9-10
Penyebab perbedaan hasil ini dikarenakan variabilitas responden yang terlibat seperti perbedaan proporsi jumlah sampel dan usia. Pada penelitian ini, jumlah sampel
penelitian adalah 100 orang dan hanya melibatkan lansia yang dikelompokkan menurut WHO yaitu 60 tahun ke atas. Berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh
Abdullah, jumlah sampel penelitian adalah 1132 orang yaitu antara usia 10-79 tahun sedangkan pada penelitian Tumengkol dkk, jumlah sampel penelitian adalah 83 orang
yaitu antara usia 40-70 tahun.
9-10
Berdasarkan kelompok usia subjek penelitian, lansia yang mengalami xerostomia paling banyak ditemukan pada usia 75-90 tahun 58,49 sedangkan
paling sedikit ditemukan pada usia 60-74 tahun 41,51. Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi proses penuaan. Proses penuaan akan menyebabkan
terjadinya perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang dan diganti oleh jaringan lemak dan penyambung serta terjadi atropi
pada lapisan sel duktus intermediate. Keadaan ini menyebabkan pengurangan jumlah saliva dan perubahan komposisinya.
Pada penelitian ini, diantara 100 orang lansia hanya 53 orang lansia yang ditemukan mengalami xerostomia karena sistem imun yang
baik. Selain itu, nutrisi dan gaya hidup yang sehat misalnya banyak mengonsumsi makanan yang mengandung serat dan protein, bersosialisasi dengan orang lain,
kurang stres dan lingkungan yang aman dapat mengurangi masalah xerostomia.
7,30
Hasil penelitian yang dilakukan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 menunjukkan bahwa xerostomia paling banyak ditemukan pada
perempuan 67,92. Tingginya persentase xerostomia pada perempuan dapat Pada penelitian ini, peneliti baru melihat
prevalensi xerostomia pada lansia menurut kelompok usia. Penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan untuk mempelajari hubungan usia dengan xerostomia.
Universitas Sumatera Utara
dihubungkan dengan menopause. Xerostomia pada perempuan menopause dipengaruhi oleh perubahan hormonal.
9
Estrogen adalah salah satu steroid yang mempunyai reseptor di kelenjar saliva dan mukosa mulut. Reseptor estrogen di
kelenjar saliva sangat berperan terhadap komposisi dan kecepatan sekresi saliva. Efek estrogen dimediasi oleh reseptor estrogen, yang terdiri dari dua subtipe yaitu reseptor
estrogen alfa dan reseptor estrogen beta. Pertumbuhan sel pada epitel mukosa mulut, kelenjar saliva dan gingiva diatur oleh reseptor estrogen beta. Menurunnya kadar
reseptor estrogen beta pada perempuan menopause mengakibatkan penurunan fungsi kelenjar saliva. Perempuan menopause akan mengalami mulut kering karena volume
saliva berkurang yang ditandai dengan tidak ditemukannya genangan saliva di dasar mulut.
Berdasarkan dengan faktor penyebab, diantara 53 orang lansia yang mengalami xerostomia, didapati bahwa sebanyak 50 orang 94,34 akibat menderita
penyakit sistemik dan mengonsumsi obat-obatan sementara 3 orang 5,66 karena penyebab lain. Faktor yang tergolong dalam penyebab lain dari xerostomia diduga
karena faktor fisiologis yang terdiri dari riwayat kebiasaan bernafas melalui mulut, gangguan emosional dan proses penuaan. Selain itu, terdapat faktor lain seperti
riwayat penyakit sistemik yang tidak diketahui.
9,23,43
6,23,30
Dengan bertambahnya usia, pada lansia terjadi penurunan fungsi fisiologis akibat proses penuaan. Oleh karena itu,
penyakit degeneratif banyak diderita oleh lansia seperti hipertensi, stroke, diabetes mellitus dan rheumatoid arthritis. Proses penyakit pada lansia berbeda dengan
kelompok usia dewasa, karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses penuaan.
40
Penyakit yang diderita oleh lansia dapat menimbulkan pengaruh pada rongga mulut yaitu terjadi
perubahan, baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak serta kelenjar saliva sehingga timbul masalah kesehatan mulut pada lansia seperti perubahan pada mukosa
oral, edentulous, karies gigi, penyakit periodontal, kanker mulut, serta xerostomia. Proses penuaan pada lansia diperparah dengan adanya kondisi penyakit
sistemik dan penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi sekresi saliva sehingga aliran saliva berkurang.
3-5
7,30,33
Berdasarkan faktor penyebab penyakit sistemik dan
Universitas Sumatera Utara
penggunaan obat-obatan, menurut Abdullah prevalensi xerostomia terlihat paling tinggi pada penderita dengan penyakit psikologis 57,14 dan pada pengguna obat
antihistamin 66,66.
9
Sementara itu, menurut Tumengkol dkk, prevalensi xerostomia terlihat paling tinggi pada penderita dengan penyakit diabetes mellitus
78,57 dan pada pengguna obat antihipertensi 38,46.
10
Hasil penelitian di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 berbeda dari penelitian yang
dilakukan sebelumnya dimana prevalensi xerostomia yang paling tinggi ditemukan pada penderita dengan penyakit hipertensi 49,06 dan penggunaan obat
antihipertensi 49,06. Menurut literatur, penyakit hipertensi tidak secara langsung menyebabkan xerostomia. Namun demikian, antihipertensi sebagai perawatan subjek
yang menderita penyakit hipertensi diduga menimbulkan efek xerostomia.
44
Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan oleh subjek penelitian ini adalah angiotensin converting enzymes ACE inhibitor yaitu captopril
®
. Pada penderita hipertensi, angiotensin converting enzyme dapat merubah angiotensin I
menjadi angiotensin II yang bersifat aktif dan dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah serta mensekresi aldosteron dalam korteks adrenal. Peningkatan
sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta mensekresi kalium yang merupakan penyebab hipertensi. Penggunaan ACE inhibitor
dapat menurunkan kadar angiotensin II plasma. Dalam kerjanya, ACE inhibitor akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin II terhambat, timbul
vasodilatasi pembuluh darah dengan mengaktifkan bradikinin, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan. Obat ini secara tidak
langsung akan mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit gastrointestinal merupakan penyakit sistemik yang dapat ditemukan pada 16,98 lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Binjai Tahun 2016. Obat yang digunakan untuk mengatasi rasa sakit maag adalah antasida
39,44
®
. Antasida adalah golongan obat yang digunakan untuk menetralkan asam di lambung.
45
Antasida yang mengandung magnesium salt bersifat laxatif yaitu dapat menyebabkan diare.
46-47
Dengan demikian, hal ini menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
terjadinya dehidrasi dimana cairan yang disekresi lebih banyak daripada kapasitas absorpsi. Pada diare, terjadi kehilangan cairan, natrium dan klorida serta penekanan
kalium sehingga akhirnya menimbulkan gejala haus dan lidah serta bibir terasa kering.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit respiratori merupakan penyakit sistemik yang dapat ditemukan pada 13,21 lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Binjai Tahun 2016. Obat bronkodilator yang digunakan untuk penyakit respiratori pada penelitian ini kebanyakan adalah salbutamol
30,42,45-46
®
. Menurut Haveles, salbutamol merupakan salah satu obat golongan agonis beta 2 yang dikategorikan
dalam short-acting beta agonist. Penggunaan agonis beta 2 menyebabkan perubahan komposisi saliva dan berkurangnya sekresi saliva. Obat bronkodilator agonis beta 2
merupakan obat simpatomimetik yaitu obat yang bekerja pada saraf simpatis dan menyerupai kerja neurotransmitter adrenergik. Dengan adanya rangsangan simpatis,
maka kelenjar submandibula dan kelenjar sublingual akan terstimulasi menghasilkan saliva mukus yang lebih kental, sementara itu kelenjar parotid yang tidak dipersarafi
saraf simpatis tidak menghasilkan saliva yang kental. Dengan demikian, volume saliva yang dihasilkan akan lebih sedikit. Selain itu, obat golongan simpatomimetik
menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi penurunan aliran saliva dan akhirnya mengakibatkan xerostomia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rheumatoid arthritis merupakan penyakit sistemik yang dapat ditemukan pada 33,96 lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Binjai Tahun 2016. Berbeda dengan penyakit hipertensi, penyakit gastrointestinal dan penyakit respiratori yang secara tidak langsung menimbulkan
xerostomia, rheumatoid arthritis diduga dapat menimbulkan efek xerostomia secara langsung.
48
Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit sistemik yang dihubungkan dengan gangguan pada jaringan ikat yang mengenai 1 dari populasi di dunia.
27,49
Menurut Zalewska dkk, penyakit rheumatoid arthritis menyebabkan disfungsi kelenjar saliva yang melibatkan katabolisme glikokonjugat oleh enzim
eksoglikosidase yang terdapat pada membrana sel kelenjar saliva. Pada rheumatoid arthritis, disfungsi kelenjar saliva dapat terjadi dalam dua fase. Pada fase pertama,
Universitas Sumatera Utara
terjadi aktivasi sel epitel yang melapisi sel asinar dan sel duktus pada kelenjar saliva. Pada fase kedua, terjadi inflamasi yang kronis disertai pelepasan limfosit, produksi
antibodi dan menyebabkan destruksi pada kelenjar saliva. Selain kedua fase tersebut, disfungsi kelenjar saliva terkait rheumatoid arthritis, terjadi akibat meningkatnya
degradasi matriks ekstraselular yang mengganggu komunikasi antara sel asinar pada kelenjar saliva dengan terminal saraf, sehingga mengurangi sekresi saliva dan
akhirnya mengakibatkan xerostomia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI, diabetes mellitus merupakan penyakit
yang tertinggi di Indonesia.
50
40
Akan tetapi, di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 didapati bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik
yang paling sedikit diderita oleh lansia yaitu 9,43. Ini karena pola makanan yang sehat yaitu lebih mengutamakan makanan yang berserat. Diabetes mellitus yang tidak
terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva, sehingga mulut terasa kering. Menurut literatur xerostomia dapat terjadi pada penderita diabetes mellitus yang tidak
terkontrol. Dehidrasi sebagai hasil dari hiperglikemia yang lama sebagai konsekuensi dari poliuria dan hipofungsi kelenjar saliva pada pasien dengan penyakit diabetes
mellitus.
51
Dehidrasi saja tidak dapat menyebabkan perubahan fungsi kelenjar saliva akan tetapi inflitrat limfositik yang terlihat pada jaringan kelenjar saliva labial
mengindikasikan bahwa jaringan kelenjar saliva merupakan target suatu proses autoimun. Degenerasi yang terus menerus pada jaringan kelenjar saliva akan
menyebabkan terjadinya hipofungsi kelenjar saliva dan gangguan komposisi saliva. Selain itu, pada diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 dapat menyebabkan pembesaran
bilateral yang asimtomatik pada kelenjar parotis dan kadang-kadang pada kelenjar submandibularis.
Selain itu, pada penelitian ini ditemukan terdapat individu yang menderita lebih dari satu penyakit dan juga mengonsumsi lebih dari satu macam obat-obatan.
Individu yang menggunakan lebih dari satu macam obat umumnya memiliki resiko lebih tinggi mengalami xerostomia.
26-27,51
30
Menurut Shetty dkk, melakukan penelitian untuk mengevaluasi efek sinergistik obat terhadap aliran saliva pada lanisa yang
mengonsumsi satu obat dengan lansia yang mengonsumsi lebih dari satu macam obat.
Universitas Sumatera Utara
Hasilnya menunjukkan terjadi penurunan aliran saliva yang lebih parah pada kelompok lansia yang mengonsumsi lebih dari satu macam obat dibandingkan dengan
kelompok lansia yang mengonsumsi satu obat.
8
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN