30 Universitas Sumatera
Utara
2.4 Media dan Terorisme
Setelah sebuah peristiwa tragis terjadi liputan media biasanya dibanjiri berita yang berkaitan dengan peristiwa tragis tersebut. Media massa memberi
perhatian yang begitu besar terhadap peristiwa-peristiwa seperti itu. Seperti yang disinggung oleh Wilbur Scramm, liputan luar biasa yang dilakukan media massa
merupakan salah satu bagian penting yang menyertai sebuah krisis. Scram memberikan contoh pembunuhan presiden Jhon F.Kennedy pada tahun 1963.
Media massa begitu besar perhatiannya terhadap pembunuhan bahkan televisi TV Amerika mengubah program siaran mereka, terutama program hiburan
dengan berita tentang pembunuhan Kennedy. Menurut sebuah teori pada saat suatu tragedi terjadi, orang-orang akan
sangat tergantung kepada laporan media untuk mengetahui lingkungan yang tidak stabil. Orang ingin mengetahui apa yang terjadi, mengapa, siapa yang terlibat, dan
bagaimana prosesnya Lukas, 2002: 262. Seperti halnya setiap krisis, media selalu memberikan perhatian yang lebih besar kepada setiap tragedi yang terjadi
dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa lain. Liputan media tentang krisis digambarkan oleh Scanlon, Luuko Morten
1978 sebagai cenderung tidak akurat, mengandung rumor atau desas-desus. Pendapat mereka didasarkan pada sejumlah penelitian yang telah dilakukan di
masa lalu tentang topik ini. Jauh sebelum itu Wilbur Scramm dalam artikelnya ‘communication in crisis’ 1971 telah menyatakan bahwa laporan media tentang
sebuah krisis cenderung kurang akurat dan lebih mengutamakan kecepatan. Dalam sebuah krisis, media cenderung lebih mengutamakan penyajian berita
secara cepat dari berita yang akurat, demikian pendapat Dynes Lukas, 2002: 263.
Dynes menambahkan bahwa laporan media tentang sebuah krisis akan cenderung membesar-besarkan kejadian. Barton setuju dengan pendapat Dynes
dengan terfragmentasi tanpa pengecekan yang memadai untuk menjamin keakuratan isi. Berbagai kasus di Indonesia, ketidakakuratan laporan media
bahkan dapat ditemui dalam situasi yang normal. Ketidakakuratan muncul manakala ada perbedaan antara isi berita dan peristiwa yang sesungguhnya atau
31 Universitas Sumatera
Utara
ketika berita tidak sesuai dengan kenyataan. Ia bisa sebagian isi berita, tetapi bisa juga seluruh isi berita tidak akurat.
Ketidakakuratan liputan tentang krisis biasanya sebagian disebabkan oleh adanya keterbatasan waktu yang dimiliki pekerja media untuk memperoleh
informasi yang akurat juga data data serta fakta yang memadai tentang sebuah peristiwa besar walaupun prinsip dasar jurnalistik mengajarkan kepada jurnalis
tingkat dasar untuk selalu melakukan cek, cek kembali dan verifikasi seluruh data yang diperolehnya.
Liputan pada saat krisis, orang-orang yang bertugas menangani kejadian lebih berkonsentrasi menolong orang yang jadi korban krisis daripada memberi
keterangan kepada pers, walau mungkin dengan itu mereka bisa membantu korban dengan lebih cepat dan aman. Daripada memberi media laporan tentang
jumlah korban meninggal atau luka berat dalam suatu peristiwa, para petugas lebih berkonsentrasi pada pertolongan terhadap korban. Sebaliknya bagi media
reporter, memperoleh data dan fakta yang cepat menjadi keharusan, apalagi dalam persaingan antar media. Kecepatan dalam penyajian menjadi salah satu
yang menentukan kemenangan dalam bersaing. Wartawan berusaha untuk menemukan sumber data dan fakta secara cepat
tanpa lagi menghiraukan prinsip dasar jurnalistik: cek dan cek kembali. Informasi yang kurang jelas atau saling bertentangan tidak sempat dicek kembali dan
diverifikasi, sehingga itulah kemudian yang menjadi laporannya. Sebagian dari informasi yang tidak akurat mungkin juga disebabkan oleh sumber informasi yang
dipakai wartawan. Masalah kakuratan laporan media, apalagi dalam krisis disebabkan oleh kebodohan dan kemalasan para reporter.
Teroris, pemerintah dan media melihat fungsi, peranan dan tanggung jawab media ketika menangani masalah teroris dari perspektif yang berbeda.
Media dikenal sebagai kekuatan kontroversi antara teroris dan pemerintah. Media mempengaruhi pendapat umum yang berdampak pada tindakan pemerintah dan
kelompok teroris. Dari perspektif teroris, liputan media adalah suatu ukuran suksesnya tindakan atau kampanye teroris. Pemerintah dapat menggunakan media
dalam usaha membangun pendapat dunia melawan negara atau kelompok yang menggunakan taktik teroris.
32 Universitas Sumatera
Utara
Margaret Thatcher menjelaskan bahwa publikasi seperti oksigen terorisme dengan point bahwa persepsi publik adalah suatu target utama teroris dan media
adalah pusat pembentukan dan pergerakannya.
Apa yang Diinginkan Teroris Dari Media
a. Teroris membutuhkan publikasi, umumnya publikasi dibayar namun jika
ada aksi teroris publikasi “lari mendekat” tanpa dibayar. Beberapa publikasi yang meliputi aksi teroris harus bersiaga pada dunia
jika ada suatu masalah tidak dapat dijauhkan bahkan harus didekati. Dari perspektif teroris, wawancara yang tidak diedit pada tokoh utama seperti
‘hadiah yang berharga’. Contohnya pada bulan Mei tahun 1997, CNN mewawancarai tokoh Arab Saudi, perekrut teroris dan pemberi modal
Usama bin Laden. Untuk jaringan berita, akses kepada teroris menjadi hangat dibicarakan.
b. Teroris mencari suatu pemahaman yang baik tentang kasus teroris yang
bukan mereka lakukan. Seseorang mungkin tidak setuju dengan tindakan mereka tetapi hal itu
tidak menghalangi rasa simpati pada keadaan dan kasusnya sendiri. Teroris percaya publik ’memerlukan bantuan’ dalam memahami tindakan
teroris secara adil dan kejahatan teroris melawan kekuatan negara super. Hubungan yang baik dengan pers sangat penting dan harus ditanam dan
dipelihara selamanya. c.
Organisasi teroris mencari atau menempatkan simpati seseorang dalam posisi pers, khususnya dalam pengiriman berita dan di beberapa instansi
mencari dan membiayai organisasi berita yang lebih kecil. d.
Hak kekuasaankeabsahan. Kasus teroris menyebabkan pers memberi keabsahan untuk melihat apa yang tergambar sebagai ideologi atau
permusuhan pribadidivisi antara kelompok bersenjata dengan sayap
33 Universitas Sumatera
Utara
politik. Dalam taktik militer peperangan adalah merupakan lanjutan politik. Dalam taktik teroris politik adalah lanjutan terror.
e. Teroris juga ingin pers meliput dan memberi keabsahan untuk menemukan
sudut pandang yang dimiliki NGO Non Govermen Organitation dan pusat belajar yang tersedia sebagai pelindung keuangan, perekrutan dan
perjalanan teroris pada negara targetannya. f.
Dalam situasi penyanderaan, teroris butuh identitas yang lebih lengkap, nomor dan nilai sandera dan pengetahuan masyarakat tentang operasi
mereka. Terutama pada negara sponsor dilibatkan mereka ingin tahu tentang rencana pembalasan militer yang lebih lengkap.
g. Organisasi teroris mencari media yang mengekspos kerugian pada musuh
mereka. Khususnya pada pelaku dan motifnya yang belum jelas. Mereka ingin media itu memperkuat kepanikan, menyebar ketakutan dan
menunjukkan kerugian ekonomi agar investor asing pergi. Membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah sebagai pelindung
masyarakat dan untuk melawan pemerintah karena ancaman teroris. h.
Pemerintah ingin agar media berhati-hati agar tidak kehilangan informasi dari teroris, simpatisan atau orang yang meliput dan menayangkan siaran
menyangkut terorisme. i.
Pemerintah ingin agar media menaikkan nilai para agen pemerintah. Para agen harus berhati-hati jangan sampai memberikan kebocoran. Media juga
harus melukiskannya dengan kesan yang baik dan menghindari kritik tentangnya.
j. Pemerintah ingin agar wartawan menginformasikan mereka ketika
ditayangkan selalu dengan kesan bahwa tindakan teroris sedang dijalankan atau menyangkut keterlibatan seseorang dengan aktivitas teroris.
k. Dalam kasus yang ekstrim, dimana keadaan keamanan nasional sedang
dipertaruhkan dan harapan untuk sukses sangat jauh maka pemerintah
34 Universitas Sumatera
Utara
boleh bekerja sama dengan media mengumbar kebohongan seperti pemeritah berperan untuk menetralkan ancaman teroris. Kerja sama
dengan media kerap kali terjadi dimana media bias menahan bukti-bukti suatu peristiwa kejahatan atau membantu pemerintah menyebar informasi
yang salah.
Apa yang Diinginkan Pemerintah Dari Media
Pemerintah mencari pemahaman, kerja sama, pengekangan, dan kesetiaan dari media berusaha untuk membatasi tindakan teroris yang merugikan
masyarakat dan berusaha untuk menghukum orang yang berada di balik terorisme. Meliputi:
a. Pemerintah ingin media membantu pemerintah bukan para teroris.
Pemerintah ingin media membantunya dengan menyajikan berbagai informasi ketika diminta meliputi pemahaman kebijakan atau sedikitnya
presentasi harus seimbang. b.
Tujuan terpenting adalah untuk memisahkan teroris dari media. Media sangat berperan dalam mengekspos tindakan teroris. Contohnya:
New York Times dan Washington Post c.
Tujuan lainnya adalah untuk menghadirkan teroris tampil di media sebagai penjahat dan menghindari kebesaran teroris. Untuk menggambarkan sudut
pandang bahwa tindakan teroris adalah seperti seorang penjahat yang melakukan penculikan orang terkemuka, peledakan bangunan, atau
pembajakan pesawat. d.
Dalam situasi penyanderaan, pemerintah lebih menyukai menutupi kasus- kasus penyanderaan dari media.
35 Universitas Sumatera
Utara
e. Pemerintah
mencari publikasi
untuk membantu
menghilangkan ketegangan suasana. Menenangkan masyarakat adalah suatu kebijakan
penting. f.
Pada umumnya, keuntungan media televisi, menghindari tayangan seorang ibu yang menangis atau emosi melihat keluarga yang menjadi korban
seperti hal masyarakat yang berada di bawah tekanan pemerintah. g.
Selama peristiwa teror, pemerintah ingin mengendalikan akses teroris keluar, untuk membatasi informasi seputar penyanderaan. Pemerintah
benar-benar menginginkan media untuk mengungkapkan rencana teroris atau melakukan tindakan anti teroris dengan data yang membantu.
h. Setelah peristiwa itu, pemerintah menginginkan media untuk mengungkap
rahasia, teknik-teknik bagaimana operasi itu sukses, dan mempublikasikan kesuksesannya melawan teroris dengan teknologi yang canggih, metode
operasional yang sedemikian rupa sehingga tidak ada yang bisa menandinginya.
i. Pemerintah ingin agar media berhati-hati agar tidak kehilangan informasi
dari teroris, simpatisan atau orang yang meliput dan menayangkan siaran menyangkut terorisme.
j. Pemerintah ingin agar media menaikkan nilai para agen pemerintah. Para
agen harus berhati-hati jangan sampai memberikan kebocoran. Media juga harus melukiskannya dengan kesan yang baik dan menghindari kritik
tentangnya. k.
Pemerintah ingin agar wartawan menginformasikan mereka ketika ditayangkan selalu dengan kesan bahwa tindakan teroris sedang dijalankan
atau menyangkut keterlibatan seseorang dengan aktivitas teroris. l.
Dalam kasus yang ekstrim, dimana keadaan keamanan nasional sedang dipertaruhkan dan harapan untuk sukses sangat jauh maka pemerintah
boleh bekerja sama dengan media mengumbar kebohongan seperti
36 Universitas Sumatera
Utara
pemeritah berperan untuk menetralkan ancaman teroris. Kerja sama dengan media kerap kali terjadi dimana media bias menahan bukti-bukti
suatu peristiwa kejahatan atau membantu pemerintah menyebar informasi yang salah.
Apa yang Diinginkan Media Ketika Meliput Tentang Teroris
Wartawan pada umumnya menginginkan kebebasan dalam meliput suatu peristiwa tanpa pengekangan dari luar walaupun berasal dari pemilik media,
pengiklan, editor dan dari pemerintah. a.
Media ingin menjadi pencerita yang pertama. Karena sebuah berita usang tidak akan laku. Tekanan untuk memancarkan berita pada waktu yang
tepat, cepat dengan persaingan teknologi komunikasi yang semakin lama semakin canggih.
b. Media ingin membuat cerita sesuai dengan yang asli tanpa rekayasa,
dramatis sering melakukan wawancara jika memungkinkan. c.
Kebanyakan anggota media ingin menjadi profesional dan akurat serta tidak memberi informasi yang salah. Hal ini tidak mudah dilakukan,
terutama ketika usaha untuk menyesatkan mereka dikerjakan oleh pihak- pihak yang berkepentingan.
d. Media ingin melindungi kemampuannya untuk beroperasi dengan aman
dan bebas dari masyarakat. Di beberapa instansi undang-undang, hak-hak untuk menerbitkan tidak dikendalikan termasuk keamanan fisik. Mereka
ingin perlindungan dari ancaman, godaan, atau sergapan kejam selama beroperasi, dan perlindungan dari pembunuhan oleh teroris yang
membalas dendam belakangan ini sering terjadi di Amerika Serikat.
37 Universitas Sumatera
Utara
e. Media ingin melindungi hak masyarakat untuk mengetahui dan
menerangkan dengan bebas ketika meliput reaksi korban kekerasan, anggota keluarga, para saksi, dan orang-orang jalanan di depan hokum.
f. Anggota media sering tidak memiliki objek untuk memainkan peran
bersifat membangun dalam memecahkan situasi teroris. Jika hal ini dilakukan maka akan mengurangi biaya yang berlebihan.
Kecendrungan Baru yang Berdampak pada Terorisme dan Media
Suatu rangkaian tindakan teroris terbaru menandai kemunculan kecendrungan yang berdampak pada hubungan antara media, terorisme dan
pemerintah, meliputi: a.
Teroris Tanpa Nama. Hari ini kita melihat kejadian teror yang dilakukan oleh teroris dimana tak
seorang pun bertanggung jawab dan mengakuinya. Salah satu contohnya adalah pengeboman WTC. Hal ini membuat media berperan aktif dalam
memberitahukan tuntutan atau permintaan teroris. Liputan tidak bisa diacuhkan terutama jika meliputi spekulasi tak terkendali, ancaman palsu,
media dapat membantu agenda teroris seperti membuat panik, melukai turis asing, mengguncang pemerintah agar wibawanya jatuh di mata
masyarakat b.
Teroris Semakin Kejam Dalam konteks teknologi dan informasi suatu kecenderungan membuat
teroris semakin kejam dan hal ini tidak bisa diabaikan. Departemen negara bagian Pola Terorisme Global tahun 1996 mencatat bahwa terorisme di
seluruh dunia semakin kejam dalam 10 tahun terakhir. Jumlah kematian meningkat, kecendrungan serangan ke arah yang lebih kejam pada warga
negara dan pengeboman yang lebih kuat. Ancaman dari teroris yang
38 Universitas Sumatera
Utara
menggunakan senjata pemusnah massal menjadi isu yang terus didengungkan.
c. Menyerang Personil Media atau Institusi.
Penyerangan pada wartawan secara terang-terangan atas isu teroris saat ini mengalami peningkatan. Serangan terbaru terjadi di Algeria, Mexico,
Rusia, Kenya, London, dan juga Washington DC di gedung Berita Nasional dan PBB di New York. Satu grup watchdog menggolongkan 45
wartawan telah dibunuh pada tahun 1995 sebagai konsekuensi atas pekerjaan mereka. Menurut Panitia Perlindungan Wartawan Commite to
Protect Journalis di New York lebih dari 300 wartawan telah terbunuh sejak tahun 1986 sebagai konsekuensi atas pekerjaannya dan tahun 1995
ada 45 orang bunuh diri. http:www.CPJ.ORG.
2.5 Analisa Wacana Kritis