BAB TINJAUAN PUSTAKA
1. Kanker Payudara
1.1 Pengertian Kanker Payudara Kanker payudara merupakan tumor kanker ganas yang bermula dari sel-sel
payudara Gary dkk, 2009. Kebanyakan kanker payudara bermula dalam sel-sel yang ada pada pembuluh-pembuluh atau duct kanker duktal, meski sebagian juga
bermula pada lobula-lobula kanker lobula, dan sejumlah kecil bermula pada jaringan yang lain Pamungkas, 2011. Menurut Gengatharan 2014 kanker
payudara adalah tumor ganas yang dimulai pada sel-sel payudara dan sel-sel kanker yang dapat tumbuh menjadi invasif jaring sekitar atau bermetastasis ke
daerah yang jauh dari tubuh. Menurut Mulyani dan Nuryani 2013 kanker payudara merupakan keganasan yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar, dan
jaringan penunjang tidak termasuk kulit payudara. Kanker payudara adalah tumor ganas yang merupakan salah satu penyakit
yang menyerang kelenjar kulit yang berada diluar rongga dada Jong, 2005. Kebanyakan kanker payudara terjadi pada kaum wanita, namun pria juga bisa
menderita penyakit tersebut American cancer society, 2014 dalam Gengatharan, 2014.
6
Universitas Sumatera Utara
1.2 Gejala Klinis Nyeri Kronis Kanker Payudara Gejala umum kanker payudara ini memang tidak khas dan bisa berupa
benjolan pada payudara yang tidak terasa nyeri pada salah satu bagian payudara Purba, 2004. Benjolan pada payudara mula-mula kecil, semakin lama akan
semakin besar, lalu melengket pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit atau pada puting susu Kardiyudiani, 2012.
Perubahan pada kulit menyebabkan puting payudara tertarik kedalam retraksi, serta berwarna merah mudah atau kecoklatan sampai edema, sehingga
terlihat seperti kulit jeruk, mengerut, atau timbul borok pada payudara, bentuk atau arah puting dapat berubah, misalnya puting payudara tertekan kedalam. Selain
gejala itu, gejala lainnya timbul nyeri kronis Handayani, 2011.. Gejala nyeri kronis ini terjadi akibat terkenanya struktur otot dan tulang akibat
metastasis. Sindrom nyeri yang paling sering ditemukan adalah metastasis ke tulang. Hal ini disebabkan serabut eferen yang bermielin dan tidak bermielin
terdapat pada tulang terutama pada periosteum. Neuron yang berada pada tulang mengeluarkan neuropeptid seperti serotonin, bradikinin, prostaglandin E1,
prostaglandin E2, prostaglandin F3, kalsitonin dan substansi P yang mana zat tersebut berperan dalam modulasi nyeri dan metabolisme tulang. Prostaglandin F2
mengakibatkan nosiseptor lebih peka dan akan menimbulkan hiperalgesia dan alodinia. Metastasis ke tulang dapat terjadi melalui hematogen dengan lokasi yang
tersering adalah kolumna vertebralis, pelvis, tulang iga, skapula, humerus dan femur Usman, 2009.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Klasifikasi Kanker Payudara Kanker payudara diklasifikasi menjadi dua bagian yaitu kanker payudara
invasif dan kanker payudara non-invasif sebagai berikut: 1.3.1 Kanker payudara invasif
Ariestine 2010 menyatakan 80 kanker payudara merupakan invasive ductal carcinoma. Invasive ductal carcinoma adalah kanker payudara invasif
yang merupakan sel kanker yang merusak saluran dan dinding kelenjar susu, serta menyerang lemak dan jaringan konektif payudara disekitarnya
Suprianto, 2010. 1.3.2 Kanker payudara non-invasif
Kanker payudara non-invasive merupakan sel kanker yang terkunci dalam saluran susu, serta tidak menyerang lemak dan jaringan konektif
payudara disekitarnya. Kanker payudara non-invasive ada dua yaitu intraduktal dan lobular carsinoma in situ. Ductal Carcinoma in situ
merupakan kanker payudara non-invasif yang paling sering terjadi 90 Suprianto, 2010. Lesi resiko tinggi yang diketahui bisa muncul menjadi
kanker payudara adalah Atypical ductal hyperplasia ADH dan Lobular carsinoma in situ Ariestine, 2010.
1.4 Tipe Kanker Payudara 1.4.1 Lobular Carcinoma In Situ LCIS
lobular carcinoma in situ LCIS merupakan kondisi yang bermula dari kelenjar-kelenjar yang berperan dalam memproduksi susu, tapi tidak melalui
Universitas Sumatera Utara
dinding lobula dan wanita yang mengalami hal ini akan mendapat resiko kanker payudara dikemudian hari Pamungkas, 2011.
1.4.2 Ductal Carcinoma In Situ DCIS Ductal carcinoma in situ DCIS merupakan tipe kanker non-invasif dan
pengobatan yang paling umum dilakukan adalah mastektomi dengan angka kesembuhan 98 atau 99 Brunner Suddarth, 2002.
1.4.3 Invasive Lobular Carcinoma ILC Invasive lobular carcinoma ILC mulai terjadi didalam kelenjar susu
lobules pada payudara, tetapi sering menyebar kebagian tubuh lain. Terjadi 10-15 dari seluruh kejadian kanker payudara Suprianto, 2010.
1.4.4 invasive ductal carcinoma IDC Invasive ductal carcinoma IDC merupakan tipe kanker payudara yang
paling umum terjadi, sekitar 80 kasus IDC dari seluruh diagnosis kanker payudara yang terjadi didalam saluran susu pada payudara Mulyani dan
Nuryani, 2013 1.5 Stadium Kanker Payudara
1.5.1 Stadium 0 Stadium 0 disebut Ductal carsinoma in situ atau non-invasive cancer
yaitu kanker tidak menyebar keluar dari pembuluhsaluran payudara dan kelenjar-kelenjar lobules susu pada payudara Mulyani Nuryani, 2013.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Stadium I Stadium I tumor masih sangat kecil dan tidak menyebar serta tidak ada
titik pada pembuluh getah bening Brunner Suddarth, 2002. 1.5.3 Stadium IIA
Stadium IIA diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2cm dan telah ditemukan pada titik-titik pada saluran getah bening di ketiak axillary limph
nodes dan diameter tumor antara 2-5cm tidak lebih dari 5cm tapi belum menyebar Ariestine, 2010.
1.5.4 Stadium IIIA Stadium IIIA diameter tumor 5 cm dan telah menyebar pada titik-titik
pada pembuluh getah bening ketiak, ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan bisa juga luka bernanah di payudara dapat didiagnosis sebagai
inflammatory breast cancer dan tumor telah menyebar lebih dari 10 titik disaluran getah bening dibawah tulang selangka Mulyani Nuryani, 2013.
1.5.5 Stadium IV Stadium IV sel kanker sudah bermetastasis ke lokasi yang jauh atau
menyebar ke organ lain seperti tulang, paru-paru, liver atau tulang rusuk Handayani, 2011.
Universitas Sumatera Utara
1.6 Penatalaksanaan Kanker Payudara 1.6.1 Pembedahan
Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan dan pembedahan dapat dilakukan dengan lumpektomi dimana tindakan
pembedahan dengan mengangkat tumor benjolan bersama jaringan normal payudara disekitarnya dan prosedur penyelamatan payudara dapat
dilakukan dengan anestesis bius lokal ataupun total Pamungkas, 2011. 30 pasien dengan kelenjar limfe aksila negatif melakukan tindakan
diseksi menunjukkan hasil positif secara histologi Ariestine, 2010. 1.6.2 Kemoterapi
Kemoterapi adalah salah satu bagian dari penanganan penderita kanker dengan menggunakan suatu agen kimia yang dapat menghentikan
atau menghambat pertumbuhan sel-sel kanker tersebut Pamungkas, 2011. Berdasarkan hasil penelitian Kardiyudiani, 2012 lebih dari 50 penderita
kanker mendapat tindakan pengobatan dengan kemoterapi dan efeknya bagi banyak penderita sangat efektif. Cara kerja obat kemoterapi adalah
dengan membunuh sel-sel kanker, pemberiannya dapat dilakukan dengan injeksiinfus, atau oral dalam bentuk pil Mulyani Nuryani, 2013.
Universitas Sumatera Utara
Macam kemoterapi menurut Rahmawati 2009 yaitu: a. Zat alkilasi
Berkhasiat kuat terhadap sel-sel yang sedang membelah akibat gugus alkilnya yang reaktif, sehingga dapat merintangi penggandaan
DNA dan pembelahan sel, misal : klorambusil dan siklofosfamid. b. Antimetabolit
Mengganggu sintesis DNA dengan jalan antagonisme saingan, misal : merkaptopurin.
c. Antimitotika Zat ini menghindari pembelahan sel pada tingkat metafase, jadi
merintangi pembelahan inti, misal : paklitaksel dan vinblastin. d. Antibiotika
Beberapa jenis antibiotika dari jenis jamur Streptomyces juga berkhasiat sitotoksik disamping kerja antibakterinya, misal :
doksorubisin, bleomisin dan daunorubisin. e. Imunomodulansia
Zat ini berdaya mempengaruhi secara positif reaksi biologis dari tubuh terhadap tumor, misal : sitokin atau limfokin dan siklosporin.
f. Hormon dan antihormon Misalnya : kortikosteroid yang berkhasit melarutkan limfosit
sehingga berguna untuk pengobatan leukimia, zat-zat estrogen yang digunakan pada kanker prostat.
Universitas Sumatera Utara
1.6.3 Radioterapi Terapi radiasi dengan sinar-X dengan intensitas tinggi untuk
membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan dan bertujuan untuk menyembuhkan atau mengecilkan kanker pada stadium dini
Ariestine, 2010. Hasil penelitian Wulandari 2012 yang dilakukan pada 34 pasien kanker payudara yang menjalani terapi, di dapat hasil angka
harapan hidup dua tahun pasien kanker payudara sebesar 64,7. Pasien kanker payudara dapat mengalami nyeri kronis yang
disebabkan lamanya nyeri yang dialami lebih dari enam bulan dan menetap sepanjang periode tertentu.
Universitas Sumatera Utara
2 Nyeri Kronis 2.1 Pengertian Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung
lebih dari enam bulan Saragih, 2011. Defenis standar nyeri kronis didukung oleh Asosiasi International untuk Studi Pain menyatakan bahwa nyeri kronis yang terus
berlanjut dan berlangsung selama 6 bulan Apkarian, Baliki, dan Geha, 2010. Nyeri kronik dapat mempengaruhi fungsi pada berbagai dimensi Potter Perry,
2010. Pada kondisi tertentu, seseorang dapat dikatakan mengalami nyeri kronik
meskipun keluhan nyeri belum mencapai masa 6 bulan, tetapi nyeri kronik dapat ditetapkan pada suatu keadaan saat seseorang merasakan nyeri yang lebih dari
waktu 6 bulan Usman, 2009. Nyeri kronis bisa berasal dari nyeri akut yang tidak tertangani dengan baik, namun seringkali dengan penyebab yang tidak jelas atau
tidak terdeteksi dan nyeri kronik memerlukan penatalaksanaan khusus yang bersifat multidispliner Moeliono, 2008.
Nyeri kronis biasanya bagian dari situasi yang lebih kompleks dan dapat muncul dari lokasi viscera, jaringan miofasial, atau penyebab-penyebab
neurologis, dan biasanya dibedakan menjadi nyeri maligna kanker atau keganasan dan nyeri non-maligna jinak Rospond, 2008. Penderita nyeri kronis
biasanya akan memiliki kecemasan yang tinggi dan cenderung mengembangkan perasaan putus asa dan tidak berdaya, hal ini karena ia merasa berbagai
Universitas Sumatera Utara
pengobatan yang dijalani tidak dapat menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan Sarafino Smith, 2011 dalam Hanum, 2012.
2.2 Nyeri Kronis Kanker Payudara Nyeri Kronis kanker payudara merupakan kombinasi dari beberapa komponen
nyeri akut, intermiten berselanghilang-munculsementara, kronis dan nyeri kronis kanker dapat muncul pada tempatsitus primer kanker sebagai akibat
akspansi tumor, penekanankompresi saraf atau infiltrasi oleh tumor, obstruksi maligna, atau infeksi pada ulkus maligna Rospond, 2008.
Bishop 2005 dalam Putri Sukmarini, 2013 melaporkan bahwa 90 pasien kanker payudara mengeluhkan gejala utamanya adalah nyeri kanker. Usman
2009 mengatakan bahwa pasien kanker payudara yang mengalami nyeri kronik dapat disebabkan oleh perkembangan dari sel tumor, dan kecemasan dan rasa
tidak berdaya yang dialami oleh pasien dapat menjadi penyebab nyeri dan memperberat rasa nyeri.
Nyeri kanker memiliki beberapa karakteristik yang membedakan dengan nyeri kronis non-kanker, karakteristik nyeri kronis antara lain intensitas bersifat tidak
tetap, durasinya dapat bertahan lama hingga lebih enam bulan, lokasi dan kualitasnya sering berubah-ubah sejalan dengan proses penyakit dan
pengobatannya Strong Bennett, 2002 dalam Putri Sukmarini, 2013. Pasien kanker payudara akan mengalami nyeri nosiseptif nyeri akut atau nyeri
neuropatik nyeri kronis maupun keduanya Putri Sukmarini, 2013. Menurut Allen 1998 dan Attal 2000 dalam Usman 2009 nyeri neuropatik terjadi
Universitas Sumatera Utara
sebagai akibat dari kompresi saraf oleh tumor, trauma yang ditimbulkan dari tindakan diagnostik, pembedahan cedera pada sistem saraf yang diakibatkan oleh
pengobatan. 2.3 Penanganan Nyeri Kronis Kanker Payudara
Penanganan nyeri kronis mencakup pendekatan farmakologis dan non- farmakologis. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan
pasien secara individu Brunner Suddarth, 2002. 2.3.1 Farmakologi
Penggunaan farmakologi merupakan cara yang paling sering digunakan untuk mengatasi nyeri kronis Hanum, 2012. Pengobatan yang
umum digunakan untuk mengobati nyeri dengan kategori ringan hingga sedang pada sistem muskuloskeletal adalah acetaminophen dan nonsteroidal
anti-inflamamatory drugs NSAIDs, apabila nyeri kronis yang dialami tergolong kedalam kategori sedang hingga parah diatasi dengan obat opioid
analgesic, seperti morphine sulfate atau oxycodone Hanum, 2012. 2.3.2 Non-Farmakologi
a. Stimulasi dan Massage Kutaneus Massage adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering
dipusatkan pada pinggang dan bahu dengan memberikan sentuhan atau massage juga membuat pasien lebih nyaman karena membuat relaksasi
otot dan hasil penelitian oleh Anggriawan 2013 terhadap 10 responden
Universitas Sumatera Utara
dilakukan massage didapat hasil dengan menggunakan uji Wilconxon Signed Test
p ≤0,05. b. Terapi Es
Terapi es dingin dapat merupakan strategi untuk meredakan nyeri dan bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri non-reseptor. Hasil
penelitian Rosyid dan Putra, 2010 dengan menggunakan uji Wilconxon Signed Test didapat nilai P=0,07 dengan 6 responden dilakukan terapi es
dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain dengan menghambat proses inflamasi.
c. Terapi Stimulasi Saraf Elekris Transkutan Stimulasi Saraf Elekris Transkutan TENS menggunakan unit yang
memakai baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area
nyeri. Hasil penelitian Rosyid dan Putra, 2010 menyatakan bahwa terapi
TENS dapat menghilangkan nyeri kronik dan menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri non-reseptor pada 6 responden didapat
nilai dengan menggunakan uji Wilconxon Signed Test p=0,02. d. Distraksi
Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak.
Universitas Sumatera Utara
Rampengan, Rondonuwu dan Onibala, 2014 melakukan penelitian terhadap 15 responden setelah dilakukan teknik distraksi tidak
terdapat pasien yang mengalami nyeri dengan menggunakan uji Wicoxon pada tingkat kemaknaan 95 α=0,05, dengan nilai P sebesar 0,001 atau
dengan kata lain nilai P0,05 e. Teknik Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Sumiati, Kadrianti Basri 2012
melakukan penelitian terhadap 20 responden dilakukan teknik relaksasi tidak terdapat pasien yang mengalami nyeri dengan nilai P=0,000.
f. Imajinasi Terbimbing Imajinasi terpimpin merupakan teknik relaksasi yang dapat
memberikan kontrol pada pasien sehingga memberikan kenyamanan, meningkatkan
relaksasi pada
pasien. Aprianto
2012 melakukan penelitian terhadap 10 responden dilakukan terapi imajinasi
terpimpin didapat � value 0,015 dapat meningkatkan relaksasi pada pasien
Aprianto, 2012. g. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam menurunkan nyeri atau jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri kronis. Wibowo, Ismonah dan Supriyadi
2014 melakukan penelitian terhadap 16 responden yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
hipnosis terdapat penurunan intensitas nyeri yang signifikan pada pasien dengan p value 0,000.
2.4 Pengukuran Nyeri Tipe pengukuran nyeri ada 3 yaitu self-report measure, observational measure,
dan pengukuran fisiologis menurut Rospond 2008. Self-report merupakan standar gold yang digunakan untuk mengukur nyeri karena konsisten terhadap
defenisimakna nyeri. Menurut Wati, Pudjiadi dan Latiet 2012 dalam Renovaldi, Novayelinda dan Rahmalia, 2014, secara umum teknik self-report merupakan
metode yang paling sering dipakai dalam penilaian nyeri. Pengukuran ini didasarkan pada persepsi nyeri dari pasien, dan persepsi tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor termasuk faktor kejujuran dari pasien. Pasien diminta unutk menilai sendiri rasa nyeri yang dirasakan apakah nyeri yang berat sangat berat,
kurang nyeri dan nyeri sedang. Menggunakan buku harian merupakan cara lain unutk memperoleh informasi baru tentang nyerinya jika nyerinya terus menerus
atau menetap atau kronik. Cara ini sangat membantu untuk mengukur pengaruh nyeri terhadap kehidupan pasien tersebut. Pengukuran nyeri dalam self-report
yaitu skala pengukuran nyeri misalnya visual analog scaleVAS, visual rating scalaVRS, numeric rating scaleNRS, McGill Pain Quesioner, Diary.
Observational measure merupakan metode lain dari pengukuran nyeri, biasanya mengandalkan pada seseorang terapis untuk mencapai kesempurnaan
dalam pengukuran dari berbagai aspek pengalaman nyeri dan biasanya berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan tingkah laku penderita. Pengukuran ini relatif mahal karena membutuhkan waktu observasi yang lama Renovaldi et al, 2014.
Pengukuran fisiologis merupakan pengukuran nyeri dimana nyeri dapat menyebabkan perubahan biologis pada denyut nadi, respirasi, keringat dan
perubahan lainnya yang berkaitan dengan respon stress. Pengukuran biologis ini dapat digunakan sebagai pengukuran tidak langsung pada nyeri akut, tetapi respon
biologis pada nyeri akut dapat distabilkan dalam beberapa waktu. Pengukuran fisiologis berguna dalam keadaan dimana pengukuran secara observasi lebih sulit
dilakukan. Pada pengukuran fisiologis yang termasuk dalam pengukuran fisiologis adalah pemeriksaan denyut nadi, pernafasan, Respond, 2008.
Pengukuran nyeri dilihat dari tanda-tanda karakteristik yang ditimbulkan menurut Tamsuri 2007 yaitu:
a. nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi
b. nyeri sedang atau moderat memiliki karakteristik : Peningkatan
frekuensi pernafasan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kekuatan otot, dilatasi pupil.
c. nyeri berat memiliki karakteristik : Muka pucat, otot mengeras,
penurunan frekuensi nafas dan tekanan darah, kelelahan dan keletihan.
Universitas Sumatera Utara
3. Fungsi Fisik