Tabel 4.4 Hasil Penentuan Bilangan Peroksida dari Minyak Daging Ikan Nila
Bilangan Peroksida
meqkg Sampel Minyak daging ikan Nila
S1 S2
S3 S4
S5 25,5
21,6 18,72
15,84 14,4
Keterangan : S1 = Daging ikan nila penyimpanan 5 hari
S2 = Daging ikan nila + ekstrak 20 ppm penyimpanan 5 hari S3 = Daging ikan nila + ekstrak 40 ppm penyimpanan 5 hari
S4 = Daging ikan nila + ekstrak 60 ppm penyimpanan 5 hari S5 = Daging ikan nila + ekstrak 80 ppm penyimpanan 5 hari
4.2 Pembahasan
4.2.1 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak
Etanol Daun Keji Beling
Berdasarkan hasil skrining fitokimia, diperoleh bahwa ekstrak etanol daun keji beling pada golongan saponin dengan penambahan akuades, tidak menunjukkan
adanya pembentukan busa yang stabil saat dikocok.Pada golongan terpen dengan pereaksi CeSO
4
1 dalam H
2
SO
4
10 , tidak membentuk endapan berwarna coklat kemerahan.Pada golongan fenolik dengan pereaksi FeCl
3
1 terbentuk endapan kehitaman.Pada golongan alkaloid dengan pereaksi Wagner, Bouchardat,
dan Dragendorf terjadi perubahan warna dan pembentukan endapan, sedangkan dengan pereaksi Meyer tidak terjadi pembentukan endapan putih
kekuningan.Sehingga, ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun keji beling mengandung senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid dan fenolik.Isnawati,
A dkk 2004 juga telah melakukan penelitian tentang karakterisasi simplisia dan ekstrak daun Strobilanthus crispus.Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol
daun Strobilanthus crispus positif mengandung senyawa alkaloid dan fenolik.
4.2.2 Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Keji Beling
Aktivitas antimikroba ekstrak etanol daun keji beling terhadap empat jenis mikroba yaitu Candida albicans, Microspoprum gypseum, Bacillus cereus dan
Shigella dysentriae memberikan hasil zona hambat yang berbeda.Mikroba uji yang paling sensitif terhadap ekstrak etanol daun keji beling adalah candida
albicans.Mikroba uji Microsporum gypseum, Bacillus cereus dan Shigella dysentriae tidak dapat dihambat dengan baik oleh ekstrak etanol daun keji beling.
Davis dan Stout dalam Kesuma 2010 mengemukakan bahwa kekuatan daya antibakteri adalah daerah hambatan 20 mm atau lebih termasuk sangat kuat,
daerah hambatan 10-20 mm kategori kuat, daerah hambatan 5-10 mm kategori sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau kurang termasuk kategori lemah. Adanya
perbedaan diameter zona hambat pada keempat mikroba menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sensitivitas ekstrak pada mikroba uji tersebut. Senyawa yang
bersifat sebagai antimikroba dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel serta kerusakan pada membran sel berupa denaturasi protein dan lemak yang menyusun
membran sel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona hambat terjadi pada jamur Candida abicans dimulai pada konsentrasi 100 mgml dan terus meningkat hingga
konsentrasi 500 mgml. Sedangkan pada jamur Microsporum gypseum, zona hambat terbentuk dimulai pada konsentrasi 500 mgml. Hal ini disebabkan karena
jamur Microsporum gypseum merupakan jamur berfilamen yang multiseluler, sedangkan jamur Candida albicans merupakan jamur uniseluler. Namun, pada
bakteri Bacillus cereus dan Shigella dysentriae tidak mampu dihambat pertumbuhannya oleh ekstrak etanol daun keji beling.
Hal ini diperkirakan karena berdasarkan hasil skrining fitokimia ekstrak etanol daun keji beling mengandung senyawa alkaloid dan fenolik. Dimana dalam
penelitian ini diduga alkaloid yang lebih berperan terhadap aktivitas antijamur pada jamur Candida albicans. Alkaloid merupakan suatu senyawa yang bersifat
basa, yang mengandung atom nitrogen. Rahayu et al 2009, mengatakan bahwa alkaloid memiliki sifat basa pH7 dan pahit. Sifat basa ini kemungkinan akan
menekan pertumbuhan jamur Candida albicans, karena jamur tersebut tumbuh pada pH 3,8-5,6.
Pada penelitian ini juga dilakukan pembanding dengan menggunakan antibiotik Chloramphenicol terhadap bakteri Bacillus cereus dan Shigella
dysentriae serta antibiotik Nystatin terhadap jamur Candida albicans dan Microsporum gypseum. Antibiotik Chloramphenicol 50 mgml menghasilkan
zona hambat sebasar 36,15 mm pada bakteri Bacillus cereus dan 30,63 mm pada bakteri Shigella dysentriae. Dapat dilihat bahwa, ekstrak etanol daun keji beling
tidak menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri jika dibandingkan dengan antibiotik tersebut.
Berbeda halnya dengan antibiotik Nystatin. 10000 unit Nystatin menghasilakn zona hambat sebesar 16,37 mm pada jamur Candida albicans dan
12,56 mm pada jamur Microsporum gypseum. Bardasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun keji beling pada konsentrasi 400 mgml
menunjukkan aktivitas yang sebanding dengan 10000 unit antibiotik Nystatin pada jamur Candida albicans. Sedangkan pada konsentrasi 500 mgml tidak
menunjukkan aktivitas yang sebanding dengan 10000 unit Nystatin pada jamur Microsporum gypseum.
Adapun zona hambat yang dibentuk oleh antibiotik terhadap pertumbuhan mikroba, ditunjukkan pada gambar berikut ini :
a b
c d
Gambar 4.5 Antibiotik Pembanding Chloramphenicol terhadap bakteri a Bacillus cereus b Shigella dysentriae
Antibiotik Pembanding Nystatin terhadap jamur c Candida albicans d Microsporum gypseum
4.2.3 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Keji Beling