Saran Ekstraksi Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak etanol daun keji beling mengandung senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid dan fenolik. 2. Ekstrak etanol daun keji beling Strobilanthes crispus BI memiliki aktivitas sebagai antimikroba yang efektif terhadap jamur Candida albicans dan tidak efektif pada jamur Microsporum gypseum, Bakteri Bacillus cereus dan Shigella dysentriae. 3. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun keji beling dengan metode DPPH memiliki nilai IC 50 sebesar 155,2ppm. Sifat antioksidan terhadap daging ikan nila menunjukkan bilangan peroksida yang semakin kecil seiring dengan penambahan konsentrasi ekstrak etanol daun keji beling yang semakin besar.

5.2 Saran

Diharapkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti selanjutnya untuk menguji aktivitas antimikroba dengan metode dilusi untuk mengetahui konsentrasi minimum ekstrak yang dapat membunuh mikroba, serta menguji sifat antijamur terhadap jamur uniseluler yang lain. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian tumbuhan Keji Beling Strobilanthes crispus BI

2.1.1 Deskripsi Tumbuhan

Tumbuhan Keji beling tumbuh liar dihutan, tepi sungai, tebing-tebing dan sering ditanam sebagai tanaman pagar di pekarangan. Tanaman ini terdapat dari madagaskar sampai Indonesia, tumbuh pada ketinggian 50 m sampai 1.200 m dpl. Tumbuhan semak ini memiliki tinggi 0,5-1 m. Batang beruas, bulat, bercabang, berambut kasar, dan berwarna hijau. Daun tunggal, bertangkai pendek, dengan letak berhadapan. Helaian daun memanjang atau hampir jorong, tepi bergerigi, ujung meruncing, pangkal runcing, kedua permukaan kasar, pertulangan menyirip, panjang 9-18 cm, lebar 3-8 cm, dan berwarna hijau. Perbungaan majemuk, berkumpul dalam bulir padat. Mahkota bunga berbentuk corong, terbagi 5, panjang 1,5-2 cm, berambut, dan berwarna kuning. Buah berbentuk gelendong, berisi 2-4 biji. Biji bulat, pipih, kecil-kecil, berwarna coklat Dalimartha, 2006. Tumbuhan keji beling ditunjukkan pada gambar 2.1 sebagai berikut : Gambar 2.1 Tumbuhan Keji Beling

2.1.2 Kandungan Senyawa Kimia Tumbuhan

Daun keji beling Strobilanthes crispus mengandung alkaloid, tanin dan flavonoid Isnawati, A dkk. 2004 . Daun keji beling juga mengandung beberapa mineral seperti kalium dengan kadar tinggi, asam silikat, natrium dan kalsium Dalimartha, 2006.

2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan Keji Beling Strobilanthes crispus BIadalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Dycotiledoneae Ordo : Scrophulariales Famili : Achanthaceae Genus : Strobilanthes Spesies : Strobilanthes crispus BI Nama Lokal : Keji Beling Herbarium Medanense, 2014

2.1.4 Khasiat Tumbuhan

Daun keji beling memiliki kegunaan sebagai obat disentri, diare mencret dan obat batu ginjal serta dapat juga sebagai penurun kolesterol. Daun keji beling juga kerap digunakan untuk mengatasi tubuh yang gatal kena ulat atau semut hitam, caranya dengan cara mengoleskan langsung daun keji beling pada bagian yang gatal tersebut. Untuk mengatasi diare, disentri, seluruh bagian dari tanaman ini direbus, selama lebih kurang setengah jam, kemudian airnya diminum. Sama juga prosesnya untuk mengobati batu ginjal. Daun keji beling juga dapat mengatasi kencing manis dengan cara dimakan sebagai lalapan secara teratur setiap hari. Daun tanaman ini selain direbus untuk diminum airnya, juga dapat dimakan sebagai lalapan setiap hari dan dilakukan secara teratur untuk mengobati penyakit lever sakit kuning, ambien wasir dan maag dengan cara dimakan secara teratur Nursiyah, 2013.

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Sampel yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai sampel dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Prosedur ekstraksi yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan dan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari tanaman menggunakan pelarut yang selektif. Tanaman yang diekstrak mengandung campuran kompleks dari metabolit seperti alkaloida, glikosida, terpenoid, flavonoid. Metode ekstraksi dengan maserasi adalah proses pengekstrakkan sampel dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya Depkes. 2000.

2.3 Senyawa Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit pada makhluk hidup dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, senyawa metabolit primer dan senyawa metabolit sekunder. Senyawa Metabolit primer didefinisikan sebagai produk akhir dalam proses metabolisme makhluk hidup yang fungsinya sangat esensial bagi kelangsungan hidup organisme tersebut, serta terbentuk secara intraseluler. Contohnya, protein, lemak, karbohidrat dan DNA. Sedangkan senyawa metabolit sekunder dapat didefinisikan sebagai suatu produk metabolik yang dihasilkan oleh proses metabolisme sekunder makhluk hidup, dimana produk tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok untuk hidup dan tumbuh, serta terbentuk secara ekstraseluler. Metabolit sekunder banyak bermanfaat bagi manusia, dan makhluk hidup lain karena banyak diantaranya bersifat sebagai obat, vitamin, pigmen Pratiwi, S.T. 2008 Skrining fitokimia merupakan uji kualitatif kandungan kimia dalam suatu tumbuhan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung didalam tumbuhan tersebut. Senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat untuk kesehatan diantaranya alkaloid, flavonoid, terpenoid, tannin, dan saponin.

2.3.1 Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih gugus hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tumbuhan termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid dapat bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak Sirait, 2000. Sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit hingga dapat menolak sejenis ulat tertentu Sastrohamidjojo, 1996. Pemeriksaan senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan menambahkan larutan besi III klorida 1 dalam air atau etanol yang menimbulkan warna hijau, merah ungu, ataupun hitam kuat Mailandari, 2012

2.3.2 Alkaloid

Alkaloid adalah metabolit basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang biasanya dalam gabungan berbentuk siklik. Alkaloid umumnya memiliki sifat padatan kristal, sedikit alkaloid berbentuk amorf, dan sebagian ada yang cair, bersifat basa, berasa pahit, kebanyakan alkaloid tidak berwarna tetapi bebrapa senyawa yang kompleks spesies aromatik berwarna. Pada umumnya basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, tetapi ada bebrapa yang dapat larut dalam air Sastrohamidjojo, 1996. Alkaloid dapat dideteksi dengan menggunakan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Bouchardat Mailandari, 2012

2.3.3 Terpen

Terpen adalah suatu senyawa yang tersusun atas isoprene dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C 5. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa seperti monoterpene dan seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang sukar menguap dan yang tidak menguap triterpene dan sterol. Secara umum senyawa ini larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya senyawa ini diidentifikasi dengan pereaksi Liberman- Buchard anhidrat asetat-asam sulfat yang memberikan warna hijau kehitaman sampai biru Mailandari, 2012

2.3.4 Saponin

Pembentukan busa sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada saat memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti akan adanya saponin. Uji saponin yang sederhana adalah mengocok ekstrak alkohol-air dari tumbuhan dalam tabung reaksi dan diperhatikan apakah ada terbentuk busa tahan lama pada permukaan cairan. Saponin juga dapat diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan kemampuannya menghemolisis sel darah Harborne, 1996.

2.3.5 Tanin

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Didalam tumbuhan letak tannin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma. Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Secara kimiawi tannin merupakan senyawa kompleks yang biasanya merupakan campuran polifenol Harborne, 1996. Tannin dapat diidentifikasi dengan menggunakan larutan larutan besi III klorida 1 dan timbal II asetat 25 Mailandari, 2012

2.4 Antimikroba

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Berdasarkan jenis mikroorganisme yang dimatikan atau dihambat pertumbuhannya, antimikroba terbagi menjadi antibakteri, antijamur, antivirus, dan anti-protozoa. Zat antijamur merupakan bahan yangdapat membasmi jamur pada umumnya, khususnya yang bersifat patogen bagi manusia. antijamur bekerja menurut salah satu dari berbagai cara, antara lain menyebabkan kerusakan dinding sel, perubahan permeabilitas sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, atau penghambatan sintesis asam nukleat dan protein. Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan bahkan dapat mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme bakteri yang merugikan. Mekanisme kerja antibakteri dapat terjadi melalui bebrapa cara yaitu, merusak dan menghambat sintesis dinding sel, mengubah permeabilitas sel, dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat Pelczar, M.J. 1988

2.4.1 Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dapat terlihat dengan bantuan mikroskop. Ukuran bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10 μ dan lebar 0,5 sampai 2,5 μ μ = 1 mikron = 0,001 mm tergantung dari jenisnya. Bakteri terdapat secara luas di lingkungan alam yang berhubungan dengan hewan, udara, air dan tanah. Bakteri berkembang biak secara aseksual yaitu dengan proses pembelahan diri menjadi dua Buckle. 2007. Sebagian besar mikroorganisme tidak berwarna, sehingga untuk dapat melakukan pengamatan dibawah mikroskop cahaya diperlukan pewarnaan mikroorganisme dengan menggunakan pewarna. Pewarnaan diferensial menggunakan lebih dari satu pewarnadan memiliki reaksi yang berbeda untuk setiap bakteri, sehinnga digunakan untuk membedakan bakteri. Pewarnaan diferensial yang sering digunakan adalah pewarnaan gram, yang diciptakan oleh Hans Christian Gram pada tahun 1884, sehingga dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar bakteri, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Perbedaan warna antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif disebabkan oleh adanya perbedaan struktur dinding sel Pratiwi, S.T. 2008

2.4.2 Bakteri Gram Positif

Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna crystal violet-iodin,sewaktu proses pncucian dengan alkohol. Sehingga bakteri jenis ini akan berwarna ungu dibawah mikroskop. Kompleks warna crystal violet-iodin yang masuk kedalam sel bakteri Gram positif tidak dapat tercuci oleh alkohol karena adanya lapisan peptidoglikan yang kokoh pada dinding sel. Bakteri Gram positif banyak mengandung peptidoglikan Pratiwi, S.T. 2008

2.4.2.1 Bacillus cereus

Bacillus cereus merupakan bakteri gram-positif, aerob fakultatif, dan dapat membentuk spora.Keracunan makanan karena Bacillus cereus mempunyai dua bentuk yang berbeda yaitu, jenis muntah yang berkaitan dengan nasi yang tercemar dan jenis diare yang berkaitan dengan daging dan saus. B. cereus adalah mikroorganisme tanah yang sering mengkontaminasi nasi. Bila sejumlah nasi dimasak dan dibiarkan dingin perlahan-lahan, spora B. cereusbertunas dan sel vegetatif menghasilkan toksin Jawetz, et al. 2001. Bentuk dan kalsifikasi dari bakteri B. cereus ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut Kotiranta A, et al . 2000. Klasifikasi Bacillus cereus: Kingdom : Bacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Bacillaceae Genus : Bacillus Spesies : Bacillus cereus Gambar 2.2 Bakteri Bacillus cereus Kotiranta A, et al . 2000

2.4.3 Bakteri Gram Negatif

Bakteri Gram negatif adalah bakteri yang tidak dapat mempertahankan zat warna crystal violet-iodin sewaktu pencucian dengan alkohol. Sehingga bakteri akan berwarna merah setelah diberi pewarna safranin. Pada bakteri Gram negatif, alkohol dapat merusak lapisan lipopolisakarida dan menyebabkan sel bakteri transparan yang kemudian diberi pewarna merah. Dinding sel bakteri Gram negatif banyak mengandung lipopolisakarida Pratiwi, S.T. 2008

2.4.3.1 Shigella dysenteriae

Habitat alami Shigella terbatas pada sistem saluran intestinal manusia, dan binatang menyusui, dimana mereka menghasilkan disentri basillus. Shigella merupakan batang gram negatif yang tipis, berbentuk coccobacilli terjadi pada pembenihan muda. Shigella merupakan fakultatif anaerob, tetapi tumbuh baik secara aerob. Koloni shigella cembung, bundar, transparan dengan diameter sampai kira-kira 2 mm dalam 24 jam. Shigella dapat menular. Dosis menular adalah 10 3 organisme. Semua Shigella mengeluarkan toksin liposakaridanya yang berpengaruh pada iritasi dinding usus jawetz, et al. 2001. Bentuk dan kalsifikasi dari bakteri Shigella ditunjukkan pada gambar 2.3 berikut Hale, T.L and Keusch, G.T. 1996. Klasifikasi Shigella : Kingdom : Bakteria Filum : Proteobakteria Kelas : Gamma Proteobakteria Ordo : Enterobakteriales Famili : Enterobakteriaceae Genus : Shigella Spesies : Shigella boydii Shigella dysentriae Shigella flexneri Shigella sonnei Gambar 2.3 Bakteri Shigella dysentriae Hale, T.L and Keusch, G.T. 1996

2.4.4 Jamur

Jamur fungi merupakan organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya sumber karbon dan energi. Beberapa fungi dapat bersifat menguntungkan yaitu sebagai elemen daur ulang dan dapat bersifat merugikan karena menimbulkan penyakit bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Fungi bereporoduksi baik secara aseksual maupun seksual. Fungi tumbuh dalam kisaran temperatur yang luas, dengan temperatur optimal berkisar antara 22-30 . Spesies fungi patogenik mempunyai temperatur pertumbuhan optimal lebih tinggi yaitu berkisar antatra 30-37 C. Fungi tumbuh baik pada pH ± 5 Pratiwi, S.T. 2008

2.4.4.1 Candida albicans

Candida merupakan flora normal dan banyak tersebar di dalam tubuh terutama di membran mukosa saluran pencernaan 24 dan mukosa vagina 5-11 . Jamur ini bersifat oportunistik dan beberapa spesies Candida dapat menyebabkan infeksi seperti C. tropicalis, C. glablata dan terutama C. albicans sebagai spesies yang paling sering menyebabkan infeksi. Pada pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Gram-positif dapat ditemukan Candida albicans dalam bentuk yeast, berbentuk oval dengan diameter kurang lebih 5μm. C. albicans sering juga ditemukan dalam bentuk mycelium. C. albicans dapat tumbuh baik pada media agar Saboroud, tetapi dapatjuga tumbuh pada media kultur biasa. Setelah proses inkubasi, pada media agar terlihat koloni C. albicans berbentuk bulat, berwarna putih dengan permukaan koloni yang terlihat agak kasar Riskillah, A.G. 2010. Bentuk dan klasifikasi dari jamur C.albicans ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut McClary and Otho. 1952 Klasifikasi Candida albicans: Kingdom : Fungi Divisi : Ascomycota Kelas : Saccharomycetes Ordo : Saccharomycetales Famili : Saccharomycetaceae Genus : Candida Spesies : Candida albicans Gambar 2.4 Jamur Candida albicans McClary and Otho. 1952

2.4.4.2 Microsporum gypseum

Koloni dari Microsporum gypseum tumbuh dengan cepat, menyebar dengan permukaan yang mendatar.Microsporum gypseum merupakan penyebab penyakit kulit, pemakan zat tandukatau keratin, serta merusak kuku dan rambut.Jamur microsporum gypseum dapatditularkan secara langsung. Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang atau dari tanah Wicaksana. 2008 Bentuk dan kalsifikasi dari jamur Microsporum gypseum ditunjukkan pada gambar 2.5 sebagai berikut Currah, R. 1985. Klasifikasi Microsporum gypseum: Kingdom : Fungi Divisi : Ascomycota Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Onygenales Famili : Arthrodermataceae Genus : Microsporum Spesies : Microsporum gypseum Gambar 2.5 Jamur Microsporum gypseumCurrah, R. 1985

2.4.5 Metode Pengukutan Aktivitas Antimikroba

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu metode dilusi atau difusi. 1. Metode dilusi mengggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan diinkubasi. Tahap akhir antimikroba yang menghambat atau mematikan selanjutnya dilarutkan kembali. Uji kepekaan dengan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi. Uji kepekaan cara dilusi cair yang menggunakan tabung reaksi, tidak praktis dan jarang dipakai. Keuntungan dari metode ini adalah uji ini memberi hasil kuantitatif yang menunjukkan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk mematikan bakteri. 2. Metode difusi yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas yang berisi sejumlah antimikroba ditempatkan pada media padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan untuk mengukur kekuatan hambatan senyawa antimikroba terhadp mikroba uji Jawetz, et al. 2001

2.5 Antioksidan

2.5.1 Pengertian Antioksidan

Dalam pengertian secara kimia, antioksidan adalah senyawa pemberi elektron electron donors. Sedangkan secara biologis, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat Winarsi, 2007. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu membersihkan, menghilangkan dan menahan pembentukan oksigen reaktif atau radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya, sehingga sangat reaktif untuk mendapatkan pasangan elektron dengan mengikat sel-sel tubuh. Proses pengambilan elektron dari sel-sel tubuh menyebabkan kerusakan sel. Antioksidan inilah yang mampu mengubah sel-sel tubuh menjadi pengaman untuk melawan radikal bebas penyebab berbagai penyakit. Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia, contohnya Butil Hidroksi Anisol BHA, Butil Hidroksi Toluen BHT dan lain-lain. Sedangkan antioksidan alami adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami tumbuhan yang umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, kumarin, dan tokoferol Windono. 2001. Secara umum, berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu : 1. Antioksidan primer Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase SOD, katalase, glutation peroksidase GSH-Px. Suatu senyawa dikatakan antioksidan primer, apabila senyawa tersebut dapat memberikan atom hydrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru, atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif Winarsi, 2007. 2. Antioksidan sekunder Antioksidan sekunder bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Antioksidan sekunder ini meliputi vitamin E, vitamin C, -karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin, dan albumin. Vitamin C, karotenoid dan lainnya banyak terdapat dalam sayur dan buah-buahan Winarsi, 2007. Oleh sebab itu untuk memperoleh antioksidan tersebut diperlukan asupan sayur-sayuran, buah-buahan dalam jumlah yang tinggi. 3. Antioksidan tersier Kelompok antioksidan tersier ini meliputi system enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reductase. Enzim-enzim ini atau antioksidan tersier ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas Winarsi, 2007.

2.5.2 Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Salah satunya adalah dengan metode DPPH 2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil. Metode menggunakan DPPH yang bertindak sebagai radikal bebas merupakan metode yang paling sering digunakan untuk pengukuran aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman obat. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Prinsip dari metode DPPH adalah penghilangan warna untuk mengukur aktivitas antioksidan yang langsung menjangkau radikal DPPH dengan pemantauan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm menggunakan spektrofotometer. Aktivitas antioksidan tersebut dinyatakan sebagai konsentrasi inhibisi Inhibition Concentration atau IC 50 . IC 50 adalah nilai yang menunjukkan kemampuan penghambatan proses oksidasi sebesar 50 suatu konsentrasi sampel ppm. Nilai IC 50 yang semakin kecil menunjukkan semakin tingginya aktivitas antioksidan. Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat apabila nilai IC 50 kurang dari 50 ppm, antioksidan kuat jika IC 50 bernilai 50-100 ppm, antioksidan sedang jika IC 50 bernilai 100-150 ppm, dan antioksidan dikatakan lemah jika IC 50 bernilai 151-200 ppm Blois, 1958.

2.5.3 Aplikasi Sifat Antioksidan terhadap Daging Ikan Nila

Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan nila berasal dari Sungal Nil dan danau-dana sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut: Kelas : Osteichthyes Sub-kelas : Acanthoptherigii Ordo : Percomorphi Sub-ordo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus. Terdapat 3 jenis nila yang dikenal, yaitu: nila biasa, nila merah nirah dan nila Albino Deputi Menegristek. Ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti misalnya asam lemak omega-3, omega-6. Asam-asam lemak tak jenuh sangat mudah mengalami proses oksidasi. Penyimpanan ikan yang kurang baik, dapat menyebabkan perubahan fisik maupun komposisi kimianya. Asam-asam lemak tak jenuh pada ikan yang rentan teroksidasi menghasilkan hidroperoksida dan hasil uraian lain seperti aldehid dan keton yang dapat meyebabkan mutu ikan segar menurun Khamidinal, dkk. 2007 Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik. Secara umum yang membedakan antara ketengikan hidrolitikdan oksidatif selain kadar air adalah kondisi suhu dimana produkmakanan tersebut disimpan. Biasanya ketengikan hidrolitik tidak terjadi pada penyimpanan suhu rendah, sedangkan ketengikan oksidatif masih bisa berlangsung pada suhu rendah sekalipun. Bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang paling sering dilakukan untuk mentukan bilangan peroksida adalah berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dittrasi dengan natrium tiosulfat. Ketaren. 1986 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya alam tumbuh-tumbuhan. Jumlah spesies tumbuhan yang tersebar di seluruh Nusantara Indonesia diperkirakan sekitar 40.000 jenis dan lebih kurang 1000 spesies telah terpakai sebagai obat tradisional Hargono. 2012. Akhir-akhir ini penggunaan tumbuhan herbal mulai dikembangkan kembali dalam upaya upaya penggalian potensi alam untuk mencari bahan baku obat dengan memanfaatkan tumbuhan yang umumnya telah diketahui manfaatnya oleh masyarakat. Salah satu tumbuhan yang telah digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat adalah tumbuhan Keji Beling. Keji beling merupakan salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan.Tumbuhan keji beling adalah jenis tumbuhan yang biasa ditanam masyarakat sebagai tumbuhan pagar dan dapat tumbuh hampir diseluruh wilayah Indonesia. Tumbuuhan keji beling juga merupakan tumbuhan herbal liar yang hidup menahun dan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dalam penyembuhan beberapa penyakit Gunawan. 2011 Dari berbagai penelitian diketahui tanaman Keji Beling mengandung zat- zat kimia antara lain : kalium, natrium, kalsium, asam silikat, alkaloida, saponin, flavonoida, dan polifenol, terutama pada bagian daunnya. Bagian daun yang diolah menjadi simplisia atau sebagai daun segar, digunakan sebagai bahan racikan jamu atau obat-obatan. Ramuan keji beling untuk mengobati beberapa jenis penyakit antara lain batu ginjal, infeksi ginjal, tumor, diabetes melitus, prostat ambeien, gangguan fungsi lever, kolesterol tinggi, maag, diare, serta terkena ulat bulu dan semut hitam Sulkani, 2013. Keji beling Strobilanthes crispus juga merupakan ramuan terkenal yang memiliki beragam aktivitas biologis dan fungsi farmakologi seperti antioksidan, antiproliferatif, antimikroba dan antihiperglikemik Bakar, dkk, 2006. Selain itu Indonesia juga merupakan Negara tropis yang beriklim hangat. Sehingga kondisi ini mampu mendukung mikroorganisme untuk tumbuh subur, baik mikroorganisme yang menguntungkan maupun mikroorganisme yang patogen. Mikroorganisme yang patogen dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia, seperti gangguan pada saluran pernapasan, kulit, pencernaan dan lain- lain. Adanya Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan berupa flavonoid, fenolik, alkaloid, terpenoid dan minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen yang merugikan bagi kehidupan manusia Utami, 2013. Penyakit yang diakibatkan oleh infeksi mikroorganisme merupakan salah satu penyakit yang selalu menjadi pusat perhatian. Kasus penyakit infeksi sering terjadi di kalangan masyarakat. Infeksi disebabkan oleh masuknya mikroba atau parasit. Berbagai penelitian yang telah dilakukan dalam rangka mencegah dan mengobati penyakit infeksi, telah ditemukan berbagai obat atau zat untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroba. Akhir-akhir ini penggunaan antioksidan juga semakin berkembang, baik untuk makanan maupun untuk pengobatan seiring dengan berkembangnya pengetahuan mengenai radikal bebas. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat radikal bebas dalam tubuh. Senyawa-senyawa antioksidan sintetik telah dibatasi penggunaannya karena bersifat karsinogenik. Sehingga untuk menghindari efek samping dari penggunaan antioksidan sintetik maka penggunaan antioksidan alami menjadi alternatifnya. Bakar dkk 2006 telah melakukan penelitian aktivitas antioksidan dan sifat antiproliferatif dari variasi tipe teh keji beling Strobilanthes crispus dengan metode DPPH dan metode FRAP. Dari penelitian tersebut dihasilakan aktivitas antioksidan yang tinggi dari ekstrak air panas teh keji beling. Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder dengan skrining fitokimia, aktivitas antioksidan serta aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol daun keji beling Strobilanthes crispus dalam menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus, Shigella dysentriae dan jamur Candida albicans, Microsporum gypseum.

1.2 Perumusan Masalah