Kredit Bermasalah Deskripsi Teori

loan yang merupakan istilah yang sudah lazim digunakan di dunia internasional, sedangkan istilah lain dalam bahasa Inggris yang biasa dipakai juga bagi istilah kredit bermasalah adalah non perfoming loan Rachmadi Usman, 2003:259. b. Penggolongan Kredit dan Indikator Terjadinya Kredit Bermasalah Kredit bermasalah adalah kredit yang tidak dapat kembali tepat pada waktunya.Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan perkreditan bank karena bank tidak mungkin menhindarkan adanya kredit bermasalah.Bank hanya berusaha menekan seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi ketentuan Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan. Menurut Mudrajat Kuncoro 2002: 462, kredit bermasalah adalah suatu keadaan di mana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan sebelumnya. Sebelum mengetahui tentang implikasi yang timbul bagi bank sebagai akibat dari timbulnya kredit bermasalah, terlebih dahulu harus dijelaskan beberapa pengertian mengenai kategori kolektibilitas kredit berdasarkan ketentuan yang dibuat Bank Indonesia, adalah sebagai berikut: 1 Kredit Lancar Kredit lancar adalah kredit yang tidak mengalami penundaan pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunga.Selain itu, dapat dikatakan kredit lancar apabila terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga namun belum melampaui 3 bulan. 2 Kredit Kurang Lancar Kredit kurang lancar adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama 3 tiga bulan dari waktu yang diperjanjikan, namun belum melampaui 6 bulan. 3 Kredit diragukan Kredit diragukan adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama 6 enam bulan atau dua kali dari jadwal yang telah diperjanjikan. 4 Kredit macet Kredit diragukan adalah kredit yang mengembalikan pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selam lebih dari 1 tahun dari jadwal yang telah diperjanjikan Lukman Dendawijaya: 2003. Kredit bermasalah menurut ketentuan Bank Indonesia, merupakan kredit yang digolongkan ke dalam kolektibilitas Kurang Lancar KL, Diragukan D, dan Macet M, sedangkan penilaian atau penggolongan suatu kredit ke dalam tingkat kolektibilitas kredit tertentu didasarkan pada kriteria kuantitatif dan kualitatif. Kriteria penilaian secara kuantitaif didasarkan pada keadaan pembayaran kredit oleh nasabah yang tercermin dalam catatan pembukuan bank, yaitu mencakup ketepatan pembayaran pokok. Bunga maupun kewajiban lainnya. Penilaian tersebut dapat dilihat dari data historis dari masing-masing rekening pinjaman. Kriteria penilaian secara kualitatif didasarkan pada prospek usaha debitur dan kondisi keuangan usaha debitur. Dalam menentukan penilaian usaha debitur yang dinilai adalah kemampuan debitur membayar kembali pinjaman dari hasil usahanya sesuai perjanjian. Sesuai dengan ketentuan direksi Bank Indonesia No. 31147KEPDIR tanggal 12 November 1998, yang tercantum dalam buku Mudrajat Kuncoro 2012: 463, kualitas aktiva produktif Kredit dinilai berdasarkan tiga kriteria: yaitu berdasarkan prospek usaha, kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur dan kemampuan membayar. Dengan tiga kriteria tersebut kualitas kredit digolongkan menjadi Lancar L, Kurang Lancar KL, Diragukan D, dan Macet M. Perhitungan untuk presentase kredit bermasalah adalah sebagai berikut: a Non Perfoming Loan NPL Rasio = KL + D + M Total Kredit yang diberikan KYD Keterangan : Apabila NPL 5 dan kecenderungannya meninglat, maka dapat disimpulkan: - Penanganan tagihan atas angsuran tidak efektif. - PPAP yang harus dibentuk juga naik. - Adanya indikasasi kredit bermasalah - Penyelesaian kredit tidak terjadwal dengan baik. Apabila terjadi kredit bermasalah dalam aktivitas perkreditan pada bank, maka pihak bank tidak boleh begitu saja memaksakan kepada debitur untuk segera melunasi hutangnya, walaupun juga pihak debitur berkewajiban untuk mengembalikan kredit yang telah diterimanya berikut dengan bunga sesuai yang tercantumkan dalam perjanjian awal. Untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pihak bank pada tahapan pertama adalah upaya penyelamatan kredit dengan syarat apabila bank mempunyai keyakinan bahwa usaha nasabah masih mempunyai prospek untuk berkembang. Bekti Kretiantoro 2006 menjelaskan beberapa tindakan penyelamatan untuk mengatasi timbulnya kredit bermasalah adalah sebagai berikut: 1 Rescheduling Penjadwalan Kembali Rescheduling merupakan upaya pertama dari pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikannya kepada debitur dengan cara melakukan perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dana atau jangka waktunya. Cara ini dilakukan jika ternyata pihak debitur tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya dal hal pembayaran kembali angsuran pokok maupun bunga kredit. 2 Reconditioning Persyaratan Kembali Reconditioning merupakan usaha pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikan dengan cara mengubah sebagian atau seluruh kondisi persyaratan yang semula disepakati bersama pihak debitur dengan kreditu dan dituangkan dalam perjanjian kredit. Perubahan kondisi kredit dibuat dengan memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi oleh kreditur dalam pelaksanaan proyek atau bisnisnya 3 Restructuring Penataan Kembali Restructuring atau restrukturisasi adalah usaha penyelamatan kredit yang terpaksa harus dilakukan bank dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit. Dalam hal ini perubahan syarat-syarat kredit menyangkut penambahan dana, konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru atau konversi seluruh maupun sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan yang dapat disertai dengan penjadwalan kembali atau persyaratan kembali. 4 Eksekusi Jika usaha penyelamatan seperti diuraikan sebelumnya sudah dicoba namun nasabah masih juga tidak mampu memenuhi kewajibannya terhadap bank, maka jalan terakhir adalah bank melakukan eksekusi melalui berbagai cara antara lain; menyerahkan kewajiban kepada Badan Urusan Piutang Negara atau menyerahkan perkara ke pengadilan negeri perkara perdata. Penanganan ini dapat juga dikatakan sebagai penanganan secara litigasi atau melalui jalur hukum. Menurut Siswanto Sutojo 1997:333, indikator kredit bermasalah antara lain: 1 Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan atau bidang usaha dimana mereka beroperasi. 2 Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau adakarena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani. 3 Problem keluarga, misal perceraian atau pemborosan pleh salah satu anggota keluarga debitur. 4 Kegagalan debitu pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain. 5 Kesulitan likuiditas keuangan serius yang disebabkan dariadanya penagihan piutang yang memakan waktu lama 6 Munculnya kejadian diluar kekuasaan debitur, misal; bencana alam. 7 Watak debitur, dalam artian dari semula memang telah merencanakan tidak aan mengembalikan kredit. Keberadaan kredit bermasalah dapat dideteksi sejak dini. Gejala- gejala atau indikasi-indikasi kredit bermasalah yang ada pada BPR Shinta Putra Pengasih Kulon Progo antara lain: 1 Kondisi keuangan nasabah, yang dapat terlihat dari profil keuangan usaha yaitu: a Nasabah terlambat memberikan laporan keuangannya. b Pangsa pasar menurun sehingga laba menurun dan likuiditas, dalam hal ini kas masuk lebih kecil dari kas keluar. c Peningkatan hutang tidak proporsional apabila dibandingkan dengan aset produktif perusahaan. d Penagihan piutang memakan waktu lama. 2 Kondisi pengelolaan perusahaan, terjadi hal-hal sebagai berikut: a Terjadi perubahan perilaku dan kebiasaan pengurus perusahaan yang berdampak negatif pada keharmonisan manajemen. b Pola komunikasi dengan bank berubah dan kurang kooperatif. c Laporan-laporan tertinggal dan tidak akurat. Sedangkan menurut Tjoekam 1999: 264 indikator-indikator kredit bermasalah adalah sebagai berikut: 1 Kondisi keuangan debitur a Laporan keuangan asabah terlambat b Penjualan meningkat dalam bentuk kredit, tetapi proses penagihan lamban. c Stock barang menumpuk, bukti perusahaan nasabah dalam pemasaran lemah, persaingan kuat, adanya barang subsitusi. d Sering terjadi cash crisis. e Sumber dan penggunaan dana tidak tertib. 2 Kondisi business activity debitur setiap waktu a Produk bidang usaha mudah ditiru oleh para pesaing. b Dalam 3 tahun terakhir terjadi kemerosot prospek bidang usaha, yang diikuti oleh speulasi tinggi oleh manajemen. c Keunggulan produk nasabah tidak menonjol. d Hubungan dengan mitra usaha kurang mendapat perhatian, sehingga perusahaan menjadi terpencil dari percaturan pasar. e Market share menurun dan tidak diantisipasi oleh usaha. f Bidnag usaha kurang menggunakan kepesatan kemajuan teknologi, sehingga produknya ketinggalan. 3 Sikap para debitur a Tidak transparan dan non- kooperatif, tidak terbuka, dan tidak jujur, sehingga bank sukar mendapatkan informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan usaha nasabah. b Integritas, konsistensi, dan keterbukaan tidak terlihat dalam sikap positifnya. c Managerial skill masih lemah, sehingga tidak mampu mengkoordinasikan resources man, money, material, market, machine,method dengan demikian efisiensi susah dicapai dan tidak ada usaha up grading diri d Hubungan dengan bank seakan mempunyai jarak, sehingga sulit saling menyampaikan informasi. e Dalam manajemen terlihat one man show, sehingga komunikasi terputus bila tidak ada pengurus di tempat. f Tanpa konsultasi dengan bank, nasabah ,melakukan diversifikasi di luar core business-nya dan tidak yakin pada tenaga profesional. g Kurang peduli terhadap lingkugan kera dan lingkungan usaha. 4 Sikap bankir a Kelemahan dan kekurangan bankir, yakni tidak menguasai bidang usaha debitur, sehingga review analisisnya kurang tajam. b Kerjasama dengan debitur namun membawa kerugian kepada bank, seakan-akan bankir menjadi pengawas pegawai nasabah, terjadi kolusi, hanya berperan sebagai bankir. c Kurang bersemangat mengembangkan diri sebagai bankir profesional, kurang usaha dalam up dating pengetahuan dan practical banking-nya, cepat puas diri. d Analisi kreditnya dangkal dan kurang lengkap, data kurang akurat dan kurang relevan e Percaya begitu saja pada data yang disodokan debitur tanpa studi dan penelitian yang komprehensif. f Posisi lemah berhadapan pada pihak ketiga atau debitur tidak disiplin. g Sistematika dan tahapan kredit tidak diperhatikan. h Sistem dan prosedur yang menjadi acuan kurang diindahkan dan sering melakukan penyimpangan rambu-rambu perkreditan tidak diperhatikan. i Hanya sebagai penerima perintah dan tidak memberikan feedback ke atas. 5 Banking environment a Sinyal-sinyal yang timbul dari perubahan kondidi ekonomi, moneter, dan perbankan sendiri sangat mempengaruhi kondisi kredit nasabah. b Dampak deregulasi dan regulasi sektor finansial maupun sektor riil. c Sinyal-sinyal dari business cycle terhadap bidang usaha nasabah yang dampaknya dapat negatif dan merugikan bilamana tidak antisipatif. d Kondisi ekonomi dan moneter baik nasional maupun internasional kurang mampu diantisipasi oleh nasabah sehingga dapat membawa pengaruh negatif. e Fluktuasi tingkat suku bunga dan foreign exchange rate kurang antisipatif terhadap produk bidang usaha nasabah. f Peran bidang usaha nasabah terhadap gross domestic product baik nasional maupun regional serta perpajakan yang intinya akan mempengaruhi cashflow. g Pengaruh variables businnes cycle terhadap variable cashflow nasabah dapat pula terjaadi, sehingga nasabah ksulitan likuiditas cash in cash out. h Sinyal-sinyal dari kondisi sosial, politik, budaya, dan agama terhadap life cycle usaha nasabah.

4. Pengoptimalan Kinerja Auditor Internal

Internal Auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan.Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabn ya secara aktif. Untuk itu, pemeriksa internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran. Auditor internal bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan tugas pemeriksaan, yang harus disetujui dan direview oleh pengawas.Pengertian kinerja karyawan menunjukkan pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan seluruh tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Tugas tugas tersebut biasanya terdiri dari indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan, dan sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seorang karyawan akan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu. Jika dikaitkan dengan masalah perkreditan pada bank, dalam hal ini adalah BPR Shinta Putra, untuk penyelesaian kredit bermasalah seyogyanya memang dibutuhkan cara penyelesaian yang tepat, sehingga bank tidak mengalami kerugian. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memiliki auditor internal yang berkompeten dan profesional, khususnya dalam hal pengawasan kegiatan perusahaan bidang perkreditan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa, kinerja audior internal dapat dilihat dari hasil kerjanya yaitu berupa temuan-temuan yang dapat langsung diidentifikasi dan dilakukan perbaikan-perbaikan jika terjadi penyimpangan- penyimpangan. Selain itu kinerja auditor internal juga dapat diukur dari optimalisasi teknik audit yang diterapkan di lapangan.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain atau peneliti sebelumnya yang ada keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan saat ini, antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Restiana Lestari 2009 dengan judul “Peranan Audit Dalam Menunjang Efektivitas Pengendalian Internal Kredit Investasi pada PT. Bank Mandiri”. Tujuan dari penelitian yang relevan adalah untuk memperoleh gambaran efektivitas audit internal dan bagaimana peran audit internal dalam menunjang efektivitas pengendalian kredit investasi. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Hasil kesimpulan dari penelitian ini yang relevan adalah pelaksanaan keseluruhan audit internal di PT Bank Mandiri untuk kegiatan pemantauan kredit telah memadai untuk investasi sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh kantor pusat. Persamaan penelitian relevan dengan penelitian ini adalah sama- sama meneliti tentang audit internal dan kredit dalam sektor perbankan. Perbedaannya, pada penelitian yang relevan obyek yang diteliti adalah kredit investasi, sedangkan pada penelitian ini adalah kredit bermasalah. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Nomita Desi 2009 dengan judul penelitian “ Penyelesaian Kredit Bermasalah pada PT. Bank Danamon, Tbk. Cabang Semarang”. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah mengetahui bagaimana proses penyelesaian kredit bermasalah pada PT. Bank Danamon, Tbk. Cabang Semarang. Hasil penelitian yang diperoleh adalah PT. Bank Danamon, Tbk. Cabang Semarang memilih menyelesaikan kredit bermasalah melalui jalur non litigasi. Hal tersebut dikarenakan penyelesaian sengketa perkreditan melalui jalur penyelesaian non litigasi dapat memperoleh hasil yang maksimal. Persamaan penelitian relevan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang kredit bermasalah pada sektor perbankan. Perbedaannya, pada penelitian yang relevan lebih menitikberatkan pada cara atau jalur penyelesaian kredit bermasalah, sedangkan pada penelitian ini lebih pada analisis terhadap kinerja auditor internal dalam penyelesaian kredit bermasalah.

C. Kerangka Berfikir

Tujuan audit bagi suatu perusahaan tidak hanya sekedar untuk mengawasi dan mengecek kegiatan secara fisik saja, tetapi juga untuk melaksanakan suatu fungsi yang sangat berguna dalam melakukan pengecekan secara periodik terhadap catatan-catatan dan untuk menetapkan kebenaran catatan tersebut, mengevaluasi pengendalian internal dan mengecek adanya ketaatan pada prosedur yang telah ditetapkan. Audit internal merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu pengendalian disuatu perusahaan, termasuk dalam sektor perbankan. Kegiatan audit internal dalam sebuah perusahaan perbankan merupakan tuntunan atau kebutuhan bagi semua pihak guna menciptakan usaha yang sehat. Kegiatan ini pada hakikatnya mendorong terciptanya efisiensi usaha sehingga bank mampu bersaing secara sehat dalam pasar yang kompetitif serta dapat memacu penciptaan laba yang baik. Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya, atau dalam rangka meningkatkan produksinya. BPR Shinta Putra merupakan salah satu sarana perkreditan yang dikenal masyarakat sebagai penyedia dana pembiayaan kredit. Kredit adalah peminjaman oleh suatu bank kepada masyarakat yang nantinya akan dikembalikan lagi pada suatu masa yang mana telah disepakati sebelumnya. Dalam suatu pemberian kredit, bank atau pihak pemberi selalu berharap agar debitur memenuhi kewajibannya untuk melunasi tepat pada waktunya terhadap kredit yang telah diterimanya.Dalam praktik, tidak semua kredit yang telah dikeluarkan oleh bank dapat berjalan dan berakhir dengan lancar.Tidak sedikit pula terjadi kredit bermasalah disebabkan oleh debitur tidak dapat melunasi kreditnya tepat pada waktunya sebagaimna telah disepakati dalam perjanjian kredit antara pihak debitur dan perusahaan perbankan. Posisi audit internal pada bank akan menentukan tingkat kebebasannya dalam menjalankan tugas sebagai auditor. Status departemen audit internal dalam suatu perusahaan mempunyai pengaruh terhadap luasnya kegiatan serta tingkat serta tingkat independensinya dalam menjalankan tugasnya sebagai pemeriksa. Status organisasi dari departemen audit internal harus ditegaskan untuk dapat menyesuaikan tanggung jawab audit. Sebagai penilai independen tentang kecukupan pengendalian perusahaan., auditor internal hanya menempatkan diri sebagai nara sumber dalam pembuatan konsep pengendalian perusahaan. Pihak yang bertanggung jawab penuh dalam perancangandan implementasi pengendalian adalah manajemen dan direksi. Penilaian kinerja yaitu suatu penilaian yang dilakukan secara sistematis, mandiri, obyektif, dengan beroorientasi ke masa depan, atas kebijakan atau kebijakan atau keputusan manajemen didalam, mengelola sumber daya dan dana yang dipercayakan kepada dalam rangka meningkatkan profitabilits maupun pencapaian tujuan lainnya. Kinerja auditor internal dapat dilihat dari hasil temuan-temuannya terhadap penyimpangan yang ada, dalam hal ini berkaitan dengan kredit.