STANDAR OPERASIONAL DAN PROSEDUR

(1)

1

BADAN PEMBINAAN KEAMANAN POLRI DIREKTORAT LALU LINTAS

STANDAR OPERASIONAL DAN PROSEDUR

PENANGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS

DAN ANGKUTAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Umum

1. Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam urusan pemerintahan negara di bidang Lalu lintas dan Angkutan Jalan diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan adalah untuk memberikan jaminan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran masyarakat berLalu lintas di jalan agar masyarakat terbebas dari ancaman dan gangguan dalam beraktifitas di jalan dalam rangka meningkatan kualitas hidupnya.

2. Bahwa berdasarkan Pasal 227 Undang-Undang Lalu lintas Dan Angkutan Jalan, dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu lintas jalan, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib mendatangi tempat kejadian, menolong korban, melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara, mengolah tempat kejadian perkara, mengatur kelancaran arus Lalu lintas, mengamankan barang bukti, dan melakukan penyidikan perkara.

3. Dalam kegiatan penanganan Kecelakaan Lalu lintas, kecepatan dan akurasi tindakan serta efisiensi peralatan yang dipergunakan sangat menentukan efektivitas pertolongan terhadap korban dalam rangka meminimalisir korban meninggal dunia atau luka-luka yang mengakibatkan cacat tubuh, kerugian harta benda dan/atau permasalahan Lalu lintas Jalan yang timbul di tempat kejadian perkara.


(2)

2

4. Setiap tindakan yang dilakukan oleh petugas Polri di tempat kejadian perkara Kecelakaan Lalu lintas dan Angkutan Jalan harus dapat dipertanggungjawabkan baik kepada masyarakat atau rakyat, Negara dan Hukum, maupun kepada lembaga dan organisasi Polri. Oleh karena itu diperlukan suatu norma, standar, kriteria dan prosedur yang dipergunakan sebagai tolok ukur pertanggungjawaban setiap personel Polisi Lalu lintas yang mengangani Kecelakaan Lalu lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan kebijakan mutu pelayanan Polisi Lalu lintas dan nilai-nilai profesionalisme dan akuntabiilitas yang terkandung dalam kebijaksanaan dan strategi ”Trust Building”.

B. Maksud Dan Tujuan

1. Maksud

Penetapan Standar Operasional dan Prosedur Penanganan Kecelakaan Lalu lintas Dan Angkutan Jalan dimaksudkan sebagai instrumen teknis dalam rumusan norma, standar, kriteria dan prosedur tugas bagi anggota Polri pengemban fungsi teknis Lalu lintas untuk melaksanakan ketentuan Pasal 227 Undang-Undang No.20 Tahun 2009 tentang Lalu lintas Dan Angkutan Jalan.

2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Standar Operasional dan Prosedur Penanganan Kecelakaan Lalu lintas Dan Angkutan Jalan ini ditetapkan dengan tujuan umum :

1) Terwujudnya efektififitas, efisiensi, dan akuntabilitas setiap tindakan anggota Polisi Lalu lintas dalam kegiatan mendatangi tempat kejadian, menolong korban, melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara, mengolah tempat kejadian perkara, mengatur kelancaran arus Lalu lintas, mengamankan barang bukti, dan melakukan penyidikan perkara.


(3)

3

2) Terwujudnya suatu tolok ukur mutu pelayanan Polisi Lalu lintas dalam suatu kebijakan mutu yang memiliki daya kepastian, terukur secara profesional, proporsional, bermanfaat bagi masyarakat, dan dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis berasaskan nilai-nilai perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus Standar Operasional dan Prosedur Penanganan Kecelakaan Lalu lintas Dan Angkutan Jalan ini adalah :

1) Mencegah kesalahan prosedur dan/atau keterlambatan tindakan yang dapat berkibat pada fatalitas korban manusia;

2) Meminimalisir korban luka-luka dan/atau korban meninggal dunia manusia dan kerugian harta benda;

3) Mencegah kemacetan dan ketidaktertiban arus Lalu lintas di TKP Laka lantas;

4) Mempermudah serta mempercepat proses penyidikan / pengungkapan penyebab kecelakaan, dalam rangka proses penyelesaian perkara; dan

5) Menjamin kepastian hukum dan memperlancar proses pelayanan hak korban atau ahli waris yang benar-benar berhak atas santunan Kecelakaan Lalu lintas Jalan.

C. Ruang Lingkup

Standar Operasional Dan Prosedur Penanganan Kecelakaan Lalu lintas ini meliputi norma, standar, kriteria dan prosedur kegiatan yang dipergunakan oleh Polri pengemban fungsi teknis Lalu lintas dan Angkutan Jalan untuk :


(4)

4

1. mendatangi tempat kejadian perkara; 2. menolong korban;

3. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara; 4. mengolah tempat kejadian perkara;

5. mengatur kelancaran arus Lalu lintas; 6. mengamankan barang bukti; dan 7. melakukan penyidikan perkara.

BAB II

KETENTUAN UMUM

Dalam Standar Operasional ini yang dimaksud dengan :

1. Norma adalah aturan atau ketentuan hukum yang digunakan untuk menata penyelenggaraan tugas dalam penanganan Lalu lintas dan Angkutan Jalan.

2. Standar adalah ukuran dasar dengan kaidah-kaidah yang pasti dan baku yang digunakan sebagai patokan dalam menentukan terpenuhi atau tidaknya suatu target mutu kegiatan yang harus dilakukan dalam penanganan Kecelakaan Lalu lintas dan Angkutan Jalan.

3. Kriteria adalah ukuran yang dipakai sebagai dasar penilaian terhadap kesesuaian antara tingkat kerawanan dan/atau fatalitas korban Kecelakaan Lalu lintas dengan tindakan yang dilakukan dalam penanganannya.

4. Prosedur adalah tata cara yang ditetapkan untuk menerapkan norma-norma ketentuan menurut standar, kriteria, tahap-tahap, dan tingkat-tingkat kegiatan dalam penanganan Kecelakaan Lalu lintas Jalan.

5. Lalu lintas adalah adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu lintas Jalan.

6. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu lintas Jalan.


(5)

5

7. Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali Jalan Rel dan Jalan Kabel.

8. Lalu lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.

9. Kecelakaan Lalu lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

10. Tempat Kejadian Perkara Kecelakaan Lalu lintas adalah suatu lokasi di jalan tempat kecelakaan terjadi dimana ditempat itu terdapat korban dan/atau bukti-bukti yang menunjukkan bahwa telah terjadi suatu peristiwa Kecelakaan Lalu lintas dan Angkutan Jalan.

11. Korban Kecelakaan Lalu lintas adalah orang yang mengalami Kecelakaan Lalu lintas yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, luka berat, atau luka ringan pada anggota tubuh manusia.

12. Korban meninggal dunia Kecelakaan Lalu lintas adalah korban yang dipastikan meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut.

13. Korban luka berat Kecelakaan Lalu lintas adalah korban yang karena luka-lukanya itu ia menjadi menderita cacat tetap sebagai akibat langsung dari Kecelakaan Lalu lintas atau harus dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari sejak terjadi kecelakaan atau keadaan luka pada tubuh yang tidak akan sembuh lagi dengan sempurna sehingga tidak cakap lagi melakukan jabatan atau pekerjaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.


(6)

6

14. Korban luka ringan Kecelakaan Lalu lintas adalah korban luka-luka sebagai akibat Kecelakaan Lalu lintas, yang tidak termasuk dalam pengertian luka berat.

15. Kerugian harta benda dalam Kecelakaan Lalu lintas adalah kerugian yang timbul sebagai akibat langsung dari Kecelakaan Lalu lintas dalam wujud benda milik korban atau orang lain, kendaraan, bangunan, fasilitas umum, yang dapat dinilai dengan uang rupiah.

16. Santunan adalah sejumlah uang atau dana yang diberikan oleh pemerintah kepada korban kecelakaan Lalu lintas atau ahli warisnya melalui PT. Jasa Raharja berupa penggantian biaya pengobatan, santunan meninggal dunia, dan santunan cacat tetap, berdasarkan Undang-Undang No 33 Tahun 1964 jo PP No 17 Tahun 1965 atau Undang-Undang No 34 Tahun 1964 jo PP No 18 Tahun 1965.

17. Ahli waris korban adalah janda yang sah atau duda yang sah atau anak-anak yang sah atau orang tua yang sah dari korban yang meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) PP No 17 dan PP No 18 Tahun 1965.

18. Pelayanan korban Kecelakaan Lalu lintas adalah pelaksanaan segala usaha dan kegiatan dalam rangka menjamin kecepatan pertolongan dan ketepatan tindakan terhadap peristiwa Kecelakaan Lalu lintas agar korban tidak menjadi lebih parah dan pelayanan pengurusan hak korban atas dana santunan Kecelakaan Lalu lintas dapat dilaksanakan dengan lancar.

19. Laporan Polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang suatu kejadian, pelanggaran dan kejahatan yang dilihat, didengar, dialami ataupun ditanganinya seketika itu, atau dari laporan masyarakat dan pengaduan yang diterimanya.

20. Keterangan Kecelakaan Lalu lintas adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh petugas Unit Kecelakaan Polisi Lalu lintas tentang Kecelakaan Lalu lintas yang ditanganinya, yang dibuat dalam suatu formulir laporan kecelakaan Lalu lintas pelaku dan korban, identitas dan kondisi kendaraan yang terlibat, kondisi jalan tempat kejadian kecelakaan, dan risalah kejadian Kecelakaan Lalu lintas tersebut.


(7)

7

21. Visum Et Repertum adalah laporan tertulis yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik- baiknya.

22. Gawat Darurat adalah suatu keadaan dimana seseorang berada dalam kondisi ancaman kematian dan memerlukan pertolongan tepat dan segera guna menghindari kematian dan kecacatan.

BAB III

NORMA-NORMA PENAGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

A. Golongan Dan Sifat Perbuatan Pelaku Serta Unsur-unsur Kecelakaan Lalu lintas

1. Golongan Perbuatan

Dasar : Pasal 316 ayat (2) UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan)

Perbuatan pelaku dalam Kecelakaan Lalu lintas digolongkan sebagai tindak Pidana Kejahatan.

2. Sifat Perbuatan

Dasar : Pasal 1 butir 24 UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan

Sifat perbuatan pelaku Kecelakaan Lalu lintas adalah merupakan delik culpa, yaitu perbuatan yang tidak disengaja atau lalai, atau kurang hati-hati, atau tidak diduga dan tidak disengaja, yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

3. Unsur-unsur Kecelakaan Lalu lintas

Dinyatakan sebagai kecelakaan Lalu lintas dan angkutan jalan, harus memenuhi unsur-unsur kumulatif yang ditentukan dalam Pasal 1 butir 24 UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, yaitu :


(8)

8

a. ada suatu peristiwa; b. terjadi di jalan;

c. peristiwa tersebut tidak diduga dan tidak disengaja; d. melibatkan Kendaraan;

e. dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain; f. mengakibatkan korban manusia; dan/atau g. kerugian harta benda.

B. Ketentuan Pidana Mengenai Kecelakaan Lalu lintas dan Angkutan Jalan

1. Pengemudi Lalai dalam Mengemudikan Kendaraan Bermotor (Pasal 310 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas Dan Angkutan Jalan) :

a. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

b. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

c. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu lintas dengan korban luka beratsebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).


(9)

9

d. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

2. Pengemudi Tidak Tertib, ngebut, ugal-ugalan, sehingga terjadi kecelakaan

Tolok ukur perbuatan : Pasal 311 ayat (1)

Dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang...”.

Sanksi Pidana : Pasal 311 ayat (2) s/d ayat (5)

a. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).

b. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah).

c. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

d. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain mati, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).


(10)

10

3. Pengemudi Tabrak Lari (Pasal 312)

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

4. Orang yang Tidak Memberi Pertolongan Terhadap Korban

(Pasal UU 232 UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan jo Pasal 531 UU No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana/KUHP)

Norma Pokok

Pasal 232 UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan:

“Setiap orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui terjadinya Kecelakaan Lalu lintas wajib:

a. memberikan pertolongan kepada korban Kecelakaan Lalu lintas;

b. melaporkan kecelakaan tersebut kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau

c. memberikan keterangan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

Ketentuan Pidana

Sanksi pidana terhadap orang yang bukan pengemudi yang terlibat kecelakaan Lalu lintas, tidak diatur dalam ketentuan pidana UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Oleh karena itu dalam hal dilakukan penyidikan terhadap pelaku pada Pasal 232 UU LLAJ tersebut, diterapkan ketentuan pidana dalam KUHP yaitu Pelanggaran Terhadap Orang Yang Perlu Ditolong.


(11)

11

Pasal 531 UU No.1 Tahun 1946 (KUHP) :

Barangsiapa menyaksikan sendiri ada orang didalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan padanya sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya, dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-

C. Penggolongan Kecelakaan Lalu lintas

1. Dilihat dari berat ringannya akibat yang ditimbulkan

Berdasarkan Pasal 229 UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, terdiri atas :

a. Kecelakaan Lalu lintas ringan

Kecelakaan Lalu lintas ringan merupakan kecelakaan yang hanya mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

b. Kecelakaan Lalu lintas sedang

Kecelakaan Lalu lintas sedang merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

c. Kecelakaan Lalu lintas berat.

Kecelakaan Lalu lintas berat merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

2. Dilihat dari jumlah korban, bobot kerugian secara politis atau ekonomis terhadap pemerintah dan/atau tingkat fatalitas yang terjadi dilihat dari anatomi kecelakaan, meliputi :

a. Kecelakaan menonjol, dengan kategori sebagai berikut :

1) Kecelakaan Lalu lintas melibat kan pejabat pemerintahan dan/atau menjadi korban dalam kecelakaan,dengan klasifikasi sebagai berikut :


(12)

12

a) pejabat Negara Republik Indonesia yang termasuk dalam golongan VVIP/VIP dan/atau pejabat negara asing yang sedang berada di Negara Republik Indonesia mewakili negaranya, termasuk keluarganya;

b) mantan Kepala Negara/Presiden Republik Indonesia dan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, termasuk isterinya; dan

c) pejabat tinggi Tentara Nasional Indonesia dan pejabat tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia, termasuk Panglima Daerah Militer dan Kepala Kepolisian Daerah.

2) Kecelakaan Lalu lintas mengakibatkan pejabat pemerintahan luka berat atau meninggal dunia klasifikasi sebagai berikut :

a) perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia atau Perwira tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b) kepala daerah provinsi dan kepala daerah kabupaten/kota; dan c) tokoh masyarakat, pimpinan partai, dan/atau individu yang

berpengaruh terhadap pemerintah dan masyarakat secara nasional.

3) Kecelakaan Lalu lintas mengakibatkan korban meninggal dunia 10 (sepuluh) orang atau meninggal dunia di TKP sejumlah 7 (tujuh) orang;

4) Kecelakaan Lalu lintas mengakibatkan lumpuhnya Lalu lintas pada jaringan jalan nasional paling lama 6 (enam) jam, yang disebabkan :

a) Jembatan pada jalan nasional terputus; atau

b) Kendaraan khusus pengangkut bahan berbahaya dan/atau bahan yang mudah meledak mencemari lingkungan dan masyarakat atau terbakar.


(13)

13

5) Kecelakaan Lalu lintas melibatkan kendaraan bermotor angkutan penumpang umum mengakibatkan korban manusia meninggal dunia 10 (sepuluh) orang atau meninggal dunia di TKP sejumlah 7 (tujuh) orang atau luka berat lebih dari 20 orang.

b. Kecelakaan Biasa

Kecelakaan yang dikategorikan sebagai kecelakaan biasa adalah kecelakaan yang tidak termasuk kategori menonjol sebagaimana dimaksud pada huruf a.

D. Penggolongan Korban

Korban kecelakaan Lalu lintas diklasifiasikan menjadi 3 (tiga)

golongan, yaitu sebagai berikut :

1. Korban mati atau meninggal dunia;

2. Korban luka berat ;

3. Korban luka ringan.

Dalam kaitan korban kecelakaan Lalu lintas, Peraturan Pemerintah yang

terkait mengenai korban yaitu :

1.

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993

a. Korban Mati atau Meninggal Dunia

Berdasarkan Pasal 93 ayat 3 PP No 43 tahun 1993 yang dinyatakan

sebagai korban mati atau meninggal dunia akibat kecelakaan Lalu

lintas adalah orang yang dipastikan mati karena akibat langsung dari

suatu kecelakaan Lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30

(tiga puluh) hari sejak terjadinya kecelakaan.


(14)

14

b. Korban luka berat

Berdasarkan Pasal 93 ayat 4 PP No 43 tahun 1993, dinyatakan

sebagai berikut :

1) Korban manusia yang digolongkan sebagai korban luka berat

akibat kecelakaan Lalu lintas adalah:

a) Orang yang menderita luka-luka karena akibat langsung dari kecelakaan Lalu lintas dan luka-lukanya itu mengakibatkan ia menderita cacat tetap;

b) Orang yang menderita cacat karena akibat langsung dari suatu kecelakaan sehingga ia harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya kecelakaan;

2) Kategori penderita luka berat.

Kategori penderita luka berat adalah keadaan atau jenis dan

sifat luka berat atau luka parah sebagaimana dimaksud

dalam

pasal 90 Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 94 ayat (4) bagian penjelasan PP No, 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu lintas jalan, yaitu;

a) Penyakit atau luka yang tidak dapat sembuh atau tidak dapat pulih lagi dengan sempurna untuk selama-lamanya, sehingga mengakibatkan penderita tidak cakap lagi melakukan pekerjaannya;

b) Kehilangan salah satu atau keseluruhan panca indera (penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa lidah dan rasa kulit) dan suara;


(15)

15

c) Kudung

atau romping sehingga menjadi jelek wajahnya

karena ada sesuatu anggota badan yang romping, misalnya

gigi romping, telinga teriris putus, hidung romping, dan

sebagainya;

d) Lumpuh sehingga tidak mampu lagi menggerakkan anggota

tubuhnya;

e) Hilang akal budi atau berubah pikiran atau pikiran terganggu

sehingga tidak dapat berpikir lagi dengan normal selama

lebih dari empat minggu;

f) Gugurnya kandungan ibu yang sedang hamil;

g) Kehilangan sesuatu anggota badan atau tidak dapat lagi

menggunakan salah satu anggota badan atau tidak dapat

sembuh / pulih lagi untuk selama-lamanya;

h) Kondisi luka-luka atau penderitaan yang dinyatakan oleh

dokter berdasarkan

visum et repertum

sebagai luka berat.

c. Korban Luka Ringan

Korban luka ringan adalah korban yang tidak termasuk dalam pengertian korban meninggal dunia dan korban luka berat.

2. Peraturan Pemerintah No. 17 & 18 Tahun 1965

Ketentuan mengenai korban berdasarkan PP No. 17 & 18 tahun 1965 terdapat di dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a, b,c dan d, yaitu sebagai acuan dalam mengurus hak-hak korban atas santunan kecelakaan Lalu lintas dan angkutan jalan, sebagai berikut :


(16)

16

a. Korban Mati atau Meninggal Dunia

Dalam hal korban meninggal dunia karena akibat langsung dari kecelakaan dalam waktu 365 hari setelah terjadinya kecelakaan yang bersangkutan.

b. Korban Cacat Tetap

Dalam hal korban mendapat cacat tetap karena akibat langsung dari kecelakaan yang demikian itu dalam waktu 365 hari setelah terjadinya kecelakaan yang bersangkutan.

C. Biaya Rawatan dan Pengobatan Dokter

Dalam hal ada biaya perawatan dan pengobatan dokter yang diperlukan untuk korban karena akibat langsung dari kecelakaan yang demikian itu yang dikeluarkan dari hari pertama setelah terjadinya kecelakaan selama waktu paling lama 365 hari.

d. Korban Meninggal Dunia tanpa ahli waris

Dalam hal korban meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, kepada yang menyelenggarakan penguburannya diberikan penggantian biaya penguburan.

E. Penyebab Kecelakaan Lalu lintas (Pasal 229 ayat (5) UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan)

Kecelakaan Lalu lintas dapat disebabkan oleh : 1. kelalaian Pengguna Jalan;

2. ketidaklaikan Kendaraan; 3. ketidaklaikan Jalan dan/atau; 4. lingkungan.


(17)

17

F. Kewajiban Dan Hak Anggota Polisi Lalu lintas Dalam Hal Terjadi Kecelakaan Lalu lintas Dan Angkutan Jalan

1. Kewajiban

(Pasal 227 UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan).

Dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu lintas, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib melakukan penanganan Kecelakaan Lalu lintas dengan cara : a. mendatangi tempat kejadian dengan segera;

b. menolong korban;

c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara; d. mengolah tempat kejadian perkara;

e. mengatur kelancaran arus Lalu lintas; f. mengamankan barang bukti; dan g. melakukan penyidikan perkara.

2.

Hak dan Kewenangan

(Pasal 260 UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan)

a. Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu lintas dan Angkutan Jalan berwenang:

1) memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berLalu lintas atau merupakan alat dan / atau hasil kejahatan;

2) melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana di bidang Lalu lintas dan Angkutan Jalan;


(18)

18

3) minta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum;

4) melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti;

5) melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan Lalu lintas menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;

6) membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan;

7) menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti;

8) melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan Lalu lintas; dan/atau

9) melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.

b. Pelaksanaan penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(19)

19

BAB IV

PRINSIP-PRINSIP DALAM PENANGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

A. Prinsip Pelaksanaan Tugas

1. Prinsip Kepastian, Keadilan, dan Kemanfaatan Hukum

Dalam menangani kecelakaan Lalu lintas dan angkutan jalan, setiap personel Polantas mendasari setiap tindakannya dengan landasan Peraturan Perundang – Undangan, agar setiap orang atau warga masyarakat diperlakukan sama dimuka hukum tanpa membedakan kedudukan, suku bangsa, agama, maupun derajat, dan setiap orang dilayani dengan kepatutan dan keadilan, agar pananganan yang dilakukan bermanfaat mengurangi resiko kecelakaan dan warga masyarakat merasa dilindungi, diayomi dan dilayani.

2. Prinsip Perlindungan dan Pengayoman

Setiap tindakan yang dilakukan harus dilandasi kewajiban melindungi dan menjaga warga masyarakat yang terlibat kecelakaan agar terhindar dari bahaya yang lebih uruk, dengan memberi keyakinan akan jaminan keamanan serta memberi petunjuk dan bimbingan mengenai cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah hal-hal yang lebih buruk yang dapat merugikan jiwa dan harta bendanya, sehingga warga masyarakat merasa damai lahir batin, bebas dari gangguan fisik dan psikis, dan bebas dari rasa kekhawatiran.

3. Prinsip Sinergistik Fungsionalitas

Setiap personel yang menangani kecelakaan Lalu lintas dan angkutan jalan harus menyadari bahwa hasil kinerjanya akan berdampak lebih baik jika bekerja sama dengan instansi/pihak terkait dibandingkan jika bekerja sendiri, akan tetapi senantiasa dilandasi batas-batas kewenangan dalam


(20)

20

melakukan perannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang ditentukan dalam Undang-Undang.

4. Prinsip Proporsionalitas

Setiap tindakan harus mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban tugas sesuai dengan batas-batas kewenangan dan kemampuan teknis yang dimiliki sehingga setiap perbuatan dan atau tindakan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada hukum, lembaga, dan masyarakat.

5. Prinsip Akuntabilitas

Setiap proses kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat, lembaga atau organisasi, serta kepada Negara dan hukum.

6. Prinsip Prioritas Penanganan Gawat Darurat

Dalam menangani kecelakaan Lalu lintas dan angkutan jalan setiap personel Polantas harus pemprioritaskan tindakan terhadap keadaan gawat darurat yaitu suatu keadaan dimana seseorang korban berada dalam kondisi ancaman kematian dan memerlukan pertolongan tepat dan segera guna menghindari kematian dan kecacatan.

B. Prinsip Mutu Pelayanan

Pelayanan yang diberikan dalam rangka pengurusan hak korban maupun dalam penanganan tersangka, harus mengacu pada prinsip-prinsip pelayanan publik yaitu :

1. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan


(21)

21

2. Kejelasan

a. Adanya ketentuan persyaratan teknis dan administratif pelayanan;

b. Adanya kepastian waktu yang dapat dibaca oleh masyarakat yang dilayani; c. Adanya kejelasan dan perincian biaya apabila ada biaya yang menjadi

kewajiban masyarakat sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan; d. Adanya unit kerja dan pejabat yang bertanggungjawab dalam

menyelesaikan keluhan/persoalan pelayanan hak korban dan/atau tersangka.

3. Kepastian waktu

Adanya batasan waktu yang ditentukan untuk penyelesaian suatu pelayanan dan mampu menyelesaikan pelayanan dalam kurun waktu yang ditentukan.

4. Akurasi Tindakan

Produk pelayanan harus benar, tepat dan sah sesuai peraturan Perundangan – undangan.

5. Kedayagunaan

Produk pelayanan harus bermanfaat bagi korban/keluarganya dalam mengurus hak korban/ahli waris termasuk bagi tersangka, keluarga tersangka dan/atau penasihat hukumnya dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi tersangka sesuai peraturan perundang-undangan.

6. Kemudahan Akses

Unit pelayanan korban kecelakaan Lalu lintas

harus mudah dijangkau

masyarakat dan diupayakan adanya akses melalui teknologi komunikasi.


(22)

22

7. Penampilan, Disiplin, Sopan dan Ramah.

Setiap petugas Polantas dan PNS pada unit kecelakaan Lalu lintas

harus disiplin, sopan, santun dan ramah, berpenampilan yang baik dan

rapi, serta melayani dengan empati dan ikhlas.

8. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan korban kecelakaan Lalu lintas harus bersih, rapi,

tertib, indah dan tersedia fasilitas ruang tunggu, tempat parkir, toilet,

tempat ibadah dan lain-lain.

C. Standar Pelayanan

Standar pelayanan merupakan ukuran yang baku yang wajib di taati oleh pemberi dan penerima layanan Polantas, sekurang-kurangnya meliputi 10 (sepuluh) standar baku, yaitu :

1. Prosedur Pelayanan ; 2. Waktu penyelesaian ;

3. Besarnya biaya pelayanan apabila ada ;

4. Produk pelayanan yang akan diterima oleh yang terlayani ; 5. Sarana dan Prasarana utama dan pendukung ;

6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan berdasarkan kemampuan, keahlian, dedikasi dan integritas moral ;

7. Penyelesaian Pengaduan/saran ;

8. Kotak dan atau tempat pengaduan/saran ; 9. Ukuran (indeks) tingkat kepuasan masyarakat ; 10. Unit kerja pengawasan.


(23)

23

D. Indeks Kepuasan Masyarakat

1. Dasar Pengukuran

Dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat (IKM) setidak-tidaknya meliputi 13 (tiga belas) unsur sebagai berikut :

a. Kejelasan Varian Pelayanan

Yaitu daftar jenis dan macam pelayanan yang dapat diberikan oleh Polantas sesuai dengan tugas dan kewajibannya berdasarkan

b. Undang-Undang. Daftar ini terdapat pada semua kantor Polantas termasuk Pos Polantas.

c. Prosedur Pelayanan

Yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan oleh Polantas/PNS Lalu lintas Polri kepada masyarakat dilihat dari kesederhanaan alur mekanisme dan sistematisasi proses (runut dan mekanis).

d. Persyaratan Pelayanan

Yaitu Persyaratan teknis dan legal administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.

e. Kejelasan Petugas Pelayanan

Yaitu kepastian petugas yang akan memberikan pelayanan (nama, pangkat, jabatan) sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat.

f. Kedisiplinan Petugas Pelayanan

Yaitu Kesungguhan dan konsistensi keberadaannya pada jam kerja sesuai ketentuan yang berlaku.

g. Kemampuan Petugas Pelayanan

Yaitu Tingkat penguasaan dan keahlian serta ketrampilan petugas pelayanan pada bidang tugas yang dilaksanakan dalam pelayanan, sehingga pelayanan dapat diselesaikan dengan tuntas dan clear.


(24)

24

h. Tanggung jawab petugas pelayanan

Yaitu kejelasan batas wewenang dan tanggung jawab tiap petugas dalam penyelenggaraan pelayanan.

i. Kecepatan Pelayanan

Yaitu target waktu tertentu yang telah ditetapkan untuk menyelasaikan pelayanan.

j. Keadilan Mendapatkan Pelayanan

Yaitu perlakuan yang tidak membeda-bedakan subyek yang dilayani baik status, golongan, maupun kondisi ekonomi seseorang.

k. Kesopanan Dan Keramahan Petugas

Yaitu Sikap, perilaku dan tutur kata petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat selalu diawali dengan “Senyum, Sapa dan Salam”, serta diakhiri dengan “Senyum, Terima Kasih, dan salam”, secara sopan, ramah, dan tulus, dan memperlakukan setiap warga yang dilayani dengan hormat.

l. Kejelasan dan kepastian biaya

Yaitu kepastian mengenai biaya apa yang harus dibayar oleh masyarakat, apa dasar hukumnya dan berapa besar biaya untuk ini dan untuk itu ditetapkan. Apabila bentuk pelayanan itu merupakan tugas kewajiban sebagai Polisi lalu Lalu lintas, harus dijelaskan bahwa bantuan Polantas tindak dipungut biaya.

m. Kepastian jadwal pelayanan

Yaitu pelaksanaan waktu jam kerja sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Contoh, hari sabtu adalah hari libur kerja di beberapa daerah, tetapi pada kantor Pelayanan STNK dan SIM ditentukan bahwa hari sabtu tetap melayani masyarakat. Maka, hal itu harus diketahui publik dan harus ditaati petugas pelayanan.


(25)

25

n. Kenyamanan Lingkungan

Yaitu kondisi standar sarana dan prasarana pelayanan yag bersih, rapi, teratur dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk pelayanan, bacaan berupa buku, surat kabar dan sebagainya sesuai kemampuan internal unit pelayanan. Ruang tunggu pelayanan harus dapat memberikan rasa nyaman bagi masyarakat yang dilayani.

BAB V

PROSEDUR PENANGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

A. Mendatangi Tempat Kejadian Perkara

1. Persiapan mendatangi TKP kecelakaan Lalu lintas

a. Personil

Terdiri dari anggota Polantas minimal 2 (dua) orang dan anggota Sabhara minimal 2 (dua) orang serta unsur bantuan teknis (laboratorium kriminal dan identifikasi untuk melakukan pemotretan, pengambilan sidik jari dan tindakan lain yang diperlukan).

Apabila kecelakaan Lalu lintas berakibat kemacetan Lalu lintas yang panjang perlu menyertai anggota Bimmas untuk memberikan informasi kepada pengemudi agar pengemudi sabar untuk antri karena telah terjadi kecelakaan Lalu lintas.

b. Kendaraan

Persiapkan kendaraan dan alat komunikasi untuk kecepatan bertindak dan memelihara hubungan petugas dengan markas kesatuan, selanjutnya adakan pengecekan kembali terhadap peralatan kendaraan seperti Rem, lampu rotator,ban, lampu-lampu, sirene serta peralatan lainnya yang dianggap penting.


(26)

26

c. Peralatan lain yang diperlukan dalam menangani TKP kecelakaan Lalu lintas yang terdiri dari :

1) Alat pengaman TKP

- 10 buah kerucut Lalu lintas. - 2 buah lampu peringatan - 2 buah senter

- rambu-rambu Lalu lintas seperti petunjuk arah, batas kecepatan dan sebagainya.

- 2 buah segitiga pengaman

2) Kelengkapan petugas seperti : - Jas/rompi Lalu lintas. - Sarung tangan - Peluit/sempritan - Tongkat Polri - Senjata api, borgol - Kotak P2GD

3) Alat tulis dan klip board untuk membuat sketsa/ gambar TKP

4) Alat pengukur jarak (meteran) dan alat-alat untuk pembuatan tanda-tanda di permukaan jalan.

5) Alat pemecah kaca , alat pemotong sabuk pengaman alat pemotong kerangka kendaraan bermotor, alat pengungkit/dongkrak kendaraan bermotor dan alat penarik kendaraan bermotor.

6) Alat pemadam kebakaran

7) Alat pemotret


(27)

27

9) Garis Polisi (Police line)

10) Kompas

11) Dan lain-lain yang diangap perlu disesuaikan dengan situasi TKP dan jenis kecelakaan Lalu lintas yang terjadi.

d. Segera hubungi instansi terkait bilamana diperlukan seperti : Ambulans, pemadam kebakaran, mobil derek dan lain-lain.

e. Setelah persiapan selesai maka langkah selanjutnya adalah memberikan APP kepada petugas yang akan ke TKP mengenai peristiwa kecelakaan Lalu lintas itu sendiri, pembagian tugas dan lain-lain.

2. Mendatangi TKP kecelakaan Lalu lintas.

a. Tentukan rute yang terpendek dengan memperhatikan situasi Lalu lintas. b. Bergerak dengan cepat tetapi tetap memperhatikan keselamatan.

c. Apabila situasi Lalu lintas padat dan melewati persimpangan agar menggunakan sirene dan rotator.

d. Upayakan seminimal mungkin melakukan pelanggaran Lalu lintas.

e. Perhatikan arus Lalu lintas selama diperjalanan menuju TKP, bilamana ada kendaraan yang dicurigai melarikan diri.

f. Tiba di TKP :

1) Parkir kendaraan ditempat yang aman dan diketahui oleh pengguna jalan lainnya serta dapat berfungsi untuk mengamankan TKP dan memberikan petunjuk agar pengguna jalan lainnya lebih berhati-hati.

2) Posisi kendaraan menghadap keluar serong kanan dan berada dekat TKP apabila jalan lurus sedangkan untuk TKP yang dekat dengan tikungan berada sebelum tikungan.

3) Rotator kendaraan tetap dihidupkan sampai selesai kegiatan penanganan TKP.


(28)

28

3. Tindakan pertama Di TKP kecelakaan Lalu lintas

a. Mengamankan TKP kecelakaan Lalu lintas

1) Tujuan pengamanan TKP kecelakaan Lalu lintas

(a) Menjaga agar TKP tetap utuh/tidak berubah sebagaimana pada saat dilihat dan diketemukan petugas yang melakukan tindakan pertama di TKP.

(b) Mencegah timbulnya permasalahan baru seperti terjadinya kecelakaan Lalu lintas dan kemacetan Lalu lintas.

(c) Untuk memberikan pertolongan kepada korban dan mengamankan bagi petugas yang sedang melaksanakan tugas di TKP serta pemakai jalan lainnya.

(d) Untuk melindungi agar barang bukti yang ada tidak hilang atau rusak.

(e) Untuk memperoleh keterangan dan fakta sebagai bahan penyidikkan lebih lanjut.

2) Alat-alat yang digunakan untuk mengamankan TKP meliputi :

(a) Kendaraan petugas (b) Kerucut Lalu lintas (c) Lampu peringatan (d) Lampu senter

(e) Rambu-rambu Lalu lintas ( petunjuk arah, batas kecepatan, prioritas dan lain-lain)

(f) Segitiga pengaman.

3) Tata cara mengamankan TKP kecelakaan lalu lintas

(a) Penentuan jarak untuk menutup dan membatasi TKP kecelakaan Lalu lintas.


(29)

29

Untuk menentukan jarak dalam rangka menutup dan membatasi TKP kecelakaan Lalu lintas harus terlebih dahulu menentukan jarak berhenti suatu kendaraan.

Contoh :

Pada suatu jalur jalan dengan kecepatan yang diijinkan adalah 72 Km/jam maka jarak berhenti suatu kendaraan dapat dihitung sebagai berikut :

v S=(v x t) + ---

(2 x a)

S = Jarak Berhenti Kendaraan

V= kecepatan kendaraan ( 72 Km/jam = 20 M/det) t= Waktu reaksi dari pengemudi rata-rata 1 detik a= Perlambatan rata-rata 5 m/det

Maka jarak berhenti kendaraan tersebut adalah : (20x20)

(20x1) + --- = 20 + 40 = 60 meter( 2 x 5 )

Dengan demikian maka jarak yang diperlukan untuk menutup/membatasi TKP kecelakaan Lalu lintas dijalur jalan tersebut adalah 60 Meter, dari kendaraan petugas sampai kerucut terdepan.

(b) Cara penempatan alat-alat pengamanan TKP kecelakaan Lalu lintas.

- Pada jalur satu arah

Parkir kendaraan petugas menyudut/ serong dengan badan jalan (membentuk sudut kira-kira 30 derajat dengan tepi jalan ) di depan TKP kecelakaan Lalu lintas dengan jarak 10 meter dari kendaraan/ korban yang terlibat kecelakaan Lalu lintas, dengan bagian belakang dari kendaraan petugas tersebut mengahadap arah datangnya arus Lalu lintas.


(30)

30

Lampu rotator dan lampu hazard kendaraan petugas dihidupkan.

Letakan kerucut No.1 disamping kanan bagian belakang kendaraan petugas dan segaris dengan sudut kanan depan kendaraan petugas, kemudian letakan kerucut No.9 paling depan dari arah datangnya arus Lalu lintas dengan jarak minimal 60 meter dari jarak berhenti kendaraan pada jalur jalan tersebut.

Kemudian diantara kerucut No.1 dan No.9 diletakan 7 (tujuh) buah kerucut lainnya, sedangkan kerucut No.10 diletakkan diantara kendaraan petugas dan kendaraan yang terlibat kecelakaan Lalu lintas.

Kerucut No.9 diletakan ditepi jalan/pada garis tepi jalan dan didepan kerucut tersebut ditempatkan lampu peringatan pada kedua sisi jalan dengan jarak antara 25 s/d 50 meter dari kerucut No.9 tersebut, namun apabila tidak memiliki lampu peringatan agar menggunakan segi tiga pengaman.( contoh gambar lihat lampiran No...)

- Pada jalur 2 (dua) arah

Posisi kendaraan petugas dengan cara penempatan pada jalur satu arah.

Penempatan kerucut pada prinsipnya sama dengan cara penempatan pada jalur satu arah, hanya pada jalur jalan yang ditutup ditempatkan 7 (tujuh) buah kerucut sepanjang jarak berhenti kendaraan.

Tiga buah kerucut lainnya ditempatkan pada arah yang berlawanan, sebagai batas lajur yang ditutup .

Kemudian ditepi seberang jalan sejajar dengan kerucut No. 3 dan ditepi seberang jalan lainnya ditempatkan lampu peringatan atau segi tiga pengaman.


(31)

31

Ditempat kerucut No.7 pada jarak antara 25 s/d 50 meter ditempatkan lampu peringatan / segi tiga pengaman, kemudian disamping kerucut No.7 yang diletakan ditepi jalan ditempatkan rambu Lalu lintas (memberi kesempatan terlebih dahulu pada kendaraan yang datang dari depan)

(contoh gambar lihat lampiran No...)

- Ketentuan penempatan alat-alat TKP laka lantas tersebut diatas hanya dapat dilaksanakan pada TKP kecelakaan Lalu lintas di jalur Lalu lintas yang sepi, ruas jalannya lebar dan kecepatan tinggi seperti jalan Tol dan Arteri.

(c) Melarang setiap orang yang tidak berkepentingan masuk ke TKP yang telah diberi batas (Police line).

(d) Mengamankan tersangka dan saksi serta mengumpulkannya pada tempat diluar batas yang telah ditentukan.

(e) Memisahkan saksi dan tersangka dengan maksud untuk tidak saling mempengaruhi.

(f) Membuat tanda di TKP kecelakaan Lalu lintas.

(1) Terhadap kendaraan yang terlibat kecelakaan Lalu lintas.

Kedudukan kendaraan yang terlibat kecelakaan Lalu lintas diberi tanda “ Garis siku-siku” diatas permukaan jalan pada batas masing-masing bumper depan dan belakang dari kendaraan tersebut ( titik terluar dari keempat sudutnya), sedangkan kedudukan dari keempat as roda kendaraan tersebut diberi tanda X diatas permukaan jalan.


(32)

32

(2) Terhadap korban kecelakaan Lalu lintas.

Letak dari pada korban diberi tanda dengan menggambar bagian luar dari tubuh korban diatas permukaan tempat dimana korban tergeletak.

(3) Terhadap alat bukti lainnya

Untuk alat bukti lainnya seperti ceceran darah, pecehan kaca, alat-alat kendaraan yang terlepas, lobang dipermukaan jalan dan sebagainya ditandai dengan melingkari bagian luarnya diatas permukaan tempat/ jalan dimana alat-alat bukti tersebut ditemukan.

(4) Terhadap titik tabrak

Titik tabrak ditandai dengan tanda X didalam lingkaran.

(5) Terhadap bekas rem

Bekas rem kendaraan ditandai dengan tanda XX pada kedua ujung bekas rem tersebut.

(6) Setelah alat bukti diberi tanda dan di foto segera dipindah kan ketepi jalan sehingga arus Lalu lintas dapat lancar kembali.

g) Penanganan terhadap korban kecelakaan Lalu lintas

(1) Tujuan dilaksanakannya pertolongan terha dap korban kecelakaan Lalu lintas adalah untuk membantu agar kondisi korban tersebut tidak menjadi lebih buruk.

(2) Peralatan yang diperlukan dalam menolong korban kecelakaan Lalu lintas adalah sebagai berikut :

- Pembalut cepat - Kasa steril - Pembalut biasa - Obat merah (yodium)


(33)

33

- Pemabalut segi tiga - Plester

- Kapas - Gunting

(3) Tata cara memberikan pertolongan pada korban kecelakaan Lalu lintas

- Apabila tidak ada petugas medis usahakan memberikan pertolongan sesuai petunjuk P2GD.

- Terhadap korban patah tulang, agar dijaga korban tetap pada posisi semula dan jangan sekali-kali merobah posisi korban dan pada saat akan dikirim kerumah sakit, diusahakan agar posisi korban tetap seperti saat ditemukan di TKP.

- Terhadap korban yang terhimpit anggota badannya oleh kendaraan / alat-alat kendaraan, apabila akan dilakukan pertolongan terhadap korban, usahakan terlebih dahulu kehadiran seorang dokter atau petugas medis untuk menghentikan pendarahan atau memberikan pertolongan lebih lanjut setelah korban dilepaskan dari himpitan/ jepitan tersebut.

- Apabila korban dapat menganggu kelancaran arus Lalu lintas, maka korban dapat dipindahkan ketempat yang aman dengan memberikan tanda terlebih dahulu pada letak korban semula.

- Usahakan secepatnya dapat mengeta hui dan mencatat indentitas korban dan dalam kasus tabrak lari diupayakan untuk mendapat informasi dari korban mengenai identitas kendaraan yang menabrak korban.


(34)

34

- Dalam mengirim korban dengan tidak menggunakan kendaraan ambulance atau kendaraan petugas maka yang perlu dilakukan adalah entukan terlebih dahulu Rumah sakit atau dokter yang akan dituju kemudian mencatat indentitas kendaraan yang akan membawa korban ke Rumah Sakit.

- Amankan dan catat semua barang berharga milik korban, untuk kemudian diserhkan kembali kepada korban/

keluarga/ ahli waris yang berhak.

(4) Pengolahan TKP kecelakaan lalu lintasTujuan dilaksanakannya pengolahan TKP kecelakaan Lalu lintas adalah untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti sebanyak-banyaknya untuk dianalisa dan dievaluasi menurut teori “ Bukti Segi Tiga” guna memberi arah terhadap penyidikkan selanjutnya.

Alat-alat bukti yang dapat dikumpulkan di TKP kecelakaan Lalu lintas yaitu ; alat bukti petunjuk, alat bukti keterangan saksi dan alat bukti keterangan tersangka.

Untuk memperoleh alat-alat bukti tersebut diatas, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

 Pengamatan umum

 Keadaan jalan, sempit/ lebar/ tanjakan/ turunan/ tikungan/ simpangan/ lurus dll.

 Keadaan lingkungan, ramai/ sepi/ bebas pandangan dll.

 Keadaan cuaca pada waktu terjadi kecelakaan Lalu lintas

 Kendaraan yang terlibat kecelakaan Lalu lintas.

 Kerusakan pada kendaraan

 Kerusakan pada jalan dan kelengkapannya


(35)

35

 Bekas-bekas tabrakan yang tertinggal di jalan seperti; bekas rem, pecehan kaca, tetesan darah, bekas cat/ dempul, bekas oli, suku cadang yang terlepas/ jatuh dll.

 Arah datangnya kendaraan yang terlibat kecelakaan.

 Pemeriksaan terhadap kendaraan yang terlibat kecelakaan Lalu lintas.

 Surat-surat kendaraan (STNK,STCK, Buku Kir)

 Keadaan lampu-lampu kendaraan (apakah semua menyala dengan baik dan bagaimana penyetelan tinggi rendahnya sorot lampu).

 Keadaan klakson

 Keadaan alat penghapus kaca

 Kedudukan persneling pada gigi berapa.

 Keadaan kemudi.

 Penyetelan dari pada kaca spion.

 Kondisi rem

 Kondisi ban kendaraan

 Kedudukan spido meter/ ukuran kecepatan kendaraan

 Kondisi Per

 Muatan kendaraan.

 Pemeriksaan terhadap jalan dan kelengkapanya

 Kondisi jalan ( HotMix/ Sirtu/ berlobang/ bergelombang dll)

 Rambu-rambu yang ada disekitar TKP

 Kondisi bahu jalan


(36)

36

 Pemeriksaan terhadap tersangka

 Amankan tersangka termasuk memberikan perlindungan apabila ada masyarakat yang main hakim sendiri.

 Lakukan interview dengan mengajukan pertanyaan singkat kepada tersangka untuk memperoleh keterangan sementara tentang bagaimana terjadinya peristiwa kecelakaan tersebut.

 Kondisi pengemudi sebelum terjadi kecelakaan Lalu lintas

 Catat indentitas tersangka (SIM,KTP dll)

 Photografi (pemotretan) di TKP.

 Foto situasi TKP secara keseluruhan, sebanyak 4 (empat) kali dari 4 (empat) penjuru.

 Foto posisi dari kendaraan yang terlibat kecelakaan, sebanyak 4 (empat) kali dari 4 (empat) penjuru.

 Foto korban sebelum dipindakan dari TKP.

 Foto kerusakan yang ada pada kendaraan yang terlibat kecelakaan Lalu lintas.

 Foto bekas-bekas yang tertinggal di TKP seperti bekas rem, pecahan kaca, pecahan cat/dempul dll.  Setelah melakukan pemotretan, semua data-data

dicatat dengan lengkap meliputi :

- Jarak pengambilan gambar

- Cuaca pada waktu pengambilan foto - Cahaya/penyinaran yang digunakan. - Kamera yang digunakan

- Diafragma dan kecepatan yang digunakan - Arah pemotretan


(37)

37

 Setelah seluruh kegiatan pemotretan selesai, segera dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemotretan (contoh terlampir)

 Pembuatan gambar/sketsa TKP, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

 Cari arah mata angin (arah utara)

 Tentukan Skala ( 1 : 100 yang artinya 1 meter di TKP sama dengan 1 Cm di gambar atau 1 : 200 yang artinya 1 meter di TKP sama dengan ½ Cm di gambar).

 Unsur-unsur yang harus dituangkan dalam gambar TKP kecelakaan Lalu lintas adalah :

- Lebar jalan, lebar got, lebar trotoar dll

- Bentuk jalan ; jalan lurus, tikungan, persimpangan

- Posisi korban - Posisi kendaraan - Posisi titik tabrak

- Posisi titik pokok pengkuran - Posisi barang bukti

- Bayangan arah/tujuan dari masing-masing kendaraan yang terlibat

- Untuk menguatkan gambar sketsa di TKP perlu di tanda tangani oleh tersangka,saksi dan diketahui oleh penyidik yang membuat sketsa TKP.

 Pengukuran gambar/ sketsa TKP

Tujuan dari kegiatan pengukuran TKP kecelakaan Lalu lintas adalah untuk mengetahui jarak / ukuran yang sebenarnya dari situasi TKP.


(38)

38

Dengan ukuran yang benar maka akan memudahkan pada waktu diadakan rekonstruksi.

 Posisi / titik yang perlu dilakukan pengkuran.

- Titik pokok pengukuran ( titik P); - Key point/ titik tabrak (titik X);

- Posisi kendaraan yang terlibat (titik pengukuran dari bemper depan dan belakang);

- Posisi korban; - Posisi barang bukti; - Panjang bekas rem; - Lebar jalan;

 Metode/cara pengukuran di TKP kecelakaan Lalu lintas.

- Metode garis alas

- Tentukan titik pokok pengukuran (tiang listrik, pal Km, tiang telepon/ bangunan - bangunan lainnya yang tidak dilakukan pemindahan dalam waktu dekat)

- Tarik garis lurus melalui titik P dan sejajar dengan jalan dimana terjadi kecelakaan tersebut.

- Tarik garis tegak lurus dari semua titik yang perlu diukur ke garis alas.

- Adakan pengukuran terhadap garis - garis tegak lurus tersebut.

- Ukur jarak antara titik P (garis alas) kesemua titik yang ada di garis alas. (contoh terlampir) Metode ini lebih cocok untuk jalan lurus.


(39)

39

 Metode Segitiga

- Tentukan 2 (dua) buah titik pokok pengukuran (titik A dan titik B)

- Tarik garis lurus dari A ke B

- Tarik garis lurus dari semua titik yang harus diukur ke titik A dan B.

Metode ini lebih cocok untuk jalan tikungan tajam atau persimpangan.

(5) Pengakhiran penanganan TKP Kecelakaan Lalu lintas :

 Konsolidasi

Setelah pengolahan TKP kecelakaan Lalu lintas selesai dilaksanakan maka dilakukan pebgecekan terhadap personil,perlengkapan dan segala hal yang diketahui, diketemukan dan dilakukan di TKP.

 Pembukaan TKP

Setelah TKP dibuka hal yang perlu diperhatikan bahwa arus Lalu lintas harus normal kembali baru anggota(anggota disini bukan termasuk dalam tim penyidik kecelakaan Lalu lintas) dapat meninggalkan TKP

 Permintaan Visum et Repertum :

 Setelah kembali dari TKP, segera ajukan permintaan Visum et Repertum ke Rumah Sakit dimana korban di rawat.

 Isilah Blangko Visum sesuai kebutuhan (Visum luar untuk korban luka dan Visum dalam untuk korban meninggal dunia)


(40)

40

 Pengiriman mayat ke Rumah Sakit untuk dimintakan Visum harus diperhatikan :

 Diberi label dan disegel pada ibu jarinya (guna menghindari kekeliruan)

 Pada label harus jelas disebutkan identitas korban ( nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, tempat tinggal, No.LP, tanda tangan petugas yang mengirim).

 Apabila keluarga korban keberatan diadakan bedah mayat maka kewajiban penyidik untuk secara persuasif memberikan penjelasan tentang pentingnya bedah mayat tersebut (sebagai pedoman gunakan pasal 222 KUHP).

 Pada dasarnya pencabutan Visum tidak dibenarkan, bilamana Visum harus dicabut maka yang berwenang mencabut Visum adalah serendah-rendahnya Kapolres.

 Permohonan pencabutan Visum diajukan oleh keluarga korban ( ayah/ibu, suami/istri, dan anak) yang disahkan oleh Lurah/ kepala desa setempat berdasarkan alasan yang dapat diterima maisalnya : alasan agama, kepercayaan atau adat istiadat.

 Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan di TKP.

 Berita Acara Pemeriksaan di TKP dibuat oleh Penyidik/ Penyidik Pembantu yang melakukan pengolahan TKP, dengan materi sebagai berikut :


(41)

41

 Hasil yang diketemukan di TKP baik TKP itu sendiri, korban, saksi-saksi, tersangka maupun barang bukti.

 Tindakan yang dilakukan oleh petugas (TP TKP dan pengolahan TKP) tehadap hasil yang ditemukan di TKP.

 Disamping Berita Acara Pemeriksaan di TKP dibuat juga Berita Acara Pemotretan di TKP dan Berita Acara lain-lain sesuai tindakan yang dilakukan.

 Adakan koordinasi dengan pihak Jasa Raharja dalam rangka mempercepat klaim asuransi bagi korban luka maupun meninggal dunia.

 Laksanakan proses penyidikan sesuai KUHAP.

 Pemanggilan tersangka dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut :

- Pedomani ketentuan yang diatur dalam pasal 112, 113 dan 116.

- Surat panggilan harus ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang ( Kapolres / Kasat Lantas selaku penyidik) serta yang dipanggil. - Nama, pekerjaan dan alamat yang dipanggil

harus ditulis dengan jelas.

- Waktu pemanggilan (tanggal hari dan jam) dan tempat untuk menghadap harus ditulis dengan jelas serta harus ada cukup tenggang waktu bagi yang dipanggil (penerima surat panggilan) untuk menghadap.

- Sebutkan dengan jelas maksud / keperluan pemanggilan.


(42)

42

Bagi tersangka yang terlibat kecelakaan Lalu lintas dan korban meninggal dunia atau luka berat, untuk kepentingan penyidikan dapat dilakukan penahanan sementara (pasal 20 KUHAP).

Oleh karena penahanan merupakan tindakan pengekangan terhadap kebebasan seseorang, maka dalam pelaksanaannya harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

* Pedomani ketentuan yang diatur dalam pasal 20, 21, 24, 25, 29 dan 31 KUHAP.

* Surat Perintah Penahanan Sementara harus ditandatangani oleh pejabat yang berwenang (Kapolres/ Kasat Lantas selaku penyidik).

* Atas permintaan tersangka, penyidik dapat menangguhkan penahanan sementara (pasal 31 KUHAP yo pasal 35,36 PP 27 tahun 2083). Kewenangan menangguhkan penahanan sementara berada Kepala Kesatuan (Kapolres).

* Surat Perintah Pengeluaran Tahanan ditandatangani oleh Kepala Kesatuan (Kapolres) .

- Penyidik atau penyidik pembantu (pemeriksa) yang mempunyai kewenangan sesuai yang diatur dalam pasal 6, 7, 9, 10 dan 11 KUHP melakukan pemeriksaan terhadap saksi/tersangka dalam hal sebagai berikut :


(43)

43

* Dalam hal dimulainya penyidikan terhadap peristiwa kecelakaan Lalu lintas yang terjadi, maka penyidik berkewajiban untuk memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum (pasal 109 (1) KUHAP).

* Dalam hal dimulainya pemeriksaan terhadap tersangka, maka pemeriksa wajib untuk memberi-tahukan tentang hak-hak tersangka (pasal 50 s/d 65 KUHAP).

* Dalam melakukan pemeriksaan, pemeriksa dilarang menggunakan ekerasan/tekanan dalam bentuk apapun (pasal 117 (1) KUHAP).

* Pemeriksaan terhadap saksi atau tersangka dapat dilakukan ditempat kediamannya, bilamana telah duakali dipanggil secara berturut-turut dengan surat panggilan yang sah, tetapi yang bersangkutan tidak dapat hadir karena alasan yang patut dan wajar (pasal 113 KUHAP).

* Penyidik / penyidik pembantu dapat meminta pendapat ahli / orang yang memiliki keahlian khusus (pasal 120 (1) KUHAP). Terutama berkaitan dengan persyaratan teknis dan laik jalan kepada petugas DLLAJ yang mempunyai keahlian sebagai


(44)

44

pemeriksa dan atau ATPM (sebagai ahli spesifikasi tehnis kendaraan) di daerah.

* Saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali ada cukup alasan untuk dapat diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di Pengadilan (pasal 116 (1) KUHAP).

* Tersangka berhak meminta turunan Berita Acara Pemeriksaan atas dirinya.

* Dalam hal tersangka ditahan sementara, maka waktu 1 x 24 jam ( 1 hari ) setelah perintah penahanan dijalankan harus segera dilakukan pemeriksaan (pasal 122 KUHAP).

- Tersangka yang ditahan harus segera dibuatkan Surat Perintah Penahanan Tersangka (SPPT) dan tembusan disampaikan kepada keluarga.

Perhatikan :

(1) Penyidik selalu mengikuti perkembangan korban bila luka berat s/d hari ke 30 bilamana tetap bertahan hidup diklasifikasikan dalam penerapan Pasal 360 (1) KUHP bila hari ke 31 meninggal dunia penerapan Pasalnya 360 (1) KUHP.

(2) Penyidik yang melakukan pemeriksaan tidak boleh ganti-ganti.


(45)

45

(3) Beritahukan hak-hak tersangka secara jelas.

 Berita Acara Pemeriksaan yang digunakan adalah :

(1) Terhadap kecelakaan Lalu lintas yang korbannya meninggal atau luka berat proses penyidikannya dilaksanakan sebagaimana prosedur pemeriksaan biasa.

(2) Terhadap kecelakaan Lalu lintas yang korbannya atau akibat yang ditimbulkan sangat ringan, proses penyidikannya dapat dilakukan secara Acara Pemeriksaan Singkat (Sumir / Tipiring).

 Penyitaan Barang Bukti

(1) Pada prinsipnya sesuai Pasal 52 huruf a UULAJ, setiap kendaraan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana dapat diamankan sementara termasuk surat-suratnya yang semata-mata untuk kepentingan penyidikan ke Pengadilan. Kecelakaan Lalu lintas adalah perbuatan tertangkap tangan (pasal 111 KUHAP). Setelah dari TKP penyidik segera menetapkan berdasarkan bukti-bukti di TKP apakah perbuatan pelanggaran mengakibatkan kecelakaan Lalu lintas dapat dilakukan penyidikan atau tidak.


(46)

46

Untuk melengkapi berkas perkara pemeriksaan maka penyidik segera minta persetujuan Ketua Pengadilan atas kendaraan atau surat-surat yang disita (pasal 38 ayat (2) KUHAP).

Atas pertimbangan kepentingan

masyarakat kendaraan dapat tidak dilakukan penyitaan dengan catatan : (2) Penyidik tidak membutuhkan lagi sebagai

bahan pembuktian.

(3) Kendaraan tersebut sangat dibutuhkan oleh pemilik untuk mengurangi beban ekonomi keluarga terutama kendaraan dari kredit. (4) Penyidik tidak menambah beban

administrasi penyidikan terutama penyediaan lahan parkir / penyimpanan dan pengawasan.

(5) Kendaraan harus didata dari 4 dimensi (pada titik benturan, depan/ belakang, kanan / kiri).

(6) Tidak boleh dirubah bentuk.

 Taktik dan teknik pemeriksaan

a) Persiapan pemeriksaan

(1) Pemeriksa (penyidik / penyidik pembantu) harus berusaha menarik dan mengumpulkan semua keterangan yang mengarah pada unsur-unsur pidana yang dituduhkan semaksimal mungkin. (2) Menyeleksi bukti-bukti dari TKP yang

penting untuk bahan pemeriksaan yang dituangkan dalam BAP.


(47)

47

(3) Hindari pemikiran subyektif terhadap pelaku sebelum mendapatkan keterangan-keterangan dari saksi (korban), pelaku disertai dengan bukti-bukti di TKP

b) Hasil pemeriksaan dibuat dalam berita acara sebagai berikut :

(1) Kecelakaan Lalu lintas korban Meninggal dunia dan atau luka berat dibuat dalam acara pemeriksaan biasa (pasal 152-202 KUHAP).

(2) Kecelakaan Lalu lintas dengan korban luka ringan dan atau rugi material dibuat dalam acara pemeriksaan singkat (pasal 203-204 KUHAP) Contoh terlampir.

c) Berita Acara harus memenuhi persyaratan :

(1) Syarat formal

Sesuai dengan pasal 121 KUHAP yaitu Penyidik atas kekuatan sumpah jabatan membuat BA yang diberi tanggal dan memuat tindak pidana yang dipersangkakan, dengan menyebut waktu tindak pidana dilakukan, nama dan tempat tinggal dari tersangka dan atau saksi, keterangan mereka, catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara.


(48)

48

(2) Syarat matriel

Yaitu Berita Acara yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat pembuktian yaitu antara bukti-bukti yang diketemukan di TKP dengan unsur-unsur kesalahan (kelalaian dan atau kesengajaan) yang disangkakan.

B. Penyidikan Kecelakaan Lalu lintas menyangkut Warga Negara Asing

( CD atau CC)

1. Anggota CD/CC mengunakan kendaraan CD/CC bertabrakan pejalan kaki :

a. Tindakan pertama di TKP

1) Laksanakan TPTKP sesuai prosedur

2) Catat identitas korban/pejalan kaki dan pengemudi (anggota CD/CC) serta kendaraannya.

b. Tindakan lanjutan (di kantor).

1) Periksa saksi dan korban (kalau memungkinkan)

2) Pengemudi dan Kendaraan anggota CD/CC tidak ditahan/disita. 3) Berkas perkara diteruskan ke DEPLU melalui Direktur Intelpampol

Mabes Polri.

2. Anggota CD/CC menggunakan kendaraan CD/CC bertabrakan dengan kendaraan sipil yang dikemudikan oleh orang sipil.

a. Tindakan pertama di TKP.

1) Laksanakan TPKTP sesuai prosedur.

2) Catat identitas kendaraan dan kedua pengemudi yang terlibat tabrakan.

3) Kendaraan CD/CC tidak disita. 4) Kendaraan sipil disita.


(49)

49

b. Tindakan lanjutan (di kantor)

1) Melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan pengemudi Sipil lebih lanjut

2) Teruskan perkara ke pengadilan apabila terbukti pengemudi Sipil sebagai tersangka, dengan tembusan DEPLU melalui Direktur Intelpampol Mabes Polri / Ditlantas Polri.

3) Teruskan berkas perkara ke DEPLU melalui Direktur Intelpampol Mabes Polri, apabila terbukti anggota CD/CC sebagai tersangka.

3. WNI / WNA (bukan anggota CD/CC) yang menggunakan kendaraan CD/CC bertabrakan dengan kendaraan Sipil yang dikemudikan oleh orang Sipil.

a. Tindakan pertama di TKP.

1) Lakukan TPTKP sesuai prosedur

2) Catat identitas kedua pengemudi dan kendaraan yang terlibat. 3) Kendaraan yang dikemudikan CD/CC tidak disita.

4) Kendaraan Sipil disita

b. Tindakan Lanjutan (di kantor)

1) Kedua pengemudi dan saksi diperiksa lebih lanjut. 2) Berkas perkara diajukan ke Pengadilan.

4. Anggota CD/CC menggunakan kendaraan CD/CC bertabrakan dengan anggota ABRI sebagai (pejalan kaki / pengemudi kendaraan) :

a. Amankan TKP

b. Segera hubungi POM TNI (penanganan oleh POM) bila diminta bantuan, berikan bantuan dalam hal pengukuran dan penggambaran Sket TKP.

C. Penyidikan Kecelakaan Menyangkut Anggota TNI.

1. Anggota TNI yang menggunakan kendaraan Sipil / Kendaraan Dinas milik TNI, bertabrakan dengan kendaraan sipil yang dikemudikan oleh orang sipil :


(50)

50

b. Lakukan TPTKP sesuai prosedur. c. Segera hubungi POM TNI.

2. Tindakan lanjutan ( di kantor ).

a. Pengemudi Sipil diperiksa lanjut dan buatkan BAP-nya

b. Pemeriksaan saksi (pengemudi TNI) pemeriksaan dilakukan oleh POM TNI dan atau penyidik Polri.

Apabila terbukti bahwa pengemudi anggota TNI sebagai tersangka, maka BAP di TKP, BAP saksi dan barang-barang bukti yang disita oleh petugas POLRI, diserahkan kepada POM TNI untuk diselesaikan melalui Mahmil. Apabila terbukti bahwa pengemudi Sipil sebagai tersangka, maka perkara diselesaikan melalui proses pengadilan Negeri dan anggota TNI sebagai saksi.

3. Anggota TNI bertabrakan dengan anggota TNI. a. Amankan TKP.

b. Segera hubungi POM TNI (penanganan di TKP oleh POM TNI dibantu oleh anggota Polri/Polantas).

c. Apabila diminta bantuan oleh POM TNI, berikan bantuan dalam hal pengukuran dan penggambaran sketsa TKP.

D. Kecelakaan Lalu lintas yang melibatkan anggota VVIP/VIP

1. Yang dimaksud dengan VVIP adalah :

a. Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya. b. Tamu negara setingkat Presiden.

2. Yang dimaksud VIP adalah :

a. Pejabat-pejabat Negara (Para Menteri Kabinet, Pejabat Tinggi Non Departemen, para anggota MPR/DPR RI).

b. Tamu Negara setingkat Pejabat Negara (Menteri) dan atau pejabat asing yang diperlakukan sebagai tamu Negara.

c. Pejabat Perwakilan Negara Asing (CD/CC). d. Kas Angkatan/Kapolri.


(51)

51

Proses penyidikan kecelakaan Lalu lintas yang melibatkan anggota VVIP/VIP seperti tersebut diatas adalah sebagai berikut :

1) Anggota VVIP

a) Pengemudi dan kendaraan tidak ditahan/disita. b) Kendaraan Non VVIP diproses sesuai prosedur.

c) Hasil Penyidikan (berkas perkara) dikirimkan ke Sekretariat Negara melalui Dirlantas Polri dengan tembusan kepada Kapolri.

2) Anggota VIP

a) Proses penyidikannya sama dengan anggota VVIP dalam rangka acara Dinas / Protokoler.

b) Proses penyidikannya sesuai prosedur untuk umum dan khusus untuk pejabat tinggi negara (Menteri anggota, MPR / DPR RI dalam hal tertentu dimintakan ijin melalui Presiden.

c) Adakan Koordinasi sebaik-baiknya dengan instansi terkait. d) Laporkan segera hasilnya kepada pimpinan secara berjenjang.

E. Penyelidikan Kasus Tabrak Lari (Hit and Run).

1. Tindakan pertama di TKP.

a. Mencari dan mengumpulkan informasi / keterangan dari korban / saksi dan masyarakat setempat. Kemungkinan ada yang mengetahui / mengenal pengemudi yang melarikan diri, nomor Polisi, warna, jenis, merek kendaraan dan sebagainya.

b. Meneliti bukti-bukti yang tertinggal/barang bukti yang didapat di TKP untuk dijadikan bahan penyelidikan lebih lanjut, antara lain : Bekas Rem, pecahan kaca, bekas ban, darah / cat yang ada pada baju korban dan sebagainya.


(52)

52

c. Mencari lebih lanjut tentang kemugkinan-kemungkinan arah larinya kendaraan tersebut, dari tipe tabrakan dan arah datangnya kendaraan tersebut dan lain-lain.

d. Mengadakan pemotretan terhadap TKP dan bukti-bukti yang tertinggal di TKP serta korban / kendaraan yang terlibat.

2. Tindakan lanjut

a. Segera menginformasikan kepada unit-unit operasional yang bergerak (bila telah diketahui identitas kendaraan yang melarikan diri) untuk diadakan pencarian dan penangkapan.

b. Segera melakukan pemeriksaan ditempat-tempat yang diperkirakan digunakan untuk merubah identitas kendaraan dan atau menyembunyikan kendaraan. (bengkel, show room).

c. Segera melakukan pemblokiran STNK melalui Samsat (bila identitas kendaraan tersebut sudah diketahui).

d. Mengirimkan bukti-bukti yang ditemukan di TKP ke laboratorium forensik Kapolri untuk dilakukan pemeriksaan. (bekas cat, darah dll).

F. Prosedur Penanganan Masalah Perdata

1. Penyelesaian ganti rugi oleh pemilik kepada korban kecelakaan Lalu lintas.

a. Bila kecelakaan Lalu lintas menimbulkan kerugianbagi orang lain berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata maka pihak yang merasa dirugikan berhak menuntut kerugian.

b. Hubungan hukum antara pengemudi dengan majikan belum diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, namun hubungan majikan dengan pengemudi hanya berdasrkan pekerjaan yang diatur dalam pasal 1376 KUH Perdata.

c. Pihak majikan berdasarkan pasal 12 UULAJ bertanggung jawab atas kendaraan yang dioperasikan dijalan dan harus memenuhi laik jalan.


(53)

53

d. Atas kerugian kecelakaan yang ditimbulkan, oleh karena tidak dipenuhinya unsur laik jalan diatas, maka majikan / pemilik bertanggung jawab karena berdasarkan pasal 1367 KUH Perdata antara majikan/pemilik dengan pengemudi didasarkan atas hubungan pekerjaan.

e. Untuk itu dalam setiap penyelidikan kecelakaan Lalu lintas yang menimbulkan korban meninggal dunia, penelitian dengan mengikutsertakan instansi LLAJ da PU merupakan syarat mutlak untuk kepentingan hukum terutama yang berkaitan dengan instansi LLAJ adalah sebagai saksi yang wajib dimintakan kesaksian untuk mempertanggung jawabkan perbuatan hukum yang ditimbulkan oleh pemilik kendaraan pasal 53 UULAJ (1) dan penjelasannya Jo pasal 120 KUHAP.

Yurisprodensi : Mahkamah Agung 202 K/PDT/2094 tanggal 30 Juli 2094.

2. Penggabungan Perkara gugatan ganti rugi dan tuntutan / penyelesaian perkara pidana kecelakaan Lalu lintas.

a. Pada prinsipnya gugatan ganti rugi dapat diajukan secara berdiri sendiri atau jika dimungkinkan dapat dimintakan kepada hakim Pengadilan Negeri agar dapat diperiksa serta diputus sekaligus dengan perkara pidana (pasal 98 KUHP).

b. Kecelakaan Lalu lintas yang menimbulkan kerugian, bagi pihak korban dapat meminta kepada hakim untuk memeriksa perkaranya sebelum penuntut umum membacakan dakwaannya dalam acara biasa sedangkan dalam acara pemeriksaan cepat sebelum hakim memberi keputusan. c. Hakim akan mempertimbangkan berdasarkan kewenangannya untuk

mengadili gugatan tersebut atas dasar : 1) Kebenaran dasar gugatan

2) Hukuman pengganti biaya yang dikeluarkan oleh pihak korban. d. Jika hakim tidak berwenang untuk mengadili gugatan, atau gugatan

dinyatakan tidak dapat diterima maka putusan hakim hanya memuat tentang penetapan hukuman pengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak korban.


(54)

54

e. Untuk pemeriksaan penggabungan diatas akan diperiksa pada tingkat banding apabila perkara pidananya dimintakan banding, dan bila tidak dimintakan banding putusan ganti rugi tidak diperkarakan.

G. Administrasi Penyidikan.

1. Penyidikan kecelakaan Lalu lintas perlu didukung dengan sistem admnistrasi yang baik meliputi :

a. Kelengkapan berkas perkara pemeriksaan meliputi :

1) Sampul berkas perkara. 2) Daftar isi berkas perkara. 3) Resume.

4) Laporan Polisi.

5) Berita Acara Pemeriksaan di TKP.

6) Surat Pemberitahuan dimulainya penyidikan. 7) Berita Acara Pemeriksaan Saksi.

8) Berita Acara Pemeriksaan/surat keterangan Saksi/Ahli. 9) Berita Acara penyumpahan saksi/ahli.

10) Berita Acara Pemeriksaan Tersangka. 11) Surat Perintah Penyitaan barang bukti. 12) Berita Acara Penyitaan barang bukti. 13) Surat Panggilan.

14) Surat Perintah Penangkapan. 15) Surat Perintah Penahanan. 16) Berita cara Rekontruksi. 17) Berita Acara Penangkapan.

18) Berita Acara Pengembalian barang bukti.

19) Berita Acara Pembungkusan dan penyegelan barang bukti. 20) Surat Perintah Penangguhan Penahanan.

21) Surat Perintah Pengalihan jenis Penahanan.

22) Surat Permintaan Perpanjangan penahanan kepada Kepala Kejaksaan negeri (PU).


(55)

55

23) Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan kepada Ketua Pengadilan Negeri.

24) Surat Perintah Perpanjangan Penahanan

25) Surat Permintaan izin Penetapan penyitaan barang bukti kepada Ketua Pengadilan Negeri.

b. Kelengkapan admnistrasi penyidikan bentuk buku Register meliputi :

1) Buku Register Laporan Polisi

2) Buku Register kejahatan/Pelanggaran 3) Buku Register surat Panggilan

4) Buku Register Surat Perintah Penangkapan 5) Buku Register Surat Perintah Penyitaan 6) Buku Register Surat Perintah Tugas 7) Buku Register Tahanan

8) Buku Register Berkas Perkara 9) Buku Register Barang Bukti

10) Buku Register Pencarian orang dan kendaraan 11) Buku Register Permintaan Visum et Repertum 12) Jurnal Kecelakaan Lalu lintas

13) Daftar Recidivist

Buku-buku register tersebut diatas (Point 1 s/d 13) keberadaannya ada di satuan Lalu lintas masing-masing wilayah.

Dikeluarkan di : Jakarta Pada tanggal : Februari 2010 DIREKTUR LALU LINTAS BABINKAM POLRI

DRS. DJOKO SUSILO, SH. M.Si BRIGADIR JENDERAL POLISI


(56)

(57)

57

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

... 20 ... No.Pol. :

Klasifikasi : Lampiran :

Perihal : Pemberitahuan dimulainya Kepada

Proses Penyidikan. Yth. KEPALA KEJAKSAAN ... ...

di

...

1. Dengan ini diberitahukan bahwa pada hari ... tanggal ……...tahun 20 ... telah dimulai penyidikan tindak pidana

...s ebagaimana dimaksud dalam pasal ... atas nama tersangka :

a. ... b. ... c. ... d. ... 2. Dasar penyidikan :

a. ... b. ... c. ... d ... terlampir.

3. Demikian untuk menjadi maklum.

KEPALA ... Selaku

Penyidik / Penyidik Pembantu ...


(58)

58

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRO JUSTITIA.

No.Pol. : Klasifikasi : Lampiran :

Perihal : Pemberitahuan peng- K e p a d a hentian Penyidikan

Yth. KEPALA KEJAKSAAN ...

di

...

1. Sehubungan dengan Surat kami No.Pol.: ... tanggal ..., perihal Pemberitahuan dimulainya penyidikan tindak pidana ………… ... ………sebagaimana dimaksud dalam pasal ... atas nama tersangka ... dengan ini diberitahukan bahwa terhitung mulai tanggal ...tahun 20 ... penyidikan dihentikan oleh karena :

a. Tidak cukup bukti.

b. Bukan merupakan tindak pidana kecelakaan Lalu lintas. c. Demi Hukum.

2. Dasar :

a. Surat Ketetapan No.Pol.: ... tanggal ... tentang penghentian penyidikan .

b. Resume hasil penyidikan tanggal ...(terlampir). 3. Demikian untuk menjadi maklum.

KEPALA ... Selaku

Penyidik / Penyidik Pembantu ...


(59)

59

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRO JUSTITIA.

SURAT PANGGILAN No.Pol.: ...

PERTIMBANGAN : Guna kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana kecelakaan Lalu lintas, perlu memanggil seseorang untuk didengar keterangannya.

DASAR : 1. Pasal 7 (1) huruf g, pasal 11, pasal 112 ayat (1) dan ayat (2) dan pasal 113 KUHAP.

2. Laporan Polisi No.Pol.: ... tanggal ... M E M A N G G I L

N a m a : ... Pekerjaan : ... A l a m a t : ...

UNTUK : Menghadap kepada……….. di

...………(kesatuan), Jln. ... pada hari ... tanggal ... tahun 20 ... jam ... kamar no ... untuk didengar keterangannya sebagai tersangka / saksi dalam perkara pidana... sebagai dimaksud dalam pasal ...

... 20 ... KEPALA ...

selaku

penyidik / Penyidik Pembantu

... Pangkat ...Nrp ...


(60)

60

Pada hari ini ... tanggal ... 20 ... 1 (satu) lembar Surat Panggilan ini telah diterima oleh yang bersangkutan.

Yang Menerima, Yang menyerahkan,

... ... ...Nrp ...

PERHATIAN : Barang siapa yang dengan melawan hukum tidak menghadap sesudah dipanggil menurut Undang-undang dapat dituntut berdasarkan ketentuan pasal 216 KUHAP. CATATAN : Berhubung pemeriksaan belum selesai, agar datang kembali pada :

No Tanggal Hari Jam Tanda Tangan

Yang dipanggil Penyidik /Penyidik Pembantu 1. ... ... ... ... ... 2. ... ... ... ... ...


(61)

61

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRO JUSTITIA

SURAT PERINTAH MEMBAWA TERSANGKA / SAKSI No.Pol.: ...

PERTIMBANGAN : Untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana kecelakaan Lalu lintas, perlu mengambil tindakan hukum membawa tersangka / saksi karena tidak memenuhi Surat Panggilan yang sah untuk kedua kalinya tanpa memberi alasan yang patut dan wajar.

DASAR : 1. Pasal 7 ayat (1) huruf g, pasal 11, pasal 112 ayat (1) dan ayat (2) , pasal 5 ayat (1) huruf b angka 4 KUHAP.

2. Surat panggilan No.Pol.: ... tanggal... 20 ... dan Surat Panggilan ke II No. Pol.: ... tanggal ...

DIPERINTAHKAN

KEPADA : 1. N a m a : ... Pangkat/Nrp : ... Jabatan : ... Kesatuan : ... 2. N a m a : ... Pangkat/Nrp : ... Jabatan : ... Kesatuan : ... UNTUK : 1. Membawa / menghadapkan tersangka / saksi :

N a m a : ... Pekerjaan : ... Alamat : ... Kepada :……… di ... (kantor / Kesatuan), untuk didengar keterangannya sebagai tersangka/saksi.

2. Setelah melaksanakan Surat Perintah ini agar melaporkan kepada yang memberi perintah.

DIKELUARKAN DI : ... PADA TANGGAL : ...

KEPALA ... Selaku

Yang menerima perintah Penyidik/Pembantu Penyidik ... ...


(1)

89

KONDISI KENDARAAN

PADA SAAT DISITA

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

……….

………..

TERDAKWA

SAKSI – SAKSI

PETUGAS

………..

1. ……….


(2)

90

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

CONTOH

GAMBAR/SKETSA TKP LAKA LANTAS

Keterangan :

U : Menunjukan arah utara L : Lebar jalan

K : Lebar bahu jalan P : Titik patok pengukuran

A : Bayangan kendaraan B sebelum terjadi kecelakaan B : Bayangan kendaraan B sebelum terjadi kecelakaan A1 : Posisi terakhir kendaraan A setelah terjadi kecelakaan B1 : Posisi terakhir kendaraan B setelah terjadi kecelakaan X : Titik tabrak / Key point

S : Bekas rem kendaraan B

B

1

X

B

S

L K


(3)

91

0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

0 40 50 60 70 80 90 100 110 120

GRAFIK BEKAS REM

Keterangan :

1. S Rem = Jarak Rem 2. S Reaksi = Jarak Reaksi 3. V = Kecepatan Kendaraan

4. t = Waktu Reaksi dari pengemudi (rata-rata 1 detik) 5. a = Perlambatan (rata-rata 8 m / detik)

11 14 17 19 22 25 28 31 33

Rem

t

4,2

3,9

3,5


(4)

92

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRO JUSTITIA

LAPORAN - POLISI

--- Pada hari ini ... tanggal ... ...bulan

... tahun 2000 ...jam ... saya : --- ---...--- Pangkat ... Nrp ... yang

dipekerjakan pada Kantor Polisi tersebut, telah menerima berita/pemberitahuan dari ... tentang terjadinya kecelakaan Lalu lintas.

1. Hari, tanggal dan jam terjadinya kecelakaan/ kejadian

2. Nama tempat kecelakaan lantas 3. Pokok-pokok kejadian :

a. Tabrakan antara ... b. Kendaraan ... slip/lepas kendali,

dsb. ... c. Jenis kendaraan yang terlibat

d. Korban

e. Dan sebagainya

4. Identitas Pengemudi yang tersangkut (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, SIM alamat, dsb)

5. Keadaan jasmani & rokhani pengemudi / penumpang dsb. setelah kecelakaan 6. Keadaan cuaca, jalan dsb.

7. Gambar posisi kendaraan di TKP

8. Identifikasi kendaraan yang terlibat (STNK, STCK, STUK, dsb).

9. Identitas Saksi (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat)

10. Akibat tabrakan :

a. Korban manusia (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat). b. Mati, luka berat, dsb 11. Kerusakan benda/materiil dsb

12. Kerugian dinilai dengan uang kira-kira. Rp. 13. Keterangan singkat asal mula terjadinya

kecelakaan Lalu lintas.

(kolom ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan laporan).

14. Kesimpulan sementara 15. Barang bukti yang disita 16. Orang yang ditangkap/ditahan

Demikian Laporan Polisi ini dibuat dengan sebenarnya, mengingat sumpah jabatan kemudian ditutup dan ditanda tangani di ... pada tanggal dan bulan serta tahun seperti tersebut di atas.

Mengetahui :

KASAT LANTAS ... Yang membuat laporan ; ...


(5)

93

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRO JUSTITIA

BERITA ACARA PEMERIKSAAN CEPAT PELANGGARAN LALU LINTAS JALAN

NO. : BAKAT / / /

Pada hari ini ... tanggal ... tahun ... saya sebagaimana tersebut dan bertanda tangan di bawah ini dan selaku Penyidik telah memeriksa Perkara dan Pembuat Berita Acara Cepat seperti di bawah ini :

1. PERKARA

Pelanggaran Lalu lintas jalan berupa ... tanggal ...19 ... jam ... di jalan ... 2. KETERANGAN SAKSI / PETUGAS

1. Nama ... tempat/lahir...umur ... jenis kelamin ... kebangsaan ... pangkat... tempat tinggal ...agama ...

pekerjaan... Menerangkan bahwa pada hari ini dan tanggal tersebut telah melihat pelanggaran Lalu lintas oleh terdakwa berupa

:... SAKSI

ttd ---

2. Nama ... tempat/lahir...umur ... jenis kelamin ... kebangsaan ...

pangkat... tempat tinggal ...agama ...

pekerjaan... ... Menerangkan bahwa pada hari ini dan tanggal tersebut telah melihat pelanggaran Lalu lintas oleh terdakwa berupa

:... TERDAKWA

ttd ---

Untuk Garlantas di luar Tilang dan Tipiring lainnya TERDAKWA


(6)

94

3. BARANG BUKTI

Berdasarkan pasal 38 ayat (2) UU No.8/81 serta pasal 52 UU No.14/92 telah disita dari terdakwa barang Bukti berupa :

a. Ranmor Roda dua / empat No.Pol.: ... b. SIM GOL : ... A/N: ...berlaku s/d………. c. STNK/STUK : ... d. KTP NO.: ………

TERDAKWA ttd --- 4. PETUNJUK

Berdasarkan Keterangan Saksi dan Keterangan Terdakwa serta melihat barang bukti yang disita terdapat petunjuk bahwa terdakwa telah melakukan pelanggaran Lalu lintas jalan sesuai pasal ...

Selanjutnya terdakwa dan saksi-saksi telah diperintahkan untuk menghadap di Pengadilan Negeri ... pada hari ... tanggal ... 19.... jam ... di ………..

PENYIDIK