2.5. Faktor Risiko yang Mendasari Perjalanan Kelainan respiratorik
1. Usia Kelainan respiratorik ditemukan pada 50 anak berusia di bawah 5
tahun dan 30 berusia 5 sampai 12 tahun. Kasus terberat pada anak berusia di bawah 6 bulan.
2. Jenis kelamin
15
Tidak ada perbedaan insiden kelainan respiratorik akibat virus atau bakteri pada jenis kelamin laki – laki dan perempuan. Namun pada
studi di Amerika insiden lebih tinggi pada anak laki – laki berusia di atas 6 tahun.
3. Status gizi
15,18
Status gizi anak merupakan faktor risiko penting terjadinya pneumonia. Gizi buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya kelainan
respiratorik pada anak. Hal ini dikarenakan adanya gangguan respon imun.
4. Pemberian air susu ibu ASI
15
Studi mendapatkan bahwa prevalensi kelainan respiratorik berhubungan dengan lamanya pemberian ASI. Bayi yang tidak pernah
diberi ASI lebih rentan mengalami kelainan respiratorik dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI paling sedikit selama 1 bulan.
15
Universitas Sumatera Utara
5. Bayi Berat Lahir Rendah BBLR Berat badan lahir memiliki peran penting terhadap kematian akibat
kelainan respiratorik. Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia berhubungan dengan BBLR. Sebanyak 22 kematian
pada pneumonia diperkirakan terjadi pada BBLR.
15
Studi di Amerika menunjukkan bahwa risiko asma meningkat pada anak usia 3 tahun
dengan riwayat berat badan lahir rendah. 6. Imunisasi
19
Campak, pertusis dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan risiko terkena kelainan respiratorik. Di India, anak yang baru sembuh
dari campak, selama 6 bulan berikutnya dapat mengalami kelainan respiratorik enam kali lebih sering daripada anak yang tidak terkena
campak. Campak, pertusis, dan difteri dapat menyebabkan 15 sampai 25 dari seluruh kematian yang berkaitan dengan kelainan
respiratorik. 7. Pendidikan orang tua
15
Tingkat pendidikan orang tua menunjukkan adanya hubungan terbalik antara angka kejadian dengan kematian akibat kelainan
respiratorik.Tingkat pendidikan ini berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi, dan juga berkaitan dengan pengetahuan orang tua.
Universitas Sumatera Utara
Kurangnya pengetahuan menyebabkan sebagian kasus kelainan respiratorik tidak diketahui oleh orang tua dan tidak diobati.
8. Status sosial ekonomi
15
Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap pendidikan dan faktor – faktor lain seperti nutrisi, lingkungan, dan penerimaan layanan
kesehatan. Risiko kelainan respiratorik 3.3 kali lebih tinggi pada anak dengan status sosial ekonomi rendah dari hasil suatu studi.
9. Penggunaan fasilitas kesehatan
15
Angka kematian untuk semua kasus pneumonia pada anak yang tidak diobati diperkirakan 10 sampai 20 . Penggunaan fasilitas kesehatan
dapat mencerminkan tingginya insidens kelainan respiratorik, yaitu sebesar 60 dari kunjungan rawat jalan di Puskesmas dan 20 sampai
40 dari kunjungan rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit. Di sebagian negara berkembang, pemanfaatan fasilitas kesehatan masih
rendah. 10. Lingkungan
15
Studi epidemiologi di negara berkembang menunjukkan bahwa polusi udara, baik di dalam maupun luar rumah, berhubungan dengan
beberapa penyakit termasuk kelainan respiratorik. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi polutan lingkungan yang merupakan penyebab
iritasi mukosa saluran respiratorik. Anak yang tinggal di dalam rumah
Universitas Sumatera Utara
berventilasi baik memiliki angka insiden kelainan respiratorik yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang di rumah dengan
ventilasi buruk. Orang tua yang merokok menyebabkan anaknya rentan terhadap
pneumonia.
15
15
Tingkat keparahan kelainan respiratorik khususnya bronkiolitis dan wheezing berhubungan juga dengan paparan asap rokok.
20,21
Ibu perokok ternyata dapat meningkatkan eksaserbasi asma anak dan
meningkatnya kebutuhan rawat inap pada asma.
22
2.6. Uji Fungsi Paru