12 paling sering terjadi, umumnya berada dalam tingkat keparahan yang tinggi
namun jarang dilaporkan dan diberi penanganan yang tepat. Keparahan neuropati diabetik sejalan dengan usia, lama menderita diabetes mellitus, merokok dan
fluktuasi kadar glukosa darah penderita diabetes mellitus. Perhatian khusus perlu diberikan pemberi layanan kesehatan pada penderita
diabetes mellitus karena neuropati perifer dapat berdampak pada cedera tungkai bawah yang tidak disadari serta luka terbuka yang perlu perhatian khusus. Bahaya
akibat kehilangan sensasi pada neuropati perifer ini juga sering diabaikan oleh penderita terutama jika bagian-bagian lainnya masih dapat merasakan sensasi
dengan baik, oleh karena itu pengkajian sensori taktil pada penderita diabetes mellitus merupakan tindakan yang penting dalam perawatan penderita diabetes
mellitus Fenderson, 2009. Data yang diperoleh di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan
pada tahun 2012, terdapat sebanyak 176 orang penderita diabetes mellitus yang melakukan kunjungan rawat jalan setiap bulannya. Rata-rata penderita diabetes
mellitus di Poliklinik Endokrin Rumah sakit Pirngadi Medan telah menderita diabetes mellitus lebih dari lima tahun, untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti
kejadian neuropati dan tingkat keparahan neuropati diabetik di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan.
2. Pertanyaan penelitian
Pertanyaan penelitian ini adalah: 1.
Bagaimanakah angka kejadian neuropati perifer diabetik di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan?
Universitas Sumatera Utara
13 2.
Bagaimanakah tingkat keparahan neuropati diabetik di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan?
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan angka kejadian neuropati perifer diabetik di Poliklinik
Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan. 2. Mendeskripsikan tingkat keparahan neuropati perifer diabetik di
Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan
4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah : 1. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang diabetes melitus
dan komplikasi neuropati perifer diabetik. 2. Sebagai informasi bagi pihak Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi
Medan khususnya tentang neuropati perifer diabetik 3. Sebagai bagian dalam riset dan perkembangan penelitian keperawatan
khususnya tentang neuropati perifer diabetik. 4. Sebagai data dasar selanjutnya bagi peneliti keperawatan dengan topik
neuropati perifer diabetik
Universitas Sumatera Utara
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Diabetes Mellitus 1.1 Defenisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan sindrom kronis hiperglikemia akibat defisiensi insulin, resistensi terhadap insulin maupun karena keduanya. Keadaan ini
berdampak pada gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta mengganggu homeostasis cairan dan elektrolit. Diabetes mellitus bersifat
irreversibel, meskipun penderita diabetes mellitus memiliki gaya hidup normal, perlahan-lahan komplikasi akibat penyakit ini berdampak terhadap penurunan
angka harapan hidup dan peningkatan biaya kesehatan . Dekompensasi metabolik akut pada diabetes mellitus dapat menyebabkan kematian Kumar, 2009;
Colledge, 2010.
Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel beta ß pulau langerhans pankreas yang berfungsi untuk meningkatkan ambilan glukosa dan asam amino
oleh organ target. Insulin berikatan dengan reseptornya, mengakibatkan protein spesifik di membran berfosforilasi. Bagian sel berespon terhadap insulin untuk
meningkatkan jumlah transport protein-protein di membran sel untuk glukosa dan asam amino. Target utama insulin adalah hati, jaringan adiposa, otot dan
rangka,dan satiety center di hipotalamus. Satiety centre adalah sekumpulan neuron di hipotalamus yang mengendalikan selera makan Tate, 2012.
Universitas Sumatera Utara
15 Sekresi insulin diatur oleh kadar nutrisi dalam darah, stimulasi neural dan
kontrol hormon. Insulin meningkat pada kondisi peningkatan glukosa darah, peningkatan hormon pada saat mencerna makanan seperti gastrin, sekretin,
kholeksitokinin, dan peningkatan stimulasi parasimpatis, kadar glukosa darah diturunkan oleh insulin dengan cara merangsang jaringan-jaringan meningkatkan
ambilan glukosa, hati dan otot rangka mengubah glukosa menjadi glikogen dan jaringan adiposa mengunakan glukosa untuk membentuk lemak. Insulin menurun
saat kadar glukosa darah menurun, konsentrasi epinefrin dan stimulasi simpatis meningkat. Kadar glukosa darah ditingkatkan dengan menurunkan ambilan
glukosa, hati memecah glikogen menjadi glukosa dan membentuk glukosa dari asam amino, jaringan adiposa memecahkan lemak dan melepaskan asam amino
sebagai sumber energi dan hati mengubah asam lemak menjadi keton sebagai sumber energi diluar glukosa Seeley, 2008.
Pada penderita diabetes mellitus akan ditemukan keluhan-keluhan akibat gangguan insulin. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PERKENI, 2011
membagi keluhan ini menjadi keluhan klasik dan keluhan lainnya. Keluhan klasik diabetes mellitus adalah poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya sedangkan keluhan lainnya terdiri dari lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada priaserta
pruritus vulva pada wanita. Keluhan klasik diakibatkan oleh kerusakan insulin yang mengakibatkan
penurunan anabolisme, terjadi hiperglikemia akibatnya tubuh berusaha untuk
Universitas Sumatera Utara
16 mengeluarkan glukosa melalui urine dan terjadilah diuresis osmotik sehingga
penderita akan mengalami poliuria. Pengeluaran cairan dan garam melalui diuresis akan menjadi sinyal bagi tubuh untuk membutuhkan cairan sehingga
penderita merasa haus dan akhirnya banyak minum Polidipsia.Kerusakan insulin juga mengakibatkan glukosa dalam darah tidak dipergunakan sebagai sumber
energi, meskipun terjadi hiperglikemia namun tubuh berespon dalam kebutuhan energi sehingga penderita mengalami polifagi. Peningkatan katabolisme melalui
proses glukoneogenesis juga terjadi dan mengakibatkan penurunan berat badan pada penderita diabetes mellitus Colledge, 2010.
Diagnosa diabetes mellitus menurut kriteria diagnostik WHO-1999 dalam Kumar 2009 adalah sebagai berikut : Glukosa plasma puasa 7.0 mmolL
126mgdL, glukosa plasma random 11.1 mmolL 200mgdL, sebuah nilai laboratorium abnormal merupakan diagnosa bagi individu simptomatik dan dua
nilai laboratorium dibutuhkan pada individu asimptomatik. Toleransi glukosa dinyatakan jika dua jam setelah makan kadar glukosa plasma 7.8-11.0 mmolL.
Pada orang dewasa diberikan glukosa sebanyak 75 gram dalam 300ml air, pada anak-anak sebanyak 1.75 gram glukosa per kilogram berat badan. Hasil hanya
untuk plasma vena.
1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Ada tiga tipe utama diabetes mellitus yaitu diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2 dan diabetes mellitus gestasional. Diabetes mellitus tipe 1 disebut
juga dengan diabetes tergantung insulin Insulin Dependent Diabetes Mellitus
Universitas Sumatera Utara
17 IDDM dan diabetes mellitus tipe 2 disebut juga Diabetes melitus tidak tergantung
insulin Non Insulin Dependent Diabetes MellitusNIDDM Flaws, 2002 Pada penderita diabetes mellitus tipe 1 terjadi ketiadaan insulin yang
diakibatkan oleh kerusakan sel beta pulau langerhans. Kerusakan ini diakibatkan oleh sistem imun yang menghancurkan sel beta pankreas, beberapa peneliti
mempercayai bahwa reaksi imun terhadap pankreas ini juga di akibatkan oleh masuknya benda-benda asing seperti virus. Diabetes mellitus tipe 1 sangat sulit
dikontrol dan akhirnya berkembang menjadi masalah vaskular dan neural. Lipidemia dan tingginya kadar kolesterol darah memicu berbagai komplikasi
vaskular seperti atherosklerosis, stroke, serangan jantung, gagal ginajal, gangren dan kebutaan. Kerusakan saraf berdampak terhadap kehilangan sensasi , gangguan
fungsi kandung kemih dan impotensi. Komplikasi vaskular dan renal di minimalkan dengan penyuntikan insulin secara teratur. Transplantasi pulau
langehans membantu penderita diabetes mellitus Marieb, 2013. Pada Diabetes mellitus tipe 1 biasanya diikuti dengan hiperglikemia atau diabetik ketoacidosis
Flaws, 2002 Diabetes mellitus tipe 2 merupakan suatu kondisi resistansi terhadap kerja
insulin di hati dan otot bersama dengan gangguan fungsi sel beta yang mengakibatkan defisiensi insulin yang relatif. Diabetes mellitus merupakn tipe
yang paling sering ditemukan. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan gangguan toleransi glukosa yang sering diikuti dengan berbagai gangguan seperti
kegemukan, hipertensi dan dislipidemia. Penyebab utama diabetes mellitus tipe 2
Universitas Sumatera Utara
18 belum diketahui dengan jelas. Aktivitas fisik sangat membantu dalam
meningkatkan sensitivitas insulin Colledge, 2010 Diabetes gestasional merupakan tipe diabetes mellitus yang ditemukan pada
wanita yang sedang hamil namun sebelumnya tidak menderita diabetes mellitus. Jika dibiarkan tanpa pengobatan selama kehamilan, akan menimbulkan resiko
kematian pada bayi. Diabetes gestasional ini merupakan faktor terjadinya resiko diabetes mellitus tipe 2 di hari mendatang baik pada bayi yang dilahirkan maupun
terhadap ibu itu sendiri Flaws, 2002
1.3 Kegawatdaruratan Metabolik Diabetes Mellitus.
Kegawatdaruratan dalam diabetes mellitus terdiri dari ketoasidosis diabetik, koma hiperglikemik hiperosmotik nonketotik dan hipoglikemia Kumar, 2009;
Davidson, 2010. Ketoasidosis diabetik merupakan defisisensi absolut dari insulin yang memicu hiperglikemia, dengan diuresis osmotik dan penurunan volume
sehingga terjadi dehidrasi, dan asidosis akibat ketonemia, ketonuria dan kehilangan bikarbonat melalui urine. Ketoasidosis diabetik umumnya terjadi pada
penderita diabetes mellitus tipe 1, kondisi ini dapat juga terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Penyebab yang paling paling sering adalah infeksi,
berhentinya penggunaan insulin, dehidrasi, stress emosional Flaws, 2002
Ketoasidosis diabetik merupakan suatu kegawatdaratan akut dan mengancam hidup. Gambaran klinis ketoasidosis diabetik adalah rasa haus yang
berlebihan, urinasi, nyeri abdominal, letargi yang berkembang menjadi koma, dehidrasi yang memicu hipotensi dan syok, kadar glukosa darah 250-800 mgdL,
Universitas Sumatera Utara
19 pH 7,3 dan bikarbonat 15 mEqL, pernafasan kussmaul, dan nafas berbau
aseton Hopkins, 2008 Secara umum, penatalaksanaan ketoasidosis diabetik meliputi pemeliharaan jalan nafas, pemberian oksigen, pengobatan terhadap syok,
rehidrasi melalui jalur intravena, pengurangan pottasium dan pemberian insulin secara intravena untuk mengatasi hiperglikemia Flaws, 2002.
Koma Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan metabolik akibat hiperglikemia yang tidak terkontrol yang di
tandai dengan terjadinya hiperosmolaritas tanpa disertai ketosis yang signifikan Kumar, 2009. Gambaran klinisnya dapat berupa hiperglikemia 600mgdL,
poliuria, haus yang berlebihan dan penurunan berat badan, dehidrasi, kekeringan pada kulit dan selaput mukosa,konfusi, delitium hingga koma, penrubahan visual,
hipotensi dan takikardi. Etiologi yang mungkin adalah adanya penyakit yang mengakibatkan dehidrasi, infeksi saluran kemih, stress yang mengakibatkan pada
peningkatan kadar glukosa darah dan enghambatan insulin serta penggunaan obat- obatan yang meningkatkan kadar glukosa darah. Hopkins, 2008
Hipoglikemia adalah suatu kondisi dimana kadar glukosa dalam darah , 3.5mmolL 63mgdL. Kondisi ini terjadi pada orang-orang yang menggunakan
pengobatan diabetes mellitus, yang paling sering terjadi adalah akibat penggunaan insulin Colledge, 2010. Gambaran klinis hipoglikemia adalah pucat, diaforesis
dan kulit terasa dingin, agitasi, disorientasi, sakit kepala, palpitasi, lapar, penurunan tingkat kesadaran dan koma. Penanganan dalam hipoglikemik adalah
pengecekan kadar glukosa darah dan pemberian sumber-sumber glukosa untuk meningkatkan kadar glukosa darah Hopkins, 2008.
Universitas Sumatera Utara
20
1. 4 Komplikasi Diabetes Mellitus
Penggunaan insulin dalam penanganan diabetes mellitus masih tetap menurunkan berkurangnya angka harapan hidup pada penderita diabetes mellitus.
Penyakit kardiovaskular menjadi 70 penyebab kematian yang diikuti oleh gagal ginjal 10 dan infeksi 6. Lama menderita diabetes mellitus dan fluktuasi
hiperglikemia tidak diragukan lagi menjadi penyebab dalam berbagai komplikasi diabetes mellitus. Secara umum komplikasi diabetes mellitus terdiri dari
komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular meliputi infark miokardial yang merusak sirkulasi koroner, stroke akibat
kerusakan sirkulasi serebral, Iskemia karena kerusakan sirkulasi perifer. Komplikasi mikrovaskular terdiri dari retinopati, katarak, nefropati gagal ginjal,
neuropati perifer, neuropati otonom dan penyakit kaki Colledge, 2010. Patofisiologi komplikasi pada diabetes mellitus ini terbagi atas 4 bagian
besar yaitu glikosilasi non enzimatik berbagai protein, jalur poliol, aliran darah pembuluh darah kecil yang terganggu, perubahan hemodinamik, dan faktor
lainnya. Glikosilasi non enzimatik berbagai protein seperti seperti hemoglobin, kolagen, Lemak densitas rendah Low density lipid LDL memicu akumulasi
produk akhir glikosilasi yang menyebabkan cedera dan inflamasi melalui stimulasi faktor proinflamasi seperti komplemen dan sitokin. Jalur poliol
dijelaskan melalui metabolisme glukosa dengan peningkatan aldose reduktase intaeluler yang mengakibatkan akumulasi sorbitol dan fruktosa. Hal ini dapat
menyebabkan perubahan permeabilitas vaskuler, proliferasi sel dan struktur kapiler melalui stimulasi protein kinase C dan TGF-ß. Gngguan dalam aliran
Universitas Sumatera Utara
21 darah mikrovaskular adalah dalam hal suplai nutrisi dan oksigen. Oklusi
mikrovaskuler berkaitan dengan vasokonstiktor seperti endotelin dan
trombogenesis yang mengakibatkan kerusakan endotelial. Faktor lain seperti oksigen reaktif, stimulasi faktor pertumbuhan dan pertumbuhan faktor endotelial
vaskular. Munculnya berbagai faktor ini adalah pelepasan jaringan iskemik Kumar, 2009.
1.5 Pilar Penanganan Diabetes Mellitus
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi komplikasi vaskuler
dan neuropati. Ada empat pilar penanganan diabetes mellitus yaitu diet, latihan, terapi dan eduasi. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai
kadar glukosa darah normal. Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi karena terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan
fisik dan mental penderita diabetes mellitus. Penatalaksanaan diabetes mellitus memerlukan pengkajian dan modifikasi penanganan dari tim kesehatan profesionl
disamping penyesuaian terapi itu sendiri. Meskipun tim kesehatan akan mengarahkan penanganan tersebut, namun pasien sendirilah yang harus
bertanggung jawab dalam pelaksanaan terapi yang kompleks itu setiap harinya, karena itu edukasi menjadi komponen yang penting dalam penatalaksanaan
diabetes mellitus seperti komponen-komponen lainnya SmeltzerBare, 2002; PERKENI, 2011.
Universitas Sumatera Utara
22
2. Neuropati Perifer Diabetik 2.1 Sistem Saraf
Berjuta-juta sel tubuh manusia dikoordinasikan oleh dua sistem pengatur yaitu sistem endokrin dan sistem saraf. Sistem endokrin merupakan sekumpulan
pengantar pesan melalui darah yang bekerja secara lambat, sedangkan sistem saraf bekerja secara cepat. Kedua sistem ini mengatur fungsi dalam tubuh manusia,
mengatur dan mengorganisasikan berbagai aktivitas yang kita lihat sebagai tingkah laku Vander, 2001. Pembahasan ini akan difokuskan pada sistem saraf.
Fungsi utama dari sistem saraf adalah mendeteksi, menganalisa dan menghantarkan informasi. Setiap aksi ini dikendalikan oleh neuron yang saling
berhubungan dan membentuk sistem sensorik dan motorik McPhee, 2006. Sistem saraf terbagi atas dua bagian utama yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan korda spinalis. Otak dan korda spinalis merupakan organ utama tempat informasi dari saraf-saraf
terhubung dan terintegrasi. Baik otak maupun korda spinalis, dibungkus oleh sistem membran yang disebut meninges, tersuspensi dalam cairan serebrospinal
dan dilindungi oleh tulang tengkorak dan kolumna vertebralis Snell, 2010. Sistem saraf perifer terdiri dari reseptor sensori dan saraf-saraf. Reseptor sensori
terdapat di kulit, otot, sendi-sendi, organ dalam dan panca indera, sedangkan saraf-sarafnya terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf spinal. Saraf
perifer terbagi lagi menjadi dua divisi yaitu divisi sensorik afferent division dan divisi motorik motorik division. Masing-masing divisi sistem saraf perifer
memiliki kerja tertentu Tate, 2012.
Universitas Sumatera Utara
23 Divisi sensorik sistem saraf perifer menghantarkan potensial aksi ke
sistem saraf pusat, sedangkan divisi motorik menghantarkan potensial aksi dari sistem saraf pusat ke organ efektor seperti otot dan kelenjar. Divisi motorik dibagi
dua menjadi somatik dan otonom. Somatik menghantarkan potensial aksi dari sistem saraf pusat ke otot rangka sedangkan otonom menghantarkan potensial aksi
dari sistem saraf pusat ke otot jantung, otot polos dan kelenjar. Bagian otonom dibagi atas saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis dan
parasimpatis memiliki kerja yang berlawanan. Netter, 2002 Tortora 2009 menyatakan bahwa terdapat subdivisi sistem saraf perifer selain
subdivisi otonom dan somatik yaitu subdivisi enterik. Sistem saraf enterik berisi sekitar juta neuron di sepanjang traktus gastrointestinal. Fungsi neuron-neuron
dari pleksus enterik bekerja bebas dari sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat ke beberapa tingkat, meskipun berkomunikasi dengan sistem saraf pusat melalui
neuron saraf simpatis dan parasimpatis. neuron sensorik sistem saraf ini mengatur perubahan kimia yang terjadi didalam saluran pencernaan dan dinding yang
membatasinya, sedangkan neuron motornya mensekresikan zat-zat seperti asam dari lambung dan sel endokrin yan gmenghasilkan hormon serta memerintahkan
kontraksi otot polos untuk mendorong makan di sepanjang saluran pencernaan.
2.2 Unit Fungsional Sistem Saraf .
Jaringan saraf yang sangat kompleks tersusun atas dua komponen utama yaitu neuron-neuron dan sel pendukung neuron. Neuron merupakan unit dasar
struktural dan fungsional sistem saraf, sedangkan sel pendukung sistem saraf
Universitas Sumatera Utara
24 berfungsi untuk menolong kerja dari neuron dan jumlahnya lima kali lebih
banyak dari neuron Fox, 2011 Neuron dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan bentuknya, namun
setiap neuron terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel serta dua unit proses yakni dendrit dan akson. Pada badan sel saraf soma terdapat nukleus dan
organel-organel sel lainnya seperti retikulum endoplasmik kasar RE, apparatus golgi dan sejumlah mitokondria. Dalam badan sel juga terdapat substansi nissl
yang merupakan kumpulan dari retikulum endoplasmik kasar dan ribosom- ribosom bebas. Substansi ini berada dalam badan sel dan dendrit, namun bukan
merupakan akson. Organel-organel dalam badan berperan dalam informasi genetik dan berfungsi secara mekanis untuk sintesis protein Vander, 2001; Mader
2004; Tate, 2012. Unit proses dari sel saraf adalah dendrit dan akson. Dendrit adalah unit
proses pendek yang merupakan perpanjangan dari badan sel. Diameternya meruncing dan dapat bercabang sebanyak-banyaknya. peran terpenting dari
dendrit adalah menyalurkan impuls ke badan sel. Akson adalah unit prosesor panjang yang muncul dari elevasi berbentuk kerucut pada badan sel. Diameter
akson ada yang sangat pendek 0,1 mm seperti yang sering terdapat pada neuron di sistem saraf pusat dan dapat pula sangat panjang 3,0 m seperti yang banyak
terdapat pada sistem saraf perifer mulai dari reseptor sensori ke kulit dan dilanjutkan ke kaki, ke saraf perifer dan ke otak. Akson dengan diameter yang
sangat panjang mengkonduksi impuls dengan cepat, sedangkan yang berdiameter
Universitas Sumatera Utara
25 pendek mengkonduksi impuls saraf dengan lambat. Akson sering disebut sebagai
serabut saraf Snell, 2011. Akson menghubungkan antara neuron yang satu dengan neuron yang lainnya, sel
otot-otot dan sel-sel kelenjar. Jembatan antara sebuah neuron dengan sel lainnya disebut sinaps dan akhir dari akson pada sinaps disebut ujung presinaptik yang
memiliki sejumlah vesikel yang berisi neurotransmitter. Neurotransmitter merupakan sebuah pembawa pesan messenger yang berupa substansi kimia yang
melewati sinaps untuk merangsang atau menghambat sel postsinaptik Seeley, 2008.
Akson yang panjang dapat memfasilitasi pengangkutan organel-organel sel, protein-protein, nutrisi, ion dan neurotransmitter yang dihasilkan di badan sel
ke ujung akson yang disebut transport akson axonal transport. Transport akson ini membutuhkan energi dan sering dibagi menjadi komponen cepat dan
komponen lambat. Komponen cepat sekitar 200-400 mm hari dan sangat penting dalam transmisi sinaptik sedangkan komponen lambat berkisar 2 hingga 8 mm
hari dan menghantar 200 jenis protein yang berbeda yang penting untuk fungsi sinaptik. Transport aksonal dapat terjadi dari badan sel ke akson dan dendrit yang
arahnya disebut transport anterograde dan dapat berbalik dari dendrit dan akson ke badan sel yang disebut transport retrograde Shier, 2010; Fox, 2011;
Berdasarkan kecepatan konduksi saraf, diameter dan karakteristik fisiologisnya, serabut saraf terbagi atas serabut A-
α yang berfungsi untuk propioseptif dan motor somatik dengan diameter 12-20µm dan kecepatan konduksi saraf 30-70ms,
serabut tipe A-βdengan fungsi sentuhan dan tekanan, diameter 5-12µm dengan
Universitas Sumatera Utara
26 kecepatan konduksi 70-120ms, serabut A-γuntuk pergerakan otot dengan
diameter 2-6µm dengan kecepatan konduksi saraf 15-30ms. Serabut B berfungsi otonom preganglionik dengan diameter 3µm dengan kecepatan konduksi 12-30
ms. Serabut C berfungsi untuk sensasi nyeri dengan respon refleks dengan diameter 0,4-1,2µm dengan kecepatan konduksi 0,5-2 ms dengan serabut
simpatetikyang berfungsi simpatetik postganglionik dengan diameter 0,3 serta kecepatan konduksi 0,7-2,3 ms Waxman, 2007.
Secara umum, neuron diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan bentuknya. Klasifikasi neuron menurut fungsinya didasarkan pada arah potensial aksi
dikonduksikan, sedangkan klasifikasi neuron menurut strukturnya didasarkan pada jumlah proses jumlah akson dan dendrit-dendrit yang diteruskan dari badan
sel. Berdasarkan fungsinya, neuron dibagi menjadi bagian sensori afferent, bagian motor efferent, dan bagian asosiasi interneuron. Neuron berdasarkan
strukturnya dibagi atas neuron multipolar, neuron bipolar dan neuron unipolar. Tate, 2012. Selain dua klasifikasi utama diatas, neuron juga dapat
dikelompokkan berdasarkan ukurannya Snell, 2010. Neuron afferent mengkonduksi rangsangan-rangsangan dari reseptor
sensori ke sistem saraf pusat. Reseptor sensori merupakan akhir dari akson panjang bagian distal dari neuron sensori. Mader, 2004; Fox, 2011. Pada ujung
distalnya, dendrit dari neuron ini atau struktur khusus yang bergabung bersama dendrit berperan sebagai reseptor sensori untuk mendeteksi lingkungan luar
Shier, 2010. Reseptor sensori dapat dapat berupa akhir saraf polos reseptor nyeri atau merupakan bagian dari organ yang kompleks seperti pada mata dan
Universitas Sumatera Utara
27 telinga Mader, 2004. Stimulus yang sensitif pada neuron sensori merupakan
protein khusus yang berikatan dengan substansi kimia pembawa pesan dan dapat ditemukan pada membran plasma semua sel. Neuron afferent terutama terletak
pada sistem saraf perifer dan hanya sedikit berada pada korda spinalis untuk meneruskan sinyal-sinyal dari bagian perifer ke sistem saraf pusat. Berdasarkan
stimulusnya, reseptor dapat digolongkan menjadi 1 Fotoreseptor photoreceptors yang berespon terhadap gelombang cahaya yang dapat dilihat, 2Mekanoreseptor
mechanoreceptors yang sensitif pada energi mekanis, 2Termoreseptor thermoreceptors yang sensitif pada panas dan dingin,4 Osmoresptor
osmoreceptors yang mendeteksi perubahan konsentrasi larutan di cairan ekstraseluler dan hasil dari perubahan aktivitas osmotik, 5Kemoreseptor
chemoreceptors yang peka pada zat kimia teretntu dan 6 Reseptor nyeri nociceptors yang peka dan mempersepsikan kerusakan jaringan sebagai rasa
nyeri. Kerusakan pada jaringan yang dimaksud adalah seperti rasa tertusuk, terbakar atau distorsi jaringan Sherwood, 2010.
Neuron assosiasi interneuron sepenuhnya berada di sistem saraf pusat dan berperan dalam fungsi assosiatif, integratif pada fungsi saraf. Interneuron
mentransmisikan impuls dari satu bagian otak atau korda spinalis ke bagian lainnya, mengarahkan rangsangan sensori ke area tertentu pada otak untuk di
proses dan di interpretasikan dan impuls yang datang akan di transfer ke neuron efferent Shier, 2010.
Neuron efferent menghantarkan impuls keluar dari sistem saraf pusat menuju organ effektor seperti otot dan kelenjar. Neuron efferen motorik dibagi
Universitas Sumatera Utara
28 atas sistem saraf otonom dan sistem saraf somatik. Sistem saraf otonom berperan
pada otot jantung dan otot polos yang bekerja diluar kesadaran dan sistem saraf somatik bekerja pada otot rangka yang terkontrol debawah pengaruh kesadaran
Shier, 2010; Fox, 2011. Saraf otonom terbagi lagi menjadi dua subdivisi yakni simpatis dan parasimpatis, kerja dari saraf simpatis berlawanan dengan saraf
paraimpatis Marieb, 2006; Fox, 2011 Klasifikasi neuron berdasarkan strukturnya dibagi menjadi multipolar,
bipolar dan unipolar.Neuron multipolar memiliki banyak dendrit dan akson tunggal, neuron bipolar memiliki satu dendrit dan satu akson dan neuron unipolar
hanya memiliki satu unit proses yang memanjang dari badan sel. Unit prosesini bercabang dua dari badan sel. Salah satu cabang diteruskan ke sistem saraf pusat
dan cabang lainnya menuju ke sistem saraf perifer dan memilki reseptor sensori seperti dendrit. Dua cabang ini bertindak sebagai satu akson Tate, 2012. Neuron
motor biasanya merupkan neuron multipolar, neuron sensori biasanya berupa neuron unipolar dan neuron asosiasi merupakan tipe neuron multipolar Mader,
2004. Neuron unipolar berlokasi di akar ganglion posterior, neuron bipolar berlokasi di retina, koklea sensori dan ganglia vestibular dan neuron multipolar
berada di serabut saluran otak dan korda spinalis, saraf perifer dan sel motor dari korda spinalis Snell, 2010.
Neuron yang diklasifikasikan berdasarkan ukurannya dikelompokkan menjadi neuron tipe golgi I dan tipe golgi II. Neuron tipe golgi I yaitu neuron yang
memiliki axon dengan panjang sekitar 1 m atau lebih. Akson dari neuron ini membentuk saluran serabut dari otak dan korda spinalis dan serabut saraf dari
Universitas Sumatera Utara
29 sistem saraf perifer. Contoh dari neuron ini adalah sel piramidal dari korteks
serebri, sel purkinje dari korteks serebelum dan sel motor dari korda spinalis. Neuron tipe golgi II memiliki akson yang pendek dan ujungnya berdampingan
pada badan sel atau kadang-kadang tidak ada samasekali. Dendrit yang muncul dari neuron tipe ini terlihat seperti bintang Snell, 2010.
Sel pendukung sistem saraf ada pada sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Neuroglia merupakan sebutan bagi sel pendukung pada sistem saraf pusat,
sedangkan glia merupakan sel saraf pendukung yang berada pada sistems saraf pusat Fox, 2011. Sel-sel pendukung ini ada sekitar 90 di sistem saraf pusat.
Fungsi dari sel pendukung ini ialah membantu mendukung neuron-neuron baik secara fisik maupun metabolik dengan menjaga komposisi lingkungan
ekstraseluler khusus dalam batas tersempit optimal untuk fungsi neuron Sherwood, 2010. Neuroglia juga menghasilkan faktor pertumbuhan yang
menutrisi neuron dan membuang ion-ion beserta neurotransmitter yang menumpuk diantara neuron, sehingga memungkinkan mereka untuk
mentransmisikan informasi Shier, 2010. Pada sistem saraf pusat ada dua sel glial yaitu sel schwann yang disebut juga
dengan neurolema dan sel satelit ganglionic gliocytes. Sel Schwan membungkus akson dan membentuk selubung myelin Fox, 2011. Sel schwann dari akson
membentuk jarak kecil satu sama lain dan intervalnya disebut dengan nodus ranvier. Kecepatan konduksi saraf bertambah sesuai dengan ketebalan selaput
myelin yang membungkus akson Rohkamm, 2004
Universitas Sumatera Utara
30 Sel satelit mengelilingi badan sel pada sistem saraf pusat dan menyediakan
nutrisi. Sel-sel ini melindungi neuron dari logam berat dan racun dengan menyerap dan menurunkan kontak ke badan sel neuron Tate, 2012. Sel-sel
pendukung di sistem saraf pusat ada empat yaitu oligodendrocytes yang membentuk selubung myelin di sekeliling akson akson pada sistem saraf pusat,
microglia yang bergerak ke sistem saraf pusat dan memfagositosis benda asing, astrocytes yang mengatur lingkungan luar dari neuron-neuron di sistem saraf
pusat dan sel ependymal yang membatasi ventrikel otak dan kanalis central dari korda spinalis Fox, 2011. Sel ependymal dan pembuluh darah membentuk
pleksus koroid yang berada didaerah tertentu di dalam ventrikel. Pleksus ini menghasilkan cairan serebrospinalis yang bersirkulasi di ventrikel otak Tate,
2012
2.3 Organisasi sel jaringan saraf
Pada sistem saraf pusat, jaringan saraf berkumpul sehingga akson-akson membentuk berkas dan badan sel neuron beserta dendrit ikut berkumpul.
Substansi putih merupakan berkas akson paralel dengan kumpulan selubung myelinnya dan substansi abu-abu merupakan kumpulan badan sel, dendrit dan
akson yang tidak termyelinisasi. Substansi putih membentuk saluran yang memperbanyak potensial aksi dari area abu-abu pada sistem saraf pusat ke
lainnya. Substansi abu-abu pada sistems saraf pusat membentuk fungsi integratif. Bagian luar otak yang berisi substansi abu-abu disebut korteks dan pada bagian
dalam disebut nuclei. bagian luar korda spinalis merupakan substansi putih dan bagian tengahnya adalah substansi abu-abu. Di sistem saraf perifer, berkas akson
Universitas Sumatera Utara
31 membentuk saraf yang mengkonduksikan potensial aksi dari dan ke sistem saraf
pusat, banyak saraf terdiri dari akson termyelinisasi dan sebagian kecil merupakan akson yang tidak termyelinisasi. Kumpulan badan sel neuron di sistem saraf
perifer disebut ganglia Seeley, 2008.
2.4 Sistem saraf Perifer
Saraf perifer terdiri dari serabut saraf yang membawa informasi diantara sistem saraf pusat dan bagian-bagian tubuh. Komponen penting dalam saraf
perifer adalah 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf spinal. Ada beberapa terminologi yang sering dipakai dalam sistem saraf perifer yaitu stimulus yang
berarti perubahan yang terdeteksi seperti panas, cahaya, tekanan dan perubahan kimia; reseptor sensori yang berarti ujung serbut saraf afferent yang peka terhadap
respon stimulus lingkungan dalam dan luar tubuh; dan transduksi sensori yang berarti konversi energi menjadi potensial reseptor; potensial reseptor yang berarti
besarnya energi yang diubah ke dalam bentuk sinyal listrik. Serabut saraf dalam sistem saraf perifer baik pada saraf kranial maupun
saraf spinal terdiri dari berkas akson berganda yang disebut fasikula. Fasikula dibungkus oleh selaput jaringan pengikat yang dinamakan perineurium. Jaringan
pengikat yang berada diantara akson dan fasikula disebut endoneurim dan bila berada diantara fasikula-fasikula disebut epineurim. Fasikula berisi akson
termyelinisasi dan tidak termyelinisasi, endoneurium dan dan pembuluh- pembuluh darah Rohkamm, 2004.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa saraf merupakan berkas akson atau serabut saraf. Saraf yang hanya memiliki neuron sensori disebut saraf
Universitas Sumatera Utara
32 sensorik, saraf yang hanya memiliki neuron motor disebut saraf motorik dan
umumnya saraf terdiri dri keduanya yang disebut saraf campuran. Saraf yang muncul dari otak disebut saraf kranial dan saraf yang keluar dari korda spinalis
disebut saraf spinal. Berdasarkan struktur saraf perifer yang terdiri dari saraf kranial dan spinal,
serabut saraf dapat dibagi menjadi empat yaitu : Serabut saraf efferent somatik umum general somatic efferent fibers, Serabut efferent visceral umum general
visceral efferent fibers, serabut afferent somatik umum general somatic afferent fibers dan serabut afferent visceral umum general visceral afferent fibers.
Serabut efferent somatik umum membawa rangsangan motor dari otak dan korda spinalis ke otot rangka dan merangsangnya untuk berkontraksi, serabut efferent
visceral umum membawa rangsangan motor dari otak atau korda spinalis menuju berbagai otot polos dan kelenjar yang berasosiasi dengna organ-organ bagian
dalam dan mengakibatkan otot berkontraksi dan kelenjar mengeluarkan sekresinya. Serabut afferent somatik umum membawa rangsangan sensori dari
reseptor pada kulit dan otot ke otak atau korda spinalis dan serabut afferent visceral umum membawa sensori dari pembuluh darah dan organ dalam tubuh ke
sistem saraf pusat Shier, 2010. Istilah umum general dalam setiap pengelompokan diatas maksudnya adalah
bahwa serabut-serabut bergabung dengan struktur umum seperti kulit, otot rangka, kelenjar dan organ bagian dalam tubuh. Tiga kelompok serabut hanya dijumpai
pada struktur khusus yaitu serabut khusus : serabut efferent somatik khusus yang membawa impuls motor dari otak ke otot yang digunakan untuk mengunyah,
Universitas Sumatera Utara
33 menelan, berbicara dan ekspresi wajah, serabut afferent visceral khusus yang
membawa impuls sensori dari reseptor olfaktori dan pengecap ke otak dan serabut somatik khusus yang membawa rangsangan dari reseptor penglihatan,
pendengaran dan keseimbangan ke otak Shier, 2010. Manusia memiliki 12 pasang saraf kranial, 2 paang berasal dari badan sel
neuron yang berada di otak bagian depan dan 10 pasang muncul dari otak bagian tengah dan otak bagian belakang. Penulisan saraf kranial yang umum adalah
dengan angka romawi dan nama. Angka romawi merujuk pada posisi saraf dari bagian depan otak ke belakang, sedangkan namanya menunjukkan bagian yang
dipersarafi oleh saraf-saraf karanial ini Fox, 2011. Urutan serta nama-nama keduabelas saraf kranial ini yaitu : saraf olfaktori olfactory nerve, saraf optikus
optic nerve, saraf okulomotor oculomotor nerve, saraf trokhlearis trochlear nerve, saraf trigeminal trigeminal nerve, saraf abdusen abducent nerve, saraf
fasialis facial nerve, saraf vestibulokokhlearis vestibulocochlear nerve, saraf glossofaringeal glossopharyngeal nerve, saraf vagus vagus nerve, saraf
assesorius acessory nerve, saraf hipoglossus hypoglossal nerve. Saraf olfaktori melewati lamina cribosa dan mempersarafi bagian atas dari membran mukosa
nasal, saraf optikus berkaitan dengan mata, saraf okulomotor, troklear dan saraf abduscent mempersarafi otot okuler eksternal, saraf trigeminnal mempersarafi
kulit wajah dan otot mastikasi dan saraf fasialis mempersarafi otot untuk mimik wajah, saraf vestibulukoklear berkaitan dengan otot stato-akustik, saraf vagus
merupakan saraf kranial terpanjang untuk bagian lateral leher, mencapai dada dan kavum kavitis dan merupakan bagian parasimpatis dari bagian sistem saraf
Universitas Sumatera Utara
34 otonom. Saraf glosofaringeal, asesorius, dan hypoglossus mempersarafi otot leher,
lidah dan faring Rohen,2011 Rangkuman jenis serabut saraf dan fungsi masing-masing saraf kranial dapat
dilihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel 2.4 Fungsi Saraf Kranial; dikutip dari Hole’s Human Anatomy And Physiology, Hal: 417.
Saraf Jenis
Fungsi I Olfaktori
Sensorik Serabut saraf sensorik
menghantar rangsang yang terhubung dengan indera
II Optikus Sensori
Serabut saraf sensorik menghantar rangsang yang
terhubung dengan indra penglihatan
III Okulomotor Terutama
motor Serabut saraf motorik
menghantar rangsang untuk mengangkat kelopak mata,
pergerakan mata, mengatur jumlah cahaya yang masuk ke
mata dan fokus lensa. Beberapa serabut sensorik
menghantarkna rangsang yang terhubung dengan propioseptor
IV Trokhlearis Terutama
motor Serabut motorik menghantar
rangsang ke otot untuk perpindahan bola mata
Beberapa serabut sensori menghantar rangsang yang
terhubung denngan propioseptor
V Trigeminal Divisi Opthalmik
Divisi Maksillaris Divisi Mandibular
Campuran Serabut saraf sensorik
menghantar rangsang dari dari permukaan mata, kelenjar
airmata. kulit kepala, dahi dan bagian kelopak mata bagian
atas. Serabut saraf sensorik
menghantar rangsang dari gigi bagian atas, gusi bagian atas,
bibir bagian atas, lapisan
Universitas Sumatera Utara
35 langit-langit mulut, dan kulit
wajah Serabut saraf sensori
menghantar rangsang dari kulit kepala, kulit rahang, gigi
bagian bawah, gusi bagian bawah, dan bibir bawah.
Serabut saraf motorik menghantar rangsang dari otot
mastikasi dan otot di dasar mulut
VI Abdusen Terutama
motor Serabut motor menghantar
rangsang ke otot yang menggerakkan mata
Beberapa serabut saraf sensori menghantar rangsang yang
terhubung dengan propioseptor
VII Fasialis Campuran
Saraf sensori menghantar rangsang yang terhubung
dengan reseptor pengecapan pada bagian anterior lidah
Serabut saraf motorik menghantar rangsang dari otot
ekspresi wajah, kelenjar airmata dan kelenjar air liur
VIII Vestibulokokhlearis Cabang Vestibular
Cabang Kokhlearis Sensori
Serabut saraf sensori menghantar rangsang yang
terhubung dengan sensasi keseimbangan
Serabut saraf sensorik menghantar rangsang yang
terhubung dengan indera pendengaran
IX Glossofaringeal Campuran
Serabut saraf sensori menghantar rangsang dari
faring, tonsil, lidah bagian posterior dan arteri karotis
Serabut saraf motorik menghantar rangsang ke
kelenjar air liur dan otot faring yang digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
36 mengunyah
X Vagus Campuran
Serabut saraf motorik somatik menghantarkan rangsang ke
otot yang terhubung dengan berbicara dan menelan; motor
otonom menghantar rangsang ke organ bagian dalam dada
dan abdomen Serabut saraf sensorik
menghantar rangsang dari faring, laring, esofagus dan
organ tubuh bagian dalam dari dada dan abdomen
XI Assesorius Cabang Kranial
Cabang Spinal Terutama
motor Serabut motorik menghantar
rangsang ke otot palatum lunak, faring dan laring
Serabut motor menghantarkan rangsang dari otot leher dan
punggung, beberapa bagian masukan propioseptor
XII Hipoglossus Serabut motorik
menghantarkan rangsang ke otot yang berperan dalam
perpindahan lidah, dan beberapa masukan
propioseptor
Lesi pada setiap saraf kranial mengakibatkan gangguan pada bagian tubuh yang dipersarafinya sesuai dengan jenis serabut sarafnya masing-masing. Lesi
pada saraf I mengakibatkan ketidakmampuan untuk menghidu, pada saraf II mengakibatkan kebutaan afeksi sisi, pada saraf III mengakibatkan pelebaran
pupil, deviasi secara inferior dan lateral berkaitan dengan paralisis otot, penglihatan ganda, kekaburan penglihatan kelopak mata yang terasa berat, pada
saraf IV mengakibatkan deviasi mata secara superior dan medial, penglihatan ganda, pada saraf V mengakibatkan neuralgia trigeminal, nyeri berat sepanjang
Universitas Sumatera Utara
37 cabang saraf, kehilangan sensasi taktil di wajah, kelemahan dalam menggigit dan
mengatupkan rahang, pada saraf VI akan mengakibatkan deviasi mata secara medial, pada saraf VII akan mengakibatkan kelumpuhan wajah facial palsy,
kehilangan sensasi rasa pada 23 bagian lidah dan penurunan salivasi, pada saraf VIII terjadi penurunan atau kehilangan pendengaran saraf koklear; kehilangan
keseimbangan, mual, vertigo dan pusing saraf vestibular, pada saraf IX mengakibatkan kesulitan dalam menelan, kehilangan sensasi di 13 bagian
posterior lidah dan penurunan salivsi, pada saraf X mengakibatkan kesulitan menelan dan atau keparauan, penyimpangan uvula pada bagian yang tidak
berfungsi, pada saraf XI mengakibatkan kesulitan untuk mengelevasikan scapula atau merotasikan leher, dan pada saraf XII akan mengakibatkan penyimpangan
idah ke sisi saraf yang rusak ketika ditonjolkan keluar Tate, 2012 Saraf spinalis merupakan komponen dari sistem saraf perifer yang keluar
dari sistem saraf pusat yaitu korda spinalis. Saraf spinal ada 31 pasang dan ditulis dengan huruf serta angka. Huruf menunjukkan daerah pada kolumna vertebra
tempat munculnya saraf tersebut, C menunjukkan servikal, T menunjukkan thorakalis, L menunjukkan lumbalis dan S menunjukkan sakrum. Nomor pada
penamaan saraf spinalis meunjukkan lokasi di setiap daerah tempat munculnya saraf pada kolumna vertebralis dengan nomor terkecil menunjukkan bagian paling
superior. Saraf servikal terdiri dari C1-C8, saraf thorakalis menunjukkan T1-T12, saraf lumbalis terdiri dari L1-L5 dan saraf sakrum terdiri dari S1-S5.
Setiap saraf spinal kecuali C1 memiliki distribusi sensori kutaneus spesifik di seluruh tubuh.. Dermatomal merupakan sebuah istilah daerah pada kulit yang
Universitas Sumatera Utara
38 disuplai oleh inervasi sensorik oleh saraf- saraf spinal. Kehilangan sensasi pada
pola dermatomal memberikan informasi terhadap bagian saraf yang rusak Seeley, 2008. Reseptor kutaneus berespon terhadap sentuhan, nyeri dan suhu.
2.5 Neuropati Perifer Diabetik
Neuropati perifer merupakan kelainan neurologik yang umum pada saraf perifer. Neuropati perifer memiliki banyak penyebab dengan berbagai manifestasi.
Neuropati dapat terjadi akibat kelainan imun, kurang nutrisi, diabetes mellitus, infeksi, kanker, penggunaan alkohol, keracunan metabolik dan kelainan endokrin
Torre, 2009. Topik ini difokuskan pada neuropati perifer akibat diabetes mellitus.
Diabetes mellitus dapat merusak saraf perifer dari berbagai cara. Hiperglikemia memicu peningkatn sorbitol dan fruktosa pada sel schwann,
akumulasinya mengakibatkan gangguan pada fungsi dan strukturnya.perubahan histologik awal adalah demyelinisasi segmental karena kerusakan sel schwann,
pada tahap awal, akson akan mengalami fase pemulihan yang reversibel namun akhirnya akan berkembang menjadi fase ireversibel Kumar, 2009.
Neuropati perifer mengakibatkan disfungsi sensori, disfungsi motor dan disfungsi otonom. Gangguan sensori sering kali menjadi tanda dari neuropati
akibat diabetes mellitus. Gangguan proses sensori dapat mengakibatkan hiperalgesia lebih nyeri dari stimulasi berat, hiperesthesia pengingkatan sensasi
taktil dengan penurunan ambang, paresthesia sensasi spontan atau dirangsang, disthesia sensasi yang sangat nyeri baik spontan maupun disengaja atau alloynia
nyeri dari stimulasi ringan, kerusakan yang mengacu pada pertambahan
Universitas Sumatera Utara
39 kecepatan konduksi. Serabut α dan β yang termyelinisasi menyebabkan
parasthesia seperti kesemutan, menusuk-nusuk, rasa tegang, tertekan dan bengkak. Kerusakan yang mengacu pada penurunan kecepatan konduksi, penipisan
myelinisasi A-ð dan serabut C mengakibatkan analgesia, sensasi suhu abnormal seperti rasa dingin dan panas, serta nyeri seperti terbakar, terpotong, tertarik dan
rasa tumpul Rohkamm, 2004. Neuropati otonom berdampak pada hipotensi orthostatik, gangguan pengosongan lambung, diare, pengosongan kandung kemih
yng tertunda, disfungsi erektil, dan lain-lain. Klasifikasi neuropati akibat diabetes dapat digolongkan atas distal sensory
polyneuropathy, autonomic neuropathy, lumbar polyradiculopathy, thoracic radiculopathy, mononeuropathy, mononeuritis multiplex. Distal sensory
polyneuropathy ditandai dengan symptom stocking-glove yakni pada tangan dan kaki, dengan gejala nyeri, rasa kebas di kaki dan merupakan tipe yang paling
sering ditemukan pada penderita diabetes, autonomic neuropathy kemunculannya biasanya tersembunyi dan menyerang berbagai organ secara simultan dan
merupakan komplikasi yang tidak terdiagnosa, lumbar polyradiculopathy ditandai dengan nyeri unilateral pada paha, kehilangan sensasi yang minimal, terjadi akibat
diabetes mellitus jangka panjang, thoracic radiculopathy muncul dengan nyeri pada bagian abdominal yang disertai dengan pembengkakan pada abdomen,
penderita umumnya menjalani pemeriksaan gastrointestinal sebelum ditemukan diagnose yang tepat, mononeuropathy merupakan munculnya disfungsi pada akar
saraf tunggal, seringkali nyeri, saraf kranial yang terseranh umumnya okulomotor, merupakan factor yang umum menyebabkan carpal tunnel, mononeuritis multiplex
Universitas Sumatera Utara
40 merupakan onset berkepanjangan dari disfungsi neurologic fokal pada berbagai
area, symptom utamanya adalah nyeri, kelemahan dan rasa kebas pada kaki umumnya muncul unilateral Fink, 2005
Neuropati perifer diabetik jenis distal sensory polyneuropathy merupakan faktor utama terjadinya kaki diabetik. Pada penderita diabetes mellitus harus
dilakukan skrining dengan berbagai pemeriksaan seperti sensasi tusuk, suhu dan persepsi getaran. Perhatian khusus perlu diberikan pemberi layanan kesehatan
pada penderita diabetes mellitus karena neuropati perifer dapat berdampak pada cedera tungkai bawah yang tidak disadari serta luka terbuka yang perlu perhatian
khusus. Bahaya akibat kehilangan sensasi pada neuropati perifer ini juga sering diabaikan oleh penderita terutama jika bagian-bagian lainnya masih dapat
merasakan sensasi dengan baik, oleh karena itu pengkajian sensori taktil pada penderita diabetes mellitus merupakan tindakan yang penting dalam perawatan
penderita diabetes mellitus Fenderson, 2009. Fink 2005 menyatakan bahwa penanganan neuropati dilakukan dengan
memberikan antidepresan, antikonvulsan, mengendalikan kadar glukosa darah, menurunkan faktor resiko kardiovaskular, mengendalikan berat dengan pola
makan dan aktivitas serta perawatan kaki untuk mengurangi resiko infeksi dan amputasi.
Pengkajian sensori pada plantar kaki dapat dilakukan dengan semmes weinstein monofilament 5.07 gaya 10 gr, dilakukan di sepuluh titik pada telapak
kaki. Sepuluh titik menggambarkan distribusi kutaneus cutaneous distribution
Universitas Sumatera Utara
41 pleksus saraf sakral dan lumbalis pada pada tungkai bagian bawah Tate, 2012.
Peta distribusi kutaneus dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 2.5.1 Peta Distribusi Kutaneus pada kaki Dikutip dari : Seeley’s Principles of anatomy and physiology; Hal. 315
Tibial Nerve L4-S3 Sural nerve L5-S2
Femoral Nerve L3-L4 Common Fibular Nerve L4-S2
Skor keparahan dari pengkajian dengan alat ini menunjukkan derajat neuropati perifer yang diderita, semakin tinggi derajat neuropati yang diderita,
maka semakin tinggi resiko terjadinya luka dan kerusakan pada kaki Fenderson, 2009.
Universitas Sumatera Utara
42
Gambar 2.5.2 Peta Titik Neuropati di Kaki Dikutip dari : British Columbia Povincial Nursing Skin and Wound Comitee
Titik 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 10 dipersarafi oleh tibial nerve yag merupakan plexus saraf spinal L4-S3. Insensitivitas pada titik ini menunjukkan cedera pada
percabangan kutaneus yang disuplai oleh saraf tibial yaitu kulit pada permukaan posterior kaki dan bagian calcaneus kaki, percabangan motornya terdapat pada
bagian otot punggung atas, tungkai dan kaki kecuali pada bicep femoris, bagian posterior adductor magnus, tibialis posterior, poplitea, flexor digitorum longus,
flexor hallucius longus dan otot kaki bagian dalam. Saraf ini merupakan saraf yang melayani hampir sebahagian besar bagian plantar kaki Marieb, 2013
Titik 9 dipersarafi oleh sural nerve. Insensitivitas pada titik ini menunjukkan adanya cedera pada percabangan sural nerve yang mempersarafi
bagian lateral dan sepertiga posterior kaki dan bagian lateral kaki. Titik 8 dipersarafi oleh femoral nerve. Insensitifitas pada daerah ini menunjukkan cedera
percabangan saraf ini pada kaki. Saraf femoral menyuplai otot untuk fleksi paha dan ekstensi kaki dan kulit pada bagian anterior dan lateral paha, bagian medial
tungkai dan kaki. Titik 1 dipersarafi oleh common fibular nerve. Insensitivitas
Universitas Sumatera Utara
43 pada titik ini menunjukkan cedera pada perrcabangan sarafnya. common fibular
nerve menyuplai kepala bicep femoris, otot-otot dorsofleksi, fleksi bagian plantar, kulit bagian lateral dan anterior tungkai dan bagian dorsal kaki Seeley, 2008.
Universitas Sumatera Utara
44
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan angka kejadian dan tingkat keparahan neuropati perifer diabetik di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pingadi
Medan, dimana keparahan neuropati perifer diabetik dikategorikan menjadi derajat 0, derajat 1, derajat 2, dan derajat 3
Skema 3.1. Kerangka konseptual angka kejadian dan tingkat keparahan neuropati perifer diabetik
2. Variabel penelitian dan Defenisi Operasional
Variabel penelitian dan defenisi operasional dalam penelitian ini dijabarkan pada tabel di bawah ini :
Neuropati Perifer
Diabetik
Ya : Derajat 1
Derajat 2 Derajat 3
Tidak : Derajat 0
Universitas Sumatera Utara
45
Tabel 3.1 Tabel Defenisi Operasional Angka Kejadian dan Neuropati Perifer Diabetik
No
Variabel Defenisi
Operasional Cara
Pengukuran
Hasil Ukur Skala
1.
Angka kejadian
neuropati perifer
diabetik Jumlah responden
yang mengalami neuropati pada
salah satu maupun kedua kaki.
Monofilamen disentuhkan
pada 10 titik neuropati,
masing –masing di plantar kiri
dan kanan. Responden yang
tidak sensitif terhadap
minimal 1 titik neuropati pada
salah satu atau kedua kaki
digolongkan sebagai
responden neuropati.
Persentasi responden
neuropati terhadap
seluruh responden
penelitian Nominal
2.
Tingkat keparahan
neuropati perifer
dibetik Derajat keparahan
neuropati perifer diabetik
berdasarkan jumlah titik
neuropati yang tidak dirasakan
saat pengukuran dengan semmes
weinstein monofilamen 5.07
10 gr Monofilamen
disentuhkan terhadap 10 titik
neuropati pada kaki, jika
responden sensitif terhadap
10 titik neuropati digolongkan
neuropati derajat, tidak sensitif
pada 1-3 titik digolongkan
neuropati derajat 1, tidak sensitif
terhadap 4-6 titik digolongkan
derajat 2, tidak sensitif pada 7-
10 titik digolongkan
derajat 3
Derajat 0 Derajat 1
Derajat 2 Derajat3
Ordinal
Universitas Sumatera Utara
46
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian