Antioksidan Karakterisasi Simplisia Dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak N-Heksan, Etil Asetat Dan Etanol Herba Labu Siam (Sechium Edule Sw) Dengan Metode DPPH

Semua gangguan tersebut dapat memicu munculnya berbagai penyakit Kosasih, 2004.

2.3 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dalam kadar rendah dibanding bahan yang dapat dioksidasi, sangat memperlambat atau menghambat oksidasi bahan tersebut. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron elektron donor atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal atau dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Atas dasar fungsinya, antioksidan dapat dibedakan menjadi lima: Kumalaningsih, 2006 a. Antioksidan primer, merupakan sistem enzim pada tubuh manusia, contohnya: enzim superoksida dismutase. b. Antioksidan sekunder, merupakan antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan berupa tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. c. Antioksidan tersier sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia yang biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mencegah terjadinya reaksi autooksidasi. Antioksidan tersier bekerja memperbaiki sel sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Senyawa antioksidan sintetik yang secara luas digunakan adalah Butylated Hydroxyanisole BHA, Butylated Hydroxytoluen BHT, propil galat. d. Oxygen scavenger, yang mampu mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi reduksi, misalnya vitamin C. e. Chelators atau sequestrant, yang dapat mengikat logam yang mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam sitrat. Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak. Untuk mempermudah pemahaman tentang mekanisme kerja antioksidan perlu dijelaskan lebih dahulu mekanisme oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen reaksi 1. pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi reaksi 2. Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru reaksi 3. Inisiasi : RH —- R + H 1 Propagasi : R + O2 —–ROO 2 ROO + RH —–ROOH +R 3 Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang bertanggungjawab atas flavor makanan berlemak. Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi melalui reaksi antar radikal bebas membentuk kompleks bukan radikal reaksi 4 Terminasi : ROO +ROO —- non radikal reaksi 4 R + ROO —- non radikal R + R —– non radikal Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal asam lemak segera setelah senyawa tersebut terbentuk. Dari berbagai antioksidan yang ada, mekanisme kerja serta kemampuannya sebagai antioksidan sangat bervariasi. Seringkali, kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan yang lebih baik sinergisme terhadap oksidasi dibanding dengan satu jenis antioksidan saja. Sebagai contoh asam askorbat seringkali dicampur dengan antioksidan yang merupakan senyawa fenolik untuk mencegah reaksi oksidasi lemak. Adanya ion logam, terutama besi dan tembaga, dapat mendorong terjadinya oksidasi lemak. Ion-ion logam ini seringkali diinaktivasi dengan penambahan senyawa pengkelat dapat juga disebut bersifat sinergistik dengan antioksidan karena menaikan efektivitas antioksidan utamanya. Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai antioksidan harus mempunyai sifat-sifat: tidak toksik, efektif pada konsentrasi rendah 0,01-0,02, dapat terkonsentrasi pada permukaanlapisan lemak bersifat lipofilik dan harus dapat tahap pada kondisi pengolahan pangan umumnya. Beberapa contoh komponen flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan Komponen Sumber Vitamin Vitamin C Vitamin E Buah-buahan sayuran Padi-padian, kacang-kacangan dan minyak Anthosianidin Oenin Cyanidin Delphinidin Anggur wine Buah anggur, raspberri, strawberri Kulit buah aubergine Flavo-3-ols Quercertin Kaempferol Bawang, kulit buah apel, buah berri, buah anggur, tea dan brokoli Leek, brokoli, buah anggur dan teh Flavonone Rutin Luteolin Chrysin Apigenin Bawang, kulit buah apel, buah berri, buah anggur, tea dan brokoli Lemon, olive, cabe merah Kulit buah Celery dan parsley Flavan-3-ols Epicatecin Redblack grape wine Tea Epigallocatecin Epigallocatecin gallate Epicatecin gallate Tea Tea Flavonone Taxifolin Narirutin Naringenin Hesperidin Hesperetin Buah jeruk citrus Buah jeruk citrus Buah jeruk citrus Jus Orange Jus Orange Theaflavin Theaflavin Theaflavin-3-gallate Theaflavin-3’-gallate Theaflavin digallate Black tea Black tea Black tea Black tea Dua jenis antioksidan yang digunakan dalam produk pangan adalah antioksidan alami dan sintetis. Vitamin E adalah antioksidan alami paling terkenal dan terdapat dalam jumlah yang cukup dalam seluruh minyak nabati. Antioksidan alami lain yakni sesamol dan gosipol, terdapat dalam minyak wijen dan minyak biji kapas. Pala dan paprika juga mengandung senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan. Penambahan rempah-rempah ke dalam masakan secara tidak disengaja juga menambah antioksidan di dalamnya Anonim, 2010. Sedangkan jenis antioksidan sintetis yang pada umumnya digunakan dalam produk pangan a.l. BHA butylated hidroxyanisole, BHT butylated hydroxytoluen, PG propil galat dan TBHQ tert-butylhydoxynisole. BHA dan BHT sangat efektif untuk lemak hewan, sedangkan PG selain untuk lemak hewan juga baik untuk minyak nabati walaupun senyawa ini menimbulkan perubahan warna jika terdapat besi dan air. Kecenderungan perubahan warna dalam penggunaan PG tidak dialami pada TBHQ. Senyawa ini mempunyai kelarutan yang lebih baik serta stabil pada suhu tinggi dan sedikit menguap dibandingkan dengan BHA dan BHT. Saat ini masih banyak negara yang tidak mengizinkan penggunaan BHA dan BHT ini. Karena pada percobaan binatang, pemberian dalam dosis tinggi kedua senyawa menimbulkan efek teratogenik pada tikus Anonim, 2010. BAB III METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental. Metodologi penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan sampel, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak serta pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Penelitian dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat-alat