21
Bentuk-bentuk lain dari karet yang strukturnya berkaitan dengan gutta-percha adalah balata dan chicle, yang diperoleh dari pohon-pohon di Meksiko dan Amerika
Selatan dan Tengah. Pemakaian gutta-percha dan polimer-polimer terkait mencakup koting kawat, impregnan untuk textile belting, dan pernis. Hingga ionomer-ionomer
merebut pasar, gutta percha merupakan bahan yang dipilih untuk cover bola golf.
2.4 Pengaruh Komponen bukan Karet Non Rubber dan Pengaruh Struktur Kimia Lateks
a. Pengaruh komponen bukan karet non rubber Kandungan bukan karet lateks yang terdiri dari air dan senyawa-senyawa protein,
lipida, karbohidrat serta ion-ion anorganik mempengaruhi sifat karet. Komponen senyawa-senyawa protein dan lipid selain berguna menyelubungi
partikel karet memantapkan lateks, juga berfungsi sebagai antioksidan alamiah dan bahan pencepat dalam proses pembuatan barang jadi karet. Oleh karena itu dalam
penanganan bahan olah dan pengolahan karet ekspor lateks pekat, dan SIR komponen non karet protein dan lipid harus dijaga sebaik mungkin. Hilangnya
protein dan lipid dapat terjadi akibat pencucian yang terlalu berat atau akibat terjadinya pembusukan yang terlalu lama, sehingga habis dimakan mikroba. Menjaga
kebersihan protein dan lipid dapat di lakukan dengan menjaga kebersihan peralatan dan pengawetan serta menjaga terjadinya proses pencucian yang terlalu berat sewaktu
pengolahan. Karet telah habis kandungan protein dan lipidnya akan mudah dioksidasi oleh udara mengakibatkan elastisitasnya dan PRI nya menjadi rendah.
Kandungan ion-ion anoganik Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, dll berkorelasi dengan kadar abu didalam analisa karet. Semakin tinggi konsentrasi ion logam semakin tingi
kadar abu. Kadar abu karet diharapkan rendah, karena umumnya sifat logam dapat
Universitas Sumatera Utara
22
mempercepat tejadinya proses oksidasi karet. Dalam penanganan bahan olah karet kotoran dari luar seperti pasir, tanah dan lain-lain harus dihindarkan.
b. Pengaruh struktur kimia karet Karet alam adalah suatu polimer dari isoprena dengan nama kimia Cis 1,4
Polisoprena. Rumus umum monomer karet alam adalah C
5
H
8 n
dengan rumus bangun
seperti pada gambar.
CH
3
H
2
C = C – CH = CH
2
2-metil 1,3-butadiena n dalah derajat polimerisasi yaitu bilangan menunjukkan jumlah monomer di dalam
rantai polimer. Nilai N dalam karet alam berkisar antara 3.000-15.000. Viskositas karet berkorelasi dengan nilai n, semakin besar nilai n akan semakin
panjang rantai molekul karet menyebabkan sifat viskositas karet semakin tinggi. Karet yang terlalu kental kurang disukai konsumen, karena akan mengkonsumsi energi yang
besar sewaktu proses vulkanisasi pada pembuatan bahan bahan baku, tetapi sebaliknya karet yang viskositasnya terlalu rendah juga kurang disukai karena sifat barag jadinya
seperti tegangan putus dan perpanjangan putus menjadi rendah. Molekul-molekul polimer karet alam tidak lurus, tetapi melingkar seperti spiral
dan ikatan – C – C – didalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat ditarik, ditekan dan lentur. Adanya ikatan
rangkap –C=C- pada molekul karet, memungkinkan dapat terjadi reaksi oksidasi. Oksidasi karet oleh udara terjadi pada ikatan rangkap yang akan berakhir dengan
pemutusan ikatan rangkap molekul, sehingga panjang rantai polimer akan semakin pendek.
Universitas Sumatera Utara
23
Terjadinya pemutusan rantai poilmer mengakibatkan sifat viskositas dan PRI serta Po karet menurun. Oksidasi karet oleh udara akan lebih lambat terjadi bila kadar
anti oksidan alam tinggi serta kadar ion-ion logam karet rendah. Untuk itu dalam penanganan bahan olah berupa lateks atau koagulan harus dilakukan sedini mungkin,
agar sifat-sifat hakiki karet alam dapat terjaga tetap baik mulai dari kebun, pengolahan di pabrik hingga sampai diluar negeri.
Ompusunggu M
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks