kekuasaan orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkat”.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan sebagai anak
kandung sendiri.
2.2 Pengertian Orang Tua Angkat
Setiap anak yang terlahir di dunia pasti memiliki orang tua biologis, walaupun ada orang tua yang tidak mengharapkan kehadiran seorang anak,
sehingga anak menjadi anak terlantar dan anak tidak memiliki orang tua lagi. Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007, Pasal 1 ayat 3 menjelaskan
pengertian orang tua, yaitu ayah danatau ibu kandung, dan ayah danatau ibu tiri, atau ayah danatau ibu angkat.
Dari penjelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dikatakan sebagai orang tua bukan hanya orang tua yang melahirkan, tetapi bisa orang tua tiri,
ataupun orang tua angkat. Sehingga anak yang pada awalnya tidak memiliki orang tua kandung, memungkinkan untuk memiliki orang tua lainnya.
Peraturan Menteri Sosial No. 110HUK2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak, Pasal 1 ayat 4 menjelaskan pengertian calon orang tua
angkat, yaitu orang yang mengajukan permohonan untuk menjadi Orang Tua Angkat.
Sedangkan, Pasal 1 ayat 4 Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007, menjelaskan bahwa orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk
merawat, mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang- undangan dan adat kebiasaan.
Calon orang tua angkat yang dimaksud dalam Domestic Adoption adalah pasangan suami isteri Warga Negara Indonesia, dan janda dengan status
kewarganegaraan Indonesia Pasal 18 Permensos 101 Tahun 2009. Calon orang tua angkat yang dimaksud dalam Intercountry Adoption
adalah Warga Negara Asing dengan Warga Negara Asing, Warga Negara Indonesia yang salah satu pasangannya Warga Negara Asing, serta Warga Negara
Indonesia yang mengangkat calon anak dari Warga Negara Asing BAB VI dan BAB VII Permensos 101 Tahun 2009.
Sebelumnya dalam hal perkawinan campuran, Pasal 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 1946 disebutkan bahwa seorang wanita selama dalam perkawinan
turut kewarganegaraan suaminya. Dan diperjelas dalam Undang-Undang No. 62 Tahun 1958, yang menjelaskan bahwa pada dasarnya yang menentukan kesatuan
kewarganegaraan itu adalah suami. Meskipun pada dasarnya kewarganegaraan suami menentukan, undang-undang ini memberi kesempatan juga kepada
warganegara laki-laki untuk melepaskan kewarganegaraannya Kansil 1996: 115.
2.3 Tujuan dan Motif Pengangkatan Anak