SIFAT ORGANOLEPTIK Pengaruh tingkat sterilitas pada proses pengalengan terhadap sifat fisik gudeg yang dihasilkan

31 perlakuan suhu yang berbeda di setiap nilai F . Penggunaan variasi suhu pada nilai F yang sama akan menghasilkan produk gudeg dengan tingkat keempukkan yang relatif sama. Produk gudeg konvensional memiliki nilai kedalaman penetrasi sebesar 30.0 mm5.0 detik. Nilai yang diperoleh tersebut tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan nilai kedalaman penetrasi gudeg dalam kaleng yang dihasilkan pada F =28 menit. Dengan demikian, kombinasi suhu dan waktu yang tepat pada proses pengalengan gudeg dapat menghasilkan produk yang memiliki tekstur tingkat keempukan yang sesuai dengan produk gudeg konvensional. Gudeg berbahan utama nangka muda yang merupakan bahan nabati. Pelunakkan jaringan pada bahan nabati, seperti sayur dan buah, terjadi akibat hidrolisis pektin dan pelarutan sebagian hemiselulosa yang dikombinasikan dengan kehilangan sel turgor. Proses termal dapat menyebabkan perubahan struktur dinding sel, terutama lamela tengah Ahmed dan Shivare 2006. Saat dipanaskan, terjadi perubahan struktur protopektin. Protopektin yang bersifat tidak larut dapat berubah menjadi pektin yang dapat terdispersi dalam air jika dipanaskan Winarno 1992. Semakin lama waktu pemanasan, jumlah pektin yang terdispersi dalam air juga semakin banyak, sehingga tekstur bahan semakin lunak.

E. SIFAT ORGANOLEPTIK

Perlakuan perbedaan suhu pada sterilisasi gudeg tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan warna dan tekstur produk gudeg dalam kaleng seperti telah dibahas pada sub bab sebelumnya. Burton 1978 menyatakan bahwa kombinasi pemanasan suhu yang lebih tinggi dan waktu pemanasan yang lebih singkat biasanya memberikan perubahan kimia produk sterilisasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan proses pemanasan pada suhu yang lebih rendah. Optimasi proses termal dengan mempertimbangkan mutu produk berarti menentukan kondisi proses yang memenuhi syarat keamanan produk dengan meminimumkan kerusakan mutu organoleptik dan gizi produk Richardson 2004; Awuah et al. 2007. Dengan demikian, sampel yang dipilih untuk uji organoleptik adalah gudeg yang diproduksi pada suhu tertinggi, yaitu 121 C, dengan kombinasi nilai F = 4, 12, 20, dan 28 menit. Gambar 22 menunjukkan sampel gudeg yang disterilisasi pada suhu 121 C dengan kombinasi berbagai nilai F . Gambar 22. Gudeg yang disterilisasi pada suhu 121 C dengan perlakuan a F =4, b F =12, c F =20, dan d F =28 menit Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui mutu internal produk yang hanya dapat dideteksi setelah seseorang mencicipi produk tersebut. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji penerimaan Acceptance Test menggunakan metode uji rating hedonik. Karena produk gudeg dalam kaleng merupakan jenis masakan manis, panelis yang dipilih adalah panelis yang menyukai masakan manis untuk mengurangi terjadinya bias. d c b a 32 Gambar 23 menunjukkan hasil uji organoleptik gudeg dalam kaleng. Penilaian panelis pada atribut aroma dan rasa menunjukkan bahwa sampel yang diuji berada pada level kesukaan agak suka –suka 5-6, sedangkan pada atribut warna dan tekstur menunjukkan bahwa sampel berada pada level kesukaan netral –suka 4-6. Secara overall keseluruhan, kesukaan panelis terhadap sampel berada pada level agak suka –suka 5-6. Sampel dengan F =4 menit memiliki skor kesukaan yang terendah dibandingkan tiga sampel lainnya pada setiap atribut sensori, sedangkan sampel dengan F =28 menit relatif memiliki skor kesukaan yang tertinggi. Keterangan: perbedaan huruf kecil pada setiap kolom menunjukkan perbedaan yang nyata P0.05 Gambar 23. Hasil uji orgaoleptik gudeg yang disterilisasi pada suhu 121 C dengan berbagai kombinasi nilai F . Karena gudeg yang diproduksi merupakan hasil modifikasi proses pengolahan menggunakan aplikasi pengalengan, dilakukan pula survei kepada panelis tentang penerimaan produk tersebut pada saat uji organoleptik. Gambar 24 menunjukkan penerimaan panelis terhadap sampel yang diuji. Sebanyak 72 panelis 96 menyatakan setuju bahwa sampel yang diuji merupakan produk gudeg dan tiga panelis lainnya 4 menyatakan tidak setuju. Selanjutnya, 72 panelis tersebut diminta untuk memilih atribut sensori yang paling menentukan kesukaannya terhadap sampel. Sebanyak 55 panelis 76 memilih atribut rasa, sepuluh panelis 14 memilih atribut tekstur, empat panelis 6 memilih atribut aroma, dan tiga panelis 4 memilih atribut warna yang paling menentukan kesukaannya terhadap sampel. Gambar 24. Penerimaan panelis terhadap produk gudeg dalam kaleng Pengolahan data uji rating hedonik menggunakan metode Analysis of Variance ANOVA pada selang kepercayaan 95 atau α=0.05. Metode ANOVA merupakan jenis analisis ragam yang menguraikan keragaman total data menjadi komponen-komponen yang dapat mengukur berbagai sumber keragaman Walpole 1997. ANOVA memiliki sensitivitas yang tinggi untuk mengetahui 5 .0 5 4 .3 1 4 .5 3 5 .0 5 5 .0 4 5 .2 7 5 .1 7 5 .0 3 5 .3 7 5 .2 8 5 .2 8 5 .4 7 5 .5 3 5 .3 5 5 .5 9 5 .6 3 5 .5 1 5 .5 2 5 .7 1 5 .7 6 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 Aroma Warna Tekstur Rasa Overall S k o r k esuk a a n Atribut sensori Fo 4 Fo 12 Fo 20 Fo 28 a a a a a a a a a a a a a a a b b a a c Ya 96 Tidak 4 Aroma 6 Warna 4 Tekstur 14 Rasa 76 33 adanya perbedaan sampel akibat perlakuan proses yang memiliki efek pada kualitas sensori produk. Perbedaan sampel dapat ditentukan berdasarkan sebaran nilai F yang bergantung pada derajat bebas yang berasosiasi dengan sampel nilai F sampel dan derajat bebas yang berasosiasi dengan panelis nilai F panelis Lawless dan Heymann 1998. Tabel 10. Perbandingan nilai F sampel dan F tabel berdasarkan metode ANOVA Atribut Parameter Statistik Nilai F sampel Nilai F tabel Aroma 3.560 2.60 Warna 16.682 Tekstur 9.089 Rasa 4.200 Overall 7.570 Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai F sampel pada semua atribut sensori lebih besar daripada nilai F tabel . Hal ini berati terdapat perbedaan yang signifikan pada sampel di setiap atribut sensori yang diuji P0.05. Hasil analisis metode ANOVA tersebut belum menunjukkan perbedaan spesifik yang terdapat pada setiap sampel. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lanjut untuk mengetahui sampel-sampel yang berbeda. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan yang merupakan bagian dari Multiple Comparison Test. Uji Duncan menjaga nilai alpha risk tetap pada maksimum 5. Hasil analisis menunjukkan bahwa skor kesukaan panelis terhadap keempat sampel terbukti tidak berbeda nyata pada atribut aroma, rasa, dan secara overall. Hal ini berarti perlakuan perbedaan F tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap aroma, rasa, dan overall gudeg. Sterilisasi gudeg pada nilai F terkecil F =4 menit sudah cukup untuk membentuk produk yang disukai oleh panelis terutama dari sisi rasa dan aroma. Analisis terhadap atribut tekstur menunjukkan bahwa sampel dengan F =4 menit 4.31 b berbeda nyata dibandingkan dengan tiga sampel lainnya P0.05. Sampel dengan F =12 menit 5.17 a , F =20 menit 5.47 a , dan F =28 menit 5.51 a lebih disukai oleh panelis daripada sampel dengan F =4 menit. Sehingga, perlakuan sterilisasi gudeg pada F =4 menit belum cukup untuk membentuk warna produk yang disukai oleh panelis. Hasil analisis terhadap atribut tekstur menunjukkan bahwa sampel dengan F =4 menit 4.53 c dan sampel F =12 menit 5.03 b terbukti berbeda nyata dibandingkan dua sampel lainnya P0.05. Sampel dengan F =20 menit 5.53 a dan F =28 menit 5.52 a lebih disukai oleh panelis daripada sampel dengan F =4 menit dan sampel F =12 menit. Hal ini berarti penggunaan F =20 dan 28 menit pada proses sterilisasi dapat menghasilkan produk gudeg dengan tekstur yang paling disukai oleh panelis. Pengujian tingkat kesukaan secara overall menunjukkan bahwa sterilisasi gudeg pada F =4 menit sudah cukup untuk menghasilkan produk yang disukai oleh panelis. Hasil pengujian hedonik pada atribut rasa dan aroma menunjukkan hasil yang sama dengan hasil pengujian tersebut, sedangkan pada atribut warna dan aroma menunjukkan hasil yang berbeda. Untuk membentuk warna gudeg yang disukai, diperlukan perlakuan sterilisasi pada F =12 menit. Akan tetapi, untuk membentuk tekstur yang disukai, diperlukan perlakuan sterilisasi pada F =20 menit. Penentuan produk terpilih tidak hanya mempertimbangkan aspek sensori secara overall, tetapi perlu mempertimbangkan atribut sensori lain yang lebih spesifik seperti aroma, warna, rasa, dan tekstur. Berdasarkan pengujian terhadap atribut sensori tersebut menunjukkan bahwa untuk menghasilkan gudeg yang disukai oleh panelis, baik dari sisi aroma, warna, rasa, tekstur, dan overall, diperlukan sterilisasi pada F =20 atau 28 menit. Jika perlakuan sterilisasi pada F =20 34 menit sudah cukup untuk membentuk produk yang disukai, perlakuan sterilisasi pada F =28 menit tidak perlu dilakukan karena akan menyebabkan pemanasan yang berlebihan over processed. Dengan demikian, produk yang terpilih berdasarkan uji organoleptik adalah sampel yang disterilisasi pada suhu 121 C dengan F =20 menit. Walaupun gudeg dalam kaleng secara visual terlihat berbeda dengan gudeg konvensional Gambar 21, produk gudeg dalam kaleng berpotensi untuk dikembangkan berdasarkan respon panelis pada survei tentang penerimaan produk Gambar 24. Gudeg dalam kaleng memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan gudeg konvensional di antaranya bentuk nangka tetap utuh dengan teksturnya yang lunak, umur simpan lebih lama, dapat disimpan pada suhu ruang, dan lebih mudah didistribusikan. Namun, salah satu kelemahan produk kaleng adalah harga jualnya yang relatif lebih tinggi dibandingkan produk konvensional.

F. KARAKTERISTIK PRODUK TERPILIH