STERILISASI KOMERSIAL Pengaruh tingkat sterilitas pada proses pengalengan terhadap sifat fisik gudeg yang dihasilkan

9 Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan dilakukan sampai suhu air dalam retort mencapai 38-40 C Muchtadi 1995. Pendinginan dilakukan secepat mungkin setelah proses sterilisasi untuk mencegah overcooking dan pertumbuhan kembali mikroba, terutama bakteri termofilik.

F. STERILISASI KOMERSIAL

Istilah sterilisasi komersial digunakan pada proses sterilisasi produk pangan karena kondisi steril absolut kondisi bebas mikroba sulit dicapai Hariyadi 2000. Sterilisasi komersial merupakan suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak lagi terdapat mikroorganisme yang hidup Hariyadi et al. 2006. Pemanasan dalam proses sterilisasi ini dilakukan pada suhu di atas 100 C dalam waktu yang cukup untuk membunuh spora bakteri Syarief et al. 1989. Sterilisasi komersial biasa dilakukan terhadap sebagian besar makanan dalam kaleng, plastik, atau botol. Makanan yang steril secara komersial berarti semua mikroba penyebab penyakit dan pembentuk racun toksik dalam makanan tersebut telah dimatikan, demikian juga semua mikroba pembusuk. Spora bakteri non patogen yang tahan panas mungkin saja masih ada di dalam makanan setelah proses pemanasan, tetapi bersifat dorman tidak dalam kondisi aktif bereproduksi, sehingga keberadaannya tidak membahayakan jika produk tersebut disimpan dalam kondisi normal Hariyadi 2000. Makanan-makanan yang steril komersial biasanya mempunyai daya awet dan daya simpan yang tinggi, tahan beberapa bulan sampai beberapa tahun. Kondisi proses sterilisasi komersial sangat bergantung pada berbagai faktor, antara lain kondisi produk pangan yang disterilisasi nilai pH, jumlah mikroba awal, dan lain-lain, jenis dan ketahanan panas mikroba yang ada dalam bahan pangan, karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah yang digunakan, medium pemanas, serta kondisi penyimpanan setelah disterilisasi. Proses pengalengan harus diikuti dengan pengemasan secara hermetis, yaitu produk pangan dikemas dalam kemasan yang tidak memungkinkan terjadinya kontak antara bahan di dalam kemasan dan lingkungan sekitar. Produk pangan yang mengalami sterilisasi dan dikombinasikan dengan kemasan kedap udara dapat mencegah terjadinya rekontaminasi Kusnandar et al. 2006. Menurut Reuter 1993, kerusakan mutu bahan pangan selama proses sterilisasi rendah ketika bahan pangan tersebut diberi perlakuan suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat. Penentuan waktu dan suhu sterilisasi dipengaruhi oleh kecepatan perambatan panas, keadaan awal produk pH, dimensi produk, dan jumlah mikroba awal, wadah yang digunakan, dan ketahanan panas mikroba atau spora. Setiap partikel dari makanan harus menerima jumlah panas yang sama. Kombinasi waktu dan suhu yang diberikan pada produk yang disterilisasi harus cukup untuk mematikan mikroba patogen dan mikroba pembusuk. Ketahanan bakteri terhadap proses pemanasan umumnya dinyatakan dengan istilah nilai D dan nilai z. Nilai D adalah waktu menit yang dibutuhkan untuk memusnahkan 90 dari populasi bakteri dalam suatu medium termasuk bahan pangan pada suhu tetap yang tertentu. Nilai z adalah selang suhu terjadinya penambahan atau pengurangan organisme atau spora sepuluh kali lipat dalam waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan 90 organisme atau spora atau pembinasaan seluruhnya Singh dan Heldman 2009. Sel vegetatif bakteri termasuk bakteri pembentuk spora, kapang, dan kamir pada umumnya memiliki nilai D berkisar 0.5-3 menit pada suhu 65 C. Nilai z untuk sel vegetatif bakteri, kapang, dan kamir berkisar 5-8 C, dan nilai z untuk bakteri pembentuk spora adalah berkisar 6-16 C Garbutt 1997. Pada suhu 121 C, nilai D bakteri pembentuk spora, kapang dan kamir berkisar antara 0-5 menit Kusnandar et al. 2006. Ketahanan panas mikroba dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain umur dan keadaan organisme sebelum dipanaskan, komposisi 10 medium pertumbuhan organisme, pH dan a w medium, waktu pemanasan, dan suhu pemanasan Kusnandar et al. 2006 Nilai pH di atas 4.6, bakteri pembusuk anaerobik dan pembentuk spora yang patogen, seperti C.botulinum dapat tumbuh. Beberapa spora bakteri dapat tumbuh sampai kira-kira pH 3.7, seperti B.thermoacidurans atau B.coagulans. Bahan pangan dengan nilai pH di bawah 3.7 tidak rusak oleh bakteri berspora Fardiaz 1992. Keberhasilan produk hasil proses pengolahan yang melibatkan panas adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang menyebabkan kebusukan dan keracunan. Oleh karena itu, perlu diketahui ketahanan mikroba terhadap panas untuk dapat tercapai pada kombinasi suhu dan waktu yang tepat Holdsworth 1997.

G. PENETRASI PANAS