Mineral yang terkandung pada air kelapa ialah zat besi, fosfor dan gula yang terdiri dari glukosa, fruktosa dan sukrosa. Kadar air yang terdapat pada buah
kelapa sejumlah 95,5 gram dari setiap 100 gram IPTEK Net 2002.
2.5 Penilaian Organoleptik
Penilaian organoleptik yaitu suatu disiplin ilmu yang digunakan untuk mengungkapkan, mengukur, menganalisis dan menginterpretasikan reaksi-reaksi
seseorang terhadap karakteristrik pangan atau bahan lainnya yang dinyatakan oleh
penglihatan, perasa, dan peraba Prell 1976, diacu dalam Nasoetion 1988.
Pengujian organoleptik mempunyai macam-macam cara pengujian yang paling populer. Selain itu, terdapat dua pengujian yang lain yaitu pengujian skalar
dan pengujian deskripsi. Pada uji skalar, panelis diminta menyatakan besaran kesan yang diperolehnya. Besaran itu dapat dinyatakan dalam bentuk besaran
skalar atau dalam bentuk skala numerik. Pengujian deskripsi merupakan penilaian sensorik yang berdasarkan sifat-sifat sensorik yang lebih kompleks, meliputi
banyak sifat sensorik. Pengujian skalar dan pengujian deskripsi banyak digunakan dalam pengawasan mutu quality control. Parameter yang diuji dalam penilaian
organoleptik meliputi penampakan, aroma, warna, rasa dan teks tur Soekarto 1985.
2.6 Pengolahan dan Penyajian
Menurut Wirakusumah 1991, pengolahan adalah suatu proses perubahan dari bahan makanan mentah atau makanan setengah jadi menjadi makanan yang
siap dihidangkan. Pengolahan adalah suatu proses kegiatan pemasakan seperti membakar, merebus, menggoreng, mengetim, dan menumis.
Teknik yang digunakan untuk memasak ikan menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat 1990, diacu dalam Sudaryani 2004 adalah sebagai berikut :
1 merebus boiling, yaitu memasak bahan makanan dalam cairan mendidih; 2 mengukus steaming, yaitu cara memasak dengan memanfaatkan uap air
mendidih; 3 sistem deep frying, yaitu memasak makanan dalam minyak panas dan banyak; 4 menumis sauting, yaitu memasak bahan makanan dengan
menggunakan mentegaminyak dalam jumlah sedikit; 5 sistem roasting , yaitu memasak dengan membubuhkan mentegaminyak lalu dipanggang di dalam oven
dengan temperatur 200
o
C; dan 6 sistem bakar, yaitu memasak bahan makanan dalam bara api.
Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan, atau pengalengan. Pengukusan
sebelum pengeringan terutama untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa, atau nilai gizi yang tidak dikehendaki
selama penyimpanan Harris dan Karmas 1989. Proses pemanfaatan panas merupakan salah satu tahap penting dalam
pengolahan ikan. Pemanasan yang diupayakan pada ikan adalah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan, seperti mempertahankan mutu ikan,
perbaikan terhadap cita rasa dan tekstur, nilai gizi dan daya cerna Harikedua 1992.
Perlakuan dengan cara pemanasan dapat menyebabkan protein ikan terdenaturasi, demikian juga dengan enzim-enzim yang terdapat dalam tubuh ikan
Lovern 1962. Pada suhu 100
o
C protein akan terkoagulasi dan air dalam daging akan keluar. Semakin tinggi suhu, protein akan terhidrolisa dan akan
terdenaturasi, terjadi peningkatan kandungan senyawa bernitrogen, ammonium dan hidrogen sulfida dalam daging. Pada daging tidak terjadi pemecahan
vitamin D, riboflavin, tiamin atau asam nikotin, tetapi jelas kehilangan vitamin A Zaitsev et al. 1969.
Adapun tujuan dilakukan pengukusan adalah untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Dalam pengukusan
diterapkan proses suhu tinggi dan penambahan air sehingga menyebabkan proses gelatinasi pati Harris dan Karmas 1989.
Menurut [Depdikbud] 1988, penyajian adalah proses, perbuatan, atau cara menyajikan atau mengatur penampilan. Saat tuntutan konsumen untuk
memperoleh produk-produk yang lebih segar, lebih aman, makanan yang lebih ramah lingkungan, perusahaan-perusahaan manufaktur terus berusaha untuk
memenuhi dengan menyediakan makanan-makanan siap santap dan penyajian yang lebih mudah yang tetap segar dan bergizi tetapi juga berpenampilan menarik,
aroma dan rasa yang lezat, serta memiliki daya tahan yang lebih lama. Salah satunya di Taman Bumbu Restoran, untuk penyajian nasi timbel misalnya, tidak
lagi menggunakan piring biasa, tapi dilapisi dengan daun layaknya tradisi penyajian nasi timbel. atau penyajian nasi putih dengan memadatkannya seperti
kue putu.
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2005, bertempat di Laboratorium Fisika-Kimia Hasil Perikanan dan Laboratorium
Organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan belut Monopterus albus dengan berat 150 gram per ekor. Selain itu digunakan bahan
tambahan lainnya seperti kelapa sangrai, jeruk nipis, garam, bawang putih, bawang merah, ketumbar, cabai merah, jintan dan kemiri.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kompor, baskom, wajan, pisau, kukusan, alat penggiling blender, sodet, sendok kayu, dan
alumunium foil. Sedangkan alat yang digunakan untuk uji organoleptik adalah lembaran score sheet, ballpoint dan piring-piring untuk penyajian.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
3.3.1 Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mencari komposisi bumbu yang disukai panelis dalam pembuatan belut isi berdasarkan uji organoleptik. Perlakuan
yang dilakukan adalah penambahan kelapa sangrai sebayak 10 gram, 20 gram, dan 30 gram. Komposisi bumbu yang digunakan dalam pembuatan belut Monopterus
albus isi dapat dilihat pada Tabel 4. Ikan belut segar dimatikan dengan cara memukul bagian kepalanya. Belut
yang sudah mati dibersihkan dari lendir dan kotoran di sekitar kulit. Lendir tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan abu gosok. Setelah bersih dari
lendir, kepala ikan belut dipotong. Perendaman belut Monopterus albus dalam larutan jeruk nipis Citrus aurantifolia dengan konsentrasi 5 dan lama
perendaman selama 5 menit dilakukan untuk menghilangkan bau amis pada ikan.