2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan Umum Perairan Selat Bali
Perairan Selat Bali di sebelah barat dibatasi oleh daratan pulau Jawa, sedangkan di sebelah timur dibatasi oleh daratan Pulau Bali. Selat Bali merupakan
perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di utara dan Samudera Hindia di sebelah selatan. Berdasarkan topografinya, perairan Selat Bali
cenderung dipengaruhi oleh massa air dari Samudera Hindia dibandingkan dengan massa air Laut Flores atau Laut Jawa Burhanuddin dan Praseno, 1982.
Perubahan yang dialami Selat Bali akan sama dengan perubahan yang terjadi di Samudera Hindia, terutama dalam hal variabilitas parameter oseanografinya
seperti konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut. Perairan Selat Bali memiliki kesuburan yang tinggi, dimana produktivitas
tertinggi terjadi saat musim timur yang disebabkan oleh fenomena upwelling di perairan Samudera Hindia. Saat terjadinya upwelling, zat hara di perairan tinggi.
Zat hara seperti nitrat dan fosfat sangat penting bagi perkembangan fitoplankton. Pada saat musim timur dimana terjadi upwelling mengakibatkan terjadinya
peningkatan kandungan fitoplankton Arinardi, 1989. Pada musim barat terjadi pergerakan arus ke arah timur sepanjang pantai
Selatan Jawa. Sebagian massa air ini memasuki perairan Selatan Bali yang ditandai dengan salinitas 32,5‰ dan suhu tinggi sekitar 30° C Soeriatmadja,
1957. Pada musim timur terjadi penaikan air di sepanjang pantai Selatan Jawa sampai Sumbawa, bersamaan dengan ini poros aliran Arus Khatulistiwa Selatan
yang mengalir dari timur ke barat sehingga mendesak Arus Pantai Jawa yang
mengalir ke timur Wyrtki, 1962. Menurut Ilahude 1975, terjadinya suhu rendah 26° C dan salinitas tinggi 34‰ pada musim timur di perairan Selat Bali
disebabkan oleh aliran massa air yang berasal dari Samudera Hindia pada saat terjadinya penaikan massa air yaitu pada musim timur.
Adanya penaikkan massa air yang cukup kuat di perairan Selatan Bali pada saat musim timur terjadi akibat bertiupnya angin muson tenggara yang
menyusuri pantai selatan Jawa-Bali. Kemudian akibat adanya pengaruh gaya Coriolis, transport air di lapisan permukaan dibelokkan ke tengah laut sehingga
kekosongan air di perairan pesisir Jawa-Bali ini diisi oleh massa air dari lapisan di bawahnya.
Kondisi oseanografi di perairan Selat Bali juga mendapat pengaruh fenomena global seperti fenomena El-NinoSouthern Oscillation ENSO yang
terjadi di Samudera Pasifik dan Indian Ocean Dipole Mode IODM yang terjadi di Samudera Hindia. Menurut Gaol 2003, pada peristiwa El-Nino pada tahun
19971998, suhu permukaan laut di Samudera Hindia Bagian Timur cenderung lebih tinggi karena melemahnya kecepatan angin dalam periode yang lama
sehingga terjadi pemanasan permukaan laut dari radiasi matahari. Suhu permukaan laut yang tinggi ini mengakibatkan proses upwelling yang biasanya
terjadi pada musim timur, intensitasnya menjadi lebih rendah, sehingga mengakibatkan perairan menjadi tidak subur. Pada fenomena IODM, terjadi
anomali positif kecepatan angin, dimana kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan peristiwa El Nino. Selama IODM berlangsung kecepatan angin yang
tinggi mengakibatkan proses upwelling cukup intensif di Sepanjang Selatan Jawa
dan Bali. Suhu permukaaan laut mengalami penurunan yang cukup rendah dan konsentrasi klorofil meningkat cukup tajam karena kondisi perairan yang subur.
2.2. Sumberdaya Ikan Lemuru