Vanilin Perancangan proses produksi isoeugenol dan vanilin dari eugenol minyak daun cengkeh

penggunaan katalis ini kurang efisien karena memerlukan suhu dan konsentrasi katalis yang tinggi. Penggunaan rhodium III klorida sebagai katalis isomerisasi, memiliki keunggulan dibandingkan dengan katalis alkalin dan ruthenium. Salah satu keunggulan katalis rhodium, yaitu penggunaan katalis dengan konsentrasi yang sangat rendah Alan, 1975. Menurut Alan, 1975, penggunaan katalis rhodium dengan konsentrasi 87 ppm pada suhu 25-160 o C dapat menghasilkan isoeugenol dengan rendemen 90-98. Soesanto 2006, melakukan isomerisasi eugenol menggunakan katalis rhodium III klorida hidrat dengan pemanasan menggunakan gelombang mikro. Pada penelitiannya diamati mengenai pengaruh konsentrasi katalis RhCl 3 .3H 2 O 0,08 , 0,16 , dan 0,24 dan lamanya waktu pemanasan dengan gelombang mikro 10 menit, 15 menit, dan 20 menit terhadap karakteristik produk isoeugenol yang dihasilkan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kadar isoeugenol meningkat secara nyata dengan semakin lamanya waktu pemanasan sampai dengan 15 menit, namun perpanjangan waktu pemanasan dari 15 menit sampai 20 menit tidak meningkatkan kadar isoeugenol secara nyata dan bahkan terjadi sedikit penurunan. Penggunaan katalis RhCl 3 .3H 2 O menghasilkan nisbah cis dan trans yang lebih baik dibandingkan dengan katalis KOH. Menurut Alan 1975, pelarut yang digunakan dalam isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol dengan katalis rhodium III klorida sebaiknya pelarut alkohol yang memiliki titik didih rendah dengan atom karbon 1-4. Hasil penelitian Cerveny et al., 1987 menunjukkan bahwa pelarut etanol lebih efektif dibandingkan dengan isopropranol karena waktu reaksinya yang lebih cepat. Keberadaan air dalam isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol dengan katalis rhodium memberikan pengaruh negatif. Hasil penelitian Kadarohman 2009, menunjukkan bahwa adanya air dalam reaksi isomerisasi ini menyebabkan konversi menjadi rendah.

D. Vanilin

Vanilin atau 4-hidroksil-3-metoksilbenzaldehida dengan rumus molekul C 8 H 8 O 3 , mempunyai gugus fungsional aldehida, metoksil, dan hidroksil Gambar 2. Secara fisik, vanilin merupakan kristal putih atau sedikit berwarna kuning yang mempunyai bau, aroma, dan rasa yang khas. Vanili banyak dipakai sebagai pengharum makanan, minuman, parfum dan obat- obatan. Sifat fisiko-kimia vanilin disajikan pada Tabel 5. Gambar 2 Struktur molekul vanilin Kadarohman dkk. 1999 Tabel 5 Sifat fisiko-kimia vanilin Karakteristik Nilai - Rumus molekul C 8 H 8 O 3 - Warna putih atau sedikit kuning - Bobot jenis gcm 3 1,056 padat - Titik didih o C 285 - Titik leleh o C 80-81 - Kelarutan dalam air 25 o C 1 g100 ml - Bobot molekul gmol 152,14 Sumber : http:www.chemicalland21.com, 2005. Secara alami, vanili terdapat sebagai komponen utama buah vanili. Tanaman penghasil buah vanili yaitu Vanilla planifolia, V. pompana, dan V. tahitensis, namun tanaman yang banyak dibudidayakan yaitu V. planifolia. Vanilin dapat diisolasi dari buah vanili, namun kadar vanilin terdapat dalam buah vanili sangat kecil yaitu berkisar 1,5-3. Unsur utama dari polong vanili adalah vanilin, asam vanilat, p-hidroksibensaldehid dan p-asam hidroksibensoat Smith, 1964; Archer, 1989; Ranadive, 1992 di dalam Peter, 2004 Disebabkan oleh mahalnya ekstrak vanilin alami dan ketersediaannya yang terbatas, maka telah lama dilakukan pembuatan vanilin sintesis. Proses produksi vanilin alami dari tanaman vanila berlangsung lama dan melelahkan. OCH 3 OH O Proses penyerbukannya memerlukan bantuan tangan manusia selanjutnya pemeraman selama 1- 6 bulan daari saat polong vanila hijau dipanen. Produksi 1 kg vanili membutuhkan sekitar 500 kg polong vanili, yang setara dengan penyerbukan 40.000 bunga. Saat ini, hanya 0,25 40 ton dari 16.000 dari vanilin yang berasal dari polong vanili yang dapat dijual setiap tahun selebihnya berasal dari lignin, terutama dari guaiacol Hansen, et. all., 2009. Sementara sebagian besar sisanya disintesis secara kimia dari lignin atau hidrokarbon fosil, khususnya yang mengandung guaiacol. Beberapa cara sintesis vanilin yang telah diketahui antara lain : a. Sintesis vanilin dari coniferin, yaitu suatu glukosida yang diperoleh dalam getah dari kambium coniferin. Sintesis dilakukan melalui oksidasi dengan asam kromat menghasilkan glukovanilin yang akan terurai oleh asam menjadi vanilin dan glukosa. b. Sintesis vanilin dari guaiakol, yaitu suatu senyawa yang diperoleh dari tar kayu guaiakol. Sintesis vanilin ini melibatkan formilasi formylation guaiakol oleh formaldehida, yang dikenal dengan reaksi Reimer-Tiemann. Proses ini merupakan salah satu jalur sintesis vanilin yang cukup murah, dan banyak digunakan sebelum berkembangnya penggunaan lignin dari limbah pabrik kertas, dan bila harga minyak cengkeh mahal Kerkar, 2005. c. Sintesis vanilin dari lignin, yaitu melalui proses oksidasi lignin asam lignosulfonat dari limbah cair pabrik kertas pada kondisi alkalin Kerkar, 2005. Vanilin yang diperoleh dari bahan ini berkisar 5-10 . Kelayakan teknologi ini tergantung pada hasil yang diperoleh. Selain dengan cara kimia, sintesis vanilin dari lignin dapat dilakukan melalui proses biologis menggunakan beberapa jenis bakteri seperti Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. Furukawa et al., 2003. d. Sintesis vanilin dari eugenol, yaitu melalui proses isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol yang dilanjutkan dengan oksidasi untuk membentuk vanilin. Keuntungan penggunaan eugenol sebagai bahan vanilin, yaitu bahan baku tersedia secara kontinyu, dan jalur reaksinya yang sederhana. BB-Pascapanen 2006 dan Cisadesi 2007 melaporkan bahwa vanilin dapat disintesis melalui eugenol dari minyak daun cengkeh seperti disajikan pada Gambar3. Gambar 3 . Sintesis vanilin dari eugenol Reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin disajikan pada Gambar 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses oksidasi isoeugenol menjadi vanilin, yaitu jenis oksidator, katalis, suhu dan lama reaksi, dan nisbah mol oksidator dengan isoeugenol. Produk mengkristal pada suhu kamar Eugenol Perlakuan konsentrasi katalis dan lama reaksi + Katalis RhCl 3. 3H 2 O dalam etanol Gelombang mikro Perlakuan daya dan lama reaksi Perlakuan nisbah mol dan lama reaksi Refluks 130 o C Nitrobenzena DMSOKOH Pendinginan HCl Pendinginan Isoeugenol Ekstraksi dengan dietil eter Penguapan pelarut Vanilin Isoeugenol Vanilin Gambar 4 Oksidasi isoeugenol menjadi vanilin Jenis oksidator yang telah diketahui dapat digunakan dalam oksidasi isoeugenol menjadi vanilin diantaranya nitrobenzen Sastrohamidjojo, 2002, KMnO 4 dengan katalis 18-crown eter-6 Setiyatno, 1991, dan H 2 O 2 dengan katalis methyltrioxorhenium MTO Herrmann et al., 2000. Menurut Sastrohamidjojo 2002, oksidasi menggunakan oksidator nitrobenzen pada suhu 130 o C selama 3 jam dapat menghasilkan vanilin sebanyak 53,8 pada pemanasan dengan cara konvensional. Pada pemanasan dengan gelombang mikro vanilin yang dihasilkan sebanyak 86,10 Suwarso, 2005 . Rendemen vanilin yang dihasilkan pada oksidasi dengan KMnO 4 dan katalis 18-crown eter-6 lebih rendah dibandingkan dengan nitrobenzen, yaitu sebesar 22.9. Menurut Cisadesi 2007, pada sintesis vanilin dengan nisbah penggunaan oksidator nitrobensen maupun KOH terhadap isoeugenol pada jumlah yang sangat sedikit, tidak dapat menghasilkan rendemen maupun kemurnian produk vanilin yang tinggi. Herrmann et al., 2000, telah melakukan oksidasi isoeugenol menjadi vanilin dengan oksidator H 2 O 2 dan katalis methyltrioxorhenium MTO. Rendemen vanilin yang dihasilkan cukup tinggi 64-75. Metode ini menggunakan suhu reaksi yang lebih rendah 60 o C dan waktu reaksi yang lebih singkat 2 jam, namun masalah utamanya yaitu ketersediaan katalis MTO dan harganya yang tinggi.

E. Katalis