1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perencanaan pembangunan daerah Provinsi Jawa Tengahmelalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025, meletakkan sektor industri pengolahan sebagai salah satu penopang perekonomian daerah
dengan cara menjadikan basis aktivitas ekonomi sehingga memiliki daya saing global, menjadi motor penggerak perekonomian sekaligus mendorong
peningkatan sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Sedangkan dalam Peraturan Daearah Provinsi Jawa Tengah No. 4 Tahun
2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013dijelaskan bahwa pembangunan industri di Jawa Tengah
yang berlandaskan pada kebijakan industri nasional maka terdapat kebijakan mengenai penguatan klaster industri dengan pendekatan “Kompetensi Inti Industri
Daerah”. Apabila melihat dari pendekatan tersebut, maka terdapat beberapa kelompok industri yang menjadi kompetensi inti daerah di Jawa Tengah, antara
lain: industri tekstil dan produk teksil, industri mebel, industri makanan ringan, industri perlogaman, industri komponen otomotif, serta industri hasil tembakau
rokok. Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam Koridor Ekonomi Jawa yang
memiliki fungsi sebagai penggerak sektor industri dan jasa nasional lihat gambar
1.1. Provinsi ini ditunjuk sebagai penggerak industri makanan dan minuman serta tekstil dan produk tekstil. Diharapkan pada provinsi akan mampu mencapai tiga
tujuan besar MP3EI yaitu peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai produksi dan distribusi dari pengelolaan setiap potensi yang ada; mendorong agar
terwujudnya efisiensi produksi dan pemasaran serta adanya integrasi pasar domestik; dan penguatan sistem inovasi nasional agar mendorong daya saing
sehingga terwujudnya innovation-driven economy.
Gambar 1.1. Koridor Ekonomi Jawa dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI.
Sumber: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 2011:74.
Industri tekstil dan produk tekstil TPT menjadi penting karena industri ini merupakan penyedia salah satu kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan
sandang.
Industri TPT dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah mempunyai kinerja yang cukup baik, hal ini telihat dari konsentrasi ekspor provinsi ini yang
meletakkan industri TPT sebagai konsentrasi ekspor utama Rejekiningsih, 2012:117.
Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh industri TPT Jawa Tengah. Dalam persaingan global,
adanya pencabutan sistem kuota ekspor dan terdapat penyesuaian terhadap General Agreement on Tariffs and Trade GATT dan
mengahasilkan Agreement on Textile and Clothing ATC yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2005. Permasalahan ini apabila dapat ditangani dengan baik
menurut Hermawan 2011, akan berdampak positif bagi perkembangan industri TPT melalui perdagangan yang lebih adil dan menandai era baru perdagangan TPT dunia.
Sistem kuota TPT yang bersifat diskriminasi dihapuskan dan market share TPT semakin besar melalui persaingan global, serta peluang pengembangan industri TPT
akan semakin besar.
Grafik 1.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan Industri TPT Jawa Tengah Tahun 2005-2011
Sumber: BPS, Statistika Industri Besar dan Sedang Jawa Tengah, berbagai tahun terbitan, diolah.
2005 2006
2007 2008
2009 2010
2011 Industri Tekstil
441 822
682 554
645 641
585 Industri Pakaian Jadi
428 961
811 815
608 502
515 200
400 600
800 1000
1200
Ju m
lah Pe
ru sah
aan
Permasalahan lainnya adalah pada persaingan antar perusahaan dalam industri TPT di Provinsi Jawa Tengah sendiri. Terlihat dalam grafik 1.1 yang
menggambarkan perkembangan jumlah perusahaan yang ikut dalam persaingan di industri ini cenderung menurun. Jumlah perusahaan pada Industri TPT yang terus
menerus mengalami penurunan terdapat pada subsektor industri pakaian jadi. Dengan tren penurunan ini dikhawatirkan akan menggangu tingkat capaian
efisiensi produksi yang dibutuhkan dalam persaingan global.
Grafik 1.2. Perkembangan Biaya per Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil Jawa Tengah Tahun 2005-2011 Rupiah per Tenaga Kerja
Sumber: Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun, diolah.
Selain itu terdapat masalah lainnya yang mengganggu jalannya produksi di industri TPT yaitu adanya perubahan harga bahan bakar minyak BBM non
subsidi khusus industri sejak tahun 2005 hingga 2011 lihat tabel 1.1, serta adanya peningkatan biaya per tenaga kerja lihat grafik 1.2. Perkembangan biaya
per tenaga kerja dalam industri TPT Jawa Tengah dalam periode 2005 – 2011
mengalami kenaikan lebih dari dua kali lipat, ditambah fluktuatifnya harga bahan bakar minyak untuk jenis solar non-subsidi. Kenaikan harga tenaga kerja dan
7,580,582 11,127,709 12,420,845
8,656,942 24,112,809
7,332,115 10,066,684 10,780,705
8,801,986 16,455,373
7,495,742 10,704,272 11,843,268
7,661,700 19,376,177
2005 2006
2007 2008
2009 2010
2011 Industri Tekstil
Industri Pakaian Jadi Industri Tekstil dan Produk Tekstil
BBM akan memberikan dampak pada semakin besar biaya produksi pada industrti ini.
Tabel 1.1. Perkembangan Harga Bahan Bakar Minyak BBM Jenis Minyak Solar
Nonsubsidi Dalam Negeri 2005-2010 No
Tahun M.SolarBio
SolarRp. Liter 1
2005 3.979
2 2006
5.566 3
2007 5.917
4 2008
8.622 5
2009 4.383
6 2010
5.800 7
2011 8.675
Sumber: http:www.esdm.go.id
dan Milis Yahoo Group Forum Komunika Pekerja Tambang Indonesia, 2011
. Catatan:Harga yang dicantumkan merupakan perkembangan harga BBM non
subsidi industri di Unit Operasional Pemasaran UPms Wilayah IV ex. Instalasi Semarang.
Peluang untuk memperkuat posisi industrti TPT agar dapat bersaing secara global dan mencapai tujuan besar MP3EI terletak pada memperbaiki daya
saingnya. Tetapi melihat permasalahan lainnya berupa terdapat peningkatan biaya produksi akan menjadi faktor penghambat perbaikan daya saing dari industrti ini.
Terkait perbaikan daya saing kita dapat melihat determinan daya saing. Menurut Kadosca dalam Nur Efendi 2012 secara garis besar terdapat dua faktor
yang mempengaruhi dari daya saing yaitu faktor internal dan faktor eksternal tabel 1.2.
Dalam pembentuk daya saing dari dalam industri internal terdapat efisiensi biaya cost-efficiency yang harus terpenuhi oleh setiap perusahaan dalam
industri. Perhatian pada efisiensi dikarenakan pencapaian efisiensi menjadi salah satu tujuan dari MP3EI dan dapat menjadi celah keluar dari permasalahan tren
peningkatan biaya produksi.
Kondisi efisien merupakan cara bagi industri, perusahaan dalam lingkup mikro, untuk bertahan dalam struktur persaingan bisnis. Kondisi efisien adalah kondisi
dimana perusahaan mampu mengendalikan biaya inputnya untuk menghasilkan output yang optimal dan maksimisasi keuntungan. Tujuan perusahaan yang baik
dalam mencari keuntungan adalah melalui efisiensi Prasetyo, 2010:23.
Tabel 1.2. Determinan Daya Saing
Faktor Esternal Faktor Internal
Employment Productivity
Capital supply opportunities Globalisation
EU Business relations
Alliances Networks
Marketing Innovation
Productivity Knowledge-based development
Capital supply Management, organisation,
structure Cost-efficiency
Compliance
Sumber: Kadosca 2006 dalam Nur Efendi 2012
Kondisi pencapaian tingkat efisiensi industri TPT di Jawa Tengah berdasarkan hasil penelitian Atmanti 2004 menunjukkan sektor ini berada dalam
kondisi efisien sebelum dan setelah krisis tahun 1998. Hasil berbeda terlihat bahwa secara rata-rata industri tekstil dan produk tekstil belum berada dalam
kondisi efisien dari tahun 2000 – 2005, kondisi ini terasa berat oleh pencapaian
pada sektor industri pakaian jadi yang belum mampu menyentuh nilai 100 efisiensi optimum, hanya mampu bergerak dengan pencapaian rata-rata efisiensi
sebesar 51,36. Hal ini dikarenakan pengalokasian sumber daya dalam proses produksi yang tidak tepat mengarah pada rendahnya pencapaian output sehingga
kinerja tidak maksimal Tri Wahyu R, 2006:136.
Peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai salah satu determinan penentu daya saing industri yaitu tercapainya efisiensi industri. Selain itu,
penelitian mengenai efisiensi dilakukan karena masalah pokok dan penting dalam ekonomi industri adalah masalah efisiensi industri dalam hal penilaian dan
pengukuran kinerja Prasetyo, 2010:66. Periode observasi dalam penelitian ini dilakukan sepanjang tahun 2005
hingga 2011 karena telah dimulainya penerapan Agreement on Textile and Clothing ATC dan sepanjang tahun ini terjadi perubahan biaya perolehan input
industri TPT seperti harga bahan bakar minyak BBM dan biaya tenaga kerja yang mengakibatkan beberapa perusahaan yang ada melakukan penyesuaian
faktor produksi lainnya. Dengan demikian, penelitian ini diberikan judul “Analisis Efisiensi Ekonomi Industri Tekstil dan Produk Tekstil Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2005-2011 ”.
1.2. Rumusan Masalah