BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi pelaksanaan penelitian ini adalah di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik FISIP USU di jalan Dr. A. Sofyan No.1,
Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014.
3.1.1 Sejarah Singkat Situs Berita Online Detik.com
Detikcom awalnya adalah proyek pribadi sebuah perusahaan penyedia jasa konsultasi, pengembangan, dan pengelolaan web, Agranet Multicitra Siberkom,
disingkat menjadi Agrakom. Untuk mensiasati kondisi perusahaan saat krisis ekonomi 1997. Agrakom saat itu seperti banyak perusahaan lain juga menghadapi
persoalan. Order jasa website terhenti, sementara proyek-proyek e-commerce yang sudah di tangan di tunda oleh klien. Padahal Agrakom yang berdiri Oktober 1995
dengan investasi yang lumayan besar. Agrakom termasuk salah satu pelopor Industri konten IT yang menyasar pasar Internet yang mulai di kenal di Indonesia
pada tahun 1993. Agrakom sempat beberapa kali mengecap manisnya kue bisnis itu dari
beberapa klien besar seperti Kompas Gramedia yang meluncurkan Kompas Cyber Media untuk berita koran versi Internet atau PT. Tambang Timah Tbk. Agrakom
didirikan oleh Budiono Darsono dan teman teman yang sebagian besar berlatar belakang Jurnalis, pada masa awal Agrakom berkantor di perkantoran Stadion
Lebak Bulus, namun berhasil menggaet sekitar 10 klien raksasa dari luar negeri. Antara lain Philips elektronik, Hair Builder properti, Anderson News, Radio
Extreme Konsultan Sekuritas, Intel dan AIM Service. Umumnya klien tersebut perusahaan Amerika dan tidak memiliki kantor di
Indonesia. Kepada Agrakom sebagian besar perusahaan tersebut mempercayakan penggarapan dan pengembangan situs Web mereka. Sebagian lainnya mengorder
jasa pengembangan aplikasi. Semua kontak bisnis dilakukan melalui email dan telepon. Preview
pekerjaan juga dilakukan melalui Internet. Adapun diskusi pekerjaan dipresentasikan melalui chat yang secara khusus dibuat oleh Agrakom. Nilai
Universitas Sumatera Utara
proyek yang ditangani terus meningkat, awalnya hanya Rp. 300 juta, lalu meningkat Rp. 425 juta bahkan sempat sampai mencapai Rp. 1 Miliar.
Tapi kue manis tersebut tak berlangsung lama, Krisis Moneter 1997 membuyarkan semuanya. Mensikapi kondisi tersebut, kemudian Budiono
Darsono eks Wartawan DeTik, Yayan Sofyan eks Wartawan DeTik, Abdul Rahman eks Wartawan Tempo dan Didi Nugrahadi tetangga rumah Budiono
yang tinggal di Pamulan Tangerang. Empat sekawan ini berpikir keras mencari konsep jasa web baru yang tetap laku dalam situasi krisis. Ada cerita lain bahwa
ide ini lahir akibat paket layanan baru dan pernah ditawarkan kepada salah satu penerbit koran besar, namun ditolak. Klien itu justru menyarankan agar Budiono
dan kawan kawannya menggarapnya sendiri. Dari serangkaian pertemuan, diskusi di berbagai tempat, akhirnya konsep
itu ditemukan. Yaitu sebuah media yang 100 berbasis Internet dan memanfaatkan semaksimal mungkin keunggulannya, tersedia setiap saat dan
interaktif. Namun gagasan ini masih mentah karena Budiono dan kawan kawan masih bingung seperti apa wujudnya. Terdapat beberapa alternatif matang dan
tinggal menjiplak saja. Misalnya waktu itu lagi populer sekali Yahoo, dimana orang yang mau browsing pasti ke Yahoo dulu, buat cari informasi, jadi ada
rencana buat portal seperti Yahoo, atau bikin Web Mail Gratis macam Hotmail. Tetapi pilihan akhirnya jatuh pada membuat situs berita yang cepat terupdate
dalam hitungan menit, bukan lagi harian seperti koran. Budiono sangat yakin orang-orang sedang membutuhkan berita macam
begini. Gagasan itu sepertinya mencontek gaya breaking news televisi CNN tetapi ala internet. Sama juga seperti Yahoo yang sebetulnya sudah memakai konsep itu
dengan berita update langganan dari pelbagai kantor berita. Sayangnya, mesin pencari ini masih berbahasa Inggris. Padahal di Indonesia hanya sedikit orang
yang mau baca website berbahasa Inggris. Detikcom waktu itu memang unik, jangankan di Indonesia, di seluruh dunia pun waktu itu tidak ada portal berita
macam detikcom. Pada awal operasionalnya Budiono menjabat sebagai pemimpin redaksi
sekaligus reporter dengan satu tape recorder. Lalu merekrut beberapa reporter, sembari rajin menelepon bekas teman-teman wartawan di media lain untuk
Universitas Sumatera Utara
menyumbang berita. Beritanya singkat, orang yang sering di telpon Budiono adalah Sapto Anggoro, redaktur di harian Republika, yang kerap memberi info
baru di lapangan kepadanya. Tidak lama Sapto justru keluar dari koran itu dan bergabung, bahkan
sekarang tercantum sebagai dewan redaksi detikcom. Delapan hari setelah Soeharto lengser, 30 Mei 1998, server detikcom sudah siap di akses, namun baru
mulai online dengan sajian lengkap pada 9 Juli 1998. Berita-beritanya segar, anyar, dan terus menerus diperbaharui dalam hitungan detik. Desain website
berbalut warna khas yang agak norak, hijau, biru, dan kuning. Warna ini sampai sekarang dipertahankan sebagai trademark. Baru sebulan detikcom online telah
ada sekitar 15.000 hits alias yang mengklik situs baru itu. Perkiraan itu akhirnya terbukti karena dalam waktu singkat detikcom menjadi sangat dicari. Satu tahun
kemudian, jumlah pengunjung melesat menjadi 50.000 orang perhari, sebuah pencapaian luar biasa mengingat pengguna Internet yang baru sedikit saat itu.
Banyak cerita tentang sulitnya para reporter detikcom menyajikan berita berita secara tepat waktu. Saat itu belum ada BlackBerry atau semacam
Smartphone yang bisa mengirimkan email berita dengan sekali klik. Telepon genggam Handphone apalagi PDA di tahun 1998 – 1999 amat mahal, dan
terbatas. Satu satunya jalan adalah memanfaatkan telepon umum dan setiap pagi para reporter detikcom terlebih dahulu diwajibkan untuk masuk ke kantor
mengambil beberapa kantung uang recehan, yang terjadi adalah antrean panjang telepon umum dan para wartawan itu sering kena omel para pengguna telepon.
Dengan begitu berita yang dikirimkan disiasati lebih singkat dan pendek. Keberhasilan detik.com pun turut menjadi pemicu munculnya demam Internet di
Indonesia pada pertengahan 1999. Ini menyadarkan banyak konglomerat media yang merasa kecolongan tidak memanfaatkan kesempatan emas di waktu yang
sulit itu. Lagi pula, membangun sebuah situs tidak perlu modal yang banyak, seperti mendirikan pabrik. Mulailah bermunculan perusahaan Internet serius
didirikan seperti Satunet, Astagacom. James Riyadi pemilik Lippo Life membuat Lippo e-Net dan Lippostar. Adapula Mweb, Kopitime, dan BolehNet. Bedanya
portal-portal tersebut banyak yang didirikan hanya untuk mendapatkan keuntungan sesaat. Investasi awal jor-joran dengan menawarkan pelbagai fasilitas
Universitas Sumatera Utara
canggih berbiaya besar yang di gratiskan seperti email, chatting, kirim SMS dan bahkan webfax gratis, untuk mengundang pengunjung. Setelah mencatat banyak
hits, mereka melepas kepemilikan di bursa saham untuk mendapatkan dana. Di kepung oleh pemodal besar membuat Agrakom pun menjual 15
saham detik.com kepada Investor asal Hongkong, Pasific Tech seharga USD2 juta. Uang sebanyak itu berpuluh kali lipat dari investasi awal detik.com yang
hanya Rp. 40 juta. Dana sebesar itu membuat detikcom nervous harus seberapa besar pendapatan yang diperoleh kalau investasinya saja sudah hampir menginjak
belasan juta dollar. Pak Budiono Darsono akhirnya di putuskan belanja teknologi dikeluarkan seperlunya. Tenaga penjual iklan di rekrut. Bahkan, iklan dari dotcom
lain di terima, termasuk dari kompetitor. Awal Januari 2000, detik.com merilis email gratis, chating, ruang diskusi,
dan menambah sejumlah kanal baru. Ciri khas jurnalistik lebih di pertajam dengan serangkaian kerja sama organisasi kampanye untuk memasok berita di daerah.
Fasilitas SMS dan WebFax gratis yang biaya operasinya mahal ditiadakan. Tidak ada biaya promosi miliaran rupiah. Tidak ada content management system seharga
ratusan ribu dolar, tetapi mengembangkan sendiri. Langkah meniru nan hati-hati itu akhirnya bisa menyelamatkan. Di awal milenium, krisis dotcom meledak di
Amerika Serikat. Saham saham perusahaan berbasis teknologi bertumbangan. Kekecewaan investor bahwa jaringan internet ternyata tidak mendatangkan
keuntungan seperti yang dijanjikan terbukti sudah oleh kiamat dotcom yang datang lebih cepat. Dari sisi pendapatan krisis dotcom tahun 2000 telah
menyebabkan banyak pemasang iklan tidak lagi mau percaya pada media Internet. Satu persatu portal yang pada tahun 1999 tumbuh pesat, kini mulai gulung tikar.
Maka awal 2001 situs situs milik para Konglomerat Media itu kehabisan modal. Budiono dan kawan kawan bertahan dengan modal pas-pasan setelah
menutup kembali fasilitas yang di anggap tak menguntungkan. Detikcom masih memiliki nafas hasil menyisakan modal dan sedikit dari penghasilan iklan
Oktober 2000 pendapatan iklan detik.com mencapai lebih dari Rp. 500 juta. Berita yang tak banyak pembacanya dan tak menarik pemasang iklan dihentikan.
Serangkaian bidang usaha baru dirilis, tahun 2003 terlihat bahwa dari beberapa
Universitas Sumatera Utara
bidang usaha baru, mobile data layanan kirim berita lewat SMS adalah yang
paling cepat memberi hasil.
Selanjutnya, detikcom melenggang sendirian tanpa lawan yang berarti. Banyak pujian datang karena detikcom salah satu dari sedikit media yang bisa
bertahan pada era industri media yang mulai bergerak ke arah konglomerasi. Ada Kompas Gramedia, Media Group, Para Group, MNC, Jawa Pos Group, dan Visi
Media Asia. Dan yang terjadi belakangan pada akhirnya adalah raksasa-raksasa ini justru mengekor kepada semut. Kompas mere-born Kompas.com, MNC
mendirikan okezone.com, Visi Media milik Grup Bakrie melahirkan VivaNews. Tempo Inti Media mengaktifkan tempointeraktif.co.id, belum lagi Inilah.com dan
Wartaone.com. Menanggapi banyaknya portal Berita yang muncul, Budiono Darsono bilang “Dulu pun kami menghadapi pemain modal besar, tapi Detik bisa
menghadapinya, Bisnis ini dibangun dengan semangat jurnalistik, bukan dengan dan Modal”.
Setelah saham detikcom diakuisisi oleh CT. Corp pada tahun 2011 yang lalu sebesar Rp 540 Milliar, detikcom mengalami banyak perubahan, termasuk
jajaran direksinya. Saat ini Budiono Darsono menjabat sebagai Direktur Utama detikcom sekaligus menjadi Dewan Redaksi.
Saat ini situs detik.com telah menjadi salah satu situs ternama di Indonesia dengan jumlah visitor yang sangat besar. Menurut informasi terakhir, pengunjung
situs detikcom saat ini mencapai 3 juta hits per hari, dan menjadi salah satu situs yang paling sering dibuka oleh seluruh pengguna internet di Indonesia.
3.1.2 Struktur Redaksi Detikcom Digital Life Pemimpin