Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Ketentuan Pidananya

3. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Ketentuan Pidananya

Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 2004 sebagai berikut: 1. Kekerasan fisik 2. Kekerasan psikis 3. Kekerasan seksual; atau 4. Penelantaran rumah tangga Lebih jauh lagi bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat dijelaskan secara lebih rinci yaitu : 1. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat Pasal 6. Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku di antaranya: menampar, menggigit, memutar tangan, menikam, mencekek, membakar, menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan membunuh. Perilaku ini sungguh membuat anak-anak menjadi trauma dsalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman. Perbedaan kekerasan fisik dalam Pasal 6 UU PKDRT dengan kekerasan fisik dalam Pasal 351 KUHP terletak pada penafsiran dari kekerasan fisik tersebut. Dalam Pasal 6 UU PKDRT diberikan penafsiran otentik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Sedangkan dalam Pasal 351 KUHP tidak dijelaskan pengertian dari penganiayaan tetapi hanya menyebutkan kualifikasi deliknya yakni penganiayaan. Universitas Sumatera Utara Masalah yang muncul dalam penafsiran kekerasan fisik dalam UU PKDRT yaitu tidak adanya pengertian yuridis dari “rasa sakit, jatuh sakit dan luka berat”, padahal hal tersebut sangat penting untuk menentukan dan membuktikan jenis perbuatan yang dilakukan oleh pelaku kekerasan fisik. Guse Prayudi, SH dalam bukunya yang berjudul Berbagai Aspek Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga merangkum pengertian dari “rasa sakit, jatuh sakit dan luka berat” dalam KUHP dan yurisprudensi dan dijelaskan sebagai berikut: a. Rasa sakit, misalnya mencubit, mendupak, memukul, menempeleng. Rasa sakit hanya cukup bahwa orang lain merasa sakit tanpa ada perubahan dalam bentuk badan b. Jatuh sakit artinya timbul gangguan atas fungsi dari alat-alat didalam badan manusia c. Luka berat adalah luka yang terkualifikasi dalam Pasal 90 KUHP yakni: 1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbukan bahaya maut 2. Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian 3. Kehilangan salah satu pancaindera 4. Mendapat cacat berat 5. Menderita sakit lumpuh 6. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih, dan 7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan Universitas Sumatera Utara Berikut tabel yang memuat ketentuan bentuk-bentuk kekerasan fisik dengan ancaman sanksi pidananya dalam UU PKDRT Nomor 23 Tahun 2004 : Tabel 1 63 Kekerasan Fisik Delik Sanksi Kekerasan fisik dalam lingkup rumah Tangga o penjara paling lama 5 lima tahun; atau o denda paling banyak Rp 15 juta Kekerasan fisik yang mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat o penjara paling lama 10 sepuluh tahun; atau o denda paling banyak Rp 30 juta Kekerasan fisik yang mengakibatkan matinya korban penjara paling lama 15 lima belas tahun; atau o denda paling banyak Rp 45 juta Kekerasan fisik yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau o penjara paling lama 4 empat bulan; atau o denda paling banyak Rp 5 juta 63 Peri Umar Farouk, Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, J.B.D.K,Jakarta:2012, hal 16 Universitas Sumatera Utara kegiatan sehari-hari 2. Kekerasan Psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, danatau penderitaan psikis berat pada seseorang Pasal 7. Adapun tindakan kekerasan psikis dapat ditunjukkan dengan perilaku yang mengintimidasi dan menyiksa, memberikan ancaman kekerasan, mengurung di rumah, penjagaan yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan anaknya, pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus. Kekerasan psikis adalah jenis tindak pidana yang benar-benar baru karena tidak ada padanannya dalam KUHP, berbeda dengan tindak pidana KDRT dalam bentuk lainnya. Perbuatan pokok tentang kekerasan psikis ini dirumuskan dalam Pasal 45 ayat 1 UU PKDRT yaitu: “Kekerasan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, danaatau penderitaan psikis berat pada seseorang.” Unsur-unsur dari Pasal tersebut adalah : a setiap orang; b yang melakukan perbuatan psikis; c dalam lingkup rumah tangga. Sedangkan pada ayat yang ke 2 dari Pasal 45 menyatakan : “Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari.” Universitas Sumatera Utara Berikut tabel yang memuat ketentuan bentuk-bentuk kekerasan psikis dengan ancaman sanksi pidananya dalam UU PKDRT Nomor 23 Tahun 2004 : Tabel 2 Kekerasan Psikis Delik Sanksi Kekerasan psikis dalam lingkup rumah Tangga o penjara paling lama 3 lima tahun; atau o denda paling banyak Rp 9 juta Kekerasan psikis yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari o penjara paling lama 4 empat bulan; atau o denda paling banyak Rp 3 juta 3. Kekerasan seksual yaitu setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar danatau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial danatau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi Pasal 8 : a Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; b Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam Universitas Sumatera Utara lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial danatau tujuan tertentu. Catatan untuk kekerasan seksual adalah dengan adanya frasa “pemaksaan” dalam perumusan kekerasan seksual. Namun hal ini tidak dijelaskan dalam UU PKDRT apa yang dimaksud dengn “pemaksaan”, apakah “pemaksaan” tersebut sama dengan “memaksa” dalam pasal-pasal dalam KUHP atau tidak. Disini penegak hukum dibebani untuk menafsirkan kembali dengan melihat konstruksi perkosaan Pasal 285 KUHP dan melihat pengertian korban KDRT yakni orang yang mengalami “kekerasanancaman kekerasan”, maka kekerasan disini harus dikonstuksikan sebagai “memaksa baik dengan cara kekerasan danataupun ancaman kekerasan.” Lebih lanjut Pasal 46 menyatakan kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial danatau tujuan tertentu. Berikut tabel yang memuat ketentuan bentuk-bentuk kekerasan seksual dengan ancaman sanksi pidananya dalam UU PKDRT Nomor 23 Tahun 2004 : Tabel 3 64 Kekerasan Seksua l Delik Sanksi Kekerasan seksual o penjara paling lama 12 tahun; atau o denda paling banyak Rp 36 juta 64 Ibid, hal 17 Universitas Sumatera Utara Memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual o penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun; atau o denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 300 juta Mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 minggu terus menerus atau 1 tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janindalam kandungan, atau engakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi o penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun; atau o denda paling sedikit 25 juta dan paling banyak 500 juta 4. Penelantaran rumah tangga yaitu seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi danatau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut Pasal 9. Universitas Sumatera Utara Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomi yang dapat diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan untuk memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan layanan kesehatan, pekerjaan, dan sebagainya. 65 Tabel 4 Berikut tabel yang memuat ketentuan bentuk-bentuk kekerasan seksual dengan ancaman sanksi pidana yang dirumuskan dalam Pasal 49 UU PKDRT Nomor 23 Tahun 2004: 66 Penelantaran Rumah Tangga Delik Sanksi Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga; atau Menelantarkan orang lain yang berada di bawah kendali o penjara paling lama 3 lima tahun; atau o denda paling banyak Rp 15 juta ` Berdasarkan rumusan Pasal 49 UU PKDRT diatas maka tindak pidana penelantaran rumah tangga dibedakan lagi dalam dua 2 bentuk yaitu : 1. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga, dengan unsur-unsur: a setiap orang; b menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya; c padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau 65 Rochmat wahab dalam Jurnal Penelitian “Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Perspektif Psikologis dan Edukatif, hal 4-5 66 Peri Umar Farouk, Op.Cit., hal 17 Universitas Sumatera Utara perjanjian; d ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atai pemeliharaan kepada orang tersebut. Pasal 49 ayat 1 2. Menelantarkan orang yang bergantung secara ekonomi, dengan unsur-unsur yang harus dipenuhi yaitu: a setiap orang; b menelantarkan orang yang ketergantungan ekonomi karena dibatasi danatau dilarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut Pasal 49 ayat 2

4. Kekerasan Fisik yang Dilakukan Orangtua Mengakibatkan Matinya Anak Kandung

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

2 67 120

Sistem Peradilan Pidana yang Edukatif Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kabupaten Simalungun).

2 76 133

Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur Dan Penerapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan No:770/Pid.Su

1 85 157

Pengajuan Praperadilan Oleh Pihak Tersangka Terhadap Sah Atau Tidaknya Penahanan Yang Dilakukan Penyidik Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor.01/PID/PRA.PER/2011/PN. STB.)

1 81 145

Pola Asuh Orangtua Difabel Terhadap Anak Yang Normal (Studi Deskriptif: Pada Keluarga Pasangan Tunanetra Yang Bekerja Sebagai Tukang Pijat di Kelurahan Sei Sikambing D Medan).

8 167 106

Analisis Yuridis Tndak Pidana Narkotika Yang dilakukan oleh Anak

19 195 122

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur.

4 20 19

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNGNYA A. Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) - Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Y

1 2 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya

1 2 31