Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri PKLM

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri PKLM

Indonesia sebagai Negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan disegala sektor, tentunya membutuhkan dana yang cukup besar untuk mewujudkannya. Untuk menanggulangi dana yang cukup besar itu, pemerintah harus mencari sumber penerimaan yang dapat menutupi pengeluaran Negara tersebut. Penggalian sumber-sumber daya yang ada di suatu Negara adalah hal yang paling efektif dilakukan, baik Sumber Daya Manusianya maupun Sumber Daya Alamnya. Sumber Daya Manusia merupakan Sumber Daya dasar yang terlebih dulu harus digali, agar semua potensi yang ada pada diri seseorang itu dapat dimanfaatkan untuk penggalian Sumber Daya yang lainnya. Sumber Daya Alam yang selama ini kita andalkan tidak mampu lagi untuk menopang pengeluaran kita, terlebih Sumber Daya Alam yang kita andalkan mempunyai umur yang relative terbatas yang suatu saat nanti akan habis, maka pemerintah dalam hal ini berupaya keras mencari Sumber Daya yang lain yang dapat menutupi kebutuhan Negara kita yaitu dari pajak. Sumber penerimaan dari pajak mempunyai umur yang tidak terbatas, apalagi dengan bertambahnya Subjek pajak, serta penggalian objek pajak yang lain. Pajak menurut Rochmat Soemitro adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik kontraperestasi yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum Resmi, 2008: 1 . Sedangkan Universitas Sumatera Utara pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sesuai dengan sistem Pemerintahan yang berlaku di Negara kita, Pajak dikelola oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pajak yang dikelola pemerintah pusat merupakan sumber penerimaan Negara APBN , dan sebaliknya Pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan sumber penerimaan daerah APBD . Jenis Pajak yang selama ini dikelola oleh pemerintah pusat terdiri dari Pajak Penghasilan PPh , Pajak Pertambahan Nilai PPN , Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM , Pajak Bumi dan Bangunan PBB , Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB , dan Bea Materai. Mulai 1 Januari 2011 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB dialihkan kepada Pemerintah Daerah khususnya KabupatenKota. Sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan PBB juga akan dialihkan ke pemerintah Daerah KabupatenKota pada Tahun 2014. Berdasarkan Undang-undang, setiap masing-masing jenis pajak telah ditetapkan dengan jelas mengenai siapa-siapa yang menjadi subjek pajak dan apa yang menjadi objek pajaknya serta berapa tarif pajak yang berlaku sesuai dengan aturan yang ada. Jika Subjek pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka subjek pajak itu akan berubah menjadi Wajib Pajak. Pada prinsipnya Wajib pajak ada 2 yaitu, Wajib Pajak dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri. Wajib Pajak Dalam Negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, hal ini sesuai Universitas Sumatera Utara dengan asas pemungutan pajak kita yaitu Asas Domisili Asas Tempat Tinggal yang menyatakan bahwa Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Sedangkan Wajib Pajak Luar Negeri terutang pajak atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. Salah satu jenis pajak yang dikenakan terhadap Wajib Pajak Dalam Negeri adalah Pajak Penghasilan Pasal 23, yaitu penghasilan yang dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan. Oleh karena itu, untuk meringankan pajak terutang Wajib Pajak, maka besarnya pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi maupun Badan , dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh pasal 21 tersebut dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Pada dasarnya pajak penghasilan Pasal 23 atas penghasilan yang dipotong oleh pihak yang wajib membayarkan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yaitu pada Pasal 23, yang diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Pemahaman tentang Pemotongan Universitas Sumatera Utara Pajak Penghasilan Pasal 23 dan pengkreditannya ini sangat penting, karena menyangkut pengurangan Pajak terutang Wajib Pajak. Dengan bertitik tolak dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahasnya dan penulis akhirnya mengangkat judul, ”Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pengkreditannya Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota”.

B. Tujuan dan Manfaat PKLM