yang dilakukan oleh apoteker sebagaimana diatur dalam pasal 25 ayat 2 PP No. 51 tahun 2009 Rubiyanto
1
, 2010. Kebijakan PP No. 51 pasal 25 ayat 2 bertujuan untuk menghindari pekerjaan kefarmasian dilakukan oleh seseorang yang tidak
memiliki kompetensi dan wewenang Pemerintah RI, 2009. Apotek sebagai tempat pengabdian profesi apoteker semestinya adalah
sarana yang sangat tepat bagi apoteker untuk memberikan asuhan kefarmasian kepada masyarakat. Secara filosofis, konsumen yang datang ke apotek sejatinya
bukan semata-mata akan membeli obat. Mereka membutuhkan saran atas masalah yang berkaitan dengan kesehatan mereka. Bahwa bila diakhir kunjungannya
mereka membeli obat, dapat dipastikan hal itu terjadi setelah melalui tahap pemberian asuhan kefarmasian. Paradigma tersebut memperjelas sekaligus
mempertegas bahwa apotek tidak lain adalah pusat asuhan kefarmasian dan profesi yang memiliki kompetensi untuk menjalankannya adalah apoteker
Anonim
a
, 2008.
4.3.2 Peningkatan Peran Apoteker
Peningkatan peran apoteker sesuai PP No 51 tahun 2009 meliputi pasal 25 ayat 2 yang berbunyi ”Dalam hal Apoteker yang mendirikan apotek bekerja sama
dengan pemilik modal apotek maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh apoteker yang bersangkutan”. Pasal 51 ayat 1 yang berbunyi
“pelayanan kefarmasian di apotek hanya dapat dilakukan oleh Apoteker”. Pasal 21
ayat 2 yang berbunyi “Penyerahan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan
oleh Apoteker”. Hasil distribusi total tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun 2009
terkait peningkatan peran apoteker dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.
22
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Distribusi tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun 2009 terkait
peningkatan peran apoteker.
Berikut ini ditampilkan distribusi total tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun 2009 terkait peningkatan Peran Apoteker dalam bentuk diagram
batang.
Diagram 4.2 Distribusi total tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun
2009 terkait peningkatan Peran Apoteker.
20 40
60 80
100
Setuju Tidak
berpendapat Tidak Setuju
Kuesioner 3 Kuesioner 4
Kuesioner 5 Kuesioner 6
Total
Kuesioner Jumlah
Setuju Tidak
berpendapat Tidak
Setuju Apoteker yang mendirikan apotek
bekerja sama dengan pemilik modal apotek maka pekerjaan kefarmasian
harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh apoteker Pasal 25 ayat 2.
5 21
pelayanan kefarmasian di apotek hanya dapat dilakukan oleh
Apoteker Pasal 51 ayat 1. 3
23 Keharusan Apoteker hadir selama
jam buka apotek 1
25
Penyerahan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker
Pasal 21 ayat 2 2
24 Total
11 93
5 3 1 2 11
0 0 0 0 0 21 23
25 24
93
23
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan diagram 4.2, total tanggapan responden terhadap PP No. 51 tahun 2009 terkait peningkatan peran apoteker di apotek yakni 11 setuju, tidak
ada yang tidak berpendapat dan 93 tidak setuju. Berdasarkan hasil survei yang pernah dilakukan terhadap kinerja apoteker
di apotek yakni secara umum apoteker tidak hadir di apotek setiap hari, sehingga pelayanan kefarmasian di apotek lebih banyak dilakukan oleh tenaga teknis
kefarmasian mulai dari pelayanan penyiapan obat, pelayanan resep, dan pemberian informasi kepada pasien Ginting, 2009. Pemilik modal tidak yakin
terhadap kinerja apoteker apabila semua yang dikerjakannya selama ini diserahkan kepada apoteker, sementara pemilik modal sudah mempertaruhkan
modal yang cukup besar serta upaya membangun usahanya selama bertahun – tahun. Apotek dapat berjalan dengan bantuan tenaga teknis kefarmasian. Sehingga
tenaga teknis kefarmasian mendapatkan simpatik di kalangan masyarakat khususnya lagi bagi pemilik modal apotek.
Pasal 51 ayat 1 PP No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian menyatakan bahwa kefarmasian di apotek hanya dapat dilaksanakan oleh
Apoteker. Sedangkan tenaga teknis kefarmasian sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasiasisten apoteker adalah
tenaga yang membantu apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian Pemerintah RI, 2009.
Salah satu pelayanan kefarmasian yang penting didapat oleh seorang pasien adalah pelayanan informasi obat. Apoteker harus memberi informasi yang
benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan
terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya
meliputi: cara pemakaian obat,
24
Universitas Sumatera Utara
cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari selama terapi Menteri Kesehatan RI, 2004 Pelayanan kefarmasian yang komprehensif meliputi dua kegiatan yaitu
memberikan rasa aman karena kesehatannya menjadi lebih baik dan menghindarkan masyarakat dari sakit dan penyakit. Asuhan atau pelayanan
kefarmasian merupakan pelayanan yang dibutuhkan dan diterima oleh pasien untuk mencapai tujuan terapi yang optimal karena pharmaceutical care dapat
meningkatkan kesehatan dan bahkan menyelamatkan nyawa pasien. Peran apoteker diharapkan tidak hanya menjual obat, tetapi lebih menjamin tersedianya
obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah yang cukup aman, harga yang wajar, informasi yang cukup memadai, serta diikuti pemantauan pada saat
penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi untuk mencapai tujuan terapi yang optimal bagi pasien Cipolle, 1998.
4.3.3 Penambahan Beban Biaya Apotek