B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah
1. Faktor apakah yang menyebabkan akta Notaris dapat dibatalkan?
2. Bagaimana pertanggungjawaban Notaris atas aktanya yang menjadi batal
demi hukum? 3.
Bagaimana pertimbangan badan peradilan dalam membatalkan akta Notaris?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan akta Notaris
dapat dibatalkan b.
Untuk mengetahui pertanggungjawaban Notaris atas aktanya yang menjadi batal demi hukum
c. Untuk mengetahui pertimbangan badan peradilan dalam
membatalkan akta Notaris
2. Manfaat
a. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan secara akademis dalam memberikan gambaran terhadap perkembangan
mengenai ilmu hukum bidang kenotariatan khususnya akta Notaris yang batal demi hukum oleh putusan pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
b. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta pertimbangan dalam ilmu pengetahuan bagi kalangan praktisi
hukum dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan akta Notaris yang batal demi hukum oleh putusan pengadilan.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan sebelumnya pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Medan,
Penelitian tentang “Analisa Yuridis Putusan Pengadilan Terhadap Akta Notaris Yang Batal Demi Hukum Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan
” merupakan hal yang baru, belum pernah dibahas oleh mahasiswai lain di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan kalaupun ada lokasinya berbeda
maka keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Dan juga terbuka untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun
sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini. Dengan ini peneliti memberikan pernyataan apabila skripsi ini
kedapatan meniru atau mencuri ide Plagiat dari tulisan orang lain maka penulis bersedia mempertanggungjawabkan perbuatannya yang merugikan
orang lain.
Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian-Pengertian Notaris dan Tinjauan Tentang Suatu Akta Otentik
a. Menurut Reglement Op Het Notarisambt Peraturan Jabatan Notaris
Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki atau dinyatakan dalam suatu akta
otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse salinan sah, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan
akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.
b. Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No.M.01-
HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemindahan dan Pemberhentian Notaris
Dalam Pasal 1 ayat 1, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. c.
Menurut Undang-Undang RI No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 1 ayat 1, yang dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dengan Undang-Undang ini.
Universitas Sumatera Utara
d. Menurut Kamus Indonesia
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Peraturan Jabatan Notaris. Dari pengertian-pengertian Notaris diatas, dapat disimpulkan bahwa
untuk membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai “Pejabat Umum”. Dari pengertian-pengertian diatas ada hal penting yang
tersirat, bahwa Notaris adalah pejabat umum openbaar ambtenaar, dimana kewenangannya atau kewajibannya yang utama ialah membuat akta-akta
otentik, jadi Notaris merupakan pejabat umum sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 1868 KUHPerdata.
Sedangkan pengertian akta otentik terdapat di dalam hukum pembuktian yang diatur dalam Buku IV KUHPerdata, mengenai syarat-syarat
agar suatu akta berlaku sebagai akta otentik, hal ini diatur di dalam pasal 1868 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta yang
dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu, ditempat dimana akta tersebut dibuat.
Akta otentik menurut Soepomo adalah surat yang dibuat oleh suatu dimuka seorang pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat
surat itu, dengan maksud menjadikan surat tersebut sebagai surat bukti.
8
8
Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita, 2002, hal.87
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wiryono Projodikoro, pengertian akta otentik adalah surat yang dibuat dengan maksud dijadikan bukti oleh atau dimuka seorang pejabat
umum yang berkuasa untuk itu.
9
Berdasarkan pengertian akta otentik diatas, dapat dilihat beberapa unsur untuk dikatakan sebagai akta otentik, Yaitu;
1. Bahwa akta itu dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum
2. Bahwa akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum
3. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk
membuatnya di tempat di mana akta itu dibuat, jadi akta itu harus dibuat di tempat wewenang pejabat yang membuatnya.
Dari pengertian akta otentik diatas juga dapat diambil kesimpulan bahwa untuk membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan
sebagai pejabat umum. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang mutlak karena
akta tersebut memuat perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu, jadi apabila terjadi sengketa antara pihak yang
membuat perjanjian, maka yang tersebut dalam akta itu merupakan bukti yang sempurna dan tidak perlu dibuktikan dengan alat bukti lain, sepanjang pihak
lain tidak dapat membuktikan sebaliknya. Akta sebagai alat bukti tertulis dalam hal-hal tertentu, merupakan bukti
yang kuat bagi pihak-pihak yang bersangkutan, mereka yang menandatangani suatu akta bertanggung jawab dan terikat akan isi akta.
10
9
R. Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Bandung: Sumur Bandung, 1988, hal.108
Universitas Sumatera Utara
Kekuatan pembuktian dari akta Notaris mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian;
1 Kekuatan pembuktian yang lahiriah
Yaitu syarat-syarat formal yang diperlukan supaya suatu akta Notaris dapat berlaku sebagai akta otentik sesuai dengan Pasal 1868 KUHPerdata.
2 Kekuatan pembuktian formal
Yaitu kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta, benar-benar dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh para pihak yang
menghadap. Akta otentik menjamin kebenaran mengenai:
11
a. Tanggal akta dibuat
b. Semua tandatangan yang tertera dalam akta
c. Identitas yang hadir menghadap Notaris
d. Semua pihak yang menandatangani akta itu mengakui apa yang diuraikan
dalam akta itu e.
Tempat dimana akta tersebut dibuat 3
Kekuatan pembuktian materil Yaitu kepastian bahwa apa yang disebut dalam akta itu merupakan
pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak yang berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian
sebaliknya.
10
Komar Andasamita, Notaris I, Bandung: sumur, 1984, hal.47
11
Soetardjo, Soemoatmodjo, apakah, Notaris, PPAT, Pejabat Lelang, Yogyakarta: Liberty, 1986,
Universitas Sumatera Utara
2. Kewenangan Notaris Membuat Akta Otentik dan Syarat Suatu Surat dapat
dikatakan Akta Otentik Tugas yang paling pokok Notaris dapat juga dikatakan sebagai salah
satu penegak hukum, karena Notaris berwenang membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian. Para ahli hukum berpendapat, bahwa
akta Notaris dapat diterima dalam pengadilan sebagai alat bukti yang mutlak mengenai isinya, tetapi meskipun demikian dapat diadakan penyangkalan
dengan bukti sebaliknya oleh saksi-saksi yang dapat membuktikan, bahwa apa yang diterangkan oleh Notaris dalam aktanya itu tidak benar.
12
Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Pasal 1 ayat 1 Jo Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, maka
Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh
suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kebenaran tanggalnya,
menyimpan minutanya, dan memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.
Notaris juga diberi hak dan wewenang untuk mengesahkan akta-akta yang dibuat di bawah tangan serta dapat memberikan nasehat atau penyuluhan
hukum dan menjelaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
12
Liliana, Tedjosaputro, Mal Praktek Notaris Dalam Hukum Pidana, Semarang: CV. Agung, 1991, hal.4
Universitas Sumatera Utara
Dalam pembuatan akta yang dilakukan Notaris, setiap kata yang dibuat dalam akta harus terjamin otentisitasnya, maka dalam proses pembuatan dan
pemenuhan persyaratan-persyaratan pembuatan akta memerlukan tingkat kecermatan yang memadai. Jika kecermatan itu diabaikan, maka
memungkinkan adanya faktor-faktor yang menghilangkan otensitas akta yang dibuat semakin tinggi.
Dari beberapa pengertian akta diatas, jelaslah tidak semua surat dapat disebut akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang memenuhi syarat-
syarat yang dipenuhi. Maka untuk dapat dikatakan sebagai akta, suatu surat harus memenuhi syarat-syarat:
13
a. Surat itu harus ditandatangani
Keharusan ditandatangani suatu surat untuk dapat disebut akta dikemukakannya dalam pasal 1869 KUHPerdata yang berbunyi:
“Suatu akta yang karena tidak berkuasa untuk atau tidak cakapnya pegawai termaksud diatas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya tidak diberlakukan
sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan, jika ditandatangani oleh pihak-pihak”.
Jelas tanda tangan berfungsi untuk memberikan ciri atau mengindividualisir sebuah akta.
b. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau
peristiwa. Sesuai dengan peruntukkan sesuatu akta sebagai alat pembuktian demi
keperluan siapa surat itu, maka jelas bahwa surat itu harus berisikan
13
Suharjono, “Varia Peradilan Tahun XI Nomor 123”, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum, Desember 1995, hal.129-130
Universitas Sumatera Utara
keterangan yang dapat dijadikan bukti yang dibutuhkan. Peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu dan yang dibutuhkan sebagai pembuktian harus
peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau peristiwa. c.
Surat tersebut sengaja dibuat sebagai alat bukti maksudnya dimana didalam surat tersebut dimaksudkan untuk
pembuktian suatu peristiwa hukum yang dapat menimbulkan hak atau perikatan.
3. Perbuatan Melawan Hukum Merupakan Sebab Pembatalan Akta
Telah dibahas diatas, bahwa Notaris membuat akta sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, dijelaskan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh
yang berkepentingan, dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, maka wewenangnya berhubungan dengan perbuatan, perjanjian dan ketetapan
sebagaimana dimaksud dari ketentuan pasal diatas. Notaris dapat digugat secara perdata maupun pidana. Dalam hal
apabila pembuatan aktanya menimbulkan kerugian bagi pihak yang dirugikan oleh Notaris sebagai pejabat yang berwenang membuat suatu akta otentik
dalam hal perbuatan, perjanjian maupun ketetapan. Dalam Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004,
tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang yang mengakibatkan suatu
Universitas Sumatera Utara
akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak
yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Sedangkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, diwajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Unsur yang terkandung dalam Pasal 1365 KUHPerdata antara lain;
a. Harus adanya perbuatan
b. Perbuatan itu melanggar hukum
c. Harus ada mengakibatkan kerugian bagi orang lain
d. Adanya kesalahan dari si pembuat
M.A. Moegini Djojodiharjo, berpendapat bahwa Pasal 1365 KUHPerdata tidaklah memberikan perumusan, melainkan hanya mengatur
bilakah seseorang yang mengalami kerugian karena perbuatan hukum, yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya, akan dapat mengajukan tuntutan
ganti kerugian pada Pengadilan Negeri dengan sukses.
14
M.A. Moegni Djojodiharjo, merumuskan bahwa perbuatan melawan hukum diartikan suatu perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan
dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan, maupun dengan keharusan yang
harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda,
14
M.A. Moegni Djojodiharjo, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pradya Paramita, 1982, hal.26
Universitas Sumatera Utara
sedang barang siapa karena salahnya sebagai akibat perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain, berkewajiban membayar ganti
kerugian. Menurut Munir Fuady, rumusan-rumusan tentang perbuatan melawan
hukum diantaranya, suatu kesalahan perdata civil wrong terhadap mana suatu ganti kerugian dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi
terhadap kontrak, atau wanprestasi terhadap kewajiban trust, atau pun wanprestasi terhadap kewajiban equity lainnya.
15
a. Kesalahan, kesengajaan, kelalaian
Kesalahan yang dimaksud oleh Pasal 1365 KUHPerdata mengandung “gradasi dari mulai perbuatan yang disengaja, sampai perbuatan yang tidak
disengaja. b.
Tanggung Gugat atau Pertanggung Jawaban Seseorang dapat dimintai tanggung jawabnya untuk memberikan ganti
kerugian atas kesalahan yang dilakukan oleh orang lain yang berada dalam tanggung jawabnya atau kerugian yang ditimbulkan oleh binatang atau benda
yang berada dalam tanggung jawabnya, karena itu istilah tanggung gugat seiring juga disebut pertanggungjawaban.
c. Kerugian dan Ganti Rugi
Ganti rugi adalah suatu konsekuensi dari perbuatan kesalahan yang menimbulkan kerugian. Dalam hukum perdata terdapat dua bidang hukum
yang terkait dengan ganti rugi yaitu:
15
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung,: Aditya Bhakti, 2002, hal.1
Universitas Sumatera Utara
1. Ganti rugi karena wanprestasi atas kontrak
2. Ganti rugi karena perikatan yang lahir, berdasarkan Undang-Undang
termasuk perbuatan melawan hukum. Ganti rugi yang dimaksudkan adalah ganti rugi sebagai akibat
perbuatan melawan hukum dengan tujuan mengembalikan penderita pada keadaan seandainya perbuatan melawan hukum tidak terjadi.
F. Metode Penelitian