Kewenangan Badan Peradilan Dalam Mempertimbangkan Pembatalan Akta Notaris

BAB IV PERTIMBANGAN PENGADILAN DALAM MEMBATALKAN AKTA NOTARIS TERHADAP PUTUSAN No. Perk.297Pdt.G2009PN.Mdn

A. Kewenangan Badan Peradilan Dalam Mempertimbangkan Pembatalan Akta Notaris

Dalam bidang perdata pihak yang bersengketa dibenarkan menyelesaikan melalui perdamaian atau arbitrase. Namun apabila hal itu tidak ditempuh, cara penyelesaianny a mesti dilakukan melalui sistem penegakan hukum yang resmi di forum badan peradilan yakni pada pengadilan negara. Tidak ada badan lain yang memiliki wewenang menyelesaikan sengketa, selain daripada pengadilan. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 3 ayat 1 Undang- Undang No. 14 Tahun 1970, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 diubah lagi dengan Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 dan sekarang diatur dalam Pasal 48 Tahun 2009. Agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat, maka pengadilan berpatokan pada asas yang termuat dalam Pasal 189 RBG, dan Pasal 19 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Putusan yang dijatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup. Alasan-alasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan: 34 - Pasal-pasal Tertentu peraturan perundang-undangan, - Hukum kebiasaan, 34 M. Yahya Harahap, op Cit, hal.797 Universitas Sumatera Utara - Yurisprudensi, atau - Doktrin hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 50 ayat 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, yang menegaskan bahwa segala putusan Pengadilan harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan dan mencantumkan pasal-pasal peraturan perundang-undangan tertentu yang bersangkutan dengan perkara yang diputus atau berdasarkan hukum tak tertulis maupun yurisprudensi atau doktrin hukum. 35 Untuk memenuhi kewajiban itu, Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 memerintahkan hakim dalam kedudukannya sebagai penegak hukum dan keadilan, wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, menurut penjelasan pasal ini , hakim berperan dan bertindak sebagai perumus dan penggali nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan masyarakat. 36 Hakim berwenang untuk menerima, memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya termasuk perkara dalam lingkup hukum perdata. Begitu pula dalam hal memutuskan untuk membatalkan suatu akta Notaris. Hakim berwenang membatalkan suatu akta Notaris sepanjang dimintakan oleh penggugat dan penggugat dapat membuktikan dalil-dalil yang diajukan sehingga memperkuat keyakinan hakim didalam persidangan. Dalam memutuskan suatu perkara yang berkaitan dengan permohonan pembatalan akta Notaris, pada hakikatnya hakim atau pengadilan sudah 35 Ibid, hal.798 36 Ibid Universitas Sumatera Utara mempunyai acuan atau pedoman, yaitu Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Didalam Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris jelas disebut hal-hal apa saja yang dapat menjadikan suatu akta Notaris menjadi batal demi hukum atau mempunyai kekuatan pembuktian dibawah tangan. Semua pengadilan yang ada di wilayah Republik Indonesia adalah peradilan negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang. Kekuasaan pengadilan menyelesaikan dan memutus perkara, merupakan fungsi kosntitusional, sesuai dengan distribusi atau alokasi kekuasaan yang digariskan Pasal 24 UUD 1945. Dalam melaksanakan fungsi otonomi kebebasan hakim mengadili perkara, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu: 37 1. Pengadilan sebagai katup penekan Pengadilan berfungsi dan berperan sebagai katup penekan pressure valve. Hal itu dilakukannya sesuai dengan kewenangan mengadili yang diberikan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009. Badan- badan peradilan sebagai kekuasaan kehakiman judicial power adalah penyelenggara peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan atas setiap pelanggaran hukum 2. Pengadilan sebagai pelaksana penegak hukum Pengadilan atau hakim merupakan pelaksana penegak hukum upholders of the rule of law. 37 Ibid, hal.853 Universitas Sumatera Utara a. Sebagai penjaga kemerdekaan anggota masyarakat b. Sebagai wali masyarakat 3. Kebebasan tidak bersifat mutlak Sering terjadi kekeliruan memahami makna kebebasan peradilan judicial independency, sehingga peradilan melalui hakim melakukan pelanggaran batas kewenangan atau penyalahgunaan kewenangan abuse of authority. Hakim mentransformasi atau menjadikan dirinya adalah peradilan dan hukum itu sendiri. Perilaku yang demikian, menempatkan peradilan dan hakim berada di atas hukum, tetapi menurut selera dan kemauan hakim. Pemahaman dan perilaku yang keliru ini, perlu diluruskan dan dikoreksi sesuai dengan sistem dan prinsip yang diatur dalam Undang-Undang. Kebebasan hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman melalui badan peradilan dalam menyelesaikan sengketa adalah sebagai berikut: a. Mutlak bebas dan merdeka dari campur tangan ekstra yudisial Pasal 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009: “Kekuasaan kehakiman yang merdeka ini mengandung pengertian di dalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan extra yudisial, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam UUD Negara RI Tahun1945” Berdasarkan penjelasan Pasal 1 diatas, sepanjang yang berkenan pelaksana fungsi mengadili, hakim bertindak sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka. b. Kebebasan relatif menerapkan hukum Sepanjang mengenai penerapan hukum yang akan dijadikan dasar pertimbangan putusan, kebebasan hakim tidak mutlak, tetapi bersifat Universitas Sumatera Utara relatif. Kebebasan dan kemerdekaan yang diberikan Undang-Undang tentang hal itu, hanya terbatas dalam kerangka menegakkan hukum dan keadilan berdasar Pancasila. 4. Secara fundamental tidak demokratis Sesuai dengan prinsip otonomi kebebasan hakim memeriksa dan mengadili perkara, secara konstitusional terkandung makna, pengadilan atau hakim dalam mengambil dan menjatuhkan putusan, berkedudukan: • Secara fundamental tidak demokratis atau fundamentally undemocratic, • Pada saat hakim mengambil putusan terhadap perkara yang diperiksanya: a. Tidak membutuhkan akses dari siapa pun, b. Tidak memerlukan negosiasi dengan pihak mana pun, c. Tidak perlu minta kompromi dari siapa dan kekuasaan mana pun. Berarti hakim tidak memerlukan pendapatm, saran, dan penggarisan dari pihak mana pun. Putusan dijatuhkan semata-mata berdasarkan nurani sendiri sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan. Diatur dalam Pasal 3 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 yang menegaskan, bahwa agar supaya pengadilan dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, yakni memberi putusan yang semata-mata berdasarkan kebenaran, keadilan, dan kejujuran, tidak dapat dibenarkan adanya tekanan-tekanan atau pengaruh-pengaruh dari luar yang akan menyebabkan para hakim tidak bebas lagi dalam mengambil putusan yang seadil-adilnya Universitas Sumatera Utara 5. Hakim memiliki imunitas personal yang total Hak imunitas merupakan konsekuensi dari kebebasan kekuasaan kehakiman judicial independency. Maksudnya, dalam melaksanakan fungsi peradilan, konstitusi memberi hak imunitas kepada hakim dengan acuan sebagai berikut: a. Salah atau benar putusan yang dijatuhkan hakim, harus dianggap benar dan adil apabila putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini merupakan prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar. Jika prinsip ini tidak ditegakkan sebagai hukum besi bisa berakibat hancur dan runtuh sendi negara hukum maupun sendi dasar penegakan kepastian hukum. b. Hakim tidak dapat dituntut dan dipersalahkan atas pelaksanaan menjalankan fungssi dan kewenangan peradilan: • Meskipun ternyata hakim dalam melaksanakan fungsi peradilan melakukan tindakan yang melampaui batas wewenang ultra vires, • Atau dalam memutus perkara, hakim keliru menerapkan hukum malpractice, • Maupun hakim melanggar proses beracara sesuai dengan hukum acara yang berlaku procedural error. 6. Putusan hakim disamakan dengan putusan tuhan Suatu hal yang perlu disadari para hakim pada saat mengambil dan menjatuhkan putusan, bahwa putusan itu merupakan bentuk penyiksaan, sehingga putusan hakim tersebut tidak berbeda dengan putusan tuhan atau Universitas Sumatera Utara judicium dei. Oleh karena itu, putusan yang dijatuhkan harus benar-benar melalui proses pemeriksaan peradilan yang jujur fair trial dengan pertimbangan yang didasarkan pada keadilan berdasarkan moral moral justice, dan bukan hanya semata-mata berdasarkan keadilan Undang- Undang legal justice. B. Faktor-Faktor Pertimbangan Hakim Dalam Membatalkan Akta Notaris Terhadap Kasus Perdata No.Perk.297Pdt.G2009PN.Mdn Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang bebas dan mandiri. Walaupun pada prinsipnya hakim mempunyai kebebasan dalam memutus suatu perkara akan tetapi kebebasan tersebut ada batasnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan semena-mena hakim dalam memutus suatu perkara. Hakim dalam memutus suatu perkara haruslah berpedoman kepada peraturan yang berlaku sesuai dengan hierarki peraturan yang berlaku di negara kita. Apabila tidak ada peraturan yang mengatur tentang suatu perkara yang diajukan kepadanya maka sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 Undang- Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Begitu juga halnya dalam menghadapi perkara yang berkaitan dengan pembatalan akta Notaris, hakim juga harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila Notaris melakukan kesalahan dalam Universitas Sumatera Utara pembuatan akta, maka hakimlah yang dapat menilai kemudian memutuskan apakah akta tersebut dapat dibatalkan ataupun diputuskan tidak mempunyai kekuatan hukum. Hakim hanya dapat menilai dan memutuskan suatu akta yang dijadikan alat bukti didepan persidangan dapat dibatalkan atau tidak mempunyai kekuatan hukum apabila ada pihak yang memintakan pembatalannya. Apabila tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan meminta suatu akta Notaris dibatalkan, maka hakim tidak berwenang untuk menilai dan memutuskan suatu akta Notaris dapat dibatalkan. Berkaitan dengan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam membatalkan akta Notaris, maka penulis akan mencoba membahas suatu kasus dari Pengadilan Negeri Medan. 1. Kasus Posisi Kasus tentang persoalan akta Notaris yang batal demi hukum terdapat dalam putusan dengan nomor putusan No.Perk.297Pdt.G2009PN.Mdn yang diputuskan di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 12 Juli 2010. Perkara ini terjadi antara Deliana Siregar, SE sebagai penggugat dengan Baharuddin sebagai tergugat I. Yang melibatkan Wanda Lucia, SH sebagai Tergugat VI dan Irwan Santoso, SH sebagai Tergugat VII. Deliana Siregar, SE yang berumur 44 Tahun, pekerjaan karyawan BUMN, bertempat tinggal di Jalan AR. Hakim, Gang Sukmawati No. 9-B Kota Medan. Baharuddin yang berumur 54 Tahun, beralamat di Jalan Kenari XII No. 274 Perumnas Mandala Kota Medan. Wanda Lucia, SH Notaris dan Universitas Sumatera Utara PPAT Kota Medan yang beralamat di Jalan Iskandar Muda No. 153 A Kota Medan. Irwan Santoso, SH Notaris dan PPAT Kota Medan yang beralamat di Jalan Putri Hijau No. 8 Medan. 2. Duduk Perkara Di dalam duduk perkara disebutkan bahwa Deliana Siregar, SE telah mengajukan gugatannya terhadap Baharuddin, dengan alasan sebagai berikut: a. Bahwa Deliana Siregar, SE dengan surat gugatannya tertanggal 1 Juli 2009 yang terdaftar dengan register perkara nomor: 297Pdt.G2009PN.Mdn telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan. b. Bahwa Maharani Br. Lubis telah meninggal dunia pada tanggal 8 Juni 2005 di Rumah Sakit Tembakau Deli Medan dan meninggalkan ahli waris Johannes Aritonang dan Ny. Maria M. Aritonang, sesuai dengan Surat Keterangan Ahli Waris No. 140SAWCM2006 bertanggal 19 Oktober 2006 yang diterbitkan oleh Camat Medan Area. c. Bahwa semasa hidupnya Almh. Maharani Br. Lubis memiliki harta benda berupa sebidang tanah dan bangunan rumah di atasnya seluas 119 m 2 dengan ukuran lebar 11,5 m dan panjang 10,55 m yang terletak dan setempat dikenal dengan jalan Kol. Yos Sudarso gang I-B Keluarahan Glugur Kota, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No.645 terdaftar di Badan Pertanahan Nasional Kota Medan atas nama Maharani Br. Lubis. Universitas Sumatera Utara d. Bahwa semasa hidupnya Almh. Maharani Br. Lubis tidak pernah menjualmengalihkan tanah dan bangunan miliknya kepada pihak lain. e. Bahwa pada Tahun 2006, ahli waris dari Almh. Maharani Br. Lubis yakni Johannes Aritonang dan Ny. Maria M. Aritonang telah menjualmengalihkan tanah dan bangunan di atasnya tersebut kepada Deliana Siregar, sesuai dengan Akta Pengikatan Jual Beli No. 04 tertanggal 20 Oktober 2006, yang diperbuat dihadapan Nurleli, SH, Notaris dan PPAT di Medan. f. Bahwa pengikatan jual beli tanah dan bangunan di atasnya yang dilakukan oleh Deliana Siregar dengan Johannes Aritonang dan Ny. Maria M. Aritonang, telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan ketentuan hukum yang berlaku dimana dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan telah dilakukan pembayaran secara tunai sekaligus penyerahan fisik tanah dan bangunan, sehingga perjanjian jual beli dimaksud sah menurut hukum. g. Bahwa dengan ditandatanganinya Akta Pengikatan Jual Beli dan dilakukan pembayaran dan penyerahan fisik tanah dan bangunan, maka hak kepemilikan atas tanah seketika itu telah beralih dari Johannes Aritonang dan Ny. Maria M. Aritonang kepada Deliana Siregar. h. Bahwa pada bulan Oktober 2006, Penggugat meminta bantuan sekaligus menyerahkan Sertifikat No.645 kepada Baharuddin untuk mengurus balik nama Sertifikat No.645 dari Almh. Maharanni Br. Lubis dibaliknamakan Universitas Sumatera Utara kepada Deliana Siregar yang dimohonkan kepada Badan Pertanahan Nasional Kota Medan, namun hingga saat ini permohonan balik nama tersebut tidak diterbitkan. i. Bahwa oleh karena permohonan balik nama yang dimohonkan Deliana Siregar melalui Baharuddin belum diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan, lalu Deliana Siregar mendatangi Badan Pertanahan Nasional Kota Medan untuk mempertanyakan perihal permohonan dimaksud, dan Deliana Siregar merasa heran dan sangat kecewa, karena ternyata di atas tanah bangunan miliknya telah terbit Akta Pengikatan Jual Beli yang dilakukan antara Almh. Maharanni Br. Lubis dengan Terapul Ginting Munthe yang diperbuat dihadapan Wanda Lucia, SH Notaris dan PPAT di Medan, sebagaimana tertuang dalam Akta Jual Beli No. 20 tertanggal 3 Mei 2007, dan Sertifikat No.645 telah dibaliknamakan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan dari Almh. Maharani Br. Lubis kepada Terapul Ginting Munthe. j. Bahwa Baharuddin telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh Deliana Siregar untuk mengurus balik nama Sertifikat Hak Milik No.645 di Badan Pertanahan Nasional Kota Medan. k. Bahwa Deliana Siregar yakin akta jual beli No. 20 tertanggal 3 Mei 2007 antara Almh. Maharani Br. Lubis dengan Terapul Ginting Munthe, yang diperbuat di hadapan Wanda Lucia, SH Notaris dan PPAT di Medan dibuat secara sepihak dan melawan hukum dan penuh dengan unsur penipuan bedrog dengan cara memanipulasi data. Karena Maharani Br. Universitas Sumatera Utara Lubis selaku penjual telah meninggal dunia pada tanggal 8 Juni 2005 di Rumah Sakit Tembakau Deli Medan. Lalu bagaimana bisa orang yang sudah meninggal dunia pada tanggal 8 Juni 2005 dapat membuat dan menandatangani akta jual beli No.20 tertanggal 3 Mei 2007 di hadapan Wanda Lucia, SH Notaris dan PPAT di Medan. l. Bahwa oleh karena perjanjian jual beli tanah dan bangunan antara Maharani Br. Lubis dengan Terapul Ginting Munthe, sebagaimana tertuang dalam akte jual beli No.20 tertanggal 3 Mei 2007 yang diterbitkan oleh Wanda Lucia, SH Notaris dan PPAT di Medan didasari adanya unsur niat buruk bad faith dan unsur penipuan bedrog, maka sudah semestinya akta jual beli tersebut dinyatakan batal demi hukum. m. Bahwa selanjutnya pada tanggal 24 Mei 2007, Terapul Ginting Munthe menjualmengalihkan tanah dan bangunan milik Deliana Siregar tersebut kepada Abdul Hamid, Epi Damayanti di hadapan Irwan Santoso, SH Notaris dan PPAT di Medan berdasarkan akta jual beli No. 66 bertanggal 24 Mei 2007, dan telah dibaliknamakan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan kepada Abdul Hamid dan Epi Damayanti, tanpa melalui prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku. n. Bahwa sejak tahun 2007 hingga saat ini, Abdul Hamid dan Epi Damayanti telah menyewakan tanah dan bangunan milik Deliana Siregar kepada pihak lain dan menikmati hasil uang sewa dari tanah dan bangunan milik Deliana Siregar kepada pihak lain dan menikmati hasil uang sewa dari tanah dan bangunan yang bukan haknya sebesar Rp. 3.500.000,- tiga juta Universitas Sumatera Utara lima ratus ribu rupiah per tahun, sehingga sangat beralasan hukum apabila Abdul Hamid dan Epi Damayanti dihukum untuk mengganti kerugian materill kepada Deliana Siregar Sebesar Rp. 3.500.000,- tiga juta lima ratus ribu rupiah pertahun. Maka atas dasar hal-hal tersebut diatas Deliana Siregar, SE mohon agar Pengadilan Negeri Medan berkenaan mengambil dan memeriksa para pihak di persidangan. Selanjutnya majelis hakim memberikan putusan terhadap gugatan Deliana Siregar, SE serta bukti-bukti surat dan keterangan para saksi adalah sebagai berikut: M E N G A D I L I 1. Mengabulkan gugatan Deliana Siregar untuk sebahagian; 2. Menyatakan akta pengikatan jual beli No. 04 tertanggal 20 Oktober 20066 yang dibuat dihadapan Nurleli, SH Notaris di Medan sah menurut hukum; 3. Menyatakan Deliana Siregar sebagai pemilik yang sah atas tanah dan bangunan seluas 119 m 2 dengan ukuran lebar 11,15 m 2 dan panjang 10,55 m 2 yang terletak dan setempat dikenal dengan Jln. Kol Yos Sudarso Gang I-B, kelurahan Glugur Kota, kecamatan Medan Barat, Kota Medan sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No. 645 atas nama Maharani Br. Lubis Almarhumah, dengan batas-batas sebagai berikut: - Sebelah barat berbatasan dengan tanah Nurisum; - Sebelah timut berbatasan dengan tanah Syafaruddin; - Sebelah utara berbatasan dengan jalan; - Sebelah selatan berbatasan dengan tanah sadikin; 4. Menyatakan Baharuddin, Johannes Aritonang, Ny. Maria M. Aritonang, SE, Terapul Ginting Munthe, Abdul Hamid, Epi Damayanti, Wanda Lucia, SH, Irwan Santoso, SH, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Medan melakukan perbuatan melawan hukum; 5. Menyatakan akta jual beli No. 20 tertanggal 3 Mei 2007 yang dibuat dihadapan Wanda Lucia, SH Notaris dan PPAT di Medan batal demi hukum; 6. Menyatakan akta jual beli No. 66 tertanggal 24 Mei 2007, yang diperbuat di hadapan Irwan Santoso, SH Notaris dan PPAT di Medan batal demi hukum; 7. Menghukum Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Medan untuk membatalkan balik nama Sertifikat hak milik No. 645 dari atas nama Universitas Sumatera Utara Maharani Br. Lubis kepada Teraful Ginting Munthe dan selanjutnya kepada Abdul Hamid dan Epi Damayanti; 8. Menghukum Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Medan untuk membalik nama Sertifikat No.645 dari atas nama Maharani Br. Lubis kepada Deliana Siregar, SE selaku pemilik yang sah; 9. Menghukum Baharuddin, Johannes Aritonang, Ny. Maria M. Aritonang, SE, Terapul Ginting Munthe, Abdul Hamid, Epi Damayanti, Wanda Lucia, SH, Irwan Santoso, SH, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Medan untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp. 3.694.500,- tiga juta enam ratus sembilan puluh empat ribu lima ratus rupiah; 10. Menolak gugatan selebihnya; 3. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Negeri Medan Terhadap Perkara No.297Pdt.G2009PN.Mdn Adapun yang menjadi pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan dalam memutuskan kasus di atas pada pokoknya adalah a. Bahwa dari pemeriksaan bukti-bukti di persidangan, telah terbukti bahwa Deliana Siregar adalah pemegang hak atas tanah seluas 119 m 2 dengan ukuran lebar 11,15 m 2 dan panjang 10,55 m 2 yang terletak dan setempat dikenal dengan Jln. Kol Yos Sudarso Gang I-B, kelurahan Glugur Kota, kecamatan Medan Barat, Kota Medan berdasarkan surat pengikatan jual beli No. 04 antara Deliana Siregar dengan Johannes Aritonang dan Ny. Maria M. Aritonang, SE. b. Bahwa menurut Pasal 2 surat pengikatan jual beli itu bahwa kedua belah pihak telah saling setuju dan sepakat dengan jual beli tersebut dengan harga sebesar Rp. 75.000.000,- tujuh puluh lima juta rupiah dan telah dibayar lunas oleh Deliana Siregar. Dengan ditandatanganinya akte pengikata jual beli dan melakukan pembayaran dan penyerahan fisik tanah Universitas Sumatera Utara dan bangunan, maka hak kepemilikan atas tanah seketika itu telah beralih ke Deliana Siregar lengkap dengan kunci bangunan. c. Bahwa dari kasus tersebut diatas terlihat bahwa atas tindakan perbuatan Baharuddin, Johannes Aritonang, Ny. Maria M. Aritonang, SE, Terapul Ginting Munthe, Abdul Hamid, Epi Damayanti yang telah memperjualbelikan tanah dan bangunan hak milik Deliana Siregar nyata- nyata merupakan tindakan perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kerugian materill dan immaterial bagi Deliana Siregar karena tidak dapat menikmati dan menempati tanah dan bangunan miliknya. d. Bahwa demikian juga tindakan perbuatan Wanda Lucia, SH, yang telah menerbitkan akta jual beli No. 20 tertanggal 3 Mei 2007 dengan ceroboh tanpa meneliti secara cermat surat-surat atau dokumen yang diajukan pihak penjual dan pembeli antara Almh. Maharani Br. Lubis dengan Terapul Ginting Munthe, yang diperbuat dihadapan Wanda Lucia, SH dibuat secara sepihak dan melawan hukum dan penuh dengan unsur penipuan bedrog dengan cara memanipulasi data, karena Maharani Br. Lubis selaku penjual telah meninggal dunia pada tanggal 8 Juni 2005 di Rumah Sakit Tembakau Deli Medan, dan sangat irasional orang yang sudah meninggal dunia pada tanggal 8 Juni 2005 dapat membuat dan menandatangani akta jual beli No. 20 tertanggal 3 Mei 2007 di hadapan Wanda Lucia, SH, Notaris dan PPAT di Medan. e. Bahwa oleh karena perjanjian jual beli tanah dan bangunan antara Maharani Br. Lubis dengan Terapul Ginting Munthe, sebagaimana Universitas Sumatera Utara tertuang dalam akta jual beli No.20 tertanggal 3 Mei 2007 yang diterbitkan Wanda Lucia, SH didasari adanya unsur niat buruk bad faith dan unsur penipuan bedrog, maka sudah semestinya akta jual beli tersebut dinyatakan batal demi hukum. f. Bahwa selanjutnya pada tanggal 24 Mei 2007, Terapul Ginting Munthe menjualmengalihkan tanah dan bangunan milik Deliana Siregar, SE tersebut kepada Abdul Hamid dan Epi Damayanti di hadapan Irwan Santoso, SH berdasarkan akta jual beli No.66 tertanggal 24 Mei 2007 dan telah dibaliknamakan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan kepada Abdul Hamid dan Epi Damayanti tanpa melalui prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku, dan karena dari awal penerbitan sertifikat kepemilikan atas nama Terapul Ginting Munthe sudah dilakukan dengan tindakan yang salah maka sudah semestinya Majelis Hakim juga turut menyatakan akta pengikatan jual beli tersebut juga harus batal demi hukum. g. Bahwa serta tindakan perbuatan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Medan yang telah membaliknamakan Sertifikat No.645 atas nama Maharani Br. Lubis kepada Terapul Ginting Munthe selanjutnya kepada Abdul Hamid dan Epi Damayanti tanpa melalui prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku merupakan perbuatan melawan hukum. Universitas Sumatera Utara 4. Analisa Putusan Pengadilan No. 297Pdt.G2009PN.Mdn Dengan contoh kasus diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwasanya Notaris dituntut untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat yang membuat akta otentik dan harus lebih berhati-hati dalam menghadapi para penghadap yang datang ke kantornya. Cara yang paling baik untuk menghindarkan terjadinya sengketa yang setiap saat dapat saja bersumber dari akta yang dibuat oleh Notaris adalah dengan memastikan bahwa orang yang datang menghadap adalah orang yang harus berkepentingan dengan isi akta. Selain itu juga para penghadap yang datang harus membawa bukti formal atau syarat-syarat yang lengkap sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dan sebelum akta ditandatangani oleh para pihak, hendaknya Notaris harus membaca dan menjelaskan isi dan maksud dari akta tersebut. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan