NILAI JIKA MENGETAHUI STATUS HIV DIRINYA

132 risiko tertular HIV. Persepsi yang salah ini akan menyebabkan WPS tidak melakukan VCT ulang secara rutin. Disamping itu, masih terdapat WPS yang mempunyai keyakinan bahwa dirinya masih dapat melindungi diri tanpa melakukan VCT. Hal ini terjadi karena kurangnya penyebarluasan informasi dan pemberian edukasi kepada kelompok risiko tinggi seperti WPS. Mobilitas WPS yang cukup tinggi dengan berpindah-pindah lokalisasi juga dapat menyebabkan WPS kurang mendapatkan informasi yang benar tentang HIV karena WPS hanya mendapatkan informasi yang terpotong-potong, yang memungkinkan terbentuknya keyakinan yang salah dalam diri WPS. Beberapa WPS masih melihat teman-teman WPS yang tidak merubah perilaku seks berisiko setelah melakukan VCT. Karena pengaruh sesama WPS cukup besar bagi individu, maka WPS yang mempunyai persepsi yang salah tentang VCT akan meniru perilaku yang kurang baik dari WPS lain.

C. NILAI JIKA MENGETAHUI STATUS HIV DIRINYA

Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh keyakinan individu tentang perilaku yang dipertimbangkan berdasar evaluasi atas hasil tersebut. 16 Individu mempertimbangkan untung atau rugi dan berperilaku sesuai hasil analisis mereka. 15 Dalam penelitian ini, evaluasi atas hasil VCT diukur dengan mengkategorikan nilai jika WPS mengetahui status HIV dirinya menjadi 2 kategori, yaitu baik dan kurang baik. Hasilnya adalah terdapat hubungan yang signifikan antara nilai jika mengetahui status HIV dirinya dengan perilaku WPS dalam VCT ulang. 133 WPS yang menilai baik jika mengetahui status HIV dirinya sebagian besar melakukan VCT ulang dalam 3 bulan terakhir. Dapat diartikan bahwa mereka memahami konsekuensi-konsekuensi penting yang akan terjadi jika tidak melakukan test HIV secara rutin. Hal ini sesuai dengan penelitian Solomon, S. dkk di India pada tahun 1994 – 2002 yang menyatakan bahwa alasan klien datang ke klinik VCT karena menyadari perilaku seks dirinya berisiko, mengulang tes untuk meyakinkan hasil tes HIV sebelumnya dan mempunyai pasangan seks yang berisiko mengidap HIV. 22 Sebaliknya, WPS yang menilai kurang baik jika mengetahui status HIV dirinya sebagian besar tidak melakukan VCT ulang karena kurang memahami konsekuensi jika mereka tertular HIV. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Kawichai, S. dkk di Thailand pada tahun 2002 – 2003 bahwa salah satu alasan tidak mengikuti testing HIV adalah tidak mengerti dengan jelas tentang layanan VCT. 23 Terdapat beberapa nilai yang kurang baik pada beberapa WPS yang perlu untuk diubah. Diantaranya adalah mengetahui status HIV tidak akan membuat seseorang tidak melakukan hubungan seks yang berisiko. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa setelah melakukan VCT, WPS tidak memperlihatkan perubahan mengurangi perilaku berisiko. Peningkatan pemahaman tentang pengurangan perilaku berisiko perlu diberikan kepada pelanggan dan mucikari, sehingga akan mempermudah WPS untuk melakukan praktik seks yang aman. Beberapa WPS juga menyatakan bahwa setelah melakukan VCT, tidak akan mampu merubah perilaku pelanggan untuk melakukan seks yang aman. Kemampuan WPS untuk melakukan negoisasi kepada pelanggan 134 untuk dapat melakukan seks yang aman masih kurang. WPS masih merasa takut penghasilan mereka akan berkurang jika mengharuskan pelanggan untuk memakai kondom pada saat berhubungan seks. Pemahaman lain yang perlu diubah pada diri WPS adalah masih terdapat WPS yang tidak menganggap bahwa melakukan VCT akan semakin mengurangi terjadinya stigma dan diskriminasi terhadap pengidap HIV. Dapat diartikan bahwa WPS masih mempunyai persepsi bahwa pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS masih merupakan tanggung jawab individu, bukan merupakan upaya yang harus dilakukan secara terpadu, sehingga tidak memberikan dukungan yang positif. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa nilai jika mengetahui status HIV dirinya bersama dengan variabel lain mempunyai peran dalam menentukan dilakukannya VCT ulang. Nilai menggambarkan pandangan dalam suatu hal yang diyakini oleh seseorang. Nilai berkisar antara benar dan salah, baik dan buruk dari perilaku tertentu. Dalam program promosi kesehatan, seseorang tidak diminta untuk merubah nilai, tetapi diminta untuk mengenali inkonsistensi antara nilai yang mereka miliki dengan perilaku mereka. WPS di lokalisasi Sunan Kuning sebagian besar sudah mempunyai nilai yang baik tentang mengetahui status HIV dirinya melalui tes HIV. Tetapi masih banyak ditemui WPS yang tidak melakukan VCT ulang meskipun meeka menilai baik jika seseorang mengetahui status HIV dirinya. WPS perlu mengenali lebih lanjut faktor yang menyebabkan terjadinya inkonsistensi antara nilai yang baik pada diri WPS tentang status HIV dirinya dengan praktik WPS untuk tidak melakukan VCT ulang. 135

D. DORONGAN ORANG LAIN UNTUK MELAKUKAN VCT