Zun Nun Al-Misri Copy of AKHLAK SISWA MAK XI EDIT BOGOR

139 Buku Siswa Kelas XI MA Keagamaan Menurut Rabi’ah, cinta kepada Allah adalah satu-satunya cinta sehingga ia tidak bersedia mambagi cintanya untuk yang lainnya. Seperti kata-katanya “Cintaku kepada Allah telah menutup hatiku untuk mencintai selain Dia”. Bahkan sewaktu ia ditanyai tentang cintanya kepada Rasulullah saw, ia menjawab: “Sebenarnya aku sangat mencintai Rasulullah, namun kecintaanku pada al-Khaliq telah melupakanku untuk mencintai siapa saja selain Dia”. Pernyataan ini dipertegas lagi olehnya lagi melalui syair berikut ini: “Daku tenggelam dalam merenung kekasih jiwa, Sirna segalanya selain Dia, Karena kekasih, sirna rasa benci dan murka”. Bisa dikatakan, dengan al-hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang ia rindu, ingin dibukakan tabir yang memisahkan dirinya dengan Tuhan. Dalam riwayat yang lain juga disebutkan bahwa suatu ketika Rabi’ah al-Adawiyah berkeluh-kesah sakit. Dan beberapa sufi menjenguknya, dan Rabiah mengira bahwa sakitnya itu dikarenakan ghirrah atau kecemburuan Allah kepadanya, karena hati Rabiah pada saat itu tertarik akan surga.

3. Zun Nun Al-Misri

Nama lengkapnya adalah Abu al-Faidi Tsauban bin Ibrahim Dzu al-Nun al- Mishri al-Akhimini Qibṭy. Ia dilahirkan di Akhmin daerah Mesir. Sedikit sekali yang dapat diketahui tentang silsilah keturunan dan riwayat pendidikannya karena masih banyak orang yang belum mengungkapkan masalah ini. Namun demikian telah disebut-sebut oleh orang banyak sebagai seorang sufi yang terkenal dan terkemuka diantara sufi-sufi lainnya pada abad 3 Hijriah. Sebagai seorang ahli tasawuf, Dzu al-Nun memandang bahwa ulama- ulama Hadits dan Fikih memberikan ilmunya kepada masyarakat sebagai salah satu hal yang menarik keduniaan disamping sebagai obor bagi agama. Pandangan hidupnya yang cukup sensitif barangkali yang menyebabkan banyak yang menentangnya. Tidak sampai di situ, bahkan para Fuqaha mengadukannya kepada ulama Mesir yang menuduhnya sebagai orang yang zindiq, sampai pada akhirnya dia sampai memutuskan untuk sementara waktu pergi dari negerinya dan berkelana ke negeri lain. Namun sekembalinya dari perkelanaan tersebut, orang banyak tetap menuduhnya sebagai seorang yang zindiq. Bahkan orang-orang menyuruhnya untuk pergi ke Baghdad menemui khalifahuntuk menerima pengadilan. Akan tetapi di Baghdad ada banyak sufi yang berasal dari Mesir dan diantara mereka ada yang bekerja di lingkungan istana, dan merekalah yang mengusahakan kebebasan Zun Nun tersebut. 140 Akhlak Kurikulum 2013 Ternyata kemudian ajarannya diterima di Baghdad. Sekembalinya di Mesir, ia kembali mengjarkan ajaran tasawufnya dan semenjak itu pula tasawuf berkembang dengan pesat di kawasan mesir. Jasa-jasa Zun Nun yang paling besar adalah sebagai peletak dasar tentang jenjang perjalanan sufi menuju Allah, yang disebut al-maqomat. Ajarannya memberi petunjuk arah jalan menuju kedekatan dengan Allah sesuai dengan pandangan sufi. Disamping itu, dia juga pelopor doktrin al-marifah. Dalam hal ini ia membedakan antara pengetahuan dengan keyakinan. Menurutnya, pengetahuan merupakan hasil pengamatan inderawi, yaitu apa yang ia dapat diterima melalui panca indera. Sedangkan keyakinan adalah hasil dari apa yang dipikirkan dan atau diperoleh melalui intuisi. Dia membagi tiga kualitas pengetahuan, yaitu: 1ẓ. Pengetahuan orang yang beriman tentang Allah pada umumnya, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui pengakuan atau syahadat. 2ẓ. Pengetahuan tentang keesaan Tuhan melalui bukti-bukti dan pendemonstrasian ilmiah dan hal ini merupakan milik orang-orangyang bijak, pintar dan terpelajar. 3ẓ. Pengetahuan tentang sifat-sifat Yang Maha Esa, dan ini merupakan milik orang-orang yang sholeh Ẓwali Allahẓ yang dapat mengenal wajah Allah dengan mata hatinya. Ketika Zun Nun ditanya tentang bagaimana ia mengenal Tuhan, maka dia menjawab: “Aku mengenal Tuhan karena Tuhan sendiri, kalau bukan karena Tuhan, aku tidak akan mengenal Tuhan” Zun Nun menerangkan, bahwa ciri-ciri marifat itu ialah seseorang menerima segala sesuatu itu adalah atas nama Allah dan memutuskan segala sesuatu itu dengan menyerahkan kepada Allah, serta menyenangi segala sesuatu hanya semata-mata karena Allah. Zun Nun al-Mishri berkata, “Al- ikmah tidak akan pernah tinggal pada seseorang yang pada perutnya penuh dengan makanan.” Pernah juga ditanya tentang taubat, lalu dijawab, “Taubat orang awam adalah taubat dari perbuatan dosa, sedangkan tobat orang khusus adalah taubat dari kelengahan.” 141 Buku Siswa Kelas XI MA Keagamaan

4. Al-Ghazali