1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kegiatan perekonomian suatu negara dijalankan oleh dua sektor, yaitu sektor riil dan sektor moneter yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu
sama lain. Sektor riil akan bekerja dengan baik jika sektor moneter bekerja dengan baik. Sektor riil adalah sektor ekonomi yang ditumpukan pada sektor
manufaktur dan jasa, sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor perbankan. Maka dari itu, pembangunan ekonomi tidak pernah lepas dari
peran sektor perbankan yang merupakan agent of development. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip
kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah
peningkatan taraf hidup rakyat banyak. dalam www.bi.go.id Sistem operasional perbankan di Indonesia menerapkan dual banking
system atau sistem perbankan ganda dimana secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung
mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional. dalam www.bi.go.id
2 Perbedaan mendasar antara perbankan konvensional dengan perbankan
syariah adalah perbankan konvensional dalam kegiatan operasionalnya memakai perangkat bunga. Sedangkan perbankan syariah menerapkan sistem
bebas bunga atau dikenal dengan menggunakan prinsip bagi hasil, jual-beli atau sewa serta melakukan investasi-investasi berdasarkan prinsip syariah.
Perbankan syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya ke
dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. Prinsip utama yang diikuti oleh bank islami itu adalah:
1. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi; 2. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan
keuntungan yang sah; 3. Memberikan zakat.Arifin, 2009:3
Bank syariah pertama yang menjadi pelopor lahirnya perbankan syariah di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia. Bank Muamalat Indonesia
mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992 dengan berlandaskan UU No. 7 tahun 1992. Namun pada saat itu tidak terdapat rincian landasan hukum
syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Baru setelah pada era reformasi perkembangan perbankan syariah ditandai dengan disetujuinya
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan
dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang
3 syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank
syariah.Antonio, 2001:26. Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia sejak tahun 2009 hingga
tahun 2014 terbilang cukup pesat. Berdasarkan Tabel 1.1, dalam kurun waktu 6 tahun, jumlah jaringan kantor perbankan syariah yang meliputi Bank Umum
Syariah BUS serta Unit Usaha Syariah UUS mengalami peningkatan dari total 998 kantor pada 2009 menjadi 2.471 kantor pada 2014. Perkembangan
kelembagaan perbankan syariah tersebut terlihat dari tabel berikut:
Tabel 1.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Indikator 2009
2010 2011
2012 2013
2014 Bank Umum Syariah
- Jumlah Bank - Jumlah Kantor
6 711
11 1.215
11 1.401
11 1.745
11 1.998
12 2.151
Unit Usaha Syariah
- Jumlah Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
- Jumlah Kantor
25 287
23 262
24 336
24 517
23 590
22 320
Total Kantor 998 1.477
1.737 2.262 2.588 2.471
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Desember 2014 Seiring pertumbuhan jaringan kantor perbankan syariah, fungsi bank
syariah yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat juga ikut meningkat. Komposisi pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah selama
2009 hingga 2014 mengalami kenaikan yang sangat fantastis. Pada Gambar 1.1 terlihat bahwa pembiayaan yang disalurkan BUS dan UUS mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Sejak periode 2009, total pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp46.886 Miliar dan hingga tahun 2014, total pembiayaan
yang disalurkan mengalami peningkatan menjadi Rp199.330 Miliar.
4
Gambar 1.1 Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan BUS dan UUS
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Desember 2014 Pembiayaan tersebut terdiri dari berbagai akad yaitu mudharabah,
musyarakah, murabahah, istishna, ijarah dan qardh. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dilakukan dengan menggunakan akad mudharabah dan
musyarakah. Pembiayaan dengan prinsip jual beli dilakukan dengan menggunakan akad murabahah, salam dan istishna. Ijarah merupakan
perjanjian pembiayaan berupa transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau jasa. Akad qardh sendiri merupakan perjanjian pembiayaan berupa transaksi
pinjam meminjam dana tanpa imbalan.
Gambar 1.2 Pangsa Pembiayaan Berdasarkan Akad Desember 2014
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Desember 2014
46,886 68,181
102,655 147,505
184,122 199,330
2009 2010
2011 2012
2013 2014
Total Pembiayaan dalam Miliar Rupiah
7.20
24.78
58.88 0.32
5.83 2.99
Mudharabah Musyarakah
Murabahah Istishna
Ijarah Qardh
5 Sedangkan berdasarkan pangsa pasar pembiayaan yang disalurkan BUS
dan UUS berdasarkan akad dapat dilihat pada Gambar 1.2. Secara umum, pembiayaan dengan akad murabahah mendominasi penyaluran pembiayaan.
Pada akhir Desember 2014, pembiyaan murabahah masih menguasai proporsi pembiayaan yaitu sebesar 58,88 dari keseluruhan pembiayaan yang
disalurkan oleh BUS dan UUS. Diikuti pembiayaan dengan akad berbasis bagi hasil yaitu musyarakah dan mudharabah masing-masing memiliki proporsi
sebesar 24,78 dan 7,20, dan akad ijarah memiliki proposi sebesar 5,83 selanjutnya pembiayaan dengan akad qardh dan istishna masing-masing
memiliki proporsi 2,99 dan 0,32. Fungsi perbankan syariah lainnya yaitu sebagai penghimpun dana dari
masyarakat. Dana Pihak Ketiga DPK adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah,
rumah tangga, koperasi, yayasan, dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. Pada sebagian besar atau setiap bank, dana
masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar yang dimiliki.Rivai, Veithzal, Idroes, 2007:413.
Gambar 1.3 Komposisi DPK –BUS dan UUS
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Desember 2014 52,271
76,036 115,415
147,512 183,534
217,858
2009 2010
2011 2012
2013 2014
Total DPK dalam Miliar Rupiah
6 Prinsip penghimpunan DPK pada BUS dan UUS menggunakan prinsip
wadi’ah untuk produk giro dan tabungan, mudharabah untuk produk tabungan, mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah untuk produk
deposito. Pada Gambar 1.3 komposisi Dana Pihak Ketiga DPK pada BUS dan UUS mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Tahun 2009 jumlah DPK
pada BUS dan UUS tercatat sebesar Rp52.271 Miliar dan semakin meningkat setiap tahunnya hingga menjadi sebesar Rp217.858 Miliar pada 2014.
Pertumbuhan DPK setiap tahunnya dapat menunjang penyaluran pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah.
SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah Pasal 1 angka 4 PBI No.
1011PBI2008 tentang SBIS. Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar
terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dan dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi
kelebihan likuiditasnya.Arifin, 2009:198
Gambar 1.4 Penempatan SBIS pada Bank Indonesia – BUS dan UUS
Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2009 - 2014
Jan-12 10,663
Feb-12 4,243
2,000 4,000
6,000 8,000
10,000 12,000
Jan -09
Ap r-
09 Ju
l- 09
Oct- 09
Jan -10
Apr- 10
Ju l-
10 Oct-
10 Jan
-11 Ap
r- 11
Ju l-
11 Oct-
11 Jan
-12 Ap
r- 12
Ju l-
12 Oct-
12 Jan
-13 Ap
r- 13
Ju l-
13 Oct-
13 Jan
-14 Ap
r- 14
Ju l-
14 Oct-
14
7 Gambar 1.4 menunjukan penempatan SBIS pada Bank Indonesia oleh
BUS dan UUS pada tahun 2009 hingga 2014. Semenjak tahun 2009 hingga 2014, penempatan SBIS berfluktuasi. Penempatan SBIS tertinggi adalah pada
Januari 2012 sebesar Rp10.663 miliar, namun bulan berikutnya yaitu Februari 2012 turun sebesar Rp6.420 miliar menjadi Rp4.243 miliar.
Kelebihan likuditas yang dialami BUS dan UUS tidak dapat langsung disalurkan kepada masyrakat dalam bentuk pembiayaan karena adanya
perbedaan waktu. Pada saat tertentu BUS dan UUS lebih tertarik menyalurkan kelebihan
likuiditas tersebut
menggunakan SBIS
dibandingkan menyalurkannya untuk pembiayaan karena terdapat faktor risiko pada
penyaluran pembiyaaan sedangkan SBIS merupakan investasi bebas resiko.dalam www.unisosdem.org. Maka, jika dana perbankan syariah
dialokasikan kepada Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS, justru akan mengurangi potensi meningkatkan jumlah penyaluran dana atau pembiayaan
kepada masyarakat.Qolby, 2013 Non Performing Financing NPF adalah kredit bermasalah yang terdiri
dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Termin NPF diperuntukkan bagi bank syariah. www.ojk.go.idpedia
Gambar 1.5 Presentase NPF – BUS dan UUS
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Desember 2014
4.01 3.02
2.52 2.22
2.62 4.33
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
2009 2010
2011 2012
2013 2014
Presentase NPF
8 Berdasarkan Gambar 1.5, pada tahun 2009 rasio antara pembiayaan
yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan atau yang dinyatakan dalam NPF adalah sebesar 4,01. Lalu NPF mengalami
penurunan hingga tahun 2012, NPF tercatat berada pada titik 2,22. Namun setelah itu NPF pada BUS dan UUS kembali mengalami kenaikan hingga
akhir tahun 2014, dimana pada akhir tahun 2014 NPF mencapai titik 4,33 yang merupakan titik tertinggi NPF selama kurun waktu 2009 hingga 2014.
Namun kenaikan tersebut masih dibawah batas ketentuan minimal NPF yang ditentukan Bank Indonesia yaitu sebesar 5. Semakin tinggi nilai NPF maka
akan menyebabkan nilai pembiayaan murabahah menjadi turun.Prastanto, 2013
Return on Assets ROA merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank didalam memperoleh laba dan efisiensi secara keseluruhan. Gambar 1.6,
menunjukan posisi ROA pada BUS dan UUS. Selama periode 2009 hingga 2014, ROA tertinggi secara keseluruhan terlihat pada akhir tahun 2012 yaitu
sebesar 2,14 dan ROA terendah tercatat pada akhir tahun 2014 yaitu sebesar 0,79.
Gambar 1.6 Rasio Keuangan ROA BUS dan UUS
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Desember 2014
1.48 1.67
1.79 2.14
2.00
0.79 0.00
0.50 1.00
1.50 2.00
2.50
2009 2010
2011 2012
2013 2014
ROA
9 Menurut Qolby 2013, semakin tinggi nilai ROA maka akan
menyebabkan pembiayaan perbankan syariah di Indonesia meningkat. Return On Assets ROA merupakan suatu pengukuran kemampuan manajemen bank
dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Jika Return On Assets ROA suatu bank semakin besar, maka semakin besar pula tingkat
keuntungan yang diperoleh oleh bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi pengamanan aset.
Berdasarkan fenomena yang terjadi dan telah dipaparkan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai
“PENGARUH DANA PIHAK KETIGA DPK, SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH
SBIS , NON PERFORMING FINANCING NPF DAN RETURN ON
ASSETS ROA TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH Studi Kasus Pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia
Periode 2009 - 2014 ”.
B. Perumusan Masalah