ANALISIS PENGARUH MODAL, NON PERFORMING FINANCING (NPF), DAN INFLASI TERHADAP PEMBIAYAAN YANG DISALURKAN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP RETURN ON ASSETS (ROA) PADA PERBANKAN SYARIAH

(1)

ANALISIS PENGARUH MODAL, NON PERFORMING FINANCING (NPF), DAN INFLASI TERHADAP PEMBIAYAAN YANG DISALURKAN

SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP RETURN ON ASSETS (ROA) PADA PERBANKAN SYARIAH

(STUDI PADA BANK MUAMALAT INDONESIA)

Disusun Oleh:

IQBAL SUPRIYATNA 106081002433

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Iqbal Supriyatna

Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 21 Oktober 1987 Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Madrasah No. 22 RT/RW 009/02 Gandaria Selatan Cilandak Jakarta Selatan 12420

Agama : Islam

Warga negara : Indonesia

Motto Hidup : Cermin Manusia Adalah Nabi Muhammad SAW

Email : Iqbalsupriyana@gmail.com Iqbalsupriyatna@yahoo.co.id

Pendidikan :

1. SDN 07 Pagi Jakarta Tahun 2000

2. SLTPN 240 Jakarta Tahun 2003

3. SMA Cenderawasih 1 Jakarta Tahun 2006


(7)

vi ABSTRACT

The purpose of this research to analyze the influence of capital, non-performing financing (NPF), and inflation to distributed of financing and the implications to return on assets (ROA) in Bank Muamalat Indonesia. Data used in this research during the period January 2003 until July 2010, which is obtained from the publication of the financial statements of Bank Indonesia, Islamic Bank publications and reports through the website than literature study supported by collecting data in accordance with the scope of discussion. The sampling technique used is convenience sampling. This research used path analysis to decomposition model.

The results on partially substructure I show that capital variable has a positive and significant impact on the financing disbursed inflation variable has a negative and significant impact on the Financing disbursed while the non-performing financing (NPF) showing no significant effect on the financing that is channeled. Test results on substructure II shows that the capital variable has a positive and significant effect on return on assets (ROA), non performing financing (NPF) has a negative and significant effect on return on assets (ROA), and delivered financing has influence positive and significant effect on return on assets (ROA) than inflation no significant effect on the ROA.

Keywords: Capital, Non Performing Financing (NPF), Inflation, Financing, Return on Assets (ROA), path analysis


(8)

vii

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh modal, non performing financing (NPF), dan inflasi terhadap pembiayaan yang disalurkan serta implikasinya terhadap return on assets (ROA) pada Bank Muamalat Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini selama periode Januari 2003 sampai dengan Juli 2010 yang diperoleh dari publikasi laporan keuangan Bank Indonesia dan laporan publikasi Bank Syariah melalui website Bank Indonesia serta ditunjang studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan data yang sesuai dengan ruang lingkup pembahasan. Teknik sampling yang digunakan adalah

convenience sampling. Penelitian ini menggunakan metode analisis jalur dengan model dekomposisi.

Hasil pengujian pada substruktur I menunjukkan bahwa variabel modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan variabel inflasi memilki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan sedangkan non performing financing (NPF) tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan. Hasil pengujian pada substruktur II menunjukkan bahwa variabel modal memilki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return on assets (ROA), non performing financing (NPF) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return on assets (ROA), dan pembiayaan yang disalurkan memilki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return on assets

(ROA) sedangkan inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA.

Kata Kunci: Modal, Non Performing Financing (NPF), Inflasi, Pembiayaan yang disalurkan, Return on Assets (ROA), Analisis Jalur


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Atas berkat rahmat, kedermawanan, kasih sayang dan kehendaknya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Pengaruh Modal, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi Terhadap Pembiayaan yang Disalurkan Serta Implikasinya Terhadap Return on Assets (ROA) Pada Perbankan Syariah (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia)”. Tak lupa shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan mulia yang mengenalkan kita tentang agama yang benar, Tuhan yang berhak disembah, dan yang mengantarkan ke jalan kebenaran yang penuh cahaya Rasulullah SAW yang membawa kita keluar dari kesesatan zaman jahiliyah ke zaman yang penuh keterangan cahaya ilmu pengetahuan.

Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Konsentrasi Perbankan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena terbatasnya wawasan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas kelemahan dan kekurangan yang ditemui dalam skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa sejak awal penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik moril maupun materil. Untuk itu, tak lupa pada kesempatan ini, secara khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua Orang Tua tercinta yang senantiasa memberi banyak bantuan baik moril maupun materil dan doa yang tak pernah putus hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

2. Adik-adikku yang terus memotivasi hidup ini.

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.


(10)

ix

4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. selaku pembimbing I yang senantiasa ikhlas meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan serta memotivasi penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. Bapak Indoyama Nasarudin, SE, MAB selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini serta memotivasi penulis.

6. Segenap dosen pengajar yang telah mengajarkan ilmu di jurusan manajemen. 7. Segenap tata usaha FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Ibu

Siska, Pak Rahmat, Ibu Umi, Mas Herry yang telah membantu penulis dalam mengurus kebutuhan administrasi dan lain-lain.

8. Semua Teman-teman FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2006, Manajemen C, dan Perbankan B yang selalu ada dalam suka maupun duka serta memberikan “hitam putih” selama masa perkuliahan. Love u all.

9. Rekan-rekan BESC yang selalu memberikan motivasi, bantuan dan warna tersendiri selama masa perkuliahan. Khususnya Hery Hardjanto, Iphul Liman, Yanto Saripudin, dan Aryo Suseno. Thanks so much atas kerja samanya. 10.Pihak-pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini secara langsung

maupun tak langsung, suatu kebahagiaan telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, arahan maupun kritik yang konstruktif demi penyempurnaan hasil penelitian ini.

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, baik manajer investasi, dunia bisnis, dunia akademisi, para pembaca serta bagi penulis sendiri sebagai proses pengembangan diri.

Jakarta, 16 Desember 2010 Penulis


(11)

x

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripsi………... i

Lembar Pengesahan Komprehensif………... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi..………... iii

Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme………..... iv

Daftar Riwayat Hidup ... v

Abstract ... vi

Abstrak ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Bank dan Perbankan ... 14

B. Bank Syariah ... 15

C. Modal ... 17

D. Non Performing Financing (NPF)... 23

E. Inflasi ... 25


(12)

xi

G. Return on Assets (ROA)... 34

H. Keterkaitan Modal, NPF, Inflasi Terhadap Pembiayaan ... 36

I. Keterkaitan Modal, NPF, Inflasi, Pembiayaan Terhadap ROA ... 38

J. Penelitian Terdahulu ... .40

K. Kerangka Berfikir ... 44

L. Hipotesis ... 47

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 48

B. Metode Penentuan Sampel ... 48

C. Metode Pengumpulan Data ... 49

D. Metode Analisis ... 49

E. Operasional Variabel Penelitian ... .59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian... 65

B. Penemuan dan Pembahasan ... 66

2. Analisis Jalur Pengaruh Modal, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi Terhadap Pembiayaan serta Implikasinya Terhadap Return On Assets (ROA) pada Bank Muamalat Indonesia ... 82

3. Analisis Jalur Setelah Trimming ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Implikasi ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 122

LAMPIRAN ... 126


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

3.1 Standar Penilaian Kesesuaian (Fit) 58

4.1 Modal Bank Muamalat Indonesia 68

4.2 Non Performing Financing (NPF) 71

4.3 Inflasi 75

4.4 Pembiayaan 77

4.5 Return on Assets (ROA) 80

4.6 Hasil Korelasi antara Modal, NPF, dan Inflasi 83 4.7 Pengaruh antara Modal, NPF, dan Inflasi terhadap

Pembiayaan

86

4.8 Pengaruh antara Modal, NPF, Inflasi, dan Pembiayaan terhadap Return on Assets (ROA)

92

4.9 Pengujian Pengaruh antar Variabel Eksogen dengan Endogen

96

4.10 Hasil Uji Goodness of Fit Pengaruh Modal, NPF, dan Inflasi, dan Pembiayaan serta Implikasinya terhadap Return on Assets (ROA)

97

4.11 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Modifikasi 98 4.12 Hasil Korelasi antara Modal, NPF, dan Inflasi setelah

Trimming

100

4.13 Hasil Uji Pengaruh antara Modal dan Inflasi terhadap Pembiayaaan

101

4.14 Hasil Uji Pengaruh antara Modal, NPF, Inflasi, dan Pembiayaaan terhadap Return on Assets (ROA)


(14)

xiii

4.15 Pengujian Pengaruh Variabel Eksogen dan Endogen 109 4.16 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Trimming 109

4.17 Rangkuman Dekomposisi dari Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung dan Pengaruh Total tentang Modal (X1), NPF (X2), Inflasi (X3) dan Pembiayaan (Y) terhadap ROA (Z)


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Berfikir 46

3.1 Hubungan Kausal X1, X2, X3, terhadap Y 50

3.2 Hubungan Kausal X1, X2, X3 dan Y terhadap Z 51

4.1 Modal 69

4.2 Non Performing Financing (NPF) 72

4.3 Inflasi 74

4.4 Pembiayaan 78

4.5 Return on Assets (ROA) 81

4.6 Diagram Jalur dengan Hasil Perhitungan 82

4.7 Diagram Jalur Substruktur I 85

4.8 Diagram Jalur Substruktur II 91

4.9 Hasil Perhitungan Diagram Jalur Setelah Trimming 100 4.10 Diagram Jalur Sub Struktur I Setelah Trimming 101 4.11 Diagram Jalur Sub Struktur II Setelah Trimming 105


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perbankan bagi perekonomian modern telah melakukan apa yang telah dilakukan oleh cikal-bakal uang bagi perekonomian primitif ketika barter masih berlaku. Perbankan telah memudahkan pertukaran dan membantu pembentukan modal dan produksi yang berskala masal yang tiada taranya dalam sejarah umat manusia. Tetapi jejak-jejak yang ditinggalkan perbankan dalam melaksanakan hal-hal tersebut ikut bertanggung jawab atas momok-momok terbesar dalam perekonomian modern, tidak meratanya pembagian pendapatan dan kesejahteraan, konsentrasi kekuatan ekonomi, kecenderungan yang bersifat endemis ke arah inflasi dan proses akumulasi utang yang sangat cepat dalam beberapa sektor perekonomian dengan konsekuensi-konsekuensi sosial, politik dan ekonomi yang sangat serius. (Perwataatmadja dan Antonio, 1999:vii).

Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh pembiayaan macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. (www.bankmuamalatindonesia.com).


(17)

2 Permasalahan mendasar dari krisis keuangan yang berdampak pada krisis ekonomi ini terutama diakibatkan oleh buruknya kualitas lembaga-lembaga keuangan yang menerapkan suku bunga sebagai sistem ribawi yang ternyata gagal berfungsi sebagai alat indirect screening mechanism. Bahkan ia sendiri berpotensi menjadi trouble maker yang melahirkan tiga macam krisis perbankan yang semuanya berpengaruh negatif pada kehidupan sektor riil.

Kegagalan sistem bunga ini sama sekali bukanlah sebuah tudingan tanpa alasan. Bersama-sama telah kita saksikan bagaimana semua lembaga keuangan dengan sistem bunga mengalami keterpurukan pada saat terjadinya krisis. Pada sisi lain Bank Muamalat Indonesia yang berbasis syariah menunjukan perkembangan yang positif.

Hal lain yang mendukung kondisi di atas adalah pendapat dari Chapra dalam tesisnya yang menyimpulkan dengan tegas bahwa sistem bunga sistem keuangan dan sistem moneter berbasis pada suku bunga tidak akan efektif dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomi, yaitu pemenuhan kebutuhan pokok, pertumbuhan ekonomi yang optimal, pemerataan distribusi pendapatan dan stabilitas ekonomi. Sebaliknya, sistem keuangan dan ekonomi bebas riba yaitu dengan menghindari suku bunga serta menerapkan prinsip profit and loss sharing pada lembaga perbankan dapat menciptakan perekonomian yang lebih stabil dan efisien. (Nurul Huda dkk., 2008:234).

Sistem perbankan Indonesia menganut dual banking system yakni sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Hal ini diakui dan dikenal sejak diberlakukannya UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan


(18)

3 syariah. Kemudian di perkuat dengan UU No. 10 tahun 1998 sebagai pengganti UU No. 7 tahun 1999. Yang diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk surat keputusan direksi Bank Indonesia (BI). Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka unit usaha syariah atau bahkan mengkonversikan diri menjadi bank syariah secara total. (Rossar Maries, 2008).

Selanjutnya pada tahun 1999 dikeluarkan UU No. 23 yang kemudian diamandemen dengan UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia yang memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat pula menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. Posisi perbankan syariah makin diperkuat dengan fatwa MUI No. 01 tanggal 24 Januari 2004 mengenai haramnya bunga bank. Dengan keberadaan undang-undang tersebut telah memberikan kesempatan yang lebih luas untuk pengembangan jaringan perbankan syariah. Langkah yang ditempuh antara lain melalui izin pembukaan unit usaha syariah (UUS) oleh bank umum konvensional, atau konversi sebuah kantor cabang atau sebuah bank umum konvensional menjadi bank syariah. (Ari Cahyono, 2009).

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki


(19)

4 landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. (Bank Indonesia, 2010).

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia terlihat pesat, hal ini dapat dilihat dari data yang dipublikasikan Bank Indonesia. Pada bulan Juli 2010 jumlah bank syariah telah mencapai 43 unit yang terdiri atas 10 Bank Umum Syariah dan 33 Unit Usaha Syariah. Selain itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 146 unit pada periode yang sama dan jumlah jaringan kantor perbankan syariah mencapai 1.640 kantor dengan kinerja pertumbuhan bank syariah yang semakin baik. Hal ini dibuktikan dengan penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah yang secara konsisten terus mengalami peningkatan hingga mencapai 57,633 triliun ke beberapa sektor ekonomi seperti pertanian, kehutanan, sarana pertanian, pertambangan, perindustrian, jasa dunia usaha, hingga jasa sosial/masyarakat. (Statistik Perbankan Syariah periode Juli 2010).

Memperhatikan fungsi pokok perbankan sebagai lembaga yang mempunyai fungsi intermediari keuangan/dana, dan manfaat yang besar bagi masyarakat, pembiayaan merupakan indikator utama untuk mengukur perkembangan/pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah nasional.

Sebagai lembaga intermediari bank syariah harus mengelola dananya secara optimal dengan mengalokasikan dana yang dihimpun ke beberapa jenis aktiva produktif salah satunya adalah pembiayaan. Menurut Undang-Undang Nomor 10 pasal 1 tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan


(20)

5 yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan merupakan fungsi bank dalam menjalankan fungsi penggunaan dana. Dalam kaitannya dengan perbankan maka ini merupakan fungsi yang terpenting.

Menurut Zainul Arifin (2006:53) portofolio pembiayaan pada bank komersial menempati porsi terbesar, pada umumnya sekitar 55% sampai 60% dari total aktiva. Dari pembiayaan yang dikeluarkan atau disalurkan bank diharapkan mendapatkan hasil. Tingkat penghasilan dari pembiayaan (yield on financing) merupakan tingkat penghasilan tertinggi pada bank. Sesuai dengan karakteristik sumber dananya, pada umumnnya bank komersial memberikan pembiayaan berjangka pendek dan menengah, meskipun beberapa jenis pembiayaan dapat diberikan dalam jangka waktu yang lebih panjang. Tingkat penghasilan dari setiap jenis pembiayaan juga bervariasi, tergantung pada prinsip pembiayaan yang digunakan dan sektor usaha yang dibiayai.

Sebagai lembaga yang penting dalam perekonomian maka perlu adanya pengawasan kinerja yang baik oleh regulator perbankan. Salah satu indikator untuk menilai kinerja keuangan suatu bank adalah melihat tingkat profitabilitasnya. Hal ini terkait sejauh mana bank menjalankan usahanya secara efisien. Efisiensi diukur dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba. Semakin tinggi profitabilitas suatu bank, maka semakin baik pula kinerja bank tersebut.


(21)

6 Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas adalah return on assets (ROA). ROA penting bagi bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sesudah pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena tingkat pengembalian (return) semakin besar. (Husnan, 1998 dalam Adi Setiawan, 2009).

Oleh karena pemilik bank harus mengetahui apakah banknya dikelola dengan baik, mereka membutuhkan pengukuran yang baik mengenai profitabilitas bank. Ukuran dasar keuntungan bank adalah imbal hasil atas aset (return on assets-ROA), laba bersih setelah pajak dibagi aset. ROA memberikan informasi mengenai efisiensi bank yang dijalankan; karena ROA menunjukkan berapa banyak laba yang dihasilkan secara rata-rata dari $ 1 asetnya. (Mishkin, 2008:306).

Beberapa faktor yang paling mempengaruhi profitabilitas dan penyaluran pembiayaan dalam sebuah lembaga keuangan (perbankan syariah) diantaranya adalah modal, non performing financing (NPF), dan inflasi.

Modal merupakan sumber dana pihak pertama, yaitu sejumlah dana yang diinvestasikan oleh pemilik untuk pendirian suatu bank. Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian. (Slamet Riyadi, 2006:66).

Menurut Johnson dan Johnson dalam Zainul Arifin (2006:136) modal bank mempunyai tiga fungsi. Pertama, sebagai penyangga untuk menyerap


(22)

7 kerugian operasional dan kerugian lainnya. Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan. Kedua, sebagai dasar bagi penetapan batas maksimum pemberian kredit. Hal ini merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk membatasi jumlah pemberian pembiayaan kepada setiap individu nasabah bank. Ketiga, modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relatif dalam menghasilkan keuntungan. Tingkat keuntungan bagi para investor diperkirakan dengan membandingkan keuntungan bersih dengan ekuitas.

Selain itu, faktor lain yang juga harus diperhatikan bank dalam menyalurkan pembiayaan (kredit) dan profitabilitasnya adalah tingkat kredit macet. Besar kecilnya non performing financing dapat mempengaruhi profitabilitas bank. Menurut Siswanto Sutojo (2008:25) sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun profitabilitasnya. Return on assets (ROA) yang merupakan salah satu tolok ukur profitabilitas mereka akan menurun.

Menurut Luh Gede Meydianawathi (2007), non performing loans (NPLs) menunjukkan kemampuan kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang dikeluarkan oleh bank sampai lunas. NPLs merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan bank.


(23)

8 Menurut penelitian yang dilakukan Utomo (2008) dalam tesisnya untuk menghindarkan rasio NPL yang tinggi dari penyaluran kredit atau pembiayaan yang tidak efisien, perlu dipertimbangkan alokasi dana yang efisien seperti penyaluran kredit yang bisa memberikan return yang tinggi di mana tingkat NPL tidak terlalu tinggi. Pengalokasian dana yang tidak efisien akan meyebabkan penyaluran kredit berkurang. Hal ini terjadi karena jumlah modal berkurang sehingga dana yang disalurkan pada periode berikutnya ikut turun. Keadaan seperti ini akan menghambat kegiatan operasional bank itu sendiri dan juga menurunkan pendapatan bank.

Bank syariah merupakan salah satu industri keuangan perbankan yang tidak luput dari dampak gejolak variabel makro ekonomi seperti inflasi. Berbeda dengan bank konvensional, transaksi berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan bank syariah berhubungan langsung dengan sektor rill. Ketika inflasi berlangsung sektor rill biasanya dihadapi dengan dua kesulitan. Dari sisi produksi, biaya yang ditanggung perusahaan untuk berproduksi akan naik sehingga harga jual outputnya akan ikut naik. Sedangkan dari sisi permintaan, inflasi menyebabkan pendapatan rill masyarakat berkurang sehingga akan mengurangi demand terhadap barang dan jasa. Bank syariah sebagai lembaga intermediari tentu akan merespon ketidak daya dukungan sektor rill disaat inflasi, dengan melakukan optimalisasi diversifikasi pendanaannya. (Toni Hidayat : 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Pratin dan Akhyar Adnan (2005) tentang hubungan simpanan, modal sendiri, NPL, prosentase bagi hasil dan markup


(24)

9 keuntungan terhadap pembiayaan pada perbankan syariah studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia (BMI). Hasil penelitian ini adalah simpanan mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap pembiayaan sementara variabel yang lain tidak mempunyai hubungan yang signifikan.

Yacub Azwir (2006) meneliti tentang analisis pengaruh kecukupan modal, efisiensi, likuiditas, NPL, dan PPAP terhadap ROA bank (studi empiris: pada industri perbankan yang listed di BEJ periode Tahun 2001-2004). Hasil analisis menunjukkan bahwa data CAR, BOPO, dan LDR secara parsial siginifikan terhadap ROA bank yang listed di BEJ untuk periode 2001-2004 pada tingkat signifikansi kurang dari 5% (masing-masing 0,01%, 0,01% dan 0,6%), sedangkan NPL dan PPAP tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA yang ditunjukkan dengan nilai tingkat signifikansi lebih besar dari 5% yaitu masing masing sebesar 88,2% dan 72,7%.

Francisca dan Hasan (2008) meneliti tentang pengaruh faktor internal bank terhadap volume kredit pada bank yang go public di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa non performing loan (NPL) negatif dan tidak signifikan mempengaruhi volume kredit.

Permasalahan-permasalahan di atas mendorong minat penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang memberi pengaruh terhadap pembiayaan yang disalurkan sehingga diharapkan akan meningkatkan profitabilitas bagi pemilik yang diukur dengan return on assets


(25)

10 Dipilihnya Bank Muamalat Indonesia sebagai objek penelitian karena didasarkan oleh beberapa pertimbangan. Sebagaimana diketahui Bank Muamalat Indonesia adalah bank pertama murni syariah, dengan pola Islamic Banking Concept-nya, kini telah menjadi trend dunia perbankan nasional maupun internasional, Bank Muamalat Indonesia yang menjalankan konsep bagi hasil yang fair dan nyata telah menggerakkan sektor riil dengan teruji, yakni dikala krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, perbankan syariah, khususnya Bank Muamalat Indonesia telah membuktikan ketangguhannya. Bank Muamalat Indonesia berhasil mendapatkan penghargaan baik dari dalam negeri maupun internasional yang menunjukkan keberhasilan Bank Muamalat Indonesia dalam mengembangkan industri syariah di Indonesia. Secara keseluruhan, penghargaan yang didapat serta pertumbuhan kinerja yang dibukukan merupakan buah dari usaha Bank Muamalat Indonesia dalam mengembangkan usaha dan fokus memberikan layanan dengan basis syariah di Indonesia. Hal ini patut dibanggakan, karena disaat beberapa bank konvensional berguguran, Bank Muamalat Indonesia luput dari likuidasi, tidak terkena kasus BLBI, dan sama sekali tidak membebani BI sebagai bank rekap.

Penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh dari modal, non performing financing (NPF), dan tingkat inflasi terhadap kinerja pembiayaan dan profitabilitas Bank Muamalat Indonesia yang tidak mengalami guncangan saat krisis dibandingkan bank konvensional. Penting bagi para nasabah untuk mengetahui kinerja dari suatu bank terutama yang menggunakan jasa atau


(26)

11 layanan Bank Muamalat Indonesia agar dapat memberikan informasi yang jelas mengenai kinerja bank tersebut, dimana kinerja bank syariah sangat ditentukan oleh kualitas dari penanaman dana atau pembiayaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi profitabilitas bank, yang diukur dengan return on assets (ROA) sehingga para nasabah dapat mengambil keputusan dalam menggunakan jasa bank syariah tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas dan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul

“ANALISIS PENGARUH MODAL, NON PERFORMING

FINANCING (NPF), DAN INFLASI TERHADAP PEMBIAYAAN YANG DISALURKAN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP RETURN ON ASSETS (ROA) PADA PERBANKAN SYARIAH” (STUDI PADA BANK MUAMALAT INDONESIA).

B. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh modal, NPF, dan inflasi terhadap pembiayaan.

2. Bagaimana pengaruh modal, NPF, inflasi, dan pembiayaan terhadap ROA.


(27)

12

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka penelitian ini terutama bertujuan untuk :

1. Untuk menganalisis pengaruh modal, NPF, inflasi terhadap pembiayaan. 2. Untuk menganalisis pengaruh modal, NPF, inflasi dan pembiayaan

terhadap ROA.

D. Manfaat Penelitian

Peneltian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, pihak-pihak lain yang berkepentingan baik secara akademis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis dan peneliti/akademisi, penilitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis terhadap fungsi intermediary bank syariah khususnya dalam penyaluran pembiayaan dan imbal hasil atas aset (return on assets-ROA). Bagi akademisi/peneliti sebagai tambahan literatur ekonomi syariah khususnya perbankan syariah..

2. Bagi pemerintah, penelitian ini bisa dijadikan kajian dasar dalam menentukan regulasi perbankan syariah.

3. Bagi manajemen bank syariah khususnya Bank Muamalat Indonesia (BMI), hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi sebagai tambahan acuan atau pedoman yang dapat digunakan dalam mengambil keputusan pembiayaan yang disalurkan dan profitabilitas yang bisa diperoleh.


(28)

13 4. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi sumbangsih berupa tambahan informasi kepada masyarakat dan investor yang berkepentingan untuk berinvestasi dan meminjam dana kepada bank syariah khususnya Bank Muamalat Indonesia (BMI).


(29)

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bank dan Perbankan

Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Bank is a financial intermediary accepting deposits and granting loans; offers the widest menu of services of any financial institution. (Peter S. Rose, 2002:4).

Bank adalah suatu lembaga keuangan, yaitu suatu badan yang berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara keuangan dari dua pihak, yakni; pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Sebagai institusi yang amat penting peranannya dalam masyarakat, bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. (M. Sinungan, 1993:3).

Banks are financial institutions that accept deposits and make loans. Included under the term banks are firms such as commercial banks, savings and loan associations, mutual saving banks, and credit unions. Banks are the financial intermediaries that the average person interacts with most frequently. (Frederic S. Mishkin, 2006:8).

Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. (Kasmir, 2010:2).


(30)

15

Banks are the most visible financial intermediaries in the economy. Most of us use the word ‘bank’ to describe what people in the financial world call depository institutions. These are the financial institutions that accept deposits from savers and make loans to borrowers. (Stephen G. Cecchetti, 2006:286).

Menurut Ahmad Rodoni (2007:21) bank dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai perantara (financial intermediary) untuk menyalurkan penawaran dan permintaaan kredit pada waktu yang ditentukan. Kemudian pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 adalah:

1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2. Bank umum adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

3. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

B. Bank Syariah

Bank syariah yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. (Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, 2006:153).


(31)

16 Menurut Sholahuddin (2008:75) bank syariah adalah lembaga keuangan yang operasionalnya dengan cara menggunakan prinsip-prinsip syariah.

Bank syariah dinamakan sebagai bank tanpa bunga karena dalam menghimpun dana tidak memberikan imbalan bunga, dan dalam pinjaman tidak dipungut bunga. (Darmawi, 2006:81).

Bank syariah adalah bank yang dalam aktifitasnya, baik menghimpun dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. (Ahmad Rodoni, 2006:31).

Menurut Muhammad (2005:1) Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Dengan kata lain, bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan syariat Islam.

Menurut Perwataatmadja dan Antonio (1999:1) membedakan menjadi dua pengertian, yaitu bank Islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam atau bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam dan adalah bank yang tata-cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist. Kemudian disebutkan bank yang beroperasi sesuai prinsip-prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti


(32)

ketentuan-17 ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata-cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata-cara bermuamalat itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.

Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antar bank dengan pihak lain (nasabah) berdasarkan hukum Islam. Sehingga perbedaan antara bank Islam (syariah) dengan bank konvensional terletak pada prinsip dasar operasinya yang tidak menggunakan bunga, akan tetapi menggunakan prinsip bagi hasil, jual beli dan prinsip lain yang sesuai dengan syariat Islam, karena bunga diyakini mengandung unsur riba yang diharamkan (dilarang) oleh Agama Islam (Heithzal Rivai dkk, 2007:758-759).

C. Modal

Menurut Zainul Arifin (2006:135) secara tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Berdasarkan nilai buku, modal didefinisikan sebagai kekayaan bersih (net worth) yaitu selisih antara nilai buku dan aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities). Pada suatu bank, sumber perolehan modal bank dapat diperoleh dari beberapa sumber. Pada awal pendirian, modal bank diperoleh dari para pendiri dan para pemegang saham. Pemegang saham menempatkan modalnya pada bank dengan memperoleh hasil keuntungan di masa yang akan datang.


(33)

18

Capital is fundamental and vital part of the commercial banking industry. Bank capital enables the establishment of a banking entity by supplying the fund necessary to acquire the physical and human resources that compose it. It is also critical to the perpetuation of that banking entity in its capacity as an ongoing concern. Thus, capital plays an all-important role at the inception of a bank and throughout its life. The subject of capital has become a focal point in the banking industry. (George H. Hempel et al., 1994:260).

Menurutnya modal adalah bagian mendasar dan penting dari industri perbankan komersial. Modal bank memungkinkan pendirian badan perbankan dengan menyediakan dana yang diperlukan untuk memperoleh sumber daya fisik dan manusia yang membentuk perbankan. Hal ini juga penting untuk kelangsungan entitas perbankan dalam kapasitasnya sebagai sebuah keprihatinan yang sedang berlangsung. Dengan demikian, modal memainkan peranan yang sangat penting pada awal bank dan sepanjang hidupnya. Subyek modal telah menjadi titik fokus di industri perbankan.

Traditionally defined, capital represents the owners ‘ interest in a business. On a book value basis, capital is defined as net worth that is equal to the book value of assets minus the book value of liabilities. (Frank P. Johnson and Richard D. Johnson, 1985:330).

Menurut Mandala Manurung dan Rahardja (2004:181) Modal memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi Perlindungan

Karena sebagian besar aktiva bank dibiayai oleh dana pihak ketiga, maka fungsi paling utama dari modal adalah fungsi perlindungan. Dari fungsi ini, bank-bank yang memiliki modal yang lebih besar dianggap lebih memberikan perlindungan kepada nasabah. Tak mengherankan jika bank-bank besar lebih dipercaya dibanding bank-bank kecil.


(34)

19 2. Fungsi Operasional

Fungsi operasional dari modal bank mencakup sumber dana untuk pembelian barang-barang modal dan aktiva tetap lainnya. Modal adalah sumber dana yang paling aman untuk membeli aktiva tetap, karena modal adalah sumber dana yang tidak mengenal jatuh tempo, selama bank masih beroperasi.

3. Fungsi Pengaturan

Yang sangat berkaitan dengan fungsi pengaturan adalah kewajiban bank untuk memenuhi rasio kecukupan modal yang ditetapkan oleh bank sentral.

Bank syariah dalam memenuhi kecukupan modalnya menghimpun modal dan dana-dana pihak ketiga, sehingga masuk kedalam rekening modalnya. Zainul Arifin, (2002:54-55 dan 162-163) dalam Ahmad Faisol (2007:131-134) menggolongkan modal bank syariah sebagai berikut:

a. Modal Inti, yaitu modal milik sendiri yang diperoleh dari modal disetor oleh pemegang saham, cadaangan yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian dikemudian hari, dan laba ditahan yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam kembali pada bank. Modal inti ini terdiri atas:

1. Modal Disetor, yaitu modal yang disetor secara kolektif oleh pemilik (bisa dalam bentuk kepemilikan saham).


(35)

20 2. Agio Saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham, apabila terjadi selisih negatif maka selisih tersebut menjadi pengurang.

3. Modal Sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham atau uang oleh pihak lain, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga apabila saham dijual kembali.

4. Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan.

5. Cadangan Tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu atas persetujuan RUPS.

6. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan.

7. Laba Tahun Lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak yang belum ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Penggunaannya sebagai modal inti hanya 50% dari saldo yang ada. Apabila terdapat kerugian maka 100% menjadi pengurang modal inti.

8. Laba Tahun Berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun berjalan. Laba yang diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti.

9. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan.

10. Bila dalam pembukuan Bank terdapat Goodwill, maka jumlah modal inti harus dikurangkan dengan nilai Goodwill tersebut.


(36)

21 Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkatagorian unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

b. Kuasi Ekuitas (Mudharabah Account), dana-dana yang dihimpun ke dalam rekening bagi hasil atas dasar prinsip akad bagi hasil (mudharabah). Akan tetapi karena rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang dibiayai dari rekening bagi hasil itu sendiri, dan juga pemillik rekening bagi hasil dapat menolak menanggung resiko atas aktiva yang dibaiayainya apabila terbukti kerugian yang timbul disebabkan karena salah urus, kelalaian dan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank, maka sumber dana ini terkadang tidak dapat sepenuhnnya berperan dalam fungsi permodalan Bank.

c. Modal Pelengkap (jika ada). Modal pelengkap terdiri atas cadangan cadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa:

1. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

2. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva


(37)

22 produktif.

3. Modal pinjaman, yang mempunyai ciri-ciri:

- Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan telah di bayar penuh.

- Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI. - Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal

memikul kerugian bank.

- Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi.

4. Pinjaman Subordinasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: - Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan bank. - Mendapat persetujuan dari BI.

- Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan. - Minimal berjangka waktu 5 tahun.

- Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI.

- Hak tagih dalam hal terjadi liquidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama dengan modal).

- Bank syariah dalam menghimpun dana selalu berusaha berhati-hati. Agar tidak tercampur dengan hal-hal yang dianggap terlarang (haram), maka penggunaan modal pelengkap, khususnya modal pinjaman dan subordinasi karena menggunakan bunga, pada bank syariah sedapat mungkin dihindari.


(38)

23 Sumber modal dari pemegang saham tersebut juga berpengaruh pada posisinya di dalam neraca. Di dalam neraca sumber modal terlihat pada sisi pasiva bank, yaitu rekening modal dan cadangan. Rekening modal berasal dari setoran para pemegang saham, sedangkan rekening cadangan adalah berasal dari bagian keuntungan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham, yang digunakan untuk keperluan tertentu, misalnya untuk perluasan usaha dan untuk menjaga likuiditas karena adanya kredit-kredit yang diragukan atau menjurus macet. (Muhammad, 2005:102).

D. Non Performing Financing (NPF)

Menurut Kamus Bank Indonesia, non performing loan (NPL) atau non performing financing (NPF) adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kurang lancar, diragukan dan macet. Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah.

Kegiatan utama bank adalah memberikan kredit kepada nasabahnya. Pemberian kredit yang sehat berimplikasi pada kelancaran pengembalian kredit oleh nasabah atas pokok pinjaman dan atau beban bunga. Ketidaklancaran pembayaran pokok pinjaman dan bunga secara langsung dapat menurunkan kinerja bank. (Darmawi, 2006:38).

Non performing loan (NPL) mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Akibat tingginya NPL perbankan harus menyediakan


(39)

24 pencadangan yang lebih besar sehingga pada akhirnya modal bank ikut terkikis. (Ali, 2004 dalam Billy Arma, 2010:8).

Kredit atau pembiayaan yang disalurkan dikatakan bermasalah menurut Mandala Manurung dan Rahardja (2004:196) jika pengembaliannya terlambat dibanding jadwal yang direncanakan, bahkan tidak dikembalikan sama sekali. Dalam konteks Indonesia, kredit atau pembiayaan bermasalah dapat dikelompokkan menjadi kredit tak lancar dan macet.

Kredit tak lancar adalah kredit yang masih dilakukan pembayarannya, tetapi lebih lambat dari jadwal yang seharusnya. Kredit tak lancar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: kredit kurang lancar, diragukan, dan macet.

Luh Gede Meydianawathi (2007:138) menyatakan bahwa, non performing loans (NPLs) menunjukkan kemampuan kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang dikeluarkan oleh bank sampai lunas. NPLs merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan bank.

Oleh kebanyakan bank sentral, kredit bermasalah dikategorikan sebagai aktiva produktif bank yang diragukan kolektabilitasnya. Untuk menjaga keamanan dana para deposan, bank sentral mewajibkan bank umum menyediakan cadangan penghapusan kredit bermasalah. Dengan demikian, semakin besar jumlah saldo kredit bermasalah yang dimiliki bank, akan semakin besar jumlah dana cadangan yang harus segera disediakan, serta semakin besar pula biaya yang harus mereka tanggung untuk mengadakan


(40)

25 dana cadangan itu. Sudah barang tentu hal ini mempengaruhi profitabilitas usaha bank yang bersangkutan. Sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun profitabilitasnya. (Siswanto Sutojo, 2008:25).

E. Inflasi

1. Definisi Inflasi

Inflasi adalah salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga barang-barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang. (Rimsky K. Judisseno, 2005:16).

Menurut Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Menurut Nanga (2005), inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus.

Menurut Boediono (2001) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaikkan secara umum dan terus-menerus. Menurut Nopirin (2000) inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus-menerus ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan yang penting terdapat kenaikan umum barang secara terus-menerus selama satu periode.


(41)

26 Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2000:5).

another important economic statistic is the rate of inflation, which is the rate at which prices in general are increasing over time. (Robert dan Ben, 2004:98).

Menurutnya inflasi menyebabkan variasi harga dalam perekonomian. Ketika inflasi tinggi, seseorang yang memiliki pendapatan tetap, seperti pensiunan yang menerima pendapatan tetap setiap bulan, maka seseorang tersebut tidak dapat mengimbangi biaya hidup yang semakin meningkat.

Inflation is a rise in the general level of prices. When inflation occurs, each dollar of income will buy fewer goods and services than before. Inflation reduces the “ purchasing power” of money. But inflation does not mean that all prices are rising. Even during periods of rapid inflation, some prices may be relatively constant while others are falling. (Campbell and Stanley, 2005:141).

Menurut mereka inflasi adalah kenaikan tingkat harga umum. Ketika inflasi terjadi, setiap dolar pendapatan akan membeli lebih sedikit barang dan jasa dari sebelumnya. Inflasi mengurangi "daya beli" uang. Tetapi inflasi tidak berarti bahwa semua harga-harga naik. Bahkan selama periode inflasi yang cepat, beberapa harga mungkin relatif konstan sementara yang lain jatuh.

Dari definisi tersebut, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, yaitu sebagai berikut:

a. Kenaikan Harga

Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi dari pada harga periode sebelumnya. Perbandingan tingkat harga bisa


(42)

27 dilakukan dengan jarak waktu yang lebih panjang: seminggu, sebulan, triwulan, dan setahun.

b. Bersifat Umum

Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum juga mangalami kenaikan. Contohnya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), karena BBM merupakan komoditas yang sangat strategis maka kenaikan harga BBM akan berdampak kepada kenaikan harga komoditas lainnya.

c. Berlangsung Terus-menerus

Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Oleh karena itu, perhitungan inflasi minimal dilakukan dalam rentang waktu bulanan. Sebab dalam waktu sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga tersebut bersifat umum dan terus-menerus.

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus. Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara terus-menerus. Inflasi adalah proses dari suatu pristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang


(43)

28 yang kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. (www.wikipedia.org).

2. Jenis-jenis Inflasi

Berdasarkan derajatnya, inflasi dibedakan menjadi sebagai berikut:

a. Inflasi ringan, terjadi apabila kenaikan harga berada dibawah angka 10% setahun.

b. Inflasi sedang, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 10%-30% setahun.

c. Inflasi berat, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 30%-100% setahun.

d. Hiperinflasi (inflasi tak terkendali), terjadi apabila berada di atas 100% setahun.

Berdasarkan kepada sumber atau penyebabnya kenaikan harga-harga berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut:

a. Inflasi Tarikan Permintaan

Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran-pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi.


(44)

29 b. Inflasi Desakan Biaya

Kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan dalam biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga bahan mentah atau kenaikan upah. Inflasi ini terurama berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerjaan baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang. c. Inflasi Diimpor

Kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan harga-harga barang impor yang digunakan sebagai bahan mentah produksi dalam negeri. Inflasi ini akan ada apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran-pengeluaran perusahaan.

3. Efek Buruk Inflasi

Menurut Sukirno (2004:338), efek-efek buruk dari inflasi yaitu sebagai berikut :

a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi

Inflasi yang tinggi tingkatannya akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan


(45)

30 kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud. b. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat

Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan masyarakat.

c. Inflasi Akan Menurunkan Pendapatan Riil Orang-orang Yang Berpendapatan Tetap

Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun.

d. Inflasi Akan Mengurangi Nilai Kekayaan Yang Berbentuk Uang

Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-institusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan. Nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku.

e. Memperburuk Pembagian Kekayaan

Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pandapatannya, dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil


(46)

31 kekayaannya. Juga sebagian penjual/pedagang dapat mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapat tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan penjual/pedagang akan menjadi semakin tidak merata.

4. Kebijakan untuk Mengatasi Inflasi

Menurut Sukirno (2004:354) kebijakan yang mungkin dilakukan pemerintah untuk mengatasi inflasi yaitu:

a. Kebijakan fiskal, yaitu dengan menambah pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah.

b. Kebijakan moneter, yaitu dengan menaikkan suku bunga dan membatasi kredit.

c. Dari segi penawaran yaitu dengan melakukan langkah yang dapat mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga seperti mengurangi pajak impor dan pajak atas bahan mentah, melakukan penetapan harga, menggalakkan pertambahan produksi dan perkembangan teknologi.

F. Pembiayaan Bank Syariah

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Pasal 1) disebutkan bahwa, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan


(47)

32 pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Pemberian kredit pada bank konvensional dalam meminjamkan uang kepada yang membutuhkan dan mengambil bagian keuntungan berupa bunga dan provisi dengan cara membungakan uang yang dipinjamkan tersebut. Prinsip syariah menandakan transaksi semacam ini dan mengubahnya menjadi pembiayaan. Bank tidak meminjamkan sejumlah uang pada nasabah, tetapi membiayai proyek keperluan nasabah. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai intermediasi uang tanpa meminjamkan uang dan membungakan uang tersebut sebagai gantinya, pembiayaan usaha nasabah tersebut dapat dilakukan dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan nasabah. Lalu bank menjual kembali kepada nasabah atau dapat pula dengan cara bank mengikutsertakan modal dalam usaha nasabah. (Heithzal Rivai, dkk, 2007:470).

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. Kewajiban tersebut dapat berupa pokok pinjaman, bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. (Suliso dkk, 2000:69).

Menurut Raymond P. Kent (1961) dalam Veitzal Rivai (2007) “Credit may be defined as the right to receive payment or the obligation to make payment on demand or at some future time on account of an immediate transfer of goals.

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, antara lain


(48)

33 pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”. (Pratin dan Akhyar Adnan, 2005:36).

Pembiayaan atau financing menurut Muhammad (2005:17), yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.

Menurut Kamus Bank Indonesia, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Alokasi dana (pembiayaan) mempunyai beberapa tujuan (Muhammad, 2005:55) yaitu :

1. Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat resiko yang rendah.

2. Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman.


(49)

34

G. Return on Assets (ROA)

ROA merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen menghasilkan income dari pengelola aset. Untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka makin besar tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan aset. (Kasmir, 2005 : 280).

Menurut F.S. Mishkin (2008:306), oleh karena pemilik bank harus mengetahui apakah banknya dikelola dengan baik, mereka membutuhkan pengukuran yang baik mengenai profitabilitas bank. Ukuran dasar keuntungan bank adalah imbal hasil atas aset (Return on Assets-ROA), laba bersih setelah pajak dibagi aset :

ROA = Laba bersih setelah pajak x 100% Aset

ROA memberikan informasi mengenai efisiensi bank yang dijalankan; karena ROA menunjukkan berapa banyak laba yang dihasilkan secara rata-rata dari $ 1 asetnya.

Return on assets adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aktiva bank telah digunakan dengan optimal untuk memperoleh pendapatan sehingga diperkirakan ROA dan kredit memiliki hubungan yang positif. Dalam kegiatan usaha bank yang mendorong perekonomian, rasio ROA yang tinggi menunjukkan bank telah menyalurkan kredit dan memperoleh pendapatan. (Fransisca dan Hasan, 2008).

The level of profits (net income) generated by a bank is affected by controllable and uncontrollable factors. Controllable factors, which


(50)

35

management can influence, include business mix (wholesale/retail orientation), income production (net interest margin, service fee income, and trading profits), loan quality, and expense control. Uncontrollable, or external, factors that influence bank performance include level of interest rates, general economic conditions, and the competitive environment in which the bank operates. Banks cannot control these external factors, but they can build flexibility into their operating plans to react to changes in these factors. Two ratio measures are commonly used in comparing bank performance – return on assets and return on equity. Returns on assets (ROA) is defined as net income divided by average assets. Returns on equity is defined as net income divided by average equity (owners investment), which is referred to as capital. Generation of return to the owners of the bank results from both profitability on assets and the degree of leverage used. (Frank P. Johnson and Richard D. Johnson, 1985:43-44).

Menurut mereka tingkat keuntungan (laba bersih) yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi oleh faktor terkendali dan tidak terkendali. Faktor yang terkendali dapat mempengaruhi manajemen, termasuk campuran bisnis (eceran/orientasi grosir), produksi pendapatan (margin bunga bersih, pendapatan jasa biaya, dan keuntungan perdagangan), kualitas kredit, dan pengendalian biaya. Tidak terkendali, atau eksternal, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja bank termasuk tingkat suku bunga, kondisi ekonomi umum, dan lingkungan kompetitif dimana bank beroperasi. Bank tidak dapat mengendalikan faktor-faktor eksternal, tetapi mereka dapat membangun fleksibilitas dalam operasi mereka berencana untuk bereaksi terhadap perubahan dalam faktor-faktor ini. Dua langkah rasio yang umum digunakan dalam membandingkan kinerja bank - laba atas aktiva dan imbal hasil ekuitas. Pengembalian atas aset (ROA) didefinisikan sebagai pendapatan bersih dibagi dengan aset rata-rata. Pengembalian atas ekuitas didefinisikan sebagai pendapatan bersih dibagi rata-rata ekuitas (investasi pemilik), yang disebut


(51)

36 sebagai modal. Generasi kembali kepada pemilik hasil dari kedua profitabilitas bank atas aset dan tingkat pengaruh yang digunakan.

Sedangkan menurut Selamet Riyadi (2006:156), return on assets (ROA) adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba dengan total aset bank, rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan aset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan.

H. Kerterkaitan variabel Modal, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi Terhadap Pembiayaan

Beberapa variabel yang peneliti anggap paling dominan mempunyai keterkaitan dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah adalah modal, non performing financing (NPF), dan inflasi.

1. Keterkaitan Modal Terhadap Pembiayaan

Dalam tataran operasional, secara umum dalam kondisi normal, besaran/totalitas pembiayaan sangat tergantung pada besaran dana yang tersedia, baik yang berasal dari pemilik berupa modal (sendiri, termasuk cadangan) serta dana dari masyarakat luas, dana pihak ketiga. Jelasnya, semakin besar funding suatu bank akan meningkatkan potensi bank yang bersangkutan dalam penyediaan pembiaayaan. (Muhammad, 2005:52)

Menurut Syafi’I Antonio (2001) dalam Pratin dan Akhyar Adnan (2005:38) salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan (loan) adalah modal sendiri (ekuitas), sehingga semakin


(52)

37 besar sumber dana (ekuitas) yang ada maka bank akan dapat menyalurkan pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula. 2. Keterkaitan Non performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan

Menurut Sutojo (2008:2) Usaha bank yang berhasil mengelola kreditnya akan berkembang, sedangkan bank yang selalu dirongrong kredit bermasalah akan mundur. Not Perfoming Loan (NPL) merupakan pembiayaan yang buruk yaitu pembiayaan yang tidak tertagih. Besarnya NPL mencerminkan tingkat pengendalian biaya dan kebijakan pembiayaan/kredit yang dijalankan oleh bank. Faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan yang buruk ini (Rose-Kolari, 1995 dalam Pratin dan Akhyar Adnan 2008:38) antara lain karakter buruk peminjam, adanya praktek kolusi dalam pencairan pembiayaan, kelemahan manajemen, pengetahuan dan ketrampilan, dan perubahan kondisi lingkungan. Untuk menekan atau meminimalkan tingkat NPL ini perlu dilakukan analisis pembiayaan. Semakin ketat kebijakan kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan manajemen bank (semakin ditekan tingkat NPL) akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat turun. Hal ini disebabkan karena waktu proses pembiayaan yang cukup lama, analisis pembiayaan yang mendalam, bahkan ada calon nasabah yang merasa privasi pribadinya terganggu (merasa tidak dipercaya) karena adanya analisis karakter yang mendalam, sehingga calon nasabah merasa lebih baik meminjam (pindah) ke bank lain yang lebih lunak dalam melakukan analisis pembiayaan/kebijakan kredit.


(53)

38 Menurut Karim dalam Pratin dan Akhyar Adnan (2005:38) pengendalian biaya mempunyai hubungan terhadap kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah tingkat NPL (ketat kebijakan kredit) maka akan semakin kecil jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya.

3. Keterkaitan Inflasi Terhadap Pembiayaan

Untuk menekan arus inflasi, terutama untuk usaha, pembangunan ekonomi, kredit bank memegang peranan yang penting. Arah kredit harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor-sektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. Dengan perkataan lain, setiap kredit harus benar-benar diarahkan untuk menambah flow of goods serta memperlancar distribusi barang-barang tersebut agar merata keseluruh lapisan masyarakat. Kredit bank disalurkan secara selektif untuk menutup kemungkinan usaha-usaha yang bersifat spekulatif. (Rivai, 2007:440)

I. Keterkaitan Variabel Modal, Non Performing Financing (NPF), Inflasi, dan Pembiayaan Terhadap Return on Assets (ROA)

1. Keterkaitan Modal Terhadap Return on Assets (ROA)

Menurut Slamet Riyadi (2006:82) semakin besar jumlah dana (modal sendiri dan pelengkap) maka akan semakin mempertinggi Return On Assets


(54)

39 modal sendiri maka kesehatan bank yang terkait dengan rasio permodalan (CAR) semakin meningkat dan dengan modal yang besar maka kesempatan untuk memperoleh laba perusahaan juga semakin besar (Masyhud Ali, 2004 dalam Yakub Azwir, 2006:22).

2. Keterkaitan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Return On Assets

(ROA)

Sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun profitabilitasnya. Return on Assets (ROA) yaitu salah satu tolok ukur profitabilitas mereka akan menurun, dengan akibat nilai kesehatan operasi mereka di masyarakat dan di dunia perbankan khususnya akan ikut menurun. (Sutojo, 2008:25). Kegiatan utama bank adalah memberikan kredit kepada nasabahnya. Pemberian kredit yang sehat berimplikasi pada kelancaran pengembalian kredit oleh nasabah atas pokok pinjaman dan atau beban bunga. Ketidaklancaran pembayaran pokok pinjaman dan bunga secara langsung dapat menurunkan kinerja bank. (Herman Darmawi, 2006:38).

3. Keterkaitan Inflasi Terhadap Return On Assets (ROA)

Menurut Sukirno (1998) dalam Stiawan (2009) menyatakan akibat penting dari inflasi yang terkait dengan investasi yaitu Tingkat bunga meningkat sehingga mengurangi investasi, untuk menghindari penurunan dari nilai modal yang dipinjamkan, institusi keuangan akan menaikkan bunga pinjaman mereka. Makin tingi tingkat inflasi maka makin tingi pula tingkat bunganya. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi kemauan


(55)

40 pemilik modal untuk mengembangkan sektor-sektor produktif. apabila dikaitkan dengan profitabilitas bank, maka dengan rendahnya investasi maka investor juga akan mengurangi hutang di bank sehinga menurunkan tingkat profitabilitas bank.

4. Keterkaitan Pembiayaan Terhadap Return On Assets (ROA)

Return on asset adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aktiva bank telah digunakan dengan optimal untuk memperoleh pendapatan sehingga diperkirakan ROA dan kredit memiliki hubungan yang positif. Dalam kegiatan usaha bank yang mendorong perekonomian, rasio ROA yang tinggi menunjukkan bank telah menyalurkan kredit dan memperoleh pendapatan. (Fransisca dan Hasan, 2008)

J. Penelitian Terdahulu

Akhyar Adnan (2005) meneliti tentang hubungan simpanan, modal sendiri, NPL, prosentase bagi hasil dan markup keuntungan terhadap pembiayaan pada perbankan syariah studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia (BMI). Hasil penelitian ini adalah simpanan mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap pembiayaan sementara variabel yang lain tidak mempunyai hubungan yang signifikan.

Aisyah Defy R. Simatupang (2006) meneliti tentang kinerja Bank Muamalat Indonesia dalam hal kemampuannya menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan ekonomi. Kinerja Bank Muamalat Indonesia dalam


(56)

41 penelitiannya direpresentasikan oleh return on asset (ROA) Bank Muamalat Indonesia. Disisi lain, yang dipilih sebagai representasi perubahan lingkungan tersebut adalah faktor SWBI, kurs, dan inflasi. Hasil analisis menunjukan bahwa (1) terdapat perbedaan pengaruh eksternal tersebut terhadap ROA Bank Muamalat Indonesia pada Januari 2001 – Desember 2005, (2) variabel SWBI dari Januari 2001 – Juni 2003 tidak berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia dan dari Juli 2003 – Desember 2005 sangat berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia, (3) variabel kurs dari Januari 2001 – Juni 2003 sangat berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia dan dari Juli 2003 – Desember 2005 tidak berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamlat Indonesia (4) variabel inflasi dari Januari 2001 – Juni 2003 tidak berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia dan dari Juli 2003 – Desember 2005 sangat berpengaruh tehadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia.

Anisyah Harahap (2006) meneliti tentang analisis pengaruh jumlah modal inti, pertumbuhan kredit, capital adequacy ratio, loan to deposit ratio, dan non performing loan terhadap profitabilitas Bank Umum di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator pertumbuhan kredit, CAR, dan NPL yang mempengaruhi ROA secara signifikan sedangkan jumlah modal inti dan LDR tidak ada pengaruhnya terhadap ROA.

Yacub Azwir (2006) meneliti tentang analisis pengaruh kecukupan modal, efisiensi, likuiditas, NPL, dan PPAP terhadap ROA bank (studi empiris: pada industri perbankan yang listed di BEJ periode Tahun 2001-2004). Hasil analisis


(57)

42 menunjukkan bahwa data CAR, BOPO, dan LDR secara parsial siginifikan terhadap ROA bank yang listed di BEJ untuk periode 2001-2004 pada tingkat signifikansi kurang dari 5% (masing-masing 0,01%, 0,01% dan 0,6%), sedangkan NPL dan PPAP tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA yang ditunjukkan dengan nilai tingkat signifikansi lebih besar dari 5% yaitu masing masing sebesar 88,2% dan 72,7%. Sementara secara bersama-sama (CAR, BOPO, LDR, NPL dan PPAP) terbukti signifikan berpengaruh terhadap ROA pada tingkat signifikansi kurang dari 5% yaitu sebesar 0,01%. Kemampuan prediksi dari ketujuh variabel tersebut terhadap ROA sebesar 35,1% sedangkan sisanya 64,9% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian.

Luh Gede Meydianawathi (2007) meneliti tentang analisis perilaku penawaran kredit perbankan kepada sektor UMKM di Indonesia (2002-2006). Hasil penelitian menunjukkan secara parsial variabel DPK, ROA, dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia. Sebaliknya, NPLs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum kepada sektor ini.

Maharani Ika Lestari (2007) meniliti tentang kinerja Bank Devisa dan Bank Non Devisa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya periode 2002-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2002-2006 perbedaan kinerja antara ROA, ROE Bank Devisa dan ROA, ROE Bank Non Devisa setelah krisis ekonomi tidak signifikan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa selama


(58)

43 periode penelitian yaitu tahun 2002-2006 Bank Non Devisa berperan lebih besar dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dilihat dari rasio LDR nya. Indikator ekonomi makro (Inflasi, Nilai tukar rupiah terhadap US Dollar, Suku Bunga SBI) tidak memiliki pengaruh terhadap rasio keuangan Bank (ROA, ROE, LDR).

Francisca dan Hasan (2008) meneliti tentang pengaruh faktor internal bank terhadap volume kredit pada bank yang go public di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor internal bank untuk volume kredit perbankan yang go public di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana pihak ketiga dan laba atas aset (ROA) memiliki pengaruh positif dan signifikan untuk volume kredit, rasio kecukupan modal (CAR) yang positif dan tidak signifikan mempengaruhi volume kredit. Non performing loan (NPL) negatif dan tidak signifikan mempengaruhi volume kredit. Dari hasil analisis, dapat mengambil kesimpulan bahwa dana pihak ketiga, rasio kecukupan modal, laba atas aset dan non performing loan

memiliki pengaruh simultan pada volume kredit.

Ari Cahyono (2009) meneliti tentang pengaruh indikator makro ekonomi (SBI, kurs, inflasi, IHSG, dan PDB) terhadap dana pihak ketiga (DPK) dan pembiayaan bank syariah Mandiri. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa indikator makro ekonomi memberikan pengaruh terhadap DPK dan pembiayaan Bank Syariah Mandiri, di mana SBI memberikan pengaruh negatif, sedangkan inflasi, kurs, IHSG , dan PDB memberikan pengaruh positif.


(59)

44

K. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan suatu proses dari peneliti memperoleh data kemudian mengolah data tersebut dan menginterprestasikan hasil data yang telah diolah.

Penelitian ini didasarkan atas penelitian-penelitian dan teori-teori yang telah ada sebelumnya. Dari beberapa teori yang telah ada peneliti merangkainya menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis jalur. Hal ini dikarenakan analisis jalur dapat memperlihatkan hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel.

Setelah menentukan judul dan metode analisis, peneliti mengumpulkan data-data dari variabel-variabel yang akan diteliti. Objek yang akan diteliti adalah perbankan syariah khususnya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Variabel yang diteliti adalah modal, non performing financing (NPF), inflasi, pembiayaan dan return on assets (ROA). Dalam penelitian ini yang akan menjadi variabel eksogen adalah non performing financing, modal dan inflasi. Sedangkan yang akan menjadi variabel endogen adalah pembiayaan dan return on assets (ROA).

Peneliti mengambil data dari masing-masing variabel dari situs Bank Indonesia dan perpustakaan Bank Indonesia. Pencarian data dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama, pengambilan data inflasi yang diambil dari laporan kebijakan moneter Bank Indonesia. Kedua, pengambilan data NPF, modal, pembiayaan, dan ROA yang diambil dari statsitik perbankan syariah yang dipublikasikan dari laporan publikasi Bank Indonesia.


(60)

45 Setelah memperoleh data dari setiap variabel peneliti mulai melakukan analisis. Sebelum melakukan analisis, peneliti merubah seluruh variabel ke dalam bentuk LN (logaritma natural) agar angka nominal seluruh variabel tidak terlalu besar. Setelah data tersebut diubah kedalam bentuk LN, kemudian data diolah dengan menggunakan software AMOS 16. Dari output tersebut dapat dianalisa korelasi, hubungan antara variabel, besarnya R square dan kesesuaian model (Goodness of Fit). Setelah malakukan analisis tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan dan implikasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

Berikut ini adalah gambaran mengenai kerangka berfikir yang peneliti bentuk secara sederhana untuk menjelaskan proses penelitian :


(61)

46

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Kebijakan

Moneter Bank Muamalat

Indonesia

Modal

Inflasi

Pembiayaan yang disalurkan

ROA

Analisis Jalur

Hubungan langsung dan tidak langsung Uji Kesesuaian Model

Pengujian Hipotesa NPF

Intepretasi Bank Indonesia


(1)

136

RMR, GFI

Model RMR GFI AGFI PGFI Default model .002 .996 .942 .066 Saturated model .000 1.000

Independence model .100 .478 .217 .319 Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1

RFI rho1

IFI Delta2

TLI

rho2 CFI Default model .998 .977 1.000 1.004 1.000 Saturated model 1.000 1.000 1.000 Independence model .000 .000 .000 .000 .000 Parsimony-Adjusted Measures

Model PRATIO PNFI PCFI Default model .100 .100 .100 Saturated model .000 .000 .000 Independence model 1.000 .000 .000 NCP

Model NCP LO 90 HI 90

Default model .000 .000 6.639 Saturated model .000 .000 .000 Independence model 362.732 303.310 429.571 FMIN

Model FMIN F0 LO 90 HI 90 Default model .010 .000 .000 .074 Saturated model .000 .000 .000 .000 Independence model 4.141 4.030 3.370 4.773 RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE Default model .000 .000 .272 .402 Independence model .635 .581 .691 .000 AIC

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 28.872 30.872 64.024 78.024 Saturated model 30.000 32.143 67.663 82.663 Independence model 382.732 383.447 395.287 400.287


(2)

137

ECVI

HOELTER

Model HOELTER

.05

HOELTER .01

Default model 397 685

Independence model 5 6

Analisis

Trimming

II

dengan menghilangkan jalur pengaruh antar variabel

yang tidak signifikan yaitu jalur

Non Performing Financing

(NPF) pada

Pembiayaan yang disalurkan (PYD) dan Inflasi terhadap ROA

Estimates (Group number 1 - Default model) Scalar Estimates (Group number 1 - Default model) Maximum Likelihood Estimates

Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label LNPYD <--- LNMODAL 1.082 .037 29.170 *** par_4 LNPYD <--- LNINFLAS -.119 .039 -3.057 .002 par_5

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI Default model .321 .322 .396 .343 Saturated model .333 .333 .333 .357 Independence model 4.253 3.592 4.995 4.261

LNMODAL

LNNPF

LNINFLAS

.90

LNPYD

.76

LNROA

.39

-.33 .08

.95

-.10

.52

.45 -.30


(3)

138

Estimate S.E. C.R. P Label

LNROA <--- LNMODAL .300 .092 3.250 .001 par_6 LNROA <--- LNPYD .228 .082 2.788 .005 par_7 LNROA <--- LNNPF -.221 .042 -5.244 *** par_8 Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate LNPYD <--- LNMODAL .954 LNPYD <--- LNINFLAS -.100 LNROA <--- LNMODAL .516 LNROA <--- LNPYD .446 LNROA <--- LNNPF -.296

Covariances: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label LNMODAL <--> LNNPF .084 .024 3.465 *** par_1 LNNPF <--> LNINFLAS -.068 .023 -2.998 .003 par_2 LNMODAL <--> LNINFLAS .022 .028 .774 .439 par_3

Correlations: (Group number 1 - Default model) Estimate LNMODAL <--> LNNPF .392 LNNPF <--> LNINFLAS -.333 LNMODAL <--> LNINFLAS .082 Variances: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label LNMODAL .276 .041 6.708 *** par_9 LNNPF .166 .025 6.708 *** par_10 LNINFLAS .251 .037 6.708 *** par_11 e1 .034 .005 6.708 *** par_12 e2 .022 .003 6.708 *** par_13

Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model) Estimate

LNPYD .904


(4)

139

Matrices (Group number 1 - Default model)

Total Effects (Group number 1 - Default model)

LNINFLAS LNNPF LNMODAL LNPYD LNPYD -.119 .000 1.082 .000 LNROA -.027 -.221 .546 .228 Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)

LNINFLAS LNNPF LNMODAL LNPYD

LNPYD -.100 .000 .954 .000

LNROA -.045 -.296 .941 .446 Direct Effects (Group number 1 - Default model)

LNINFLAS LNNPF LNMODAL LNPYD LNPYD -.119 .000 1.082 .000

LNROA .000 -.221 .300 .228

Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model) LNINFLAS LNNPF LNMODAL LNPYD

LNPYD -.100 .000 .954 .000

LNROA .000 -.296 .516 .446

Indirect Effects (Group number 1 - Default model)

LNINFLAS LNNPF LNMODAL LNPYD

LNPYD .000 .000 .000 .000

LNROA -.027 .000 .247 .000

Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model) LNINFLAS LNNPF LNMODAL LNPYD

LNPYD .000 .000 .000 .000

LNROA -.045 .000 .425 .000

Model Fit Summary CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 13 2.209 2 .331 1.104 Saturated model 15 .000 0


(5)

140

RMR, GFI

Model RMR GFI AGFI PGFI Default model .003 .990 .927 .132 Saturated model .000 1.000

Independence model .100 .478 .217 .319 Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1

RFI rho1

IFI Delta2

TLI

rho2 CFI Default model .994 .970 .999 .997 .999 Saturated model 1.000 1.000 1.000 Independence model .000 .000 .000 .000 .000 Parsimony-Adjusted Measures

Model PRATIO PNFI PCFI Default model .200 .199 .200 Saturated model .000 .000 .000 Independence model 1.000 .000 .000 NCP

Model NCP LO 90 HI 90

Default model .209 .000 8.307 Saturated model .000 .000 .000 Independence model 362.732 303.310 429.571 FMIN

Model FMIN F0 LO 90 HI 90 Default model .025 .002 .000 .092 Saturated model .000 .000 .000 .000 Independence model 4.141 4.030 3.370 4.773 RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE Default model .034 .000 .215 .410 Independence model .635 .581 .691 .000 AIC

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 28.209 30.066 60.850 73.850 Saturated model 30.000 32.143 67.663 82.663 Independence model 382.732 383.447 395.287 400.287


(6)

141

ECVI

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI Default model .313 .311 .403 .334 Saturated model .333 .333 .333 .357 Independence model 4.253 3.592 4.995 4.261 HOELTER

Model HOELTER

.05

HOELTER .01

Default model 245 376


Dokumen yang terkait

Pengaruh Rasio Camel Terhadap Return On Asset (ROA) Pada Bank Umum Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 44 97

Analisis Pengaruh Kecukupan Modal, Efisiensi, Likuiditas, Non Performing Loan, Dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Terhadap Return On Asset Bank Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 41 113

Analisis Pengaruh Kecukupan Modal, Efisiensi, Likuiditas, Non Performing Loan, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif, Dan Kualitas Aktiva Produktif Terhadap Return On Assets (Studi Empiris Pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Wilayah Kabupaten D

0 34 99

Perbandingan Return on Assets (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Banking Ratio antara Bank Pemerintah dengan Bank Swasta yang Go Public pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 30 86

Pengaruh Perputaran Piutang terhadap Return on Asset ( ROA) pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar yang di BEI

25 198 91

Aspek Hukum Terhadap Upaya Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) Dalam Setiap Pemberian Pembiayaan Oleh Bank Syariah (Studi Pada PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan)

0 31 78

Analisi pengaruh dana pihak ketiga (DPK) dan non performing financing (NPF) terhadap pembiayaan yang disalurkan serta imlekasinya pada return on assets (ROA) di Bank Muamalat Indonesia

2 38 96

Pengaruh Jumlah Pembiayaan yang DIsalurkan Terhadap TIngkat Rasio Non Performing Financing (NPF) (Studi Kasus Pada PT. Bank DKI Syariah)

0 5 116

Analisis inflasi, gross domestic product, net performing financing, biaya operasional dan pendapatan operasional, net margin terhadap return on asset perbankan syariah di Indonesia periode 2010-2013

0 4 111

PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK), SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NON PERFORMING FINANCING (NPF) DAN RETURN ON ASSETS (ROA) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH (Studi Kasus Pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Periode 2009 - 2014

2 18 138