Agathis labillardieri Warb yang tumbuh di Irian Jaya. 3 Penyadapan Kopal

Whitmore 1977 menyatakan bahwa kopal merupakan eksudat dari kulit pohon Damar yang merupakan cairan kental berwarna jernih atau putih yang semakin lama semakin keras setelah terkontaminasi dengan udara. Menurut SNI 2001, kopal adalah getah padat yang diperoleh dari pohon Agatis Agathis sp., yang umumnya berwarna kuning bening atau kuning pucat. Menurut Tantra 1976 dalam Hendrayus 1992, Agathis di Indonesia terdiri dari 3 jenis, yaitu: 1. Agathis loranthifolia Salisb, Agathis philippinensis Warb, Agathis celebica Warb, Agathis macrostachys Warb, Agathis hamii M. Dr, Agathis beckingi M. Dr. dan Agathis alba, yang ditanam di Jawa dengan sinonim Agathis dammara Rich. 2. Agathis borneensis Warb dengan sinonim Agathis baccani Warb, Agathisendertii M. Dr, Agathis latifolia M. Dr, Agathis rhomboidalis Warb, Agathis flevescens Ridl.

3. Agathis labillardieri Warb yang tumbuh di Irian Jaya.

2. 3 Penyadapan Kopal

Riyanto 1980 menyatakan bahwa ada 4 macam cara penyadapan kopal, yaitu : 1. Cara primitif, yaitu cara yang dilakukan dengan memukuli kulit Agathis dengan batu pada batang setinggi 1,0 m sampai dengan 1,5 m. Kulit yang luka mengeluarkan getah dan mengalami peradangan kondisi demikian dapat menyebabkan pembusukan dan kanker batang. 2. Cara tradisional, yaitu cara penyadapan yang menggunakan kudi semacam parang dengan bagian tengah membentuk busur sebagai alatnya. Bagian tengah alat ini digunakan untuk membuat luka sadapan dengan mencacah secara acak pada sekeliling pohon setinggi 1,0 m sampai dengan 1,5 m. Setelah enam hari kopal mengental dan dipungut sekaligus dilakukan pembaharuan sadapan. Cara ini meninggalkan bekas-bekas kallus yang tumbuh tidak teratur dan juga dapat menyebabkan pembusukan batang. 3. Cara Penyadapan menurut PK No. 131977 Unit I Jawa Tengah Menurut petunjuk kerja penyadapan ini, pohon dimulai pada umur 35 tahun dengan diameter batang telah mencapai 50 cm. Luka dibuat dengan membagi batang menjadi dua irisan sadapan yang berlawanan arah, irisan pertama lebarnya 1,0 cm dengan kedalaman setebal kulit, panjang sekitar 40 cm membentuk sudut 60° terhadap arah tegak. Irisan satu dengan lainnya berjarak 15 cm, dimana titik irisan pertama berjarak 60 cm dari permukaan tanah, pembaharuan setiap minggu selebar 0,5 cm. Kelemahan metode ini yaitu waktu pengerjaan relatif lama dan menurunnya hasil kopal yang diperoleh. 4. Cara koakan, yaitu cara penyadapan yang menggunakan alat sadap berupa kadukul dengan mencacah pada bagian permukaan batang pohon pada ketinggian 0,5 m sampai dengan 1 m dari pangkal pohon dan berukuran 10 cm x 5 cm. Cara ini dikembangkan sejak pertengahan tahun 1979 oleh KPH Banyumas Timur. Menurut Vlies dan Tames dalam Manuputty 1955, saluran-saluran damar terdapat pada kulit bagian dalam, berjalan tangensial antara kambium dan kambium gabus. Kulit bagian dalam Agathis terlihat saluran-saluran dammar yang lebar dan terang. Jika dilukai tentu terdapat aliran yang keras oleh karena banyak saluran dammar yang terpotong. Salverda 1937 dalam Manuputty 1955 menyatakan bahwa jumlah saluran kopal yang berada dalam kulit yang masih hidup itu, semakin ke dalam semakin bertambah. Jika suatu luka dibuat pada kulit dalam, maka sesudah beberapa detik kopal mengalir dari saluran-saluran dan merupakan titik-titik pada permukaan luka itu. Jika kopal mengeras, saluran dammar itu menjadi tersumbat dan luka itu harus diperbaharui setelah kopal diambil. Saluran kopal searah dengan putaran batang yang besarnya 10° sampai dengan 18° kearah kanan atau rata-rata 14° dari arah vertikal Riyanto 1980. Menurut Manuputty 1955, istilah kopal dapat dibedakan dari damar berasal dari suku Dipterocarpaceae, perbedaan tersebut yaitu pada kopal tidak terdapat lubang-lubang udara, sulit dihaluskan, larut dalam alkohol, tidak larut dalam minyak tanah dan terpentin serta akan menyala besar jika terbakar. Sedangkan damar mempunyai banyak lubang udara, bisa dihaluskan, tidak larut dalam alkohol, larut dalam minyak tanah dan terpentin serta akan meleleh atau menetes bila terbakar. Penyembuhan luka pada penyadapan dengan kambium tidak terpotong menunjukkan hasil sebesar 94,4, sedangkan jika kambiumnya terpotong penyembuhan luka tersebut hanya 11,1. Pada penyadapan tradisional dalam periode yang sama belum terjadi penyembuhan luka. Hal ini disebabkan karena kedua cara sebelumnya kambium pohon terpotong, padahal kambium tersebut berfungsi sebagai pembentuk xylem dan floem Sumantri dan Sastrodimedjo 1976.

2.4 Produktivitas Kopal