Pola Pengembangan Berkelanjutan Sumberdaya Ikan Layang di Perairan Maluku Utara

pada suatu daerah penangkapan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Suhu dan salinitas merupakan faktor oseanografi yang sangat berpengaruh terhadap sebaran ikan pelagis termasuk ikan layang Leavestu dan Hayes 1981. Daerah penangkapan ikan dikatakan baik bila tersedia ikan, parameter oseanografi mendukung, serta kondisi perairan mendukung untuk pengoperasian alat tangkap.

5.7 Pola Pengembangan Berkelanjutan Sumberdaya Ikan Layang di Perairan Maluku Utara

Pola pengembangan yang dimaksud dalam kajian ini adalah sebuah bentuk atau kerangka pengembangan berkelanjutan terhadap sumberdaya ikan layang di provinsi Maluku Utara, bukan merupakan pemodelan atau model matematis. Secara umum pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang adalah bentuk pengaturan terhadap jumlah hasil tangkapan dan ukuran ikan yang ditangkap sebagai respon terhadap kondisi perikanan dan tingkat eksploitasi yang terus meningkat. Setalah mempertimbangkan aspek-aspek yang telah dikaji pada hasil dan pembahasan, maka diperoleh keragaan nilai optimal untuk semua kompenen perikanan layang yang menjadi fokus kajian di perairan Maluku Utara yaitu terdiri dari: 1 alat tangkap ikan layang pilihan mini purse seine, 2 pemanfaatan sumberdaya ikan layang optimal, 3 biologi ikan layang, 4 mesh size optimum alat tangkap pilihan mini purse seine, serta 5 waktu dan daerah penangkapan ikan layang yang tepat. Keragaan nilai optimal ini selanjutnya menjadi pola bagi pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di Maluku Utara. Secara jelas pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara dapat dirangkum pada Gambar 30. Waktu dan Daerah Penangkapan Ikan Layang yang Tepat ¾ Pola musim penangkapan: bulan Maret - Oktober dengan puncak musimnya bulan Agustus musim timur. ¾ Musim penangkapan ikan layang pada tiap DPI: • Bagian tengah Maluku Utara: Perairan Batang Dua, Ternate, Mare, Moti, Makian dan Perairan Kayoa. Musim penangkapan bulan Feb - Mei dan Juli - Sept. • Bagian selatan Maluku Utara: Perairan Obi, Bacan dan Laut Maluku. Musim penangkapan bulan April - Okt. • Bagian Utara Maluku Utara: Perairan Utara Morotai dan Teluk Kao. Musim penangkapan bulan Apr -Sept. Implikasi Kebijakan - Mini purse seine, unit penangkapan prioritas yang dikembangkan dalam perikanan layang. - Pembatasan jumlah produksi agar tidak melebihi nilai produksi optimum, yaitu sebasar 19.754,24 tonthn, sehingga dapat mengurangi tingkat upaya untuk mengcegah terjadinya biolgical dan economical overfishing. - Pengurangan dan pembatasan jumlah unit mini purse seine hingga mencapai jumlah optimal yaitu 202 unit, dan tidak lagi memperpanjang ijin usahanya hingga mencapai titik optimalnya. - Pembatasan semantara waktu operasi penangkapan pada waktu puncak musim pemijahan. - Penerapan batas minimum mesh size mini purse seine dan pelarangan pendaratan ikan-ikan dibawah ukuran belum pernah memijah. - Perluasan DPI layang hingga mencapai 4 – 6 mil laut dari fishing base. - Melakukan pengalihan unit mini purse seine yang berlebih ke unit penangkapan lainnya yang belum optimal, seperti pada usaha penangkapan ikan demersal. - Mengarahkan nelayan yang tidak terserap, dengan melakukan kegiatan usaha perikanan lainnya yang dianggap belum optimal, seperti perikanan tangkap ikan demersal, usaha pengolahan dan budidaya ikan. - Pengaturan kembali sistem bagi hasil dalam usaha perikanan ikan layang. - Peningkatan kapasitas cool storage dan penerapan teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan layang dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan yang selama ini hanya tertumpuh pada penjualan ikan segar. - Koordinasi antara pemerintah KabupatenKota dengan pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan yang diterapkan. Biologi Ikan Layang - Kisaran panjang 211 – 315 mm - Rasio kalamin jantan dan betina 1 : 1,8. - Pertumbuhan ikan betina lebih cepat dari ikan jantan. - Panjang maks ikan betina 335,73 mm dan jantan 330,34 mm di capai pada usia 4 tahun. - Pola pertumbuhan Alometrik minor - Matang gonad terbanyak pada bulan Maret dan ukuran panjang pertama kali matang gonad 25,8 cm. - Pola pemijahan terjadi beberapa kali selama musim pemijahan dengan puncaknya bulan AprilMei. - Fekunditas sebanyak 288875 – 84000 buitr dengan kisaran panjang ikan 268 – 310 mm. Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang Optimal C opt = 19.754, 248 tonthn E opt = 28.135 tripthn π max = Rp. 90.717.199.850,00 Alokasi E opt = 202 unit Tenaga kerja opt = 2626 orang Mesh Size Optimum Alat Tangkap Pilihan mini purse seine - Bagian badan sayap = 5,08 cm 2 inci - Bagian kantong = 2,54 cm 1 inci Alat Tangkap Ikan Layang Pilihan Mini purse seine Usaha Perikanan Ikan Layang Berkelanjutan POLA PENGEMBANGAN Gambar 30 Pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara. Berdasarkan keragaan nilai optimal dari komponen perikanan layang dikaji serta keterkaitan antara berbagai kompenen tersebut, maka dihasilkan beberapa implikasi kebijakan yang nantinya sangat berguna dan diharapkan akan menjadi acuan dalam pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara. Beberapa implikasi kebijakan yang dihasilkan dari pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di Maluku Utara adalah sebagai berikut : 1 Mini purse siene adalah jenis teknologi penangkapan yang diprioritaskan untuk dikembangkan dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara. 2 Pembatasan produksi hasil tangkapan ikan layang agar tidak melebihi nilai produksi optimum, yaitu sebasar 19.754,24 ton per tahun, sehingga dapat mengurangi tingkat upaya untuk mengcegah terjadinya biological dan economical overfishing. 3 Membuat dan menetapkan regulasi tentang pengurangan dan pembatasan jumlah unit mini purse seine hingga mencapai jumlah optimal yaitu 202 unit dan tidak lagi memperpanjang ijin usahanya hingga mencapai titik optimalnya. 4 Perlu dilakukan pembatasan sementara waktu operasi penangkapan pada waktu bulan musim puncak pemijahan ikan layang. 5 Perlu diterapkannya batas minimum mesh size alat tangkap mini purse seine dan pelarangan pendaratan ikan-ikan di bawah ukuran belum pernah memijah. 6 Kegiatan penangkapan dibatasi pada daerah dekat pantai dan sebaiknya diarahkan hingga mencapai 4 - 6 mil laut dari fishing base. 7 Melakukan pengalihan unit mini purse seine yang berlebih ke unit penangkapan yang belum optimal, seperti pada usaha penangkapan ikan demersal. 8 Mengarahkan nelayan yang tidak terserap, dengan melakukan kegiatan usaha perikanan lainnya yang dianggap belum optimal, seperti perikanan tangkap ikan demersal, usah pengolahan dan budidaya ikan. 9 Pengaturan kembali sistem bagi hasil dalam usaha perikanan ikan layang. 10 Peningkatan kapasitas cool storage dan penerapan teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan layang dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan yang selama ini hanya tertumpuh pada penjualan ikan segar. 11 Pemerintah daerah KabupatenKota perlu berkoordinasi dengan pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan yang diterapkan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang. Hasil identiifikasi jenis teknologi penangkapan terpilih berdasarkan kaidah aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi masing-masing memilih mini purse seine sebagai alat tangkap yang layak dikembangkan. Penekanan terhadap aspek keramahan lingkungan maka mini purse seine berada pada posisi prioritas kedua setalah jaring insang hanyut. Namun tinjauan terhadap keseluruhan aspek memilih mini purse seine sebagai alat tangkap utama yang layak dikembangkan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Haluan dan Nurani 1988, dan Yuliansyah 2002 yang menyatakan bahwa alat tangkap purse seine adalah alat tangkap yang paling produktif untuk dikembangkan. Penelitian tentang penentuan unit penangkapan pilihan ikan layang juga pernah dilakukan oleh Arifin 2008 di Kabupaten Selayar Provinsi Sulawesi Selatan, memilih purse seine sebagai alat tangkap yang di prioritaskan untuk dikembangkan di daerah tersebut. Beberapa keunggulan mini purse seine yang telah diidentifikasi antara lain adalah penyerapan yang paling tinggi terhadap kebutuhan tenaga kerja, memilki produkstivitas yang tinggi, hasil tangkapan bermutu baik, dan tingginya keuntungan bersih yang dicapai. Keunggulan mini purse seine yang perlu dipertahankan dan dikembangkan adalah kemampuan menyerap tenaga kerja yang cukup besar dan produktivitas yang paling tinggi yang memungkinkan mendapat keuntungan yang tinggi pula. Hal senada juga dihasilkan oleh Suardi 2005, yang mengkaji tentang pengembangan perikanan tangkap pelagis kecil untuk pemberdayaan nelayan di Kota Palopo, yang mana merekomendasikan pukat cincin sebagai unit penangkapan unggulan karena memiliki trend produktivitas yang produktif. Berdasarkan keunggulan-keunggulan yang dimilki alat tangkap mini purse seine tersebut, dapat menggambarkan bahwa aspek sosial dan ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang di Maluku Utara merupakan prioritas utama yang dipertimbangkan. Kelebihan lain dari mini purse seine adalah ikan hasil tangkapannya bermutu baik. Hal ini disebabkan oleh fungsi jaring pada mini purse seine yang hanya sebagai dinding penghalang lolosnya ikan yang telah dikelilingi. Namun disisi lain kelebihan tersebut membawa dampak negatif dari mini purse seine yang kecilnya mesh size jaring sehingga ikan-ikan yang berukuran kecil sulit untuk meloloskan diri ketika sudah dikelilingi alat tangkap. Keunggulan mini purse seine perlu dipertahankan dan dapat dikondisikan serta dioptimalkan di lapangan. Sedangkan kekurangannya diupayakan untuk diminimalkan. Dengan mengenali keunggulan dan kekurangan mini purse seine secara baik dan megantisipasi efek negitifnya, maka pemanfaatan sumberdaya ikan layang secara berkelanjutan dapat tercapai. Alokasi hasil tangkapan yang dianjurkan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku adalah sebasar 19.754, 248 ton per tahun, sehingga dapat mengurangi tingkat upaya untuk mengcegah terjadinya biolgical dan economical overfishing . Mengingat keterbatasan akses dan sumberdaya ikan layang yang hanya terkonsentrasi disekitar perairan pantai, pembatasan jumlah hasil tangkapan sebnyak 19.754, 248 ton tersebut harus dilakukan walaupun secara biologi belum mencapai titik MSY. Dengan adanya pembatasan tersebut diharapkan kontinuitas sumberdaya ikan layang pada tahun-tahun berikutnya tetap terjaga. Jumlah unit penangkapan mini purse seine yang ada pada tahun 2007 adalah 213 unit. Sedangkan jumlah unit mini purse seine yang optimal yang dialakosikan sebesar 202 unit. Dengan demikian perlu dilakukan pengurangan jumlah upaya sebesar 11 unit. Disamping itu tidak lagi dilakukan perpanjangan ijin usaha unit penangkapan mini purse siene hingga mencapai titik optimalnya. Pengurangan jumlah unit penangkapann yang berlebih dan pembatasan izin usaha untuk sementara adalah sangat dianjurkan agar kegiatan operasi penangkapan dapat berlangsung efisien. Penetapan hasil tangkapan sesuai dengan quota untuk pengelolaan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara perlu dilakukan guna mengatur pemanfaatan stok dari sumberdaya ikan layang di wilayah ini. Bergin dan Haward 1994 melaporkan bahwa sejak 1985, Australia, Jepang, dan Selandia Baru sebagi pemilik hak quota telah menentukan quota tahunan untuk memanfaatkan stok tuna sirip biru. Holden 1995 menambahkan bahwa alokasi hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan telah diterapkan beberapa dekade yang lalu seperti untuk stok ikan plaice, round fish, cod, haddok dan whitting di Laut Utara sistem TAC , ikan tuna di Samudera Pasifik, Atlantik, dan Hindia sistem quota, dan stok mackerel di perairan English dan Bristol Channel pembatasan jumlah alat tangkap dan close season. Bergin dan Haward 1994 memberikan fakta untuk kasus stok tuna sirip biru, walaupun kebijakan sistem quota telah diterapkan sejak tahun 1985, kolepsnya sumberdaya ikan tersebut tidak dapat dicegah oleh karena adanya permintaan pasar yang tinggi terhadap konsumsi ikan tersebut, sehingga hasil tangkapan mengalami penurunan drastis. Oleh karena itu Bergin dan Haward 1994 dan FAO 1994 agar pembatasan alokasi hasil tangkapan juga disertai dengan peraturan lainnya seperti mengurangi tingkat upaya penangkapan, melakukan penutupan area closed area di tempat yang diduga sebagai tempat bertelur selama musim bertelur closed season. Keberhasilan nelayan dalam menangkap ikan sangat dipengaruhi oleh ketersedian stok ikan di perairan. Nelayan biasanya tidak akan pergi melaut untuk beberapa waktu bila hasil tangakapan yang diperoleh sebelumnya sedikit dan akan melaut kembali atau meningkatkan upaya penangkapan ketika tiba musim ikan. Pola musim penangkapan ikan layang di Maluku Utara berdasarkan hasil analisis berlangsung pada bulan Maret-Oktober dengan puncak penangkapan berlangsung pada bulan Agustus yang bertepatan dengan musim timur. Pada musim timur merupakan musim penangkapan ikan layang disebabkan pada musim ini kondisi perairan relatif tenang sehingga sangat membantu bagi nelayan dalam mengoperasikan alat tangkapnya. Disamping itu pada musim timur di perairan Maluku dan Maluku Utara diduga lebih subur, karena terjadinya upwelling , sehingga kondisi perairan menjadi kaya akan unsur hara dan sangat mendukung bagi keberadaan ikan layang untuk mendapatkan makanan. Kondisi salinitas yang relatif tinggi pada musim timur ternyata turut memberikan dampak positif bagi keberadaan ikan layang di perairan Maluku Utara. Pola musim sangat berpengaruh pada hasil tangkapan ikan layang, karena waktu penangkapan yang baik dapat memungkinkan ikan layang hidup dan berkembang di perairan Maluku Utara, sehingga hasil tangkapannya pun menguntungkan. Berdasarkan hasil penelitian tentang parameter populasi ikan layang yaitu berkaitan dengan musim pemijahan ikan layang menunjukkan bahwa puncak pemijahan ikan layang terjadi pada bulan April atau Mei. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa pola musim penangkapan ikan layang di perairan Maluku Utara berlangsung pada saat musim pemijhan ikan. Oleh karena itu perlu di dilakukan pembatasan waktu operasi penangkapan pada saat musim puncak pemijahan ikan layang. Dengan kata lain perlu diterapkan kabijakan penutupan musim penangkapan bagi para nelayan, karena kondisi seperti ini bila terjadi secara terus menerus maka akan memberikan dampak yang buruk terhadap ketersediaan sumberdaya ikan layang di alam. Penutupan musim penangkapan ikan merupakan pendekatan pengelolaan sumberdaya ikan, yang umumnya dilakukan di negara dimana sistem penegakan hukumnya sudah maju. Pelaksanaan pendekatan ini didasarkan pada sifat sumber daya ikan yang sangat tergantung pada musim, dan sering kali hanya ditujukan pada satu spesies saja dalam kegiatan perikanan yang bersifat multi species. Beddington dan Ratting 1984 diacu dalam Nikijuluw 2002 mengemukakan adanya dua bentuk penutupan musim, yaitu : 1 Penutupan musim penangkapan ikan pada waktu tertentu untuk memungkinkan ikan melakukan aktivitas pemijahan dan berkembang biak, 2 Penutupan kegiatan penangkapan ikan dengan alasan sumber daya ikan telah mengalami degradasi dan ikan yang ditangkap semakin sedikit. Informasi biologi yang digunakan sebagai dasar penerapan batas minimum adalah ukuran lingkar badan ikan. Hasil penelitian menghasilkan persamaan hubungan yang linear antara lingkar badan dengan panjang ikan dengan koefisien korelasi 0,89. Hubungan antara panjang ikan X dan lingkar badan Y ditunjukkan oleh persamaan Y = -2.3283 + 0.4836 X. Perhitungan ukuran pertama kali matang gonad diperoleh panjang total ikan 258 mm 25,8 cm untuk layang jantan maupun betina. Sedangkan panjang lingkar badan ikan layang biru yang tertangkap ketika matang gonad adalah 10,15 cm. Alat tangkap mini purse seine yang digunakan dalam menangkap ikan layang biru memilki ukuran mesh size 2,54 cm – 3,81 cm 1 inchi – 1,5 inchi untuk bagian badan dan sayap sedangkan bagian sayap 1,90 cm 0,75 inchi. Dengan demikian ukuran mata jaring alat tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan layang biru tidak mampu meloloskan ikan pada ukuran pertama kali matang gonad dan ukuran ikan dibawah ukuran pertama kali matang gonad. Berdasarkan fakta tersebut maka mata jaring mini purse seine idial yang seyogianya digunakan agar dapat meloloskan ukuran ikan yang belum pernah memijah yaitu 5,08 cm 2 inchi untuk bagian badan dan sayap, sedangkan bagian kantong ukuran mesh size 2.54 cm 1 inchi. Alasan yang menjadi dasar penerapan batas minimum mesh size jaring atau ukuran ikan yang tertangkap dalam pemanfaatan sumber daya ikan layang adalah memberi kesempatan ikan muda dan atau yang berukuran kecil untuk meloloskan diri sebelum proses penangkapan berakhir. Penerapan Kebijakan ini sangat diperlukan untuk tetap mempertahankan keberadaan ikan layang di perairan Maluku Utara, agar tidak terjadi kelebihan tangkap ikan dalam masa pertumbuhan growth overfishing. Bentuk kebijakan ini pada hakekatnya lebih ditujukan untuk mencapai atau mempertahankan struktur umur yang paling produktif dari stok ikan. Hal ini dilakukan dalam rangka memberi kesempatan pada ikan yang masih muda untuk tumbuh, dan bertambah nilai ekonominya serta kemungkinan berreproduksi sebelum ikan tersebut ditangkap. Kebijakan ini akan berdampak pada komposisi hasil tangkapan dan ukuran individu ikan yang tertangkap. Penerapan kebijakan ini secara tunggal tidak diikuti oleh kebijakan lain, akan mengakibatkan tidak terkontrolnya jumlah hasil tangkapan, karena jumlah kapal yang melakukan penangkapan tidak terkontrol. Oleh karena itu penerapan kebijakan batas minimum mesh size jaring perlu disertai dengan peraturan pelarangan pendaratan ikan-ikan dibawah ukuran yang diizinkan, yaitu menghilangkan setiap keinginan dari nelayan mempergunakan mesh size jaring yang lebih kecil. Beddington dan Retting 1984 diacu dalam Bintoro 2005 mengemukakan alasan pembatasan minimum mesh size adalah ikan muda yang umumnya berukuran kecil akan mampu meloloskan diri dari penangkapan yang menggunakan alat tangkap jaring yang mempunyai mesh size besar sehingga dapat meningkatkan kemungkinan ikan muda untuk tumbuh dan menambah kepadatan stok ikan tersebut pada musim berikutnya. Untuk pemanfaatan sumber daya ikan layang di perairan Maluku Utara, minimum mesh size alat tangkap perlu ditentukan agar ikan muda mempunyai kesempatan untuk berkembang dan menambah stok ikan layang pada musim berikutnya. Usaha pemanfaatan sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara menjadi sensitif karena eksploitasi biasanya dilakukan di sekitar pantai yang menjadi wilayah kritis bagi keberlanjutan stok sumber daya. Kegiatan penangkapan ikan layang lebih dominan di lakukan oleh kapal-kapal mini purse seine dengan kapasitas 13 - 18 GT dengan panjang jaring 200 - 300 meter dan daerah penangkapannya hanya berjarak sekitar 2 hingga 3 mil dari fishing base, sehingga apabila kegiatan ini dilakukan dalam waktu yang berkepanjangan maka berdampak pada terjadi over fishing, yang mana faktor pemicunya karena lemahnya penegakkan hukum dan aturan-aturan terhadap jalur-jalur penangkapan ikan berdasarkan ukuran effort. Berdasarkan batas wilayah laut yang diperuntukan sesuai dengan kawasan yang layak untuk perikanan tangkap dengan jalur penangkapan alat tangkap purse seine dengan ukuran kurang dari 150 meter berada pada jalur penangkapan 3 sampai 6 mil laut Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002. Dengan demikian penggunaan daerah penangkapan untuk eksploitasi sumber daya ikan layang di Maluku Utara perlu di lakukan perluasan. Ditambahkan oleh Purbayanto 2003, salah satu konsep pembangunan berkelanjutan yang harus diupayakan adalah membatasi dan mengendalikan jumlah armada penangkapan ikan tradisional yang beroperasi di wilayah perairan pantai pada jalur penangkapan Ia perairan pantai hingga 3 mil. Pembatasan ini dilakukan dengan cara hanya memperbolehkan penggunaan alat tangkap yang bersifat ramah lingkungan yaitu alat tangkap yang memiliki keragaan selektivitas tinggi dan tidak bersifat destruktif dan dioperasikan dengan perahu tanpa motor maupun perahu motor tempel, melalui pemberian izin penangkapan ikan hanya bagi armada-armada tersebut. Agar hal ini dapat berjalan sesuai yang diharapkan maka penerapan kebijakan perluasan daerah penangkapan ikan layang di perairan Maluku Utara sudah saatnya dilakukan dengan membuat aturan mengacu pada jalur-jalur penangkapan ikan berdasarkan ukuran effort. Berdasarkan hasil analisis alokasi optimum upaya penangkapan ikan layang di Maluku Utara, salah tujuan utama yang tidak tercapai adalah mengoptimalkan tingkat penyerapan tenaga kerja, karena masih berada di bawah target pencapaian yaitu sebanyak 2626 orang. Sesuai dengan kondisi ideal untuk usaha penangkapan ikan layang, maka perlu mengarahkan sebagian nelayan yang tidak terserap dalam pengalokasian ini, untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja pada usaha perikanan tangkap yang belum optimal sebagai sumber alternative income seperti pada usaha perikanan demersal dengan alat tangkap hand line, usaha pengolahan dan usaha budidaya ikan melalui program peningkatan kualitas dan ketrampilan nelayan. Pengalihan tenaga kerja yang tidak terserap pada unit penangkapan yang berlebihan sangat dianjurkan guna menghindari terjadinya pengangguran. Pengaturan kembali sistem bagi hasil dalam usaha perikanan ikan layang di Maluku Utara perlu ditinjau kembali oleh pemerintah dalam hal ini instansi yang terkait agar nelayan ABK sebagai tulang punggung dalam kegiatan usaha penangkapan tidak lagi menerima pembagian hasil usaha paling rendah dibandingkan dengan Pemilik modal, Juragan laut dan Juru Mesin. Sehingga diharapkan dengan hasil kerja yang dilakukan bisa memperoleh upah yang layak dangan rata-rata per bulannya di atas standard upah minimum. Kondisi yang sama juga dialami nelayan purse seine di Provinsi Bali, sebagaimana yang kemukakan oleh Bangkit 2005, bahwa berdasarkan hasil analisis pendapatan nelayan diperoleh pendapatan nelayan buruh ABK dinyatakan tidak layak, sedangkan pendapatan nelayan lainnya serta pemilik modal adalah layak. Peningkatan kapasitas cold storage dan penerapan teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan layang, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan skala kecil yang selama ini hanya tertumpuh pada penjualan ikan segar. Kebijakan ini diambil untuk mengurangi kelemahan modal usaha biaya pengadaan alat tangkap oleh nelayan skala kecil dengan memanfaatkan peluang dalam pengadaan cold storage dan kapal penampung ikan hasil tangkapan. Peningkatan kapsitas cold storage perlu dilakukan agar dapat menampung ikan-ikan yang tertangkap pada saat musim penangkapan. Selain itu juga dimaksudkan agar ikan yang tertangkap tersebut selain dapat dipasarkan di pasaran lokal, juga dapat dipasarkan keluar daerah dalam lingkup regional maupun dapat diekspor ke luar negeri Pengawasan dan pengendalian terhadap aplikasi kebijakan perlu dilakukan agar regulasi berupa aturan tentang pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di Maluku Utara dapat berjalan secara baik. Sebagaimana dikemukakan oleh Barston 1995, bahwa kebijakan terbaikpun untuk konservasi sumberdaya akan mengalami kegagalan jika tanpa disertai dengan pengawasan yang efektif terhadap penerapan kebijakannya. Pengawasan ini harus melibatkan sistem koordinasi yang baik antara pemerintah daerah kabupatenkota dengan pemerintah Provinsi Maluku Utara. Seperti halnya yang dilaporkan oleh Kusnadi 2003, bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di Teluk Tomini, pemerintah Daerah KabupatenKota dan Provinsi di sekitar Teluk Tomini telah berupaya saling bekerja sama dalam membuat aturan untuk mengendalikan eksploitasi sumberdaya perikanan di perairan tersebut dan melakukan pengawasan terhadap penerapan peraturan yang telah disusun. 6 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

6.1 Kesimpulan