Gambar 6 Ikan layang Decapterus kurroides. Sumber . Allen Gerry 1999.
2.6.2 Siklus hidup, distribusi dan ruaya ikan layang
Siklus hidup ikan layang harus diketahui agar dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya Widodo 1998. Perhatian
terhadap proses-proses yang terdapat dalam perkembangan awal hidup ikan layang merupakan hal yang menarik karena berhubungan dengan stabilitas
populasi ikan tersebut dalam suatu perairan. Mortalitas pada awal perkembangan hidup ikan umumnya sangat besar dimana fluktuasi mortalitas mempunyai andil
yang besar dalam menentukan variasi produksi pada tiaptiap tahunnya. Menurut Widodo 1998 secara ringkas siklus hidup ikan layang dimulai
dari telur, fase larva, anakan, populasi muda, dewasa, memijah dan akhirnya mati.. Ikan layang memulai kehidupannya sebagai plankton yang berukuran kecil
yang hidupnya terombang-ambing oleh arus lautan. Layang umumnya merupakan filter feeder, yaitu jenis ikan pemakan
plankton dengan jalan menyaring plankton yang masuk untuk memilih jenis plankton yang disukainya . Pada siang hari ikan layang berada di dasar perairan
membentuk gerombolan yang padat dan kompak, sedangkan pada malam hari naik ke permukaan membentuk gerombolan yang menyebar. Ikan juga dapat
muncul ke permukaan pada siang hari, apabila cuaca mendung disertai hujan gerimis Sumadhiharga 1991.
Ikan layang muncul di permukaan laut oleh karena dipengaruhi oleh ruaya harian dari organisme-organisme lain yang terdapat di suatu perairan. Pada siang
hari gerombolan-gerombolan ikan ini bergerak ke lapisan atas, dimana perpindahan tersebut disebabkan oleh adanya perpindahan massal plankton nabati
yang diikuti oleh plankton hewani, kemudian organisme hewan-hewan kecil, seterusnya oleh organisme-organisme yang lebih besar termasuk ikan Asikin,
1971. Ikan layang biasanya memanfaatkan benda-benda terapung seperti rumpon sebagi substrat untuk meletakkan telurnya dan sebagai tempat berlindung dari
predator maupun tempat untuk mencari makan. Penyebaran ikan layang sangat luas di dunia. Jenis-jenis ikan ini mendiami
perairan tropis dan sub tropis di Indo-Pasifik dan Lautan Atlantik. Walaupun jenis ikan ini hidup di wilayah yang luas, namun setiap jenis mempunyai wilayah
sebaran tertentu . Ikan layang di Perairan Indonesia terdapat 5 jenis ikan layang yakni Decapterus russelli, Decapterus kurroides, Decapterus lajang, Decapterus
macrosoma dan Decapterus maruadsi. Namun dari kelima spesies tersebut hanya
Decapterus russelli yang mempunyai daerah sebaran yang luas di Indonesia mulai
dari Kepulauan Seribu hingga Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus lajang senang hidup di perairan dangkal seperti di Laut Jawa termasuk Selat Sunda,
Selat Madura, dan Selat Bali, Ambon dan Ternate. Decapterus
macrosoma banyak dijumpai di Selat Bali, Laut Banda, Selat
Makasar dan Sangihe. Ikan layang Deles Decapterus macrosoma termasuk dalam kelompok ikan pelagis kecil yang sudah dieksploitasi secara intensif di
perairan Selat Makassar. Decapterus kurroides terdapat di Selat Bali, Labuhan dan Pelabuhan Ratu. Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukuran besar,
hidup di laut dalam seperti di Laut Banda. Ikan ini tertangkap pada kedalaman 100 meter atau lebih Gafa et al. 1993 diacu dalam Nontji 1993.
Layang Decapterus spp terutama terkonsentrasi di perairan utara Jawa,
utara dan selatan Sulawesi. Daerah penyebarannya mulai dari barat Sumatera, selatan Jawa, timur Kalimantan, Nusa Tenggara, selatan dan barat Kalimantan,
Maluku dan Irian Jaya Direktorat Jenderal Perikanan 1997. Jenis dan daerah penyebaran ikan layang di perairan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan daerah penyebaran ikan layang di perairan Indonesia
No Jenis Ikan
Daerah Penyebaran 1
Deapterus russelli Kepulauan Seribu hingga Bawean dan
Pulau Masalembo
2 Decapterus kurroides
Selat Bali, Labuhan dan Pelabuhan Ratu 3
Decapterus lajang Laut Jawa Selat Sunda, Selat Madura
dan Selat Bali, Selat Makasar, Ambon dan
Ternate 4
Decapterus macrosoma Selat Bali, Selat Makasar dan Sangihe
5 Decapterus maruadsi
Laut Banda Menurut Hardenberg, 1973 diacu dalam Djamali, 1995 di Laut Jawa
populasi layang ada tiga macam yaitu layang utara, layang barat, dan layang timur. Pada Musim Timur populasi layang disebut layang timur, jadi disini yang
akan dibahas adalah populasi layang timur. Selanjutnya ia menyatakan bahwa ruaya layang di perairan Indonesia mempunyai hubungan dengan pergerakan
massa air laut, walaupun secara tidak langsung. Selama musim timur berlangsung air dengan salinitas tinggi mengalir dari Laut Flores masuk ke Laut Jawa dan
keluar melalui Selat Gaspar, Selat Karimata, dan Selat Sunda. Pada tahap permulaan layang yang masih kecil berasal dari Laut Flores bermigrasi ke barat
dan sampai di Pulau Bawean. Pada musim timur pada bulan Juni sampai September terdapat banyak layang di Laut Jawa. Ia menyebut populasi ikan ini
sebagai layang timur. Menurut Burhanuddin dan Djamali 1977, layang timur terdiri dari dua populasi. Populasi pertama berasal dari Selat Makasar dan
populasi ke dua berasal dari Laut Flores. Jadi pengamatan ini memperkuat hipotesa Hardenberg, 1937 diacu dalam Djamali, 1995 dengan tambahan adanya
populasi layang dari Selat Makasar. Pada umumnya ruaya layang berkaitan erat dengan pergerakan massa air
laut walaupun secara tidak langsung. Dalam hal pola pergerakan arus sangat mempengaruhi ruaya layang, karena layang cenderung melakukan ruaya
mengikuti massa air, sebaran salinitas yang tinggi, serta ketersediaan makanan Djamali, 1995. Layang sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Salah satu
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan dan kesediaan layang adalah arus. Karena layang biasanya melakukan ruaya mengikuti kadar garam dan
ketersediaan makanan. Dengan mengikuti pergerakan arus tersebut layang
cenderung beruaya mengikuti arus, di mana di daerah tersebut banyak mengandung ketersediaan makanan plankton dan bersalinitas tinggi di atas
32
o oo
Djamali, 1995. Ikan layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagik, tidak
menetap dan suka bergerombol, tergolong stenolaline, hidup di perairan yang berkadar garam tingg 32 - 34 permil, menyenangi perairan yang jernih, banyak
tertangkap di perairan yang berjarak 20 - 30 mil dari pantai Weber dan Beaufort, 1931; Hardenberg, 1938 diacu dalam Djamali 1995. Sifat bergerombol atau
membentuk schooling ini merupakan suatu gejala biososial yang elemen-elemen penyebabnya merupakan suatu pendekatan yang bersifat timbal balik. Bagi ikan
yang hidup bergerombol dapat memberikan kesempatan yang lebih besar untuk menyelamatkan dari predator, karena terlindung dalam suatu gerombolan; dan
bagi beberapa jenis ikan yang hidup bergerombol dapat memberikan pengaruh stres yang lebih kecil dibanding hidup menyendiri Royce, 1972 diacu dalam
Djamali 1995.
2.6.3 Pertumbuhan