2.2.7 Kulit luar
Kulit luar adalah penentu kekuatan membujur badan kapal. Kulit luar ini berfungsi untuk mencegah air masuk ke badan kapal, sehingga kapal mempunyai
daya apung dan menambah kekuatan memanjang kapal Umam, 2007.
2.2.8 Pondasi mesin
Pondasi mesin merupakan balok pemikul mesin yang letaknya membujur kapal Umam, 2007. Bagian ini merupakan tempat meletakkan mesin kapal se-
bagai pendorong utama pada sebuah kapal.
2.2.9 Pagar
Pagar merupakan suatu pelat yang dipasang sepanjang kedua sisi geladak cuaca, untuk menjaga agar muatan geladak atau orang tidak terlempar ke laut serta
untuk mengurangi basahnya geladak akibat ombak Soegiono et al, 2005. Pagar dapat juga berfungsi sebagai perpanjangan gading karena letaknya seolah-olah
meneruskan gading.
2.3 Perencanaan Ukuran Konstruksi
Perencanaan pembangunan kapal memerlukan data yang antara lain memuat jenis kapal, daerah pelayaran, muatan bersih yang dapat dimuat, kecepatan dan
data lain yang diperlukan, seperti panjang kapal L, lebar kapal B, dalam kapal D, dan beberapa koefisien bagian badan kapal di bawah air Soekamto et al,
1986. Selanjutnya Fyson 1970, menyatakan bahwa kelengkapan dari perencanaan, desain dan konstruksi kapal penangkap ikan yaitu dengan adanya
gambar-gambar rencana garis lines plan, tabel offset, gambar rencana pengaturan ruang kapal serta instalasinya general arrangement dan gambar
konstruksi beserta spesifikasinya. Panjang kapal LOA adalah panjang kapal keseluruhan yang diukur dari
ujung haluan sampai ujung buritan. Lebar kapal breadth adalah jarak mendatar dari gading tengah yang diukur pada bagian luar gading. Tinggi depth adalah
jarak tegak dari garis dasar sampai garis geladak yang terendah, umumnya diukur di tengah-tengah panjang kapal Djaya, 2008.
Kemampuan dan kualitas suatu galangan kapal, baik galangan kapal tradisional maupun galangan kapal modern memegang peranan penting dalam
menghasilkan sebuah kapal yang dapat dioperasikan dengan baik. Baik buruknya pengoperasian kapal secara teknis tergantung dari kemampuan dan kualitas
galangan kapal itu sendiri Pasaribu, 1985. Perbedaan metode pembuatan kapal, khususnya pada pembangunan kapal
kayu penangkap ikan tradisional dengan modern terletak pada cara pengkonstruksian lambungnya. Kapal kayu penangkap ikan tradisional, papan
lambung di konstruksi terlebih dahulu kemudian diikuti pemasangan gading- gading frame, sedangkan pada pembangunan kapal kayu penangkap ikan
modern sebaliknya, dimana gading-gading dikonstruksi terlebih dahulu kemudian lambung kapal. Hal ini menyebabkan kapal kayu penangkap ikan tradisional se-
ring tidak simetris dan terlalu berat Iskandar, 1997. Kapal penangkap ikan harus memiliki konstruksi yang kuat sehingga dapat
menghadapi peristiwa laut dan juga menahan getaran mesin kapal. Ketentuan konstruksi kapal di Indonesia ditetapkan oleh BKI. Badan ini berwenang dalam
menetapkan hal-hal yang berhubungan dengan pembangunan suatu kapal, antara lain: kerangka kapal, cara-cara penyambungan dan jenis pengikat yang
diperbolehkan untuk konstruksi kapal. Ketentuan BKI yang berhubungan dengan klasifikasi kapal kayu harus digunakan dalam rangka penentuan ukuran konstruksi
kapal. BKI menetapkan angka petunjuk yang digunakan dalam penentuan ukuran bagian-bagian konstruksi yang didapat dari persamaan: L B3+D dan persamaan
B3+D, dimana; L = panjang kapal, B = lebar kapal dan D = tinggi kapal Biro Klasifikasi Indonesia, 1996.
Tabel 1 Ukuran penampang gading-gading kapal dan tinggi wrang
B3 + D Gading cm
2
Tinggi Wrang cm Tunggal
Ganda 2,4
21,5 18,5
15 2,6
25,5 21,5
16 2,8
31,0 26,0
17 3,2
43,5 36,5
18 3,6
61,0 50,0
19 Sumber : Biro Klasifikasi Indonesia 1996
Tabel 1 menyajikan ukuran tinggi wrang. Menurut Biro Klasifikasi Indonesia 1996, gading-gading kapal dapat dibuat dengan menggunakan kayu
balok tunggal dan ganda. Gading-gading yang terputus pada lunas luar harus dihubungkan dengan wrang. Wrang dipasang melewati sisi atas lunas luar dengan
ketebalan sama dengan ketebalan gading-gading. Menurut Biro Klasifikasi Indonesia 1996, tinggi dan lebar lunas dalam dan
lunas luar tergantung dari besarnya angka petunjuk L B3+D. Kapal yang memiliki nilai penunjuk yang kurang dari 140 tidak memerlukan lunas dalam,
sedangkan yang lebih besar dari 140 harus dipasang lunas dalam dan lunas luar. Jika lunas dalam dan lunas luar masing-masing terbuat dari satu blok utuh tanpa
sambungan maka nilai dari tabel dapat dikurangi 10. Luas penampang lunas dan linggi berdasarkan ketetapan BKI disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Ukuran penampang lunas L
B3+D Penampang cm
2
Lunas luar l x t cm Linggi haluan l x t
cm 20
290 14 x 20
11,5 x 18 25
340 15 x 23
12,5 x 19 30
390 16 x 24,5
14 x 20 35
440 17 x 26
14,5 x 21 40
490 18 x 27
15,5 x 22
Sumber: Biro Klasifikasi Indonesia 1996 l: lebar, t: tinggi
Tabel 3 Tebal papan kulit luar kapal berdasarkan jarak gading-gading L B3 + D
Gading cm Tebal Kulit Luar cm
Tunggal Ganda
20 26,5
29,5 2,4
25 27,5
30,5 2,6
30 28,5
31,5 2,8
35 30
33 3
40 31,5
35 3,2
Sumber : Biro Klasifikasi Indonesia 1996
Tabel 3 menyajikan ukuran tebal papan kulit kapal berdasarkan ketetapan BKI. Papan kulit luar sebaiknya menggunakan papan yang dipotong radial. Bila
jarak gading-gading ditambah maka ketebalan dari papan kulit juga harus
ditambah dengan perbandingan yang sama. Pengukuran tebal papan kulit bisa dilakukan bila disetujui oleh BKI Biro Klasifikasi Indonesia, 1996.
Penentuan jenis gading tunggal atau ganda Biro Klasifikasi Indonesia menyajikan contoh gambar untuk kemudian membagi jenis gading menjadi dua,
yaitu lengkung tunggal dan lengkung ganda. Menurut Biro Klasifikasi Indonesia 1989 dalam Arofiq 2007 ukuran konstruksi kapal yang direkomendasikan bagi
kapal disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Ukuran konstruksi kapal
No Bagian Konstruksi
Kapal Nilai Standar Biro Klasifikasi Indonesia l x
t cm 1
Lunas 15 x 21,5
2 Linggi :
Haluan 12,5 x 18
Buritan 12,5 x 18
3 Papan :
Dasar - x 3
Penekuklengkung - x 3
Lambung - x 3
4 Galar
15,5 x 3,6 5
Palang Dek 19 x 3,6
6 Pondasi Mesin
13,5 x 18,5
Sumber : Biro Klasifikasi Indonesia 1989 l : lebar, t : tinggi
3. METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survey. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengukuran secara langsung pada kapal
dan wawancara dengan pemilik kapal. Studi pustaka dan data penelitian sebelumnya digunakan sebagai data penunjang. Pada penelitian didapatkan
gambaran deskriptif tentang ukuran beberapa bagian konstruksi kapal lalu data pengukuran dihitung untuk mendapatkan nilai pembanding numerik
dan analisa data dibandingkan komparatif dengan standar nilai desain dan konstruksi yang
telah ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia BKI.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pengum- pulan data yang dilaksanakan pada bulan Juni 2009 di Pelabuhan Perikanan
Nusantara Palabuhanratu, Jawa Barat. Tahap kedua yaitu tahap pengolahan data yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009.
3.2 Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data yang digunakan adalah teknik purposive sampling, dimana sampel yang diambil berdasarkan syarat yang ditentukan, yaitu
kapal dalam keadaan memungkinkan untuk diukur secara fisik. Dalam hal ini, diambil contoh kapal yang diukur dengan memperhatikan ukuran panjang kapal
sebagai strata yang diperhatikan dalam populasi kapal di PPN Palabuhanratu, Jawa Barat.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer pada penelitian ini yaitu data yang langsung di
dapatkan pada saat penelitian dilaksanakan. Data primer ini didapat dari hasil survei lapang pada tempat penelitian yang berupa data ukuran beberapa bagian
konstruksi kapal yang diukur langsung terhadap kapal yang akan diteliti maupun melalui wawancara langsung kepada pemilik kapal.