78 merupakan masyarakat yang aktivitas sehari-harinya masih sangat bergantung
terhadap Sungai Batanghari. Dimana dalam pengembangan ini aspek sosial budaya terutama budaya air masyarakat dapat diakomodir sehingga tidak
meninggalkan ciri khas masyarakat asli Jambi seperti keberadaan rumah apung dan rumah panggung.
Aspek ketiga yang berpengaruh dalam pengembagan riverfront city ini adalah aspek kelembagaan dan ekonomi. Kelembagaan merupakan ujung
tombak pengembangan riverfront city. Apabila kelembagaaninstansi yang terkait dalam pengelolaan Sungai Batanghari yang ada bekerjasama dengan koordinasi
yang baik maka pengembangan riverfront city dapat dilakukan secara optimal. Kelembagaan berperan dalam hal perencanaan, monitoring dan mengevaluasi
seluruh kegiatan yang akan dikembangkan agar berjalan sesuai dengan aturan hukum dan kaidah keberlanjutan terhadap sungai. Aspek ekonomi juga sangat
penting dalam pengembangan riverfront city. Pembangunan berkelanjutan tidak hanya terkait dengan aspek ekologi, namun juga pembangunan ekonomi dan
sosial yang dikenal dengan the living triangle. Ekologilingkungan dapat dijaga dengan baik bila kondisi sosial dan ekonomi masyarakat mendukung. Oleh
karena itu dalam pengembangan riverfront city aspek ekonomi harus tetap diperhatikan, dalam artian bahwa dengan pengembangan Kota Jambi menuju
riverfront city, ekonomi masyarakat dapat berkembang lebih baik yang tentunya akan memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah.
Aspek keempat yang berpengaruh dalam pengembagan riverfront city ini adalah aspek teknologi. Dalam pengembangan riverfront city teknologi yang
ramah lingkungan sangatlah penting. Teknologi ramah lingkungan akan sangat membantu dalam mepertahankan kualitas ekologis sungai. Penggunaan
teknologi ramah lingkungan bukan hanya dalam pengembangan fisik sungai tetapi dapat juga dimanfaatkan oleh masyarakat.
5.4.2 Level Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City
Alternatif kebijakan policy alternatif adalah serangkaian tindakan yang memungkinkan untuk dilakukan yang dapat menyumbang pada pencapaian nilai-
nilai dan pemecahan masalah kebijakan Dunn 2003. Berkaitan dengan sasaran-sasaran yang ingin dicapai dari berbagai aspek dalam pengembangan
Kota Jambi menuju riverfront city, maka terdapat beberapa alternatif strategi yang dapat dilakukan yakni: 1 peningkatan koordinasi antar stakeholders
79 PKS; 2 pemberdayaan masyarakat PM; 3 penegakan hukum beserta
regulasinya PH; 4 penyempurnaan database DAS PDDAS; 5 revitalisasi sungai RS; dan 6 pengembangan kawasan industri hijau PKIH. Nilai bobot
alternatif strategi pengembangan Sungai Batanghari menuju riverfront city disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21 Nilai bobot alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city
Alternatif strategi pengembangan yang merupakan prioritas utama adalah peningkatan koordinasi antar stakeholders dengan bobot nilai sebesar 0,247
24,7, namun demikian berhubung bobot nilai antar alternatif strategi tidak berbeda jauh mengindikasikan bahwa semua alternatif tersebut penting dan
saling terkait. 5.4.2.1 Peningkatan Koordinasi antar Stakeholders
Alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city yang
pertama adalah peningkatan koordinasi antar stakeholders. Koordinasi berasal dari kata bahasa Inggris coordination yang berarti being co-ordinate, yaitu
adanya koordinat yang bersamaan dari dua garis dalam bidang datar, yang dapat diartikan bahwa dua garis yang berpotongan pada koordinat tertentu.
Koordinasi adalah bekerja bersama seerat-eratnya dibawah seorang pemimpin Penjelasan UUD. Koordinasi kegiatan vertikal di daerah adalah upaya yang
dilaksanakan oleh Kepala Wilayah guna mencapai keselarasan, keserasian dan keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan
semua instansi vertikal, dan antara instansi vertikal dengan dinas daerah agar
5 10
15 20
25
PKS PM
PH PDDAS
RS PKIH
Alternatif Strategi
80 tercapai hasil guna dan daya guna PP. No. 6 th 1988. Menurut Basyuni 2009,
koordinasi pada hakekatnya merupakan upaya memadukan mengintegrasikan, menyerasikan dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang
saling berkaitan beserta segenap gerak, langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran bersama.
Menurut Basyuni 2009, terdapat beberapa prinsip koordinasi, antara lain 1 mempunyai kesamaan persepsi, saling pengertian, hormat menghormati yang
perlu dibina; 2 obyek sasaran yang menjadi acuan koordinasi harus diterima semua pihak; 3 mengorientasikan perilaku semua pihak pada sasaran secara
terpadu; 4 merancang pertemuan berkala guna memonitor kemajuan dan penanganan masalah; 5 mendorong semangat kerjasama dan etos kerja
semua pihak guna mengefektifkan kegiatan bersama; 6 menasehati dan mengarahkan serta negosiasi agar tindakan tidak menyimpang; 7
mengintensifkan pemecahan masalah penghambat koordinasi; 8 mengarahkan semua potensi sumber daya hanya kepada sasaran atau tujuan; 9
menyempurnakan dan menyederhanakan sistem kerja bila diperlukan; 10 menginformasikan semua kebijakan dan mendengarkan pendapat semua pihak
dalam membina kesamaan persepsi dari semua pihak. Peningkatan koordinasi antar stakeholders perlu ditingkatkan agar
berbagai kepentingan dari masing-masing stakeholders dapat diakomodasi dalam pengembangan riverfront city. Bappeda Kota Jambi sangat berperan
dalam mengkoordinasikan rencana pengembangan riverfront city kepada seluruh instansi yang terkait. Kerjasama dan koordinasi yang baik antara Bappeda Kota
Jambi dengan Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Jambi sangat diperlukan agar dalam rencana tata ruang wilayah Kota Jambi arah pengembangan
riverfront city dapat lebih terarah. Koordinasi juga harus tetap dilakukan dengan stakeholders di hulu seperti Dinas Kehutanan Prov. Jambi, BWSS VI, dan
BPDAS. Koordinasi akan berjalan dengan baik jika kedua belah pihak menjalin komunikasi aktif dua arah dan menghilangkan ego sektoral.
Peningkatan koordinasi antar stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront city dapat mengacu pada pembentukan kelembagaan
Rhine Riverfront. Bentuk kelembagaan stakeholders yang dilaksanakan dalam Rhine Riverfront adalah a adanya pertemuan tingkat Menteri; b pembentukan
komisi untuk perlindungan Sungai Rhine Steereing Commitee for International Commitee for Protected the RhineICPR; c pembentukan komisi koordinator
81 ICPR; d pembentukan kelompok kerja kualitas air, emisi dan banjir; e
adanya kelompok ahli dan f pembentukan sekretariat. Dari bentuk kelembagaan yang telah dijalankan pada pengelolaan Sunga Rhine maka dapat
diaplikasikan untuk pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city dengan pembentukan panitia kerja khusus yang dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Rencana koordinasi pengembangan Jambi riverfront city 5.4.2.2 Pemberdayaan Masyarakat
Alternatif strategi Kota Jambi menuju riverfront city yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat. Definisi pemberdayaan masyarakat menurut
Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Kementerian Kehutanan PJLWA Kemenhut adalah segala bentuk kegiatan yang bertujuan
untuk terus meningkatkan keberdayaan masyarakat, untuk memperbaiki kesejahteraan dan meningkatkan partisipasi mereka dalam segala kegiatan
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan. Menurut Awandana 2010, pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses
yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian
masyarakat.
Pertemuan tingkat Instansi
Pembentukan Steering Commitee Jambi Riverfront
City: • Penunjukan ketua program
pengembangan • Pembagian tugas dan
kewenangan • Pensinergian program kerja
Pertemuan tingkat Kadis
• Instansistakeholders terkait • Akademisi
• LSM • Masyarakat
• Swasta Pembentukan
kelompok kerja dan komisariat
Walikota Jambi
Bappeda Kota Jambi
Sosialisasi programkonsultasi
publik • Masyarakat
• Swasta
82 Definisi tersebut menggambarkan tiga tujuan utama dalam
pemberdayaan masyarakat yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri masyarakat. Perilaku
masyarakat yang perlu diubah adalah perilaku yang merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengorganisasian
masyarakat merupakan suatu upaya masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang mereka kembangkan. Disini masyarakat
dapat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan kegiatan, dan lain-lain.
Pemberdayaan masyarakat bisa berjalan apabila warganya ikut berpartisipasi. Program pembangunan yang mengedepankan partisipasi
masyarakat secara aktif dan kritis disebut dengan program pembangunan partisipatif Nugroho, 2001. Program pembangunan partisipatif pada intinya
adalah program pembangunan yang mengedepankan tanggung jawab bersama dengan porsi setimbang antara pemerintah dan masyarakat dalam proses
pembangunan. Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai pemberdayaan masyarakat apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi
agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya air khususnya
keberadaan Sungai Batanghari sangatlah tinggi. Sehingga diperlukan peran aktif masyarakat dalam lingkungannya secara baik secara swadaya dan mandiri.
Dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan riverfront city, masyarakat merasa memiliki sehingga secara aktif turut menjaga keberadaan
sungai dan berperan aktif dalam pengembangan riverfront city tersebut.
Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan antara lain kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk
mengelola kegiatan, kemampuan berperan serta aktif dalam memberikan saran dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang
dihadapi oleh masyarakat. Lembaga adat yang sudah ada seperti Lembaga Adat
Jambi sebaiknya perlu dilibatkan karena lembaga inilah yang sudah mapan.
5.4.2.3 Penegakan Hukum Beserta Regulasinya Alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city yang
ketiga adalah penegakan hukum beserta regulasinya. Definisi penegakan hukum law inforcement secara luas menurut Hamzah 1997, meliputi kegiatan
83 preventif yang meliputi negosiasi, supervisi, penerangan dan nasehat dan
represif yang meliputi mulai dari kegiatan penyelidikan, penyidikan sampai penerapan sanksi baik administratif maupun hukum pidana. Penegakan hukum
lingkungan merupakan mata rantai terakhir dalam dalam siklus pengaturan regulatory chain perencanaan kebijakan lingkungan. Urutan siklus pengaturan
perencanaan kebijakan yakni : 1 perundang-undangan legislation; 2 penentuan standar standard setting; 3 pemberian izin lizensing; 4 penerapan
implementation; dan penegakan hukum law enforcement. Lemah kuatnya penegakan hukum oleh aparat akan menentukan
persepsi ada tidaknya hukum oleh masyarakat. Bila penegakan hukum oleh aparat lemah, masyarakat akan mempersepsikan bahwa hukum di
lingkungannya tidak ada atau seolah berada dalam hutan rimba yang tanpa aturan.
Lemahnya penegakan hukum yang berhubungan dengan Sungai Batanghari ini dapat dilihat dari masih pelanggaran pemanfaatan sempadan,
seperti pembangunan mall dan hotel hingga ke badan air yang tidak sesuai dengan RTRW Kota Jambi serta lemahnya instansi daerah dalam hal ini Badan
Lingkungan Hidup daerah untuk menindak industri yang membuang limbah cairnya diatas baku mutu. Penegakan hukum sangat diperlukan dalam
pengembangan riverfront city. Penegakan hukum ini diberlakukan terhadap kegiatan-kegiatan pemanfaatan Sungai Batanghari baik dari hulu hingga hilir,
sempadan sungai maupun badan sungai. Keberhasilan penegakan hukum dalam pengembangan riverfront city
dipengaruhi oleh kemampuan penegak hukum dalam mengatasi hambatan dan kendala sebagai berikut: 1 hambatan dan kendala yang bersifat alamiah antara
lain keragaman suku bangsa dan bahasa dapat menyebabkan persepsi hukum yang berbeda, 2 kesadaran hukum masyarakat masih rendah, 3 belum
lengkapnya peraturan hukum terkait penataan ruang dan pemanfaatan lahan sepanjang sempadan sungai, 4 penegak hukum belum mantap, 5 masalah
pembiayaan. 5.4.2.4 Penyempurnaan Database DAS
Basis data database merupakan pengolahan data yang secara prinsip memiliki nilai yang lebih dibandingkan dengan data mentah. Lebih dari itu basis
data adalah pusat sumber data yang caranya dipakai oleh banyak pemakai untuk berbagai aplikasi. Inti dari basis data adalah database management system
84 DBMS yang membolehkan pembuatan, modifikasi dan pembaharuan basis
data, membangkitkan kembali data dan membangkiitkan laporan. Tujuan database yang efektif yaitu: 1 memastikan bahwa data dapat dipakai diantara
pemakai untuk berbagai aplikasi; 2 memelihara data baik keakuratan maupun kekonsistenannya; 3 memastikan bahwa semua data yang diperlukan untuk
aplikasi sekarang dan yang akan datang dapat tersedia dengan cepat; 4 membolehkan basis data untuk berkembang dan kebutuhan pemakai untuk
berkembang; dan 5 membolehkan pemakai membangun pandangan personalnya.
Database DAS merupakan bagian dari sistem informasi sumberdaya air UU No.7 Tahun 2004. Sistem informasi sumber daya air khususnya DAS
merupakan jaringan informasi sumberdaya air yang tersebar dan dikelola oleh berbagai jaringan institusi. Jaringan informasi ini harus dapat diakses oleh
berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang pengelolaan sungai. Sungai Batanghari yang merupakan bagian dari DAS Batanghari, membutuhkan
database yang akurat dan kontinyu dalam rangka perancangan pengembangan riverfront city. Database DAS yang perlu disempurnakan dalam pengembangan
riverfront city Sungai Batanghari antara lain kondisi hidrologis, hidrometereologis, hidrogeologis, prasarana dan teknologi.
Dalam konteks pengembangan riverfront city, database mengenai tata ruang juga sangat diperlukan. Menurut Idris 2006 diperlukan dua kegiatan
dalam penyempurnaan database tata ruang Kota Jambi beserta DAS Batanghari, yakni: 1 strukturisasi database tataguna tanah, dampak tata ruang tataguna air,
banjir, limbah, erosi, dll, pembagian wilayah, rencana solusi, sehingga data ini mudah digunakan untuk mengindikasikan hubungan yang ada dan pelibatan unit
adm terkait; 2 operasional model analisis tata ruang yang mampu secara sistematis memelihara inventarisasi ruang yang dinamis beserta fungsinya bagi
daerah yang bersangkutan. Dengan menggunakan proyeksi kebutuhan ruang sesuai peruntukannya misalnya dengan memperhatikan konservasi beberapa
wilayah khusus untuk fungsi tertentu bagi total wilayah model ini akan merelokasikan ruang untuk kepentingan masa depan sesuai dengan rancangan
khusus pengembangan tata ruang. Informasi strategis tentang potensi, opsi, dan interrelasi sangat penting untuk mendukung proses harmonisasi tata ruang.
85 5.4.2.5 Revitalisasi Sungai
Secara umum stakeholders berpendapat bahwa revitalisasinormalisasi Sungai Batanghari sangat mendesak untuk dilakukan. Revitalisasi sungai hal
yang umum dilakukan dalam perbaikan kondisi sungai. Akan tetapi perlu diingat istilah revitalisasinoralisasi kurang tepat untuk digunakan, karena sebenarnya
sungai secara alami sudah normal. Secara alami sungai selalu merubah kondisi fisiknya sesuai dengan perubahan yang terjadi di sungai Kodatie, et al. 2010.
Kegiatan yang biasanya dilakukan dalan revitalisasi sungai antara lain pelurusan, pengerasan dinding sungai, pembuatan tanggul dan pengerukan
serta penghilangan tumbuhan, lumpur, pasir, dan batuan di kiri kanan sungai akan dapat memberikan dampak negatif bagi ekologis sungai seperti hilangnya
berbagai kemampuan dan potensi daerah ekoton dalam mengontrol aliran energi dan nutrien yang diperlukan bagi biota yang hidup di sungai. Hilangnya daerah
ekoton akhirnya berdampak pada manusia sendiri karena terjadi banjir di hilir, erosi di dasar sungai yang menyebabkan longsor dan sedimentasi atau
pendangkalan di hilir karena tererosinya material sepanjang sungai, serta terputusnya daur kehidupan pendukung ekosistem Haryani, 2006. Sebagai
contoh Sungai Kayamanya yang karena mengalami normalisasi dengan pembuatan dinding beton dan penghilangan batuan kecil dan tumbuhan di kiri-
kanan sungai menyebabkan tempat berlindung anakan ikan sidat dari arus kuat dan tempat mencari makan hilang. Kegiatan revitalisasi sungai saat ini telah
ditinggalkan oleh negara-negara Eropa dalam pengembangan riverfront. Melihat besarnya kerugian akibat hilangnya daerah ekoton, negara-negara maju
mulai mengembalikan sungai dari pelurusan ke kondisi alamiahnya ke kelokan aslinya seperti sungai Rhine di Jerman yang pada abad ke-18 sampai ke-19
diluruskan sekarang kembali dibuat berkelok-kelok seperti aslinya dahulu. Program revitalisasi yang akan dilakukan pada Sungai Batanghari
sebaiknya bukan memakai paradigma tersebut akan tetapi revitalisasi dalam konteks pengembangan Sungai Batanghari adalah mengembalikan kembali atau
memperbaiki kondisi sungai dengan tetap memperhatikan kelangsungan ekosistem sungai, maka hal yang harus dihindarkan dalam pengembangan ini
adalah pembuatan tanggul permanen untuk mengatasi erosi. Keberadaan tanggul dapat digantikan dengan rekayasa teknik bioengineering yang ramah
lingkungan seperti penggunaan live stake dan gabion wall yang mampu mengikuti kelokan sungai.
86 5.4.2.6 Pengembangan Kawasan Industri Hijau
Menurut pada Keppres No.41 Tahun 1996 pengembangan kawasan industri yaitu kewenangan untuk menyiapkan dan mengembangkan kawasan
industri, kewenangan di bidang perijinan, penyediaan lahan dan penerbitan hak pemilikan tanah, menetapkan lokasi kawasan industri, bentuk perusahaan
kawasan industri, hak dan kewajiban perusahaan kawasan industri termasuk pengelolaan lingkungan.
Kawasan industri hijau Eco Industrial ParkEIP merupakan evolusi dari konsep kawasan-kawasan industri yang sudah ada. Konsep kawasan industri
yang selama ini hanyalah merupakan kumpulan-kumpulan yang hampir sama sekali tidak memiliki keterkaitan terutama dalam hal pengelolaan lingkungan,
atau dengan kata lain, konsep kawasan industri tradisional tidak mengindahkan co-lokasi lo-casion dalam pengembangannya. Konsep co-lokasi
mengembangkan cara baru untuk meraih sutau kesinergisan dan efisiensi yang lebih besar lagi dengan memperkuat prospek-prospek peningkatan nilai tambah
dalam proses-proses industri yang diambil dari keuntungan yang diperoleh karena pengelompokan industri dalam suatu kawasan.
Dua definisi penting untuk sebuah EIP menurut Lowe 2001, pertama bahwa sebuah EIP merupakan suatu komunitas bisnis yang bekerja sama satu
sama lain dan serta melibatkan masyarakat di sekitarnya untuk lebih mengefesiensikan pemanfaatan sumber daya informasi, material, air, energi,
infrastruktur, dan habitat alam secara bersama-sama, meningkatkan kualitas ekonomi dan lingkungan, serta meningkatkan sumber daya manusia bagi
kepentingan bisnis dan juga masyarakat sekitarnya. Definisi kedua adalah bahwa EIP merupakan suatu sistem industri yang merencanakan adanya pertukaran
material dan energi guna meminimalisasi penggunaan energi dan bahan baku, meminimalisasi sampahlimbah, dan membangun suatu ekonomi berkelanjutan,
ekologi dan hubungan sosial. Keberadaan EIP sebaiknya menjadi pertimbangan Pemkot Jambi dalam
RTRW Kota Jambi kedepan dalam mengantisipasi relokasi industri yang berada di sepanjang Sungai Batanghari. Dalam RTRW Kota Jambi tahun 2010-2030
kawasan Selincah ditetapkan sebagai kawasan strategis Pusat Industri Selincah yang dimaksudkan untuk menggerakkan kegiatan industri pengolahan skala
besar di Kota Jambi dalam suatu kompleks yang terintegrasi dan memiliki konektivitas yang baik ke Bandara Sultan Thaha dan Pelabuhan Talang Duku.
87 Kawasan ini mencakup Kelurahan Payo Selincah dan sebagian Kelurahan
Sijinjang dengan luas 698,49 Ha. Dalam perencanaan Pusat Industri Selincah oleh pemerintah Kota Jambi ini sebaiknya mengarah pada pembentukan EIP
bukan hanya sebagai kawasan industri konvensional. Dengan konsep EIP banyak manfaat yang akan didapat seperti peningkatan PAD khususnya dari
industri yang dilokasikan dalam satu kawasan, dan tentunya keberlangsungan ekologis sungai dapat terjamin di waktu yang akan datang.
Mendisain sebuah Eco-Industrial Park EIP tidak terlepas dari usaha- usaha bagaimana mengintegrasikan EIP ini dengan masyarakat di sekitarnya,
karena bagaimana pun masyarakat akan langsung merasakan dampak dari suatu kawasan industri. Selain itu, pengembangan sebuah kawasan juga akan
memberikan suatu pertimbangan bagi pembangunan wilayah yang tidak lain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Untuk itu, penerapan sebuah EIP juga tidak lepas dari suatu usaha bagaimana untuk menciptakan suatu masyarakat yang berkelanjutan sustainable
community. Definisi sustainable community fokus pada pendekatan sistem yang terintegrasi untuk jangka panjang, diantaranya isu-isu yang berhubungan dengan
isu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Konsep ini memandang bahwa isu-isu yang berhubungan dengan ekonomi, lingkungan, dan sosial tersebut merupakan suatu
yang terintegrasi dan memiliki hubungan saling kebergantungan. Yang berhubungan dengan isu-isu masalah ekonomi dalam sustainable community ini
adalah bagaimana untuk menciptakan pekerjaan-pekerjaan yang baik bagi komunitas, gaji yang baik, bisnis yang stabil, implementasi dan pengembangan
teknologi yang sesuai, pengembangan bisnis dan lain-lain. Menurut Khanna 1999 dalam Fatah 2009, pembangunan berkelanjutan akan berimplikasi
terjadinya keseimbangan dinamis antara fungsi maintenance sustainability dan transformasi development dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
Perencanaan pembangunan berkelanjutan harus mempertimbangkan adanya trade off antara level produksi-konsumsi dengan kapasitas asimilasi ekosistem.
Sesuai dengan konsep daya dukung carrying capacity, peningkatan kualitas hidup hanya dapat dilakukan jika pola dan level produksi-konsumsi memiliki
kesesuaian dengan kapasitas lingkungan biofisik dan sosial. Strategi perencanaan EIP sebagai bagian dari perencanaan pembangunan berkelanjutan
membutuhkan informasi yang tepat tentang pilihan-pilihan penggunaan sumberdaya, teknologi, pola konsumsi, perubahan struktur sistem, tingkat
88 kualitas hidup yang diharapkan serta status lingkungan yang menjamin
berkurangnya tekanan ekologis oleh berbagai proses ekonomi. Dari sudut pandang lingkungan, suatu masyarakat hanya dapat berkelanjutan dalam jangka
panjang bila semua aktivitas yang dilakukan dalam komunitas tersebut tidak menurunkan kualitas lingkungannya atau terlalu banyak menghabiskan sumber
daya yang sudah terbatas jumlahnya. Perhatian terhadap lingkungan disini diarahkan pada usaha-usaha untuk proteksi terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan, menjamin ekosistem dan habitat yang sehat, serta usaha-usaha yang berhubungan dengan pengurangan polusi terhadap air, udara, dan daratan;
menyediakan ruang hijau yang cukup, rekreasi, dan bagi penggunaan lain; melakukan manajemen ekosistem serta melindungi keanekaragaman hayati; dan
lain-lain. Isu-isu sosial dalam sustainable community meliputi keterlibatan
masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah pendidikan, kesehatan, hak kekayaan, community building, kerohanian, penegakan hukum untuk
kepentingan lingkungan, dan lain-lain. Sustainable community sangat terkait dalam usaha-usaha untuk mengembangkan suatu EIP. Sebab, bagaimana pun
keterlibatan masyarakat pada suatu wilayah tidak hanya terbatas pada masalah partisipasi mendukung aktivitas-aktivitas industri yang positif, tetapi pada
umumnya masyarakat sekitar industri juga merupakan pekerja yang langsung terlibat dalam aktivitas industri tersebut. Bahkan dalam beberapa studi,
menunjukan bahwa perkembangan industri-industri suatu wilayah mendorong terwujudnya suatu sustainable community Djayadiningrat, 2001.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN